Anda di halaman 1dari 7

FAIR VALUE ITU FAIR?

DAMPAK DARI PENERAPAN NILAI PASAR SEBAGAI DASAR

Standar Pelaporan Keuangan Internasional atau IFRS (International Financial


Reporting Standards) telah menjadi populer beberapa tahun belakangan ini. Sejak
tahun 2008, lebih dari 100 negara di seluruh dunia, termasuk keseluruhan Eropa,
membutuhkan dan mengizinkan pelaporan berdasarkan IFRS. Sekitar 80 negara telah
menerapkannya secara penuh dan mewajibkan penerapannya pada semua perusahaan
domestik yang terdaftar.
IFRS merupakan sebuah standar dengan kerangka dan interpretasinya dikembangkan
dan adopsi oleh IASB (International Accounting Standards Board). Sebagai standar
baru, IFRS terbentuk dari beberapa standar sebelumnya, yaitu IAS (International
Accounting Standards) yang diterbitkan pada tahun 1973 dan 2001 oleh IASC
(International Accounting Standards Committee) yang kemuadian digantikan oleh
IASB.
Di Indonesia, IFRS telah ditetapkan akan diadopsi secara penuh pada tahun 2012
yang lalu. Dengan diadopsinya IFRS secara penuh, maka laporan keuangan yang
dibuat berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) tidak lagi
memerlukan rekonsiliasi yang signifikan dengan laporan keuangan perusahaan atau
entitas yang berasal dari negara lain yang juga mengadopsi IFRS.
Namun, penerapan IFRS berarti merubah dan menyesuaikan sebagian besar prinsip
dari standar akuntansi yang sebelumnya telah berlaku berpuluh-puluh tahun. Salah
satu perubahan mendasar dari adanya adopsi IFRS tersebut adalah penggunaan Fair
Value Accounting. Oleh karena hal tersebut, maka penulis akan menulis tentang Fair
Value Accounting, apakah benar-benar fair bila diterapkan dalam Akuntansi.
PENGERTIAN FAIR VALUE
Sebelumnya, sistem akuntansi menggunakan dominasi konsep Historical Cost.
Konsep tersebut menggunakan pendekatan biaya perolehan menghasilkan nilai buku.
Untuk berbagai kepentingan, laporan nilai buku itulah yang selama ini lazim
dijadikan acuan untuk menilai sebuah perusahaan. Dengan kondisi pasar yang
semakin dinamis dan berkembang sangat cepat, akhirnya konsep historical cost
dianggap tidak lagi relevan dalam mengukur realitas ekonomi. Hal tersebut terjadi
karena historical cost hanya mengukur transaksi yang telah selesai, tidak bisa
mengakui perubahan nilai riil yang terjadi.
Sebagai gantinya ditawarkanlah konsep Fair Value yang diberlakukan dalam IFRS
untuk semua standar yang dikeluarkan. Apa dan bagaimana sesungguhnya konsep fair
value itu? Dalam PSAK Nomor 10 dijelaskan bahwa nilai wajar (fair value) adalah
suatu jumlah yang dapat digunakan sebagai dasar pertukaran aktiva atau penyelesaian
kewajiban antara pihak yang paham (knowlwdgeable) dan berkeinginan untuk
melakukan transaksi wajar (arms length transaction). Sedangkan pengertian-
pengertian yang populer adalah sebagai berikut:
Fair value is defined in terms of a price agreed by a willing buyer and a willing
seller in an arms length transaction. (IAS).
The fair value of an asset is the amount at which that asset could be bought or sold
in a current transaction between willing parties, other than in a liquidation. On the
other side of the balance sheet, the fair value of a liability is the amount at which that
liability could be incurred or settled in a current transaction between willing parties,
other than in a liquidation. If available, a quoted market price in an active market is
the best evidence of fair value and should be used as the basis for the measurement. If
a quoted market price is not available, prepares should make an estimate of fair value
using the best information available in the circumstances. In many circumstances,
quoted market prices are unavailable. As a result, difficulties occur when making
estimates of fair value. (GAAP).
Menurut IAI dalam Buletin Teknis No. 3 menyatakan bahwa dasar dari definisi fair
value adalah asumsi bahwa entitas merupakan unit yang akan beroperasi selamanya
tanpa adanya intense atau keinginan untuk melikuidasi, untuk membatasi secara
material skala operasinya atau transaksi dengan persyaratan yang merugikan. Dengan
demikian, fair value bukanlah nilai yang akan diterima atau dibayarkan entitas dalam
suatu transasksi yang dipaksakan, likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat
kesulitan keuangan. Fair value menyampaikan informasi tentang nilai kekayaan dan
kepengurusan manajemen dengan menyatakan semua aset dan kewajiban pada neraca
sebagai nilai kepada pemegang saham.
PRO DAN KONTRA TENTANG FAIR VALUE
Fair value ditetapkan oleh IASB sebagai dasar dalam mengukur nilai aset dengan
diperkenalkannya IFRS diberbagai belahan dunia. Demikian pula GAAP yang
mewakili standar akuntansi keuangan Amerika, sejak tahun 2006 telah
memberlakukan SFAS 157 tentang Fair Value Measurement. Pertanyaan mengenai
bagaimana aset seharusnya diakui di neraca merupakan salah satu isu penting digaris
bawahi. Untuk itu, baik IASB maupun FASB melakukan pengkajian secara seksama
terhadap konsep fair value ini.
Begitu banyak diskusi dalam beberapa waktu terakhir mengenai sumbangsih
akuntansi pada penurunan kondisi ekonomi baru-baru ini. Sejak krisis keuangan
terjadi, perdebatan tentang akuntansi nilai wajar pun semakin intensif. Bank-bank dan
pihak-pihak lain berpendapat bahwa fair value accounting bertanggung jawab atas
kelemahan dan ketidakstabilan yang mereka alami, sedangkan akuntan dan investor
berpendapat bahwa kebenaran atas fakta aset milik bank-bank adalah apa yang
akhirnya menyebabkan permasalahan tersebut.
Untuk memahami implikasi dari fair value, kita harus mulai dari pemahaman
pentingnya akuntansi terhadap sistem ekonomi. Inti dari kapitalisme adalah
identifikasi harga dan perhitungan laba rugi. Penilaian paling penting terhadap para
manajer adalah apakah keputusan yang mereka buat menghasilkan laba atau justru
kerugian. Sedangkan investor, kreditor, dan mitra bisnis menggunakan data akuntansi
untuk membuat keputusan untuk alokasi investasi, perpanjangan kredit, dan evaluasi
kerja sama.
Penggunaan akuntansi mark-to-market akan berakibat perubahan yang terus-menerus
pada laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan
penurunan serta laba dan rugi yang tercatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk
memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis yang dibuat
manajemen atau oleh perubahan yang terjadi dipasar.
Masalah lain yang juga akan muncul saat akan mengubah nilai aset berdasarkan nilai
pasar. Pertanyaan mendasar yang timbul adalah siapa yang menentukan harga pasar?
Pihak yang menentang akuntansi yang berdasarkan nilai pasar menggunakan
argumentasi bahwa market value accounting kurang dapat dipercaya dan menjadi
halangan utama dalam penerapannya. Mereka menganggap bahwa subjektivitas dari
estimasi nilai wajar pada aset dan liabilitas tanpa pasar yang likuid membuat laporan
keuangan menjadi kehilangan relevansinya. Meskipun banyak pihak yang
menganggap bahwa subjektivitas selalu menjadi bagian dari akuntansi yakni dalam
masalah pengukuran, penggabungan usaha, dan dalam metode pembelian.
Satu hal yang juga menarik adalah angka-angka yang dilaporkan dengan sistem
akuntansi nilai pasar mempunyai korelasi yang sangat kuat dengan harga saham dan
memberikan gambaran bahwa harga/nilai berdasarkan pasar lebih baik dan lebih
terpercaya dari pada historical cost. Akan tetapi, meskipun mempunyai keunggulan
tersebut, sistem market value berpotensi rentan terhadap manipulasi dan kesalahan
estimasi.
BENARKAH FAIR VALUE ITU FAIR?
Berdasarkan FASB Concept Statement No. 7 dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
fair value adalah harga yang akan diterima dalam penjualan aset atau pembayaran
untuk mentransfer kewajiban dalam transaksi yang tertata antara partisipan di pasar
pada tanggal pengukuran. Terdapat tiga hirarki dalam mengestimasi fair value, yaitu
dengan menggunakan nilai pasar, komparasi dengan harga pasar dari item yang dapat
diperbandingkan dengan item yang dinilai, dan dengan menggunakan estimasi (Hitz
2007). Meskipn fair value dapat diukur dengan menggunakan current market value,
namun tidak berarti fair value itu sepenuhnya adalah current market value. Untuk
item-item tertentu dalam laporan keuangan yang berasal dari traksaksi yang lazim
terjadi (arms length transaction) dan harga-harganya juga dapat dengan mudah
diukur dengan harga pasar, fair value dapat diukur dengan menggunakan current
market value. Pengukuran fair value seperti ini disebut juga dengan mark-to-market.
Namun untuk item-item yang harga pasarnya tidak tersedia, fair value diukur dengan
menggunakan model penilaian yang didasarkan atas perhitungan-perhitungan dan
estimasi tertentu. Pengukuran fair value disebut juga dengan mark-to-model. Dengan
demikian, penggunaan fair value sesungguhnya dapat menimbulkan implikasi yang
bersifat subjektif terutama yang berkaitan dengan penilaian (Blommaert dalam
Verhoog 2003).
Gassen dan Schwedler (2009) menemukan bahwa terdapat pemahaman yang berbeda-
beda mengenai fair value. Fair value yang didasarkan atas penilaian mark-to-market
lebih bernilai dan memiliki decision usefulness lebih tinggi dibandingkan dengan fair
value yang didasarkan atas penilaian mark-to-model. Mereka juga menemukan bahwa
fair value yang berdasarkan pada harga pasar memiliki decision usefulness yang
tinggi untuk aset-aset lancer dan non-operasional, dan untuk aset tidak lancer serta
aset-aset yang digunakan untuk kegiatan operasional, tidak ada perbedaan yang
signifikan dari sisi decision usefulness baik yang menggunakan historical
cost maupun menggunakan market based fair value.
Pendekatan dalam perhitungan fair value dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
pendekatan pasar, pendekatan pendapatan, dan pendapatan biaya (SFAC 157).
Masing-masing pendekatan ini jika ditelusuri lebih lanjut memiliki resiko untuk
menimbulkan terjadinya fraud dalam laporan keuangan, dan ini akan menjadi suatu
diskusi yang sangat menarik mengenai penerapan fair value dan hubungannya dengan
tindakan fraud dan resiko global. Pengukuran dengan menggunakan atribut fair value
memerlukan perhatian yang serius dari penyusun standar akuntansi, terutama dalam
menciptakan konvergensi antara dua kerangka konseptual dan standar akuntansi yang
saat ini banyak menjadi acuan yaitu yang dikeluarkan oleh FASB dan IASB.
Hal ini diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala penerapan fair value agar
menjadi lebih andal (reliable), dapat diaudit (auditable), dan dapat diverifikasi
(verifiable). Penerapan fair value tidak dapat dihindari dalam perkembangan
akuntansi saat ini, yang harus dilakukan adalah menyediakan instrument agar konsep
fair value dapat lebih diperkuat dan dapat diukur secara lebih reliable. Pernyataan
yang jelas dalam kerangka konseptual juga diperlukan terutama rekomendasi
penggunaan fair value untuk item-item tertentu, seperti aset-aset atau kewajiban yang
digunakan untuk meraih keuntungan jangka pendek (short-term trading profit).
Pengungkapan (disclosure) mengenai penggunaan fair value juga perlu diatur secara
lebih ketat untuk menghindari bias dan penyalahgunaan manajemen dalam melakukan
estimasi, khususnya untuk item-item yang diukur dengan fair value namun current
market valuenya-nya tidak tersedia.
KELEMAHAN FAIR VALUE
Meskipun fair value dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari historical cost,
namun masih terdapat kelemahan dari penerapan fair value. Menurut Krumwiede
(2008) terdapat beberapa kritik terhadap fair value :
[if !supportLists]1. [endif]Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen
dengan fair value bisa menjadi salah dan meluas pada prediksi dan estimasi yang
salah.
[if !supportLists]2. [endif]Oportunistik dan ketidakjujuran manajemen dapat
menyebabkan aksi pemanfaatan dari proses penilaian dan estimasi yang rentan untuk
dimanipulasi.
Sedangkan menurut Warsidi (2010), terdapat beberapa keburukan dari fair value,
antara lain : (i) Fair value berusaha menyediakan informasi yang transparan dengan
menilai aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi, sehingga
sangat sensitive terhadap pasar. (ii) Akuntansi fair value bekerja melalui akuntansi
mark-to-market, yaitu aset dicantumkan dengan harga pasar mereka jika
diperdagangkan secara terbuka. Akibatnya, terjadi perubahan terus-menerus pada
laporan keuangan perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan
yang berdampak pada laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit
untuk memastikan apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis oleh
manajemen ataukah terjadi karena perubahan yang terjadi pada pasar. (iii) Banyak
pihak, utamanya lembaga-lembaga keuangan mengkhawatirkan akuntansi yang
berdasarkan harga pasar akan menyebabkan Volatility kinerja lembaga karena
semakin mudahnya berfluktuatif nilai item-item aktiva maupun liabilitas.
KESIMPULAN
Fair value telah ditetapkan oleh IASB sebagai dasar dalam mengukur nilai aset
dengan diperkenalkannya IFRS diberbagai belahan dunia. Demikian pula GAAP yang
mewakili standar akuntansi keuangan Amerika, sejak tahun 2006 telah
memberlakukan SFAS 157 tentang Fair Value Measurement. Fair Value hadir
dengan misi menggantikan konsep pengukuran historical cost yang dinilai telah
kehilangan relevansinya.
Namun demikian, kemunculan fair value telah menyebabkan terjadi begitu banyak
perdebatan mengenai kelebihan dan kekurangan atas perannya sebagai dasar
pengukuran dalam akuntansi. Meskipun fair value dimaksudkan untuk mengatasi
kelemahan dari historical cost, namun masih terdapat beberapa kelemahan dari
penerapannya.
Meskipun bermaksud baik, namun perkiraan manajemen dengan fair value bisa
menjadi salah dan meluas pada prediksi dan estimasi yang salah. Masalah
oportunistik dan ketidakjujuran manajemen pula dapat menyebabkan aksi
pemanfaatan dari proses penilaian dan estimasi yang rentan untuk dimanipulasi.
Ada pula beberapa kelemahan lain dari fair value, seperti dengan adanya penilaian
aset pada tingkat harga yang dihasilkan jika segera dilikuidasi, sehingga sangat
sensitive terhadap pasar. Akuntansi fair value juga berproses melalui akuntansi mark-
to-market, yaitu aset dicantumkan dengan harga pasar mereka jika diperdagangkan
secara terbuka. Akibatnya, terjadi perubahan terus-menerus pada laporan keuangan
perusahaan ketika nilai aset mengalami kenaikan dan penurunan yang berdampak
pada laba dan rugi yang dicatat. Hal ini membuat semakin sulit untuk memastikan
apakah laba dan rugi diakibatkan oleh keputusan bisnis oleh manajemen ataukah
terjadi karena perubahan yang terjadi pada pasar. Banyak pula pihak, utamanya
lembaga-lembaga keuangan mengkhawatirkan akuntansi yang berdasarkan harga
pasar akan menyebabkan Volatility kinerja lembaga karena semakin mudahnya
berfluktuatif nilai item-item aktiva maupun liabilitas.

REFERENSI
Baridwan, Anis. 2009. Bagaimana Menghitung Fair Value. Jakarta: Majalah Akuntan
Indonesia.
Bostwick, Eric. 2010. An Analysis of The Fair Value Controversy. Florida: Journal of
Finance and Accountancy.
Gassen, Joachim dan Schwedler, Kristina. 2009. The Decision Usefulness of
Financial Accounting Measurement Concepts: Evedence from An Online Survey of
Professional Investors and Their Advisors.
Ryan, Stephen. 2008. Fair Value Accounting: Understanding The Issues Raised By
The Credit Crunch. New York: Council of Institutional Investors.
Tim Krumwiede. 2008. Strategic Finance: Why Historical Cost Accounting Make
Sense? CPA.
Zack , Gerard. 2009. Fair Value Accounting, New Global Risk & Detection
Techniques.
Verhoog, Williem, et. al. 2003. Is Fair Value Fair? England: John Wiley & Son Ltd.
Compare Historical Cost Principle VS fair Value Accounting (Membandingkan
Prinsip Biaya Dengan Akuntansi Nilai Wajar )

penggunaan historical costing dipandang akan mengurangi aspek kualitas relevansi,


sehingga laporan keuangan tidak dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.
oleh karena itu fair value muncul untuk mengatasi kekurangan historical cost. namun
fair value tidak sepenuhnya berguna untuk pengambilan keputusan karena tidak
memiliki reabilitas. baik historical cost dan fair value accounting mempunya
kelebihan masing-masing. karena perdebatan ini historical cost masih di pakai hingga
sekarang

dari uraian di atas saya akan menjelaskan lebih rinci mengenai hal tersebut,,, berawal
dari pengertian Historical Cost yaitu Menurut Suwardjono (2008;475) biaya
historis merupakan rupiah kesepakatan atau harga pertukaran yang telah tercatat
dalam sistem pembukuan. Prinsip historical cost menghendaki digunakannya harga
perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Yang dimaksud dengan
harga perolehan adalah harga pertukaran yang disetujui oleh kedua belah pihak yang
tersangkut dalam tranksaksi. Harga perolehan ini harus terjadi pada seluruh traksaksi
diantara kedua belah pihak yang bebas. Harga pertukaran ini dapat terjadi pada
seluruh tranksaksi dengan pihak ekstern, baik yang menyangkut aktiva, utang, modal
dan transaksi lainnya.

Keunggulan menggunakan Historical Cost :


1. hasil penilaiannya dapat di verifikasi
2. memberi data yang dapat di bandingkan
3. tidak menyajikan holding gain and loss
4. menyajikan data yang dapat berguna untuk pengambilan keputusan bagi
manajemen dan investor, data yang di gunakan dapat memprediksi masa depan

Kelemahan menggunakan Historical Cost Menurut Muijono :


1. adanya pembebanan biaya yang terlalu kecil karena pendapatan untuk suatu hal
tertentu pada saat tertentu akan di bebani biaya yang didasarkan pada suatu nilai uang
yang telah di tetapkan beberapa periode yang lalu pada saat terjadinya pencatatan
biaya tersebut
2. nilai aktiva yang dicatat dalam neraca akan mempunyai nilai yang lebih rendah jika
di bandingkan dengan perkembangan harga daya beli uang sekarang
3. alokasi biaya untuk depresiasi, amortisasi, akan di bebankan terlalu kecil dan akan
menagkibatkan laba di hitung terlalu besar
4. laba/rugi yang terjadi yang dihasilkan oleh perhitungan laba/rugi yang didasarkan
pada asumsi adanya stable monetary unit tdak lah riil apabila diukur dengan
perkembangan daya beli uang yang berlangsung
5. perusahaan tidak akan mempertahankan real capitalnya dan ada kecenderungan
terjadinya canibalisme terhadap modal sehubungan dengan pembayaran pajak
perseroan dan pembagian laba yang lebih besar daripada semestinya
6. menyalahi mathematical principle karena berbaai himpunan yang tidak sama
dijumlah kan menjadi satu, dan
7. disamping hal-hal diatas akan timbul kesulitan-kesulitan bagi manajemen
perusahaan apabila harus mendasarkan laporan akuntansi yang disusun berdasarkan
asumsi adanya stable monetary unit
setelah mengetahui mengenai historical cost, saya akan menjelaskna mengenai fair
value accounting sehingga kita dapat membandingkan antara keduanya..
Menurut Suwardjono (2008;475) fair value adalah jumlah rupiah yang disepakati
untuk suatu obyek dalam suatu tranksaksi antara pihak-pihak yang berkehendak bebas
tanpa tekanan atau keterpaksaan. Dengan demikian, fair value bukanlah nilai yang
akan diterima atau dibayarkan entitas dalam suatu transaksi yang dipaksakan,
likuidasi yang dipaksakan, atau penjualan akibat kesulitan keuangan. Nilai adalah
nilai yang wajar mencerminkan kualitas kredit suatu instrumen.
keunggulan menggunakan Fair Value menurut Penman (2007:33) :
1. investor-investor berkaitan dengan nilai bukan biaya, maka melaporkan fair value
2. dengan berlalu nya waktu harga historis menjadi tidak relevan didalam menaksir
posisi keuangan suatu entitas. harga menyediakan informasi terbaru sekitar nilai dari
asset-asset
3. akuntansi fair value melaporkan asset dan kewajiban dalam carayang ekonomis
akan memperhatikan mereka ; fair value mencerminkan unsur pokok ekonomi yang
benar
4. akuntansi fair value melaporkan economic income
5. fair value adalah pengukuran berbasis pasar yang tidak di pengaruhi oleh faktor-
faktor khusus untuk entitas tertentu.
Kelemahan dari Fair Value menurut Tim Krumwiede (2008:38) :
1. opurtunistik dan ketidakjujuran manajemen dapat mengambil keuntungan dari
penilaian dan estimasi yang digunakan dalam proses manipulasi dan mengurutkan
angka pada hasil dalam angka pendapatan yang di inginkan.
2. meskipun bermaksud baik namun perkiraan manajemen mengenai fair value bisa
menjadi salah pada luas berbagai prediksi dan asumsi yang salah

Anda mungkin juga menyukai