Anda di halaman 1dari 8

NAMA : THOSSY.A.

JAFLEAN

NIM : 0120840267

KELAS : C

PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI PAPUA

VIRUS ITU TAK MEMANDANG ORANG KAYA ATAU MISKIN

Sejak pertama kali HIV/AIDS ditemukan di Kabupaten Merauke pada 1992 hingga sekarang
ternyata virus itu terus meningkat. Bahkan anak anak di bawah 15 tahun sudah pernah
melakukan hubungan seks. Banyak ibu rumah tangga pun sudah terinveksi padahal mereka
nikah resmi dan diberkati, tingginya pengidap HIV/AIDS di kalangan ibu rumah tangga
karena berkeliarannya burung-burung tanpa sayap yang masuk ke rumah rumah keluarga.
Burung-burung tanpa sayap yang beterbangan adalah ungkapan bagi lelaki yang suka
melakukan hubungan seks tanpa pengaman alias kondom atau mereka yang suka gonta ganti
pasangan dalam berhubungan seks. Ditegaskan burung yang tak bersayap ini membawa
masuk virus ketika melakukan hubungan intim dengan istrinya di rumah. Upaya percepatan
pencegahan HIV/AIDS di Tanah Papua mutlak dilakukan sebab perkembangan epidemik ke
depan itu makin tinggi. Oleh karena itu, upaya pencegahan ini pula membutuhkan dana yang
makin tahun makin meningkat. Berkaitan dengan ini Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
Papua Barat dr Arnold dalam pertemuan di Jayapura mengatakan pada 2009 pihaknya
menganggarkan dana sebesar Rp 125 Miliar untuk menekan laju pertambahan HIV/AIDS
sebesar 80 % kepada mereka yang beresiko tinggi. Kalau hal ini mampu dilakukan kita
berhasil menyelamatkan sekitar 25.000 orang di Papua Barat, ujar dr Arnold.

Mengapa sejak pertama kali HIV/AIDS ditemukan pada nelayan Thailand di Merauke pada
1992 hingga sekarang terus meningkat? Bahkan ada yang menuding angka-angka tersebut
merupakan akal akalan para pembuat program agar bisa meraup keuntungan dari program
HIV/AIDS. Tapi kenyataannya memang demikian, angka-angka ini terus meningkat kalau
tidak ada kesadaran dan upaya perlindungan terhadap diri sendiri maupun keluarga. Sejak
ditemukan kasus HIV dan AIDS di Merauke pada tahun 1992, dan seiring dengan
berkembangnya perubahan sosial dan perubahan perilaku, secara komulatif jumlah kasus
HIV dan AIDS per 30 Juni 2008 di Papua telah mencapai 4,114 kasus HIV dan AIDS, terdiri
dari; HIV 2.247 kasus dan AIDS 1.867, terdapat 358 orang meninggal. Di Papua Barat kasus
HIV dan AIDS per 31 Mei 2008, diperkirakan telah mencapai 1.386, terdiri dari HIV 743
kasus, AIDS 643. Data ini telah merata di setiap kabupaten dan kota di Tanah Papua. Jika
dibandingkan dengan angka nasional, maka 42% kasus HIV dan AIDS di Indonesia terdapat
di Tanah Papua.
Angka orang terinfeksi HIV/AIDS hingga saat ini 4114 orang, walaupun perkiraan KPA
secara riil di lapangan terdapat 60.000 orang dari total 2,5 juta penduduk Provinsi Papua.
Selain itu sebanyak 17 orang ibu hamil positif tertular HIV/AIDS dalam kunjungan VCT di
RSUD Dok II Jayapura selama Juni 2004-Oktober 2008. Kunjungan VCT sebanyak 2.448
dengan perincian 498 dinyatakan positif HIV. Kunjungan ibu hamil sebanyak 674 yang
tertular HIV sebanyak 17 orang. 136 orang yang mau minum obat. Sisanya 62 orang aktif
minum obat sampai sekarang dan sebanyak 14 orang menghentikan minum obat serta 30
orang telah meninggal dunia. Hingga 16 tahun sejak HIV/AIDS ditemukan untuk pertama
kalinya, jumlah orang terinfeksi belum juga menurut. Pemerintah sibuk membuat grand
design, sedangkan DPR Papua masih mencari cari alat untuk mengurangi penularan.
Sementara itu, angka IMS masih juga tinggi, migrasi penduduk ke Papua tak terkontrol, dan
perilaku seks orang Papua belum juga berubah. Telah banyak upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan yang sudah dilakukan oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), agama, swasta, adat, organisasi donor internasional, dan organisasi lainnya.
Epidemi HIV/AIDS akan terus bertambah berdasarkan data terkini akan memberikan
gambaran ke depan. Adapun hasil pengamatan yang dilakukan Family Health International
(FHI), angka hubungan seks sebelum usia 15 tahun di tanah Papua (Papua New Guinea/PNG,
Papua Barat dan Papua) terlihat lebih tinggi dari negara Afrika Uganda. Begitu pula pria yang
punya banyak pasangan seks. Hal ini diperburuk lagi bahwa di Tanah Papua sangat sedikit
pria dan perempuan yang memakai kondom.

HUBUNGAN SEKSUAL PENYEBAB HIV/AIDS DI PAPUA

KECENDERUNGAN ARAH PENYEBARLUASAN` VIRUS HIV


Dari data kumulatif yang tercatat di Kanwil Kesehatan Propinsi PAPUA terlihat jelas adanya
kecenderungan jumlah kasus setiap tahunnya terus meningkat. Demikian juga dari hasil tes
TPHA (tes mengetahui adanya infeksi treponema yang menyebabkan frambusia atau
syphilis) antara 1-27 % di kalangan remaja yang diperiksa. Jika HIV/AIDS ini dapat
diumpamakan sebagai nyala api, maka setiap kegiatan yang potensial dapat mendukung
penyebar-luasan virus ini dapat dikategorikan sebagai bahan potensial yang berbahaya atau
gampangnya disebut Bahan Bakar AIDS . Saat ini nyala api itu telah menyebar seperti api
dalam sekam di bumi Cendrawasih, dan hanya terlihat asapnya saja (yaitu penderita AIDS)
tetapi bara apinya tetap tidak terlihat. Nyala api tersebut tidak mungkin dipadamkan dan akan
terus mencari mangsanya, yaitu setiap orang tidak mengendalikan gaya hidupnya dan tidak
mewaspadai perilakunya. Kecenderungann arah penyebaran luas virus ini sangat tergantung
dari beberapa faktor, antara lain: seberapa banyak Bahan Bakar AIDS yang dapat dilalap,
seberapa intensif upaya-upaya penanggulangannya dan seberapa luas masyarakat yang
berpartisipasi aktip membendung HIV/AIDS.
Bahan bakar AIDS tersebut berupa faktor-faktor antara lain :
A. Tingkat Individu

1. Kemiskinan Iman Kemiskinan iman menyebabkan kemampuan pengendalian diri rendah


dan mentalnya tidak tahan uji, akibatnya daya tahannya rendah. Jika menghadapi suatu
masalah atau rangsangan dari luar akan menyebabkan stres berat dan jalan keluar yang
diambil dapat berupa perilaku-perilaku berisiko dan tidak bertanggung jawab. Dan juga
sering melakukan terobosan-terobosan untuk memperoleh suatu kekayaan\kenikmatan sesaat
tanpa memperdulikan risiko-risikonya di kemudian hari. Seseorang yang bertugas di daerah
yang sulit dan terisolasi, seringkali tidak membawa keluarganya. Hal tersebut jika tanpa
dibarengi keteguhan iman, akan memudahkan terjadinya transaksi seks di luar pernikahan.
Keberhasilan di bidang ekonomi dan memperoleh kekayaan yang terlalu cepat berakibat lebih
tersedianya kesempatan untuk melakukan kegiatan bersenang-senang dan menikmati hiburan
yang berbau seksual. Kegiatan bersenang-senang dapat dimulai di mana-mana terutama di
bar, tempat minum yang menyediakan karaoke, tempat bilyard, dan panti pijat. Para pegawai
yang melakukan perjalanan dinas ke luar daerah, jauh dari keluarga dan jika imam tidak kuat
maka dapat mempergunakan kesempatan tersebut untuk berganti pasangan tidur. Apalagi jika
perjalanan tersebut dilakukan beramai-ramai, maka kemungkinan jajan seks lebih besar
terjadi, karena kalau lelaki tersebut tidak jajan, dikata-katai tidak solider, sok suci, takut bini
dsb. Hal ini mempersubur bisnis seks dan akhirnya juga meningkatkan terjadinya PMS, yang
mungkin kontak dengan HIV juga.

2. Kemiskinan Pengetahuan
Rendahnya pendidikan seseorang sangat sulit untuk menerima pengetahuan yang baru dan
juga terbatas kemampuan untuk dapat membayangkan adanya bahaya-bahaya yang
ditimbulkan oleh AIDS, sebelum melihat korban AIDS dengan mata-kepala sendiri. Juga
rendahnya pendidikan akan menyulitkan tambahan pendidikan ketrampilan. Hal tersebut
dapat menyebabkan ybs sulitnya mendapat pekerjaan yang tepat, tidak dapat mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi keluarga, rendahnya tanggung jawab, tidak memperhatikan
keluarga, melakukan tindak kekerasan dalam keluarga, suka marah-marah, dan akhirnya
mencari pelarian dalam minuman keras. Rendahnya pendidikan dan pengetahuan, dapat juga
menyebaban kepribadian labil dan kesulitan berkomunikasi atau bergaul, sehingga sulit untuk
mengemukakan masalah-masalah yang di hadapi. Juga sulit mendapatkan teman bergaul
yang akrab dan setia, juga mau membantu memecahan masalah yang dihadapi. Kurang
pengetahuan tentang alat reproduksi manusia dan seksualitas. Hal tersebut dapat juga
mengakibatkan suatu hubungan seks yang tidak didahului dengan pemanasan/permainan
pendahuluan (fore-play). Hal tersebut akan memudahkan terjadinya lecet/luka pada kelamin,
dan yang akhirnya luka lecet tersebut memudahkan masuknya virus penyebab AIDS dan
mudah juga terjangkit PMS lainnya.

3. Faktor-faktor lain
Pada anak-anak muda tertentu, kematangan biologis yang lebih dini, dan sering tanpa
dibarengi kematangan mental. Hal tersebut dapat membuat cepat menimbulkan keinginan
mencari kepuasan seksual lebih awal dalam kehidupan. Contoh: adanya anak-anak jalanan
atau kenek-kenek taksi yang berumur di bawah 15 tahun, dimana taksi parkir di tempat
prostitusi. Banyak siswa sekolah menengah atau mahasiswa yang berasal dari luar daerah
menuntut ilmu di kota-kota besar/tempat lain. Mereka ini sering tidak terjangkau lagi oleh
pengawasan keluarga, akibatnya mempunyai kebebasan yang lebih besar dan lebih mudah
terlibat dalam transaksi seks. Ada juga cewek-cewek menjadi perek sebagai alasan balas
dendam karena ditinggal pacar atau upaya pemuasan diri, maupun sebagai alasan ekonomi.
(suburnya bisnis ayam kampus). Kuatnya pengaruh external seperti globalisasi teknologi
komunikasi akan terus mempengaruhi perilaku individu-individu dan masyarakat khususnya
di kalangan remaja untuk meniru mode-mode terbaru yang mana tentunya memerlukan dana
tidak sedikit. Makin mudahnya tersedia kontrasepsi dapat menyebabkan berkurangnya
ketakutan untuk hamil dan berakibat juga bertambahnya transaksi seksual, yang juga diikuti
kenaikan angka perceraian, dan angka abortus

B. Tingkat Keluarga

1. Kemiskinan Ekonomi
Faktor kesenjangan ekonomi yang semakin meningkat dan keinginan menjadi kaya dalam
waktu singkat juga menjadi salah satu risiko suburnya praktek prostitusi di masyarakat. Hal
tersebut dapat dilihat adanya warung remang-remang, dan warung-warung pinang tertentu
yang sering secara berselubung menyediakan transaksi seks, hal tersebut memudahkan
terpapar oleh PMS.

2. Kemiskinan dalam hubungan antar manusia dalam keluarga.


Kurangnya perhatian dan rendahnya komunikasi dalam keluarga akan menjadi hambatan
dalam memperkembangkan keluarga yang serasi, tenang dan bahagia. Budaya komunikasi
yang terbuka di dalam keluarga untuk membicarakan masalah yang tabu, AIDS dan
reproduksi masih belum berkembang. Kurangnya teman-teman yang dekat dan setia untuk
diajak berbicara macam-macam masalah, sehingga makin terbuka wawasannya. Banyak
orang tua percaya jika kaum remaja diberi informasi tentang seks akan mendorong terjadi
hubungan seks yang lebih dini. Namun dalam kenyataannya, dengan menahan-nahan
informasi tersebut hanya akan menimbulkan kelalaian dengan berbagai konsekuensi yang
sudah dapat diramalkan. Banyak orang tua lebih mempercayakan pendidikan seks anaknya
kepada teman-teman anaknya yang lebih banyak salahnya daripada benarnya.

3 Adanya masalah gender/kemitraan.


Pada daerah tertentu belum adanya kemitraan setara (gender) dan rendahnya kedudukan
wanita/isteri, sehingga wanita tidak dapat menolak perlakuan kasar seorang suami, dan
seringkali dapat berakhir dengan perceraian. Meningkatnya perpecahan keluarga seperti
perceraian, menyebabkan anak yang terpisah dari orang tua, dan dapat mengakibatkan anak
terlantar dan kurang perhatian. Akibatnya anak tersebut dapat menjadi anak jalanan, yang
akhirnya memudahkan terjadinya pelecehan seksual. Tingginya mas kawin yang harus
dibayar di daerah pedalamanan tertentu, dapat menyebabkan lelaki berlaku sewenang-wenang
terhadap isterinya atau mencari wanita jam-jam-an di daerah ibukota. Masih adanya beberapa
budaya di daerah tertentu yang membenarkan seorang lelaki boleh mempunyai lebih dari
seorang mitra seks. Hal mana akan menyulitkan terbentuknya keluarga yang harmonis.
4. Faktor-faktor lain
Belum mantapnya pembentukan lembaga keluarga-inti pada beberapa daerah-daerah tertentu,
sehingga dapat menyulitkan penanaman nilai-nilai agama dan moral dalam rangka ketahanan
keluarga. Karena kepentingan ekonomi atau rasa ingin tahu. Terjadi perpindahan massal dari
pekerja bujangan atau yang telah menikah, menyebabkan mereka terpisah dalam waktu yang
lama dengan keluarganya, kesepian sehingga mudah tergoda dan kadang-kadang mempunyai
lebih banyak kesempatan mencari layanan seks di luar pernikahan.

C. Tingkat Masyarakat

1. Faktor Budaya
Masih dipratekkanya tradisi-tradisi budaya lama tertentu yang dapat menyuburkan transaksi
seks, antara lain seperti adat papis di beberapa desa tertentu di Kab. Merauke, dimana terjadi
pertukaran isteri atas persetujuan suami., beberapa kegiatan tari Pesek tertentu di daerah
Jayawiyaya dimana sering terjadi hubungan luar-nikah atau pra-nikah, janda yang diwariskan
kepada adik almarhum suami, masih tersebarnya agama tongkat di daerah pesisir pantai utara
Kab. Jayapura dll. Di kalangan masyrakat terutama orang-otang tua percaya jika kaum remaja
diberi informasi tentang seks akan mendorong terjadi hubungan seks yang lebih dini. Namun
dalam kenyataannya, dengan menahan-nahan informasi tersebut hanya akan menimbulkan
kelalaian dengan berbagai konsekuensi yang sudah dapat diramalkan. Adanya kebiasaan
mengembara dan ikatan kekerabatan, menyebabkan mobilisasi penduduk dari pegunungan ke
pantai. Dan kuatnya ikatan kekerabatan menyebabkan suatu keluarga menerima tumpangan
seorang atau lebih famili di dalam rumah, tanpa melihat kemampuan keluarga sendiri.
Tinggalnya famili tersebut dapat menjadi pemicu pertengkaran suami-isteri atau dapat juga
menjadi penyebab adanya hubungan seks dengan kekerasan dalam keluarga.

2. Faktor-faktor lain
Masyarakat masih banyak yang terlalu sibuk dengan urusan perut mereka yang sendiri,
sehingga kurang waktu atau tidak sempat mengatur lingkungannya. Beberapa masyarakat
tertentu belum siap secara mental menerima wisatawan manca negara, sehingga kegiatan
ethno-tourisme tertentu dapat berlangsung dengan subur. Pada kegiatan ethno-tourisme
terdapat beberapa wisatawan asing tertentu di samping ingin menikmati keindahan panorama
alam asli, juga ingin menikmati wanita setempat dengan suasananya yang serba alamiah.
Program KB dengan menggunakan kontrasepsi kondom tidak popular di masyarakat Papua,
sehingga pencegahan PMS dengan kondom masih sulit diterima. Mobilitas penduduk yang
tinggi. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kelaparan, gejolak sosial di daerahnya,
tertarik akan perkembangan ekonomi daerah lain dan juga karena eratnya hubungan
kekerabatan. Disamping itu pembangunan ekonomi dalam skala besar membutuhkan tenaga
kerja dari luar daerah cukup banyak dan mengakibatkan timbulnya urbanisasi yang akhirnya
akan memberikan tekanan pada kepadatan penduduk dengan segala akibatnya.
Meningkatanya industrilisasi dan pembangunan daerah, menyebabkan terjadi urbanisasi yang
selanjutnya mengakibatkan kepadatan penduduk di daerah tsb meningkat dan seringkali
terjadi hubungan yang intim antara kaum muda yang kemudian berakhir dengan transaksi
seks.

D. Tingkat Pemerintah

1. Faktor Peraturan
Belum tegasnya peraturan daerah misalnya mengenai pelarangan/ pembatasan penjualan
minuman keras atau yang beralkohol tidak konsekwen, sehingga warung saguer bertebaran
dimana-mana. Juga adanya pembuatan minuman keras dari pisang di Wamena. Akibatnya
seseorang dalam keadaan mabuk dapat melakukan perkosaan atau mengadakan hubungan
seks yang biasanya disertai kekerasan. Kelemahan sanksi dalam penerapan Peraturan
Pemerintah 10 tentang pelanggaran perkawinan oleh pegawai negeri, yang seharusnya
menjadi panutan, akan sangat merugikan upaya peningkatan ketahanan keluarga di Papua
Kurang lancarnya pelaksanaan peraturan pemerintah tertentu di beberapa daerah sehingga
menjamurnya bar dimana seringkali terjadi transaksi seks dan berkeliarannya nelayan-
nelayan negara asing

2. Faktor Petugas
Kepedulian aparat pemerintah dan instansinya masih terbatas. Adanya beberapa aparat
pemerintah tertentu yang terlalu mementingkan PAD, sehingga tidak melihat akibat
sampingan tindakannya di masa-masa mendatang. Kurangnya atau masih terbatasnya
kegiatan pengawasan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya antara lain: prostitusi
berselubung seperti warung-warung pinang tertentu yang menyediakan transaksi seks.
Terbatas pengawsan obat-obat keras sehinga masih ada toko-toko obat tertentu yang menjual
obat antibiotika atau daftar G secara bebas. Hal tersebut yang menyebabkan pengobatan
sendiri yang tidak adekuat, dan dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya resistensi obat,
selanjutnya menimbulkan kesulitan dalam pengobatan PMS dan akhirnya meningkatkan
penderita PMS yang menahun. Masih banyak perawat kesehatan tertentu yang berpraktik liar
menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Terbatasnya pengetahuan petugas tentang
kebiasaan seksual di berbagai suku di Irian, sehingga belum dapat disusun program intervensi
yang memadai dan sesuai dengan persepsi masyarakat.

3. Faktor-faktor lain
Kegiatan Komisi-komisi penanggulangan AIDS baik Dati I maupun Dati II belum optimal.
Masih ada sektoral yang terlalu kuat memegang benderanya, sehingga sukar diajak kerjasama
di lapangan. Terbatasnya fasilitas dan tenaga kesehatan sehingga upaya pelayanan kesehatan
tidak dapat optimal akibatnya kegiatan pengamatan penyakit menular sangat minimal.
Terbatasnya upaya pencegahan dalam PMS seperti penyuluhan kesehatan, konseling dan tes
skrening darah. Kesulitan utama dalam penyuluhan kesehatan disamping tidak adanya tenaga
yang terampil adalah faktor bahasa yang digunakan. Geografis daearh yang bergunung-
gunung, terpencil dan tranportasi sulit, sehingga menyulitkan pelayanan dan pengawasan
program pemerintah. Masih kurangnya fasilitas rekreasi untuk masyarakat, sehingga sering
suatu tempat rekreasi dipadati pengunjung, dan hal ini memudahkan terjadi transaksi seks.

DAMPAK SOSIAL
Dampak sosial yag terjadi akibat pandemi AIDS sangat bervariasi. Antara lain :

1. Tingkat Individu
Seseorang yang mengetahui hasil darahnya positip akan menimbulkan kaget, menyangkal,
tidak percaya, menolak dan akhirnya pasrah. Juga akan timbul rasa rendah diri, rasa takut
diketahui orang lain, terasa sepi, terisolasi dari pergaulan, dan takut mati. Sering mengalami
berbagai penyakit. Silih berganti, masuk-keluar rumah sakit sampai akihirnya meninggal.
Biaya perawatan seorang ODHA diperkirakan $ 15.000 setahun

2. Tingkat keluarga
Kehilangan waktu untuk merawat penderita yang sakit, sehingga kebun dapat terlantar dan
anak-anak tidak sekolah karena tenaganya dibutuhkan di rumah. Pada tingkat keluarga,
biasanya yang kena adalah mereka yang berumur 20 40 tahun dimana mereka ini
merupakan tiang utama keluarga tersebut dan meengakibatkan penurunan pendapatan
keluarga yang drastis, antra lain dapat mengurangi status gizi kelurga, tidak sanggup
membayar uang sekolah anak-anak dan menurun kemampuan untuk investasi seperti
pembelian bibit, pestisida, peralatan dan sebagainya. Tanggung jawab untuk memberi makan
dan memelihara anak yatim sering jatuh pada kakek-nenek yang sudah lanjut usia dan kurang
manpu sehingga anak-anak menjadi terlantar. Di tingkat pedesaan,kegiatan pengelolaan lahan
pertanian akan diserahkan kepada orang lain. Famili terpaksa membantu keuangan yang
dibutuhkan untuk pemeliharan kesehatan Odha dan juga pemeliharaan Yatim-Piatu. Keluarga
menanggung beban ganda dengan kehilangan mata pencaharian dan juga biaya perawatan
orang yang sakit. Sering sekali keluarga odha mendapat perlakuan tidak adil dari masyarakat

3. Tingkat Masyarakat
Stigma sering terjadi sehingga masyarakat segan membantu Odha dan keluarganya. Reaksi
masyarakat emosional dan penolakan pada keluarga yang ditinggalkan sangat menonjol.
Biasanya dapat dilihat tahapan reaksi masyarakat :
Tahap pertama: masyarakat takut, panik, jika mengetahui ada anggota masyarakat terkena
virus terebut.
Tahap Kedua. Terjadi setelah jumlah odha terus bertambah, dan dengan penyuluhan yang
mantap masyakat mulai mau menerima
Tahap ketiga : masyarakat ikut bergerak setelah melihat kematian merupakan hal yang biasa.
Masyarakat mau ikut menanggung beban masalah masalah sosial akibat adanya ODHA
Bergotong royong membantu meringankan biaya penguburan dan upacara ritual yang
berkaitan dengan kematian tersebut. Dapat terjadi kebun-kebun terlantar, hasil panen
menurun, dan juga kampung-kampung kosong. Dan akhirnya dapat juga terjadi kepunahan
suatu masyarakat adat
4. Tingkat Pemerintah
RS penuh dengan Odha yang silih berganti dirawat di unit perawatan RS. Beban pekerjaan
rumah sakit bertmabah. Penderita penyakit menular dan kasuas tb-paru bertambah RS
menyedot dana besar, sehingga dana untuk kegiatan kesehatan
masyarakat berkurang. Irian Jaya akan kehilangan Sumber daya Manusia yang dibutuhkan
untuk membangun Bumi Cenderawasih

UPAYA PENANGGULANGAN AIDS


Kalau tidak diwaspadai dengan cepat dan benar, HIV tersebut akan membakar habis sebagian
besar SDM yang dibutuhkan untuk membangun propinsi ini. Hal ini disebabkan karena di
setiap daerah di PAPUA terdapat banyak bahan bakar AIDS yang tercecer dimana-mana.
Bahan bakar harus dapat saudara, kami dan kita upayakan untuk mengurangi atau
mengencerkan sesuai dengan kemampuan dan kondisi tempat kita tinggal, sehingga bahan
bakar itu tidak berbahaya lagi. Upaya-upaya dengan meningkatkan pengertian tentang
masalah AIDS di bumi cenderawasih dengan banyak berdiksisi dan kemudian bersama
keluaraga dan masyarakat mengidentifikasi BBA di lingkung masing-masing, Selanjutnya
bersama-sama mengencerkan BBA, sampai pada tingkat tidak berbahaya Dalam kehidupan
berkeluarga terus-menerus menguatkan dan meingkatkan Ketahanan Keluarga. Pengertian
Ketahanan Keluarga disini adalah kondisi dinamik suatu keluarga yang memiliki keuletan
dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material, dan psikis mental spiritual
guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam
meningkatkan kesejahteraan lahir dan juga harus memiliki ketahanan keluarga terhadap
AIDS adalah kemampuan keluarga untuk berperilaku sehat sehingga dapat berperan
maksimal dan bertanggung jawab dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS serta menangkal
dampak negatifnya. Ketahanan keluarga diperkuat dengan meningkatkan dan memantapkan
peran serta fungsi-fungsi keluarga, agar ikut bertanggung jawab membina anggotanya untuk
mencegah penularan HIV/AIDS serta untuk bersikap diskriminatif terhadap ODH

Anda mungkin juga menyukai