Anda di halaman 1dari 18

Angin pagi yang dingin menerobos masuk, menjejali paru-paruku dengan oksigennya.

Kulayangkan pandangan keluar, menatap jajaran gedung-gedung tinggi pencakar langit.

Semalaman duduk di bus membuat tubuhku pegal dan kaku. Kedua tanganku terasa dingin.

Berkali-kali kueratkan kerah jaketku. Tapi kemudian gerah menderaku. Rasa takut berkecambuk

dalam hatiku. Dapatkah aku bertahan hidup di ibu kota yang kejam ini? Tanpa teman, tanpa

pengalaman, tanpa tujuan jelas? Atau haruskah aku kembali pulang? Mengubur mimpiku dalam-

dalam. Arggggh, itu tak akan pernah terjadi. Tekadku sudah bulat. Tak mungkin aku menelan

kembali sumpah yang kuucap. Aku tak akan pulang sebelum aku meraih mimpi.

Bus yang aku tumpangi berhenti, menumpahkan semua penumpangnya tepat saat azan

Subuh berkumandang. Para penumpang berebut turun, membawa barang mereka masing-masing.

Pak ini apa sudah sampai Jakarta?

Iya, Mbak.

Tanyaku sebelum aku turun dari bus untuk memastikan dan mengusir keraguanku. Baru

kali ini aku ke Jakarta. Ternyata kota Jakarta jauh dari yang aku bayangkan. Kini tampak jelas di

mataku hingar-bingar kota Jakarta. Para penumpang turun dengan tujuan yang jelas, namun aku

tak tahu harus kemana. Pandanganku mengitari terminal mencari masjid untuk salat Subuh dan

beristirahat sejenak.

Tak seberapa jauh dariku, berdiri bangunan masjid yang kokoh. Kulangkahkan kakiku

menuju masjid itu dan segera berwudu mensucikan badan. Kulihat bayangan diriku dalam kaca,

mataku terlihat sembab. Entah karena tangis semalam atau mungkin karena kantuk. Gemetar
tubuhku saat kubasuh kedua tanganku. Kupercepat wuduku, buru-buru kukenakan mukena untuk

membantu menghangatkan tubuh.

Khusuk hamba menghadap-Mu Ya Allah. Perlahan-lahan air mataku mengalir

membasahi pipi. Hamba berserah diri pada-Mu Ya Allah, tiada daya dan kekuatan melainkan

dengan pertolongan-Mu. Ya Allah hamba berlindung dari tersesat, dari kebingungan, dari

dianiaya dan kebohongan. Ya Allah tuntunlah hamba agar selalu berjalan di jalan-Mu. Ya Allah

kuatkanlah hamba dalam menghadapi kehidupan yang kejam ini. Tangisku terhenti setelah

sujud terakhir.

Fajar melingkar di awan-awan tipis. Sebentar lagi matahari melakukan estafet dari raja

malam yang sudah menunaikan tugas. Tubuhku terasa lemas, perut melilit-lilit. Ehm pantas

saja sedari kemarin tak sesuap nasipun mengisi perutku. Sebungkus roti dan teh hangat cukup

untuk memulihkan tenagaku.

Di Jakarta yang luas ini hendak kemana aku? Tak ada satu tempatpun untuk dituju. Aku

ke Jakarta semata-mata hanya nekat. Hanya satu tujuan yang pasti yaitu aku ingin memulai hidup

baru dan meraih mimpi.

Aku harus menentukan langkah yang jelas. Aku harus segera menemukan tempat tinggal

secepatnya agar aku dapat segera beristirahat. Rumah kos-kosan kecil dan sederhana tak apa-apa.

Uangku tak mungkin cukup untuk menyewa rumah yang lebih layak. Setelah itu aku harus

mendapatkan pekerjaan guna menyambung hidup. Aku sudah setengah jalan. Aku terlanjur nekat

maka aku harus nekat.


Tak semudah yang kubayangkan. Setengah hari mengelilingi kota Jakarta mencari tempat

tinggal, namun tak kunjung kudapatkan. Aku takkan menyerah. Aku tak mau terlantar dan

tinggal di kolong jembatan.

Lelah mencari akhirnya aku menemukan rumah susun yang tak terlalu besar dan cukup

layak untuk ditinggali. Tak apa, asal ada jendela sebagai pertukaran udara dan setidaknya aku

bisa melihat kerlip bintang dari balik jendela di malam hari.

15 Desember 2001

Malam itu aku gelisah, tidurpun tak tenang. Mamakku yang baik menemaniku, membelai

rambutku, dan mendekapku penuh kehangatan.

Mak saya pengen tanya sesuatu. Kenapa Mamak memberiku nama Casava ? kenapa

bukan Kartini, bukan Dewi Sartika, atau Clarissa? Mak, aku pengen seperti Kartini

memperjuangkan hak-hak perempuan, atau Dewi Sartika yang berjuang dengan gigih mengusir

penjajah, dan kenapa bukan Clarissa Mak? Aku pengen seperti Dokter Clarissa, menolong semua

orang tanpa memandang siapa mereka. Dokter Clarissa juga senang dan peduli dengan anak-

anak.

Mamak tersenyum tipis dan menjawab pertanyaanku. Nduk, Mamak memberimu nama

Casava Textona dengan banyak pertimbangan. Kamu tahu Casava dalam bahasa jawa

berarti pohong,dari dulu rakyat Wonogiri mengonsumsi pohong dalam bentuk nasi tiwul sebagai

makanan pokok. Itu artinya di setiap aliran darah Mamak mengalir beribu-ribu sari pati pohong.
Mamak menghela napas sejenak dan melanjutkan ceritanya. Itu Casava Nduk,

sedangkan Textona adalah zat yang terkandung di dalam kayu jati. Karena zat itu kayu jati

menjadi kuat, ulet, dan anti rayap. Mamak berharap kamu menjadi anak yang kuat, tekun, dan

ulet dalam meraih cita-cita dan jangan mudah menyerah pada keadaan. Bersyukurlah karena

nama Casava Textona itu adalah doa tulus dari Mamak untukmu.

Mak jika aku lulus SMA nanti, dapatkah aku menjadi dokter seperti Bu Clarissa? Dan

bersekolah di Fakultas Kedokteran UI?

Ya yakinlah Nduk, tak ada sesuatu pun yang lebih hebat dibandingkan dengan

keyakinan yang telah ditanamkan seseorang dalam kehidupannya. Perkataan adalah doa, dan

semoga doa-doa kamu itu terkabul seiring dengan doa Mamak yang tiada pernah terputus

untukmu.

Aku berani bersumpah Mak, malam ini dengan disaksikan jutaan bintang aku bersumpah

jika lulus SMA nanti aku akan pergi ke Jakarta. Aku akan mewujudkan mimpiku dan tak akan

pulang sebelum mimpi itu terwujud.

19 Mei 2004

Aku gugup, jantungku tak henti-hentinya bergetar. Pikiranku melayang-layang di atas

awan. Hatiku tak tenang, duduk pun tak nyaman. Beribu-ribu perasaan tak menentu mengetuk

bahkan menghentak-hentak hatiku. Aku was-was menunggu pengumuman hasil ujian. Semoga

semua seperti yang kuharapkan.

Casava Textona?
Bapak Kepala Sekolah memanggil namaku. Pelan-pelan aku mulai berdiri. Kakiku lemas

seperti terjangkit polio. Aku mencoba menghela napas, mengumpulkan keberanianku dan

kekuatanku. Kaki kualunkan ke arah podium untuk mengambil amplop hasil pengumuman.

Perlahan-lahan kurobek sisi kanan amplop. Sebuah surat tersembul di dalamnya. Kubuka

surat itu. Achhh..hatiku bagai meledak dibuatnya. Alhamdulillah..ternyata, aku lulus dengan

nilai memuaskan.

25 Mei 2005

Mak lihat Mak! Aku bawa apa? Aku bawa surat Mak, surat dari Jakarta, dari UI Mak.

Mak aku lulus tes masuk di Fakultas Kedokteran Mak, aku juga dapat beasiswa.

Bersyukurlah Allah telah mengabulkan jalan bagimu untuk meraih cita-cita. Mamak

mengingatkanku agar tidak lupa mensyukuri kebahagiaan ini.

Cepat kamu bereskan semua, apa saja yang akan kamu bawa ke Jakarta.

Mak pendaftaran masih sebulan lagi, kenapa Mamak menyuruhku cepat-cepat pergi ke

Jakarta? Ada apa Mak? Kenapa Mamak tidak seperti biasa?

Pokoknya dalam dua atau tiga hari ini kamu sudah harus pergi ke

Jakarta. AlhamdulillahBapakmu pergi ke sawah jadi Bapak tidak tahu tentang hal ini. Mamak

minta rahasiakan berita ini dari Bapak dan Mbah Utimu. Mamak tidak ingin kamu.? Tiba-

tiba Mamak menghentikan perkataannya.

Mak, sebenarnya ada apa? Apa yang terjadi Mak? Tanyaku menyelidik.
Nduk, sebenarnya selama ini Bapak sama Mbah Utimu telah merencanakan tentang

pernikahanmu.

Nduk, Bapak dan Mbah Uti sudah mencarikan jodoh untukmu, dan Mamak juga baru

tahu kemarin. Mamak kaget setengah mati, Mamak tidak terima Nduk, dan Bapak sama Mbah

Uti marah-marah sama Mamak. Kalau sampai mereka tahu kamu pergi ke Jakarta pasti mereka

tidak akan pernah mengizinkan. Mereka pasti mencegahmu Nduk. Wajah Mamak terlihat begitu

serius dan cemas.

Jadi aku dipaksa menikah Mak? Aku tidak mau Mak. Aku harus menggapai cita-citaku

dulu baru menikah. Jelasku pada Mamak agar Mamak tidak terlalu memikirkan masalah ini.

Bapak dan Mbah Uti memang menginginkan aku menikah muda, supaya aku cepat punya

anak. Mereka merasa kalau aku sudah berkeluarga, maka kewajiban Bapak terhadapku sudah

selesai. Namun yang menjadi persoalannya sekarang adalah aku masih remaja, masih terlalu

muda untuk menjalin rumah tangga dengan seseorang. Aku belum siap untuk mengurus suami

dan anak-anak. Dan yang paling penting adalah aku masih ingin kuliah dan aku sudah memiliki

rencana-rencana untuk masa depan dan kebahagiaan kedua orang tuaku.

27 Mei 2005

Hari ini semua urusan sudah beres. Tiket bus sudah di tangan. Jam 10.00 nanti aku akan

ke terminal.

Sebelum berangkat aku bantu-bantu Mamak di dapur. Selepas mandi aku memakai blus

ungu lengan panjang dan jeans warna putih, kupilih jilbab ungu. Tiba-tiba aku mendengar Bapak
terbatuk-batuk di halaman. Ah, celaka, ternyata Bapak pulang lebih awal, padahal selama ini

Bapak selalu pulang sore. Bapak biasanya selalu betah berlama-lama di sawah. Jika Bapak

sampai tahu rencana kepergianku ke Jakarta, maka semuanya akan berantakan.

Ternyata Bapak marah besar, Bapak merasa dibohongi. Bapak sekarang tahu semuanya.

Dari mana Bapak tahu? Ah, darimana Bapak tahu itu tidak penting, yang terpenting sekarang

adalah masa depanku dan Mamak.

Aku tidak tega melihat Mamak dimaki-maki oleh Bapak. Aku tidak tahan melihat

Mamak menjadi pelampiasan kemarahan Bapak. Aku berlari ke halaman dan mendekati Mamak.

Mamak menagis sesenggukan.

Nduk cepat berangkat, tinggalkan Mamak sendiri, Mamak tidak apa-apa kok. Kamu

harus mengejar mimpimu Nduk. Ayo Nduk, cepat pergi, Mamak tidak apa-apa kok.

Nduk kamu tidak boleh berangkat, karena pernikahanmu dengan Hastomo tinggal

beberapa hari lagi!. Bapak membentakku.

Pernikahan itu tidak boleh batal, mau ditaruh di mana muka Bapak jika kamu tidak jadi

menikah dengan Hastomo? Tiba-tiba Bapak kembali membentakku.

Maaf Pak, Sava masih pengen sekolah dulu Pak, Sava ingin mewujudkan cita-cita Sava

Pak.

Pak Sava bukan Siti Nurbaya, bila waktunya nanti tiba Sava pasti dapat jodoh Pak, tidak

perlu dijodoh-jodohkan seperti ini. Protesku pada Bapak.


Nduk pokoknya tidak boleh. Pokoknya kamu tetap harus menikah dengan Hastomo.

Kamu tahu kenapa Bapak memilih Hastomo? Karena Bapak merasa semua syarat sebagai suami

yang baik itu terdapat dalam diri Hastomo.

Dia kaya Nduk, sawahnya berhektar-hektar, rumahnya gedongan, kendaraannya

berjejer-jejer, kamu pasti bahagia Nduk jika menikah dengan Hastomo. Kata Bapak berusaha

meyakinkanku agar mau menikah dengan lelaki pilihannya.

Aku tidak setuju, sebagai Mamaknya aku tidak rela kalau anak gadisku menikah dengan

Hastomo, si lelaki kaya raya tetapi mempunyai banyak istri. Anakku harus kuliah Pak! Mamak

menyerobot perkataan Bapak.

Cepat Nduk ambil tasmu dan pergilah ke Jakarta jangan pedulikan Bapak, raih cita-

citamu Nduk. Mamak mendorongku agar cepat-cepat pergi ke Jakarta.

Wo.sontoloyo..! istri tak tahu diri. Mamak sama anak sama saja. Bapak

mendekatiku dan meraih pergelangan tanganku lalu menyeretku ke dalam kamar. Bapak pun

mengurungku di dalam kamar.

Aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus bertindak dan berbuat sesuatu karena ini

menyangkut masa depanku. Aku tidak mau mimpi-mimpiku terkubur begitu saja.

Kuangkat sebuah kursi dan kudekatkan dengan jendela. Dengan mengendap-endap aku

berusaha kabur dari rumah dengan melompat jendela kamar. Sebelum aku pergi aku

menyempatkan menulis sepucuk surat untuk Mamak dan kutinggalkan di meja kamar. Selamat
tinggal Bapak, Mamak dan Eyang Uti jika aku sukses nanti maka aku akan kembali. Dan tanpa

terasa peluh dan air mataku mengalir di pipi seiring aku melangkah meninggalkan rumah.

Malam ini aku memandang langit, hitam dan seperti tidak ada kehidupan, hampa dan

mati. Meskipun terpekur sendiri tetapi aku tidak pernah takut dalam kesendirian. Justru aku

merasa ketakutanku adalah kekuatanku. Saat aku melihat lebih jauh lagi tentang masa depan dan

hakikat hidup ini, jalan terasa lapang dan mudah.

Aku tidur dengan hati tenang tanpa rasa cemas. Aku yakin aku bisa bertahan. Akan

kubuktikan pada dunia, aku Casava Textona akan meraih mimpiku meskipun harus melalui

perjuangan panjang dan berliku untuk melewati penderitaan yang tak ringan.

29 Mei 2005

Pagi menjelang menghembuskan napas-napasnya. Aku memulai pengembaraanku ke

caf-caf, restoran, toko, pabrik, semuanya aku datangi. Aku mengajukan diri berniat untuk

mencari pekerjaan. Namun semua menolakku. Meskipun demikian aku tidak akan menyerah.

Aku harus kuat seperti jati, karena aku adalah Textona.

Sabar dan tabah adalah senjataku. Kemenangan dalam medan pertempuran ini hanya

milik orang-orang teguh, ulet, dan tak kenal takut, serta pantang menyerah pada semua

rintangan yang menghadang. Aku harus nekat. Meminta belas kasihan itu adalah mental

pecundang, dan aku tidak akan pernah meminta belas kasihan. Aku harus berjuang untuk

bertahan hidup di ibu kota.


Tak ada yang dapat kuperbuat. Berkali-kali aku melamar kerja dan berkali-kali pula aku

ditolak. Namun tak ada yang perlu kurisaukan, aku bisa memulung untuk mencukupi

kebutuhanku. Aku tidak perlu malu, karena ini adalah pekerjaan halal.

Hari ini aku mulai mengais-ngais rezeki dari sampah-sampah yang berceceran. Sampah-

sampah itu sekarang menjadi penyambung napasku.

Akan kubuktikan Casava Textona pemulung yang kelak menjadi dokter. Aku harus

bersabar, sebentar lagi kuliah dimulai. Aku pasti akan disibukkan dengan mata kuliah dan

pekerjaan baruku.

10 Oktober 2010

Empat setengah tahun sudah aku menekuni profesiku sebagai pemulung dan sebagai

mahasiswa kedokteran UI. Kulitku yang dulu putih mulus kini hitam legam terbakar matahari.

Setiap hari aku disibukkan dengan rutinitas, pagi kuliah dan siang atau sore hari memulung

sampah.

Kini aku telah menyelesaikan tugas akhir di Fakultas. Dan Alhamdulillah akhir tahun ini

aku akan diwisuda. Impianku yang dulu jauh dari kenyataan kini dapat kuraih. Mamak, Bapak

Sava akan pulang. Sava bisa meraih bintang Mak, Pak. Dan semua jerih payahku selama ini

kupersembahkan untuk Bapak dan Mamak


Gelap

Cerpen Karangan: Gede Armawan

Kategori: Cerpen Gokil

Lolos moderasi pada: 10 April 2017

Suatu ketika saat aku nonton acara kegemaranku yaitu UPIN DAN IPIN, tiba-tiba saja petir menyambar
dengan dahsyatnya saking dahsyatnya hingga membuat nenekku yang lagi aayik ngedance PPAP
terpental dan jatuh dengan posisi kepala di bawah dan kedua kakinya di atas. Selain itu sambaran petir
juga merusak gardu listrik di komplekku, jadi satu komplek harus tenggelam dalam gelap.

Dalam suasana yang super mencengangkan itu, aku coba meraih HP yang tadi aku letakkan di atas meja.
Dengan sedikit meraba-raba, aku coba meraih HP ku, dan aku pun dapat meraih sebuah benda, tetapi
terasa agak aneh, seperti tali yang hidup, ssssst. ssssst sssst kira kira begitulah suaranya. Seketika
aku pun ingat dengan pelajaran biologi di sekolah, kalau besok ada PR dari pak guru yang paling ganas,
dan liar seperti ular black mamba (salah satu jenis ular paling mematikan). Jadi aku pun bergegas untuk
mencari hp ku agar bisa membuat tugas tersebut. Dan karena aku rasa tak penting, benda yang dari tadi
kupegang itu kulempar ke belakang, dan tepat mendarat di atas kepala nenekku yang baru saja bangun
dari mimpi indahnya, Aaaaaaaa nenekku menjerit dan tanpa pikir panjang dia melanjutkan
mimpinya tadi, yang entah mimpi tentang apa.

Kembali aku lanjutkan pencarianku tadi dan tanpa sengaja aku menyenggol benda tersebut dan jatuh ke
kolong meja, aku pun mulai jengkel akan hal itu dan merasa agak sedikit marah, karena hal itu aku pun
mengambil sebuah senter yang aku simpan di saku celana, tek.. tek.. kok loh, kok gak hidup sih pikirku
dan aku baru ingat kalau senter itu sudah rusak karena aku pakai untuk ngelempar kucing nakal yang
hobinya mencuri ikan asing maknyus buatan ibuku.

Dan lagi-lagi aku harus mencari dalam kegelapan, tanganku pun kumasukkan ke dalam kolong meja yang
penuh debu dan kecoak, mungkin juga bangkai pesawat airasia ataupun sisa-sisa perang dunia 2
hehehe. Kini tanganku meraih sebuah benda yang rasanya tak asing bagiku, karena kukira itu hp ku jadi
langsung kusergap saja, dan cctttakk, sejenak aku berfikir (karena otakku lemot) aku pun tersadar
kalau kemarin bapakku menaruh jebakan tikus di tempat tersebut, jadi aku pun menjerit luar dari
biasanya, kukira aku sudah tak bertangan lagi, dengan cepat aku menarik tanganku dan ternyata masih
utuh hh.. hhh.. hhhhhh hhhhhh di sanalah aku tertawa sendiri kayak idiot, oh iya jebakan tikus itu
berbunyi karana pas ada tikus yang lewat.

Kini hp ku sudah ada di genggaman dan rasanya luar biasa akhirnya perjuanganku pun berhasil, dengan
segera aku pencet tombolnya dan ternyata baterainya sudah habis, aku pun langsung membara,
darahku melonjak tinggi kira-kira setinggi monas hehe. Jadi dengan rasa kesal aku pun berusaha
memperbaiki gardu itu sendiri, dengan perkakas dan peralatan milik bapakku yang tiba-tiba saja ada di
hadapanku aku pun langsung mendobrak jendela, eh salah maksudnya pintu dan berlari ke gardu
tersebut yang memang jaraknya tak jauh, dengan gagah berani dan penuh gaya, aku berlari, kira-kira
sudah 20 meter aku berlari aku pun tersadar kalau sekarang mati lampu jadi semuanya gelap dan yang
terlihat hanya warna hitam pekat menyelimuti mataku, parahnya lagi aku ini orangyang penakut jadi
lengkaplah penderitaanku.

Tak ada seorang pun di sekitarku hanya desiran angin malam dan suara gonggongan anjing yang
membuat suasana malam itu kayak di film THE CONJURING. Karena aku ini penakut jadi aku lakukan
ritual yang sering aku lakukan ketika takut yaitu membuat hujan kecil-kecilan alias ngompol di celana,
dan bagai tak henti hentinya membuatku takut, kini aku mendengar suara langkah kaki dari kejauhan,
tik.. tok.. tik.. tok. Semakin lama suara tersebut semakin lantang terdengar dan semakin jelas aku tak
dapat berbuat apa apa hanya bisa memegangi kedua lututku yang rasanya hampir copot, tik tok.. tik..
tok.. lagi-lagi suara menjengkelkan itu terdengar dan kini sudah sangat dekat, sangat dekat, dekat sekali
dan suara itu pun menghilang dan Duarrrr aku terkejut bukan main tiba-tiba sesosok kepala botak
dengan kumis tebal dan kacamata yang mengkilat nongol di depanku, saat itu pun aku terbangun
dengan diiringi tawa teman sekelasku. Dan tentu saja kupingku langsung dijewer oleh guru biologi yang
super ganas itu, dan akhirnya aku berdiri di depan kelas dengan satu kaki diangkat dan kedua tanganku
menjewer telinga
Nina Gak Bobo

Cerpen Karangan: Y. Endik Sam

Kategori: Cerpen Gokil

Lolos moderasi pada: 31 January 2017

Satria berjalan melewati pinggiran lapangan bola dekat alun-alun kota Atap. Dia hendak ke rumah Novi
teman sekolahnya. Bang! Ambilkan bolanya! Teriak anak-anak kecil yang sedang asik main bola. Bola
itu menggelinding ke arah pohon beringin. Satria melihat sebuah benda bundar putih mengkilat di dekat
semak semak di bawah pohon beringin itu. Dia pegang dan ditarik, Auhh! terdengar suara orang
mengaduh. Ditarik lagi oleh Satria, Aduhh!! Terdengar suara lagi. Aneh? Pikir Satria. Dia tidak sabar
dan ditariknya sekuat tenaga benda itu, Ahh hoyyy apa-apaan nih!!! Suara itu semakin jelas, dan
ternyata berasal dari kepala Gundul tukang bakso yang lagi tiduran di bawah pohon. Hah?? Satria
kaget, badan tukang bakso itu sampe keliatan keluar dari semak-semak. Satria tersadar dan melepaskan
kepala gundul itu, dia lari sekencang-kencangnya meninggalkan TKP (Tempat Kejadian Perkara).
Bang..!!! Ambilkan bolanya dong!! Teriak anak-anak kecil itu lagi. Satria sempat menoleh, Bodo!!!
Jawabnya sembari mempercepat larinya secepat laju motor Valentino Rossi di balapan Moto GP. (Haha
rasain lu!)

Akhirnya Satria sampai juga di rumahnya Novi. Dia dipersilahkan masuk. Satria meletakkan sepasang
sandal jepit kesayangannya di depan pintu. Hai Satria! Mau minum apa nih? Sapa Novi ramah. Es
jeruk Nov! Jawab Satria semangat lalu duduk di sofa. Sirupnya tidak ada! Kata Novi lembut. Kalau
begitu susu panas saja deh! Kata Satria setelah berpikir sejenak. Aduh susunya habis! Jawab Novi.
Teh hangat saja tidak apa-apa deh Nov! Kata Satria lesu. Tehnya tidak punya, mama belum beli!
Jawab Novi lagi. Waduh!! Air gula saja Nov Yang penting ada manis manisnya, manis kayak kamu!
Kata Satria ribet mirip gombal. Oke tunggu sebentar yaa! Jawab Novi lalu melangkah menuju dapur.
Tak berapa lama Novi balik lagi, Aduh maaf gulanya habis juga! Bagaimana ini? Kata Novi sedikit
kebingungan. Yahhh Air putih aja deh tidak apa-apa! Kalau tidak ada juga, gelasnya doang tidak apa-
apa bawa ke sini. Buat hiasan meja! Jawab Satria setengah sadar setengah enggak. Oke! Kalau air
putih pasti ada! Jawab Novi berlalu dan kembali dengan membawa segelas air putih untuk Satria. Bla
bla bla mereka ngobrol kesana kemari hingga lupa waktu, padahal waktu saja masih ingat pada mereka.

Hari menjelang sore Satria pamit pulang. Dia kaget karena sandalnya tinggal satu, yang sebelah kanan.
Mereka berdua berputar-putar mengelilingi rumah Novi untuk mencarinya. Tapi tidak ada. Saat kembali
ke depan pintu, sandal yang satunya hilang juga. Yang aneh justru sandal-sandal milik keluarga Novi
masih tetap ada. Satria pulang dengan tidak memakai sandal, karena dia tidak mau dipinjamin sandal
milik bapaknya Novi yang super galak. Di samping rumah Novi seekor anjing jenis Pudel sedang asik
menggigit-gigit sandal baru berwarna cokelat muda Sambil sesekali berlari-lari ceria.

Hari telah sore, Satria sakit perut. Dia menuju kamar mandi namun ada ibunya (Bu Ratna) sedang mandi.
Dia tahu ibunya pasti lama kalau mandi. Satria ke rumah Edo, tapi kamar mandinya juga sedang antri.
Satria tak patah semangat, dia datangi rumah Hasan. Di sana malah terjadi antrian panjang di depan
pintu kamar mandi Hasan oleh saudara-saudaranya. Malah pakai nomer urut segala. Perut Satria makit
sakit, dia lari sekencang-kencangnya menuju sungai kampung yang terdapat sebuah wc umum yang
terbuat dari triplek. Ternyata ada orangnya. Mau tak mau Satria harus menunggu sambil memegangi
perutnya. Lama Satria menunggu akhirnya orang di wc umum itu berdiri hendak keluar pintu. Seperti
pepatah mengatakan Orang sabar itu rejekinya banyak. Pintu dibuka, yang keluar adalah Pak Aryo.
Masih selangkah Pak Aryo melangkah, terlihat sebuah bayangan masuk menuju wc itu. Yang ternyata
Pak RT yang terlihat terburu-buru, Saya duluan nak Satria! Kamar mandi bapak lagi antri buat mandi
anak-anak bapak! Teriak Pak RT lega dari dalam WC. Satria terbelalak dan pingsan seketika,
Toloooongg!!.

Malam ini Nina lagi galau. Dia menanti seseorang yang tak kunjung datang. Padahal dia sangat
mendambakan seseorang itu untuk mau datang ke rumahnya. Siapakah yang dinanti Nina? Ternyata
Satria, teman di belakang bangkunya sekolah. Tok tok tok, pintu rumah Nina diketuk Edo. Nina udah
bobo! kata Papa Nina. Sebab Nina sudah pesan sama Papanya, kalau bukan Satria bilang saja sudah
bobo. Hasan mengetuk pintu, Nina sudah bobo!. Anto, Angga, Renald, Danu, Ikwan Nina sudah
bobo!. Padahal di dalam kamarnya Nina sedang sibuk menepis nyamuk-nyamuk yang menggigitnya.
Meskipun sudah dipasang obat nyamuk bakar dan obat nyamuk elektrik sekaligus. Tapi nyamuk-nyamuk
itu tetap beringas menggigit-gigit kulit putihnya. Kenapa nyamuk-nyamuk itu menggigit Nina yang tidak
bersalah? Karena Nina bobo oh Nina bobo, kalau tidak bobo digigit nyamuk! (heleh)
Strike!

Cerpen Karangan: Listya Adinugroho

Kategori: Cerpen Fantasi (Fiksi), Cerpen Gokil

Lolos moderasi pada: 20 October 2016

STRIKE!! STRIKE!! Joko memanggil Strike dengan penuh semangat. Strike Leonardo Esmeralda adalah
seorang remaja yang sangat terobsesi pada dunia kepemancingan. Bersama Joko Rossoneri, ia telah
menggeluti bidang kepemancingan selama kurang lebih 10 tahun. Mereka sudah mengalami asam manis
dunia kepemancingan, mulai dari pancingnya dimakan ikan teri, ikan tangkapannya sedang asyik
bermain gadget dan mengajaknya selfie, sampai kapal yang ia gunakan untuk memancing di tengah laut
lupa ia bawa, padahal mereka sedang ada di tengah laut. Tenggelam deh.

Mereka sudah menjajal berbagai laut sebagai spot memancing mereka, mulai dari laut asmara sampai
laut luka dalam. Karena anak muda sukanya bereksperimen, mereka pun juga sering bereksperimen
dengan umpan yang mereka gunakan. Pernah mereka mencoba memancing ikan menggunakan rubik
cube, namun hasilnya nihil. Mungkin ikannya tidak tertarik pada permainan asah otak ini. Pernah juga
mereka memancing menggunakan umpan sebuah buku. Hasilnya juga sama, bahkan lebih parah. Ini
karena buku yang ia gunakan untuk memancing adalah buku How to Build Unbeaten Kingdom. Setelah
ikan membaca buku itu, laut tempat mereka tinggal sudah menjadi sebuah kerajaan tak terkalahkan.

Lain ladang lain belalang, lain dunia masih dunia lain, lain umpan lain hasilnya. Ada yang lain di
senyummu. Ciee. Banyak sekali varian hasil tangkapan mereka selama ini, mulai dari ikan bawal, atlet
renang, kapal selam, bangkai kapal, dan pernah juga mereka mendapat strike sebuah bumi. Waktu itu
kailnya terasa menyangkut di dasar laut, setelah berusaha keras di tarik ke udara, ternyata itu bumi
tempat ia tinggal. Hahahaha.

Namun kisah pasangan itu akan segera berakhir. Joko harus rela meninggalkan Strike menjalani dunia
perpancingannya sendiri. Besok ia harus segera take off ke planet seberang dalam acara villain exchange
pertukaran penghuni planet. Hal ini membuat Strike sedih. Air matanya berlinang. Iya gitu.
Hari-hari sudah berlalu, Strike menjalani hari-harinya tanpa seorang partnernya. Kini ia mengarungi
dunia kepemancingan sendirian. Ia memancing menggunakan pancing spesial pemberian Joko. Pancing
itu adalah pancing legendaris dari keluarga Joko dan itu diberikan kepada Strike karena ia yakin Strike
adalah orang yang paling tepat untuk mendapatkannya. Strike memenuhi segala kriteria untuk
memegang pancing legendaris itu. Strike pun merasa teristimewa mendapat kepercayaan untuk
memegang pancing legenda itu.

Perjalanan memancing Strike sudah hampir sempurna. Sudah 98% persen spot di dunia ini telah ia coba.
Tinggal satu spot lagi maka ia akan berhasil menyempurnakan 100% spot. Spot itu adalah Sungai Aliran
Cinta. Konon di sungai itu terdapat ikan legendaris yang hanya ada satu di dunia. Ikan itu bernama Love
Fish. Selama ini belum ada orang yang berhasil menangkap ikan ini. Hal ini membuat adrenalin Strike
terpacu. Ia pun pergi kepada sesepuh perpancingan, Mbah Chingir, S.P.

Kata mbah Chingir, ikan Love Fish tidak bisa dipancing dengan umpan sembarangan, dan pancing
sembarangan. Love Fish hanya bisa dipancing dengan pancing legendaris yang kebetulan adalah pancing
pemberian Joko. Sedangkan umpan untuk Love Fish bukanlah pellet, santet, ikan kecil, harta, tahta
maupun wanita (wesyeh). Ikan itu hanya bisa dipancing menggunakan umpan cinta sejati. Otak Strike
masih loading. Ia manggut-manggut sambil membelai kumisnya yang sudah agak panjang. Setelah
memberi tahu info itu, Mbah Chingir tiba-tiba menghilang.

Strike adalah orang yang tergolong skeptis dan tidak begitu mudah percaya pada mitos-mitos atau hal
mistik lainnya. Ia pun mengabaikan info dari Mbah Chingir karena menurutnya hanya hal yang sia sia
belaka. Ia pun pergi ke sungai Aliran Cinta dan menyiapkan pancing legendarisnya. Setelah semua siap,
mincing dimulai.

Satu jam, dua jam, lama sekali Strike tidak mendapatkan hasil, bahkan sampai kulit manggis sudah tidak
ada ekstraknya, atau malah sudah tidak ada iklannya. Ia terus mencoba dan terus mencoba, mulai dari
mengganti-ganti umpan, berpindah-pindah lokasi, dan berganti-ganti pasangan.

Lama-lama ia pun mencoba untuk berpikir karena punya pikiran. Ia mencoba memperhitungkan apa
yang dikatakan oleh mbah cingir tentang umpan cinta sejati itu. Ia pun berusaha menghilangkan
skeptisnya dan mencoba mencari cinta sejati itu. Apa salahnya mencoba, walau ada kemungkinan gagal
tapi pasti juga ada kemungkinan berhasil. Justru jika ia tidak mencoba, ia akan 100 persen gagal.
Esok harinya, ia pergi ke rumah pacarnya yang sudah menemani dunia percintaanya selama 24 bulan.
Mungkin pacarnya itu adalah yang dimaksud dengan cinta sejati. Ia pun mengajak pacarnya ke sungai
aliran cinta. Kemudian ia mencoba untuk memancing sambil bercanda dan berbincang bincang dengan
pacarnya penuh kemesraan. Namun seharian tak ada hasil. Ia pun tak menyerah.

Keesokan harinya ia mencoba lagi bersama pacarnya, namun hasilnya tetap nihil. Begitu juga hari hari
berikutnya. Ia berpikir mungkin cinta sejati bukanlah pacarnya karena ia tahu cinta seorang pacar itu
hanya sementara.

Esoknya, ia mengajak kedua orangtuanya, kemudian ia mulai memancing. Namun hasilnya juga nihil. Ia
sudah frustasi, marah, dan menyerah. Ia melemparkan pancing pemberian sahabatnya ke sungai hingga
termakan arus. Ia berteriak sangat kencang. Ya Tuhan!!!! Memancing adalah hidupku. Dan jika Love
Fish ini gagal aku dapatkan, artinya aku akan kehilangan hidupku. Aku sudah mengerahkan segala daya
dan upayaku untuk mendapatkan ikan ini. Jika Engkau memang berkehendak aku tidak akan
mendapatkannya, maka berikanlah petunjuk yang nyata. Dan aku rela meninggalkan semua ini untuk
pergi ke jalan-Mu yang lain

Tiba tiba matahari bersinar, air sungai mengalir, dan pohon pohon tumbuh (ya iyalah). Dari dalam sungai
muncul bayangan hitam besar. Dari situ melompatlah seekor ikan berbentuk hati, berwarna merah, di
badannya terdapat gambar <3 dan :** serta mengeluarkan bunyi I love you terus menerus. Ya!!!
Itu adalah Love Fish. Ikan itu muncul terjerat oleh pancing yang dilempar strike beberapa saat yang lalu.
Melihat pancingnya kembali ke permukaan sungai, strike pun segera mengambilnya dan berusaha
menarik ikan Love Fish itu. STRIKE!!! STRIKE!!!! ia terus memegangi pancingnya. Setelah sekian lama
berusaha dan berupaya dengan segala usaha dan upaya, ia berhasil menangkap ikan Love Fish itu.
Hatinya bahagia melebihi apapun. Ia berpikir kenapa bisa ia mendapatkan ikan itu. Ternyata yang
dimaksud cinta sejati oleh Mbah Chingir adalah cinta kepada Tuhan. Karena Tuhanlah kita ada, Karena
Dia, kita bisa memiliki orang-orang yang kita cintai. Maka dari itu cinta kepada Tuhan harus lebih
diutamakan daripada cinta kepada makhluk ciptaannya. Ia sekarang mengerti apa itu cinta sejati. Ia
tahu. Tiba-tiba Love Fish itu menjadi seorang wanita cantik. Istilahnya cantik-cantik ikan (temennya
ganteng-ganteng serigala). Ia pun mengajak strike menikah. Mereka hidup bahagia. Mereka berciuman.
Tiba-tiba lagi strike berubah menjadi seekor ikan. Ternyata wanita itu adalah penyihir yang menyamar.
Strike menjadi ikan berkumis yang sekarang orang kenal dengan ikan lele. Cerpen Karangan: Listya
Adinugroho Blog: www.bocahsastra.blogspot.com Facebook: Listya Adinugroho Nama saya Listya
Adinugroho. Makasih.

Anda mungkin juga menyukai