Anda di halaman 1dari 69

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang

optimal, berbagai upaya kesehatan telah diselenggarakan. Salah satu

bentuk upaya kesehatan melalui puskesmas dan rumah sakit sebagai

rujukannya, yang merupakan sistem pelayanan kesehatan yang dianut

dan dikembangkan dalam sistem kesehatan nasional dengan

melibatkan peran serta masyarakat. Pembangunan kesehatan bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan untuk hidup

sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

yang optimal melalui pelayanan kesehatan yang maksimal dari

penyelenggara kesehatan tingkat pertama (Fairus, 2013).

Seiring dengan semakin meningkatnya demokratisasi dan

tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang lebih baik,

maka sebagai penyedia layanan kesehatan dihadapkan kepada

tantangan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanannya. Saat ini

masih banyak dijumpai kelemahan dalam pemberian pelayanan

kesehatan secara umum sehingga belum dapat memenuhi kualitas

yang diharapkan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari ada banyaknya

keluhan dari pasien yang disampaikan di media massa sehingga

1
menurunkan kredibilitas tenaga kesehatan sebagai penyelenggara

pelayanan.

Ketika tingkat pendidikan, pendapatan dan awareness

masyarakatmeningkat, maka pelayanan kesehatan yang tidak bermutu

akan ditinggalkan, dan beralih ke penyedia layanan kesehatan yang

lebih baik mutunya. Sebagai contoh, bila pelayanan kesehatan dalam

negeri mempunyai kualitas pelayanan yang buruk, maka masyarakat

berpenghasilan tinggi yang membutuhkan pelayanan kesehatan akan

beralih ke sarana kesehatan lain di luar negeri yang mutunya lebih baik

sebagaimana fenomena ini mulai terlihat pada golongan ekonomi

menengah atas. Jika hal ini terus berlanjut maka akan didapatkan

pelayanan kesehatan kita hanya akan dipergunakan oleh masyarakat

miskin atau berpenghasilan rendah yang tidak mempunyai pilihan lain

karena keterbatasan anggaran. Bila masyarakat miskin mendapat

pelayanan kesehatan yang buruk, maka gangguan kesehatan yang

dialaminya tidak dapat ditanggulangi. Kesehatan seseorang yang buruk

menyebabkan penurunan produktivitas karena tidak dapat bekerja

dengan efektif. Bila penyakit semakin berat, anggota keluarga yang

harus membantu merawat anggota keluarga yang sakit akan kehilangan

waktu untuk mendapatkan penghasilan dari pekerjaan. Pada akhirnya

hal tersebut semakin menyebabkan penurunan pendapatan keluarga

miskin (Arman, 2008).

2
Demi mencegah terjadinya rantai masalah kesehatan tersebut,

salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan yang di tunjangan dengan sikap dan kinerja

petugas kesehatan baik tenaga dokter, perawat bidan dll. Mutu barang

pada umumnya secara langsung dapat diukur, namun mutu jasa

layanan kesehatan agak sulit untuk diukur karena multidimensi dan

subjektif bergantung dengan persepsi, latar belakang, sosial ekonomi,

norma, pendidikan, budaya bahkan kepribadian seseorang.

Menurut Mangkunegara, (2000) hal yang sangat penting selain

program yang diselenggarakan Puskesmas, kinerja petugas dan sikap

tenaga kesehatan juga sangat perlu untuk di tingkatkan. Kinerja dan

sikap (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas

yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal

ini, seorang petugas kesehatan berperan besar untuk meningkatkan

pelayanan kepada masyarkat secara optimal. Misalnya dengan

memberikan pelayanan yang sesuai standar oprasional sehingga

masyarakat dapat mendapakan manfaat dari pelayanan kesehatan yang

didapat dari Puskesmas maupun Rumah Sakit (Prasetiawati, 2011).

Salah satu komponen yang penting dalam sikap dan kinerja

Petugas kesehatan adalah layanan yang diberikan oleh Puskesmas

tersebut. Pelayanan yang baik dan sesuai kebutuhan masyarakat,

3
terutama yang menunjang kesehatan masyarakat tentu akan

mendapatkan respon yang positif. Dari data IFLS (Indonesian Family

Life Survey) diketahui bahwa pada saat terjadinya penurunan cakupan

pemanfaatan layanan puskesmas maka pelayanan kesehatan pribadi

atau swasta meningkat dengan cukup signifikan sebanyak 10%. Angka

ini mengindikasikan kecenderungan masyarakat untuk menggunakan

layanan kesehatan hanya saat membutuhkan misalnya saat mereka

sakit, bukan untuk mendapatkanlayanan monitoring atau meningkatkan

pengetahuan kesehatan dan gizi seperti yang diberikan di Puskesmas.

(Strauss et al, 2002 dalam Wahyu, 2013).

Puskesmas Bungi merupakan salah satu Puskesmas yang

berada di Kota Baubau yang melayanai Rawat inap maupun Rawat

jalan. Menurut data profil Puskesmas jumlah tenaga kesehatan di

Puskesmas Bungi sebanyak 19 Orang Status PNS,3 Orang status PTT

Yang terdiri 2 dokter umum , 1 Bidan dan 35 Tenaga Sukarela jumlah ini

dirasakan kurang. Hal ini disebabkan karena Puskesmas Bungi

merupakan Puskesmas Perawatan yang memberikan pelayanan rawat

inap selama 24 jam sudah barang tentu membutuhkan jumlah tenaga

utamanya perawat yang lebih banyak dibandingkan dengan puskesmas

non perawatan (Profil Puskesmas Bungi, 2016).

Upaya peningkatan kinerja di Puskesmas Bungi merupakan

sesuatu hal yang sangat penting dalam menajemen pelaksanaan

4
kesehatan terpadu dan sudah merupakan tuntutan.Sehubungan dengan

adanya berbagai faktor yang berhubungan dengan upaya peningkatan

kesehatan maka dari itu Puskesmas Bungi harus lebih mengoptimalkan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat wilayah kerjaPuskesmas

Bungi. Untuk mencapai kinerja yang baik maka upaya tersebut harus

dilaksanakan secara terpadu dengan menajemen kesehatan yang telah

direncanakan.

Sehubungan dengan hal tersebut,agar mutu pelayanan kesehatan

dapat terwujud yang dinyatakan pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan yang bermutu maka diperlukan sikap tenaga kesehatan yang

profesionaldi Puskesmas Bungi agar tercapai pelayanan kesehatan

yang berkualitas.Dengan melihat gambaran jumlah tenaga kesehatandi

Puskesmas Bungi maka dengan keterbatasan jumlah tenaga kesehatan

maka perlu meningkatkan perilaku dalam hal ini sikap untuk menunjang

kinerja dan mutu pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi, sehingga

berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian

dengan judul Studi Sikap Kerja Tenaga Kesehatan Terhadap

Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Bungi Kota BauBau.

1.2. Rumusan Masalah

5
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. BagaimanaKeandalan (Reliabillity)sikap petugas kesehatan terhadap

pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi.

2. Bagaimana Ketanggapan (Responsiveness)sikap petugas kesehatan

terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi.

3. BagaimanJaminan(Assurance) sikap petugas kesehatan memberikan

konstribusi kesehatan di Puskesmas Bungi.

4. Bagaimana Empati (Empathy) sikap petugas kesehatan memberikan

pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi.

5. BagaimanaBukti Fisik(Tengible)sikappetugas kesehatan memberikan

pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk Mengetahui BagaimanaSikap Tenaga Kesehatan

Terhadap Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Bungi.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk Mengetahui Keandalan (Reliabillity) sikap petugas

kesehatan terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi.

2. Untuk Mengetahui Ketanggapan (Responsiveness)sikap

petugas kesehatan terhadap pelayanan kesehatan di

Puskesmas Bungi.

6
3. Untuk Mengetahui Jaminan (Assurance)sikap petugas

kesehatan memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas

Bungi.

4. Untuk Mengetahui Empati (Empathy) sikap petugas petugas

kesehatan memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas

Bungi.

5. Untuk Mengetahui Bukti Fisik (Tengible)sikap petugas

kesehatan memberikan pelayanan kesehatan di Puskesmas

Bungi.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi khasanah

yang dapat memperluas wawasan ilmu pengetahuan dan menjadi

salah satu bahan bacaan bagi peneliti berikutnya dimasa yang akan

datang.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Merupakan suatu acuan atau masukan bagi kepala puskesmasi

khususnya dalam hal peningkatan kinerja petugas Puskesmas

2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

masyarakat khususnya tentang Mutu Pelayanan Petugas

Puskesmas

7
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Sikap Kerja

8
Sikap adalah perasaan relatif konstan diarahkan sesuatu atau

seseorang yang selalu mengandung dimensi evaluatif. Sikap selalu dapat

dikategorikan sebagai positif atau negatif (Kholid,2012:48).

Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai

kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap

senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa

obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa,

pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.

2.1.1 Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Perilaku Kinerja

a. Sikap

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-

tingkat pengetahuan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut

(Notoatmodjo, 2005):

1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau

menerima stimulus yang diberikan objek

2. Menanggapi (responding)

Menanggapi di sini diartikan memberikan jawaban atau

tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan

nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti

9
membahas dengan orang lain dan bahkan mengajak atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.

4. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung

jawab terhadap apa yang diyakininya. Seseorang yang

mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia

harus berani mengambil resiko bila ada orang lain yang

mencemoohkan atau adanya resiko

b. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja sebagai the way an employee feels

about his or her job. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara

pegawai merasakan dirinya atau pekerjaannya. Dapat

disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan yang

menyokong atau tidak menyokong dalam diri pegawai yang

berhubungan dengan pekerjaan maupun kondisi dirinya.

Perasaan yang berhubungan dengan pekerjaan melibatkan

aspek-aspek seperti upaya, kesempatan pengembangan karier,

hubungan dengan pegawai lain, penempatan kerja, dan struktur

organisasi. Sementara itu, perasaan yang berhubungan dengan

dirinya antara lain berupa umur, kondisi kesehatan, kemampuan

dan pendidikan (Wexley dan Yukl,2012).

10
Ada lima aspek yang terdapat dalam kepuasan

kerja,yaitu:

1) Pekerjaanitu sendiri(work it self), setiap pekerjaan memerlukan

suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing

masing.

2) Atasan (supervision), atasan yang baik berarti mau

menghargai pekerjaan bawahannya. Bagi bawahan, atasan

bisa dianggap sebagai figur ayah/ibu/teman dan sekaligus

atasannya.

3) Teman sekerja (workers), merupakan faktor yang

berhubungan dengan pegawai dan atasannya, pegawai

dengan pegawai lain baik yang sama maupun yang berbeda

pekerjaannya.

4) Promosi (promotion), merupakan faktor yang berhubungan

dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh

peningkatan karier selama bekerja.

5) Gaji/upah(pay),merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup

pegawai yang dianggap layak atau tidak.

c. Disiplin kerja

11
Kata disiplin berasal dari bahasa Latin discipline yang

berarti latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta

pengembangan tabiat. Hal ini menekankan pada bantuan kepada

pegawai untuk mengembangkan sikap yang layak terhadap

pekerjaannya. Disiplin merupakan suatu kekuatan yang

berkembang di dalam tubuh pekerja sendiri yang menyebabkan

dia dapat menyesuaikan diri dengan sukarela kepada keputusan-

keputusan, peraturan-peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari

pekerjaan dan tingkah laku (Asmiarsih 2010).

Menurut Fathoni (2011) kedisiplinan adalah kesadaran dan

kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan

norma-norma sosial yang berlaku. Kedisiplinan dapat diartikan

bilamana karyawan selalu datang dan pulang tepat pada

waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik,

mematuhi semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial

yang berlaku. Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu

organisasi perusahaan, karena tanpa dukungan disiplin karyawan

yang baik maka sulit perusahaan untuk mewujudkan tujuannya.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa disiplin kerja pegawai merupakan sikap atau

tingkah laku yang menunjukkan kesetiaan dan ketaatan

seseorang atau sekelompok orang terhadap peraturan yang telah

12
ditetapkan oleh instansi atau organisasinya baik yang tertulis

maupun tidak tertulis sehingga diharapkan pekerjaan yang

dilakukan efektif dan efesien.

Karyawan akan mematuhi atau mengerjakan semua

tugasnya dengan baik dan bukan mematuhi tugasnya itu dengan

paksaan. Kesediaan kerja adalah suatu sikap perilaku dan

perbuatan seseorang yang sesuai dengan tugas pokok sebagai

seorang karyawan. Karyawan harus memiliki prinsip dan

memaksimalkan potensi kerja, agar karyawan lain mengikutinya

sehingga dapat menanamkan jiwa disiplin dalam bekerja.

Jadi tidak hanya dari luar saja petugas kesehatan

memperlihatkan perilaku disiplin tetapi juga dari dalam diri

petugas tersebut hingga bisa menimbulkan kedisiplinan yang

komplit dan lebih baik.Menurut Sutrisno (2009), pengukuran

prestasi kerja diarahkan pada enam aspek yaitu:

1) Hasil kerja: tingkat kuantitas maupun kualitas yang telah

dihasilkan dan sejauh mana pengawasan dilakukan.

2) Pengetahuan pekerjaan: tingkat pengetahuan yang terkait

dengan tugas pekerjaan yang akan berpengaruh langsung

terhadap kuantitas dan kualitas dari hasil kerja.

13
3) Inisiatif: tingkat inisiatif selama menjalankan tugas pekerjaan

khususnya dalam hal penanganan masalah-masalah yang

timbul.

4) Kecakapan mental: tingkat kemampuan dan kecepatan dalam

menerima instruksi kerja dan menyesuaikan dengan cara kerja

serta situasi kerja yang ada.

5) Sikap: tingkat semangat kerja serta sikap positif dalam

melaksanakan tugas pekerjaan.

6) Disiplin waktu dan absensi: tingkat ketepatan waktu dan

tingkat kehadiran.

d. Semangat kerja

Semangat kerja menggambarkan keseluruhan suasana

yang dirasakan para karyawan dalam kantor. Apabila karyawan

merasa bergairah, bahagia, optimis maka kondisi tersebut

menggambarkan bahwa karyawan tersebut mempunyai

semangat kerja yang tinggi tetapi apabila karyawan suka

membantah, menyakiti hati, kelihatan tidak tenang maka

karyawan tersebut mempunyai semangat kerja yang rendah.

Menurut Siswanto (2009:35), semangat kerja sebagai

keadaan psikologis seseorang. Semangat kerja dianggap

sebagai keadaan psikologis yang baik bila semangat kerja

tersebut menimbulkan kesenangan yang mendorong

14
seseoranguntuk bekerja dengan giat dan konsekuen dalam

mencapai tujuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Menurut

Nitisemito (2009), semangat kerja adalah kondisi seseorang yang

menunjang dirinya untuk melakukan pekerjaan lebih cepat dan

lebih baik di dalam sebuah perusahaan.

Dengan demikian, semangat kerja menggambarkan

perasaan senang individu atau kelompok yang mendalam dan

puas terhadap pekerjaan, kerja sama, dan lingkungan kerja serta

mendorong mereka untuk bekerja secara lebih baik dan produktif.

e. Motivasi kerja

Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan

karyawan terhadap situasi kerja (situation) dilingkungan

organisasinya. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara

lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan

pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja

Mangkunegara (2009). Jadi dapat disimpulkan bahwa adanya

sinergi antara pimpinan dan bawahan untuk menunjukkan

motivasi kerja yang tinggi.

Motivasi adalah dorongan yang bersifat internal atau

eksternal pada diri individu yang menimbulkan antusiasme dan

ketekunan untuk mengejar tujuan spesifik. Dorongan, usaha

atau upaya diukur secara intensitas, semakin besar tingkat

15
intensitasnya maka semakin besar motivasi yang dimiliki oleh

individu (Mangkunegara. 2009).

Kekuatan motivasi bagi seseorang itu dapat berubah

sewaktuwaktu. Karena kepuasan kebutuhan, yakni seseorang

telah mencapai kepuasan atau kebutuhan yang dipunyai. Suatu

kebutuhan yang sudah terpuaskan tersebut sudah memotivasi

perilaku seseorang.

Perilaku seseorang itu hakikatnya ditentukan oleh

keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Keinginan itu

istilahnya ialah motivasi. Dengan demikian motivasi merupakan

pendorong agar seseorang itu melakukan suatu kegiatan untuk

mencapai tujuannya (Thoha, 2008).

Motivasi kinerja karyawan terkait dengan faktor faktor

yang mempengaruhinya, diantaranya yaitu ke tidak jelasan peran

dan pengaruh lingkungan kerja, penghargaan, kompetensi dan

dukungan supervisi atau atasan.

f. Etos kerja

Menurut Ferry Novliadi (2009), etos kerja merupakan suatu

pandangan dan sikap suatu bangsa atau umat terhadap kerja.

Bila individu dalam komunitas memandang kerja sebagai suatu

hal yang luhur bagi eksistensi manusia, maka etos kerjanya akan

cenderung tinggi. Sebaiknya sikap dan pandangan terhadap kerja

16
sebagai sesuatu yang bernilai rendah bagi kehidupan, maka etos

kerja dengan sendirinya akan rendah. Etos kerja adalah respon

yang unik dari seseorang, kelompok atau masyarakat terhadap

kehidupan, respon atau tindakan yang muncul dari keyakinan

yang diterima dan respon itu menjadi kebiasaan atau karakter

pada diri seseorang, kelompok atau masyarakat.

Jansen Sinamo (2008) etos kerja adalah seperangkat

perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang

disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral.

Menurutnya, jika seseorang, suatu organisasi, atau suatu

komunitas menganut paradigma kerja tersebut, semua itu akan

melahirkan sikap dan perilaku kerja mereka yang khas. Itulah

yang akan menjadi etos kerja dan budaya. Sinamo memandang

bahwa etos kerja merupakan fondasi dari sukses yang sejati.

2.2 Tinjauan Umum Tentang Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan

dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. definisi

pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo adalah

sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah

pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif( peningkatan kesehatan )

dengan sasaran masyarakat. Sedangkan menurut Levey dan Loomba

(1973), Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan

17
sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara

dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan mencembuhkan penyakit

serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, atau

masyarakat (Notoadmodjo, 2008).

Definisi pelayanan kesehatan menurut (Depkes RI, 2009) adalah

setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama

dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat. Sesuai dengan

batasan seperti di atas, mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis

pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak macamnya. Karena

kesemuanya ini ditentukan oleh:

1. Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi.

2. Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan

pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan

penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya

(Alamsyah, 2011).

Menurut Juanita dalam tulisannya tahun 2002, Pelayanan

kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yakni :

1. Pelayanan kesehatan primer (primary health care), atau pelayanan

kesehatanmasyarakat adalah pelayanan kesehatan yang paling

18
depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka

mengalami ganggunan kesehatan atau kecelakaan.

2. Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary

health care), adalah rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan

perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat

rumah sakit, mulai dari rumah. sakit tipe D sampai dengan rumah sakit

kelas A.

2.2.1 Kualitas Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (2010), pengertian kualitas pelayanan

kesehatan perlu dilakukan pembatasan yang secara umum dapat

disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kualitas pelayanan

kesehatan adalah mengacu pada tingkat kesempurnaan pelayanan

kesehatan. Pada satu sisi dapat menimbulkan kepuasan kepada

pasien, sedang pada sisi lain prosedurnya harus sesuai dengan

kode etik standar profesi yang ditetapkan.

Parasuraman, Zeithmal dan Berry dalam Lupiyoadi (2001),

menyimpulkan terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yang

disebut dengan SERVQUAL. Kelima dimensi kualitas pelayanan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam

menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan

dan kemampuan sarana danprasarana fisik perusahaan dan

19
keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyatadari pelayanan

yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas

fisik(gedung, gudang, dan sebagainya), perlengkapan dan

peralatan yangdipergunakan (teknologi) serta penampilan

pegawainya.

2. Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara

akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan

pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama

untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik,

dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk

membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif)

dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi

yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya

alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam

kualitas pelayanan.

4. Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, komponen antara lain

komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan

(security), kompetensi (competence) dan sopan santun

(courtesy).

20
5. Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan

bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para

pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.

Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan

pengetahuantentang pelanggan, memahami kebutuhan

pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian

yang nyaman

2.2.2 Mutu Pelayanan Kesehatan

a. Definisi Mutu Pelayanan secara umum

Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah

ditetapkan.Mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-

sifat produk atau jasa pelayanan dari pemasaran, engineering,

manufaktur, dan pemeliharaan dimana produk atau jasa

pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan

pelanggan (Wijono, 2014).

Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau

jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk

memberikan kebutuhan kepuasan (American Society for Quality

Control). Mutu adalah kesesuaian terhadap permintaan

persyaratan (The conformance of requirements- Philip B. Crosby)

Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang

diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu

21
organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,

mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan

kesehatan perorangan, keluarga, kelompok maupun masyarakat.

Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang

pantas atau sesuai (yang berhubungan dengan standar-standar)

dari suatu intervensi yang diketahui aman yang dapat

memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan

yang telah mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak

pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi

(Milton I Roemer dan C Montoya Aguilar, WHO, 1998). (Sondakh

2013)

Mutu pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang merujuk

pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam

menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien dan diukur

dengan kepuasaan rata-rata penduduk. Secara sederhana

dikatakan, semakin sempurna kepuasan pasien, semakin baik

mutu pelayanan kesehatan. Namun dalam memenuhi kepuasan

pasien harus tetap berpegang pada standar operasional dan

dilaksanakan sesuai dengan kode etik pemberi pelayanan dan

tidak melanggar hukum. Oleh karena itu dalam pelaksanaanya

terdapat paling tidak dua pembatasan sebagai berikut:

1. Pembatasan pada derajat kepuasan pasien

22
Untuk menghindari subjektivitas yang mempersulit

pelaksanaan program menjaga mutu, ditetapkan bahwa

ukuran kepuasan yang dipakai adalah kepuasan rata-rata

penduduk, walaupun orientasinya tetap individual.

2. Pembatasan pada upaya yang dilakukan

Untuk melindungi kepentingan pemakai jasa pelayanan

kesehatan yang umumnya awam terhadap tindakan

kedokteran (patient ignorancy), ditetapkan bahwa upaya yang

dilakukan harus sesuai dengan kode etik serta standar

pelayanan profesi. Suatu pelayanan kesehatan meskipun

dapat memuaskan klien, tetapi apabila diselenggarakan tidak

sesuai dengan kode etik dan SOP bukanlah pelayanan

profesional, dan bukanlah pelayanan kesehatan yang bermutu.

2.2.3 Definisi mutu pelayanan kesehatan ditinjau dari sudut

pandang (perspektif)

Pengertian mutu dapat ditinjau dari beberapa sudut

pandang, yakni sudut pandang pasien, petugas kesehatan dan

manajer. Mutu merupakan fokus sentral dari tiap upaya untuk

memberikan pelayanan kesehatan (A.F Al-Assaf, 2009)

1. Bagi pemakai jasa: pasien dan masyarakat

Mutu pelayanan berarti suatu empati, respek dan tanggap

akan kebutuhannya, pelayanan harus sesuai dengan

23
kebutuhan mereka, diberikan dengan cara yang ramah pada

waktu berkunjung.

2. Bagi petugas kesehatan

Mutu pelayanan berarti bebas melakukan segala sesuatu

secara profesional untuk meningkatkan derajat kesehatan

pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan

keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik memenuhi

standar yang baik (state of the art)

3. Bagi penyandang dana pelayanan kesehatan

Mutu pelayanan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian

sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau

kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi kerugian

penyandang dana pelayanan kesehatan.

2.3 Tinjauan Umum Tentang Puskesmas

2.3.1 Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan

kabupaten atau kota yang menyelenggarakan pembangunan

kesehatan disuatu wilayah kerja (Depkes RI, 2008).

2.3.2 Fungsi Puskesmas

Fungsi puskesmas itu sendiri meliputi

1. Fungsi Pokok

24
a. Pusat pengerak pembangunan berwawasan kesehatan pusat

pemberdayaan

b. masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan

c. Pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama

2. Peran Puskesmas

Sebagai lembaga kesehatan yang menjangkau

masyarakat diwilayah terkecil dalam hal pengorganisasian

masyarakat serta peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan

kesehatan secara mandiri.

3. Cara-cara yang ditempuh

a. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk

melaksanakan kegiatan dalam rangka menolong dirinya

sendiri.

b. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang

bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien dan

efektif.

c. Memberikan bantuan teknis

d. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada

masyarakat

e. Kerjasama lintas sektor

4. Program Pokok Puskesmas

a. KIA

25
b. KB

c. Usaha Kesehatan Gizi

d. Kesehatan Lingkungan

e. Pemberantasan dan pencegahan penyakit menular

f. Pengobatan termasuk penaganan darurat karena kecelakaan

g. Penyuluhan kesehatan masyarakat

h. Kesehatan sekolah

i. Kesehatan olah raga

j. Perawatan Kesehatan Masyarakat

k. Kesehatan kerja

l. Kesehatan Gigi dan Mulut

m. Kesehatan jiwa

n. Kesehatan mata

o. Laboratorium sederhana

p. Pencatatan dan pelaporan dalam rangka SIK

q. Pembinaan pemgobatan tradisional

r. Kesehatan remaja

s. Dana sehat

2.3.3 Tujuan Puskesmas

Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh

Puskesmas adalah untuk mendukung tercapainya tujuan

pembangunan kesehatannasional yakni meningkatkan kesadaran

26
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat

tinggal diwilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan

yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia

Seheta. (Wijono, 2010)

2.3.4 Tugas Puskesmas

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD)

kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan disuatu wilayah.

Puskesmas sebagai pusatpelayanan kesehatan strata pertama

menyelenggarakan kegiatanpelayanan kesehatan tingkat pertama

secara menyeluruh, terpadu , dan berkesinambungan, yang meliputi

pelayanan kesehatan perorang (private goods) dan pelayanan

kesehatan masyarakat (public goods). Puskesmas melakukan

kegiatan-kegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai

bentuk usaha pembangunan kesehatan. Puskesmas adalah suatu

kesatuan organisasi fungsional yang langsung memberikan

pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam satu

wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan

pokok.Jenis pelayan kesehatan disesuaikandengan kemampuan

puskesmas, namun terdapat upaya kesehatan wajib yang harus

dilaksanakan oleh puskesmas ditambah dengan upaya kesehatan

pengembangan yang disesuaikan dengan permasalahan yang ada

27
serta kemampuan puskesmas. Upaya-upaya kesehatan wajib

tersebut adalah (Basic Six):

a. Upaya promosi kesehatan

b. Upaya kesehatan lingkungan

c. Upaya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana

d. Upaya perbaikan gizi masyarakat

e. Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular

f. Upaya pengobatan

28
BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti

Kenyamanan merupakan hal yang terpenting dirasakan dari sikap

dan kinerja petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan yang baik

kepada pasien. Kualitas layanan dan kinerja yang sesuai dengan

harapan atau lebih akan memberikan kepuasan bagi pasien, sebaliknya

jika kualitas layanan dan kinerja yang diberikan tidak sesuai dengan

harapan maka pengguna jasa akan merasa tidak puas. Mutu kualitas

pelayanan secara tidak langsung akan menumbuhkan rasa kepercayaan

terhadap Puskesmas dan petugas kesehatan. Parasuraman, Zeithaml,

dan Berry dalam Kotler (2005:122-123) merumuskan model mutu sikap

petugas kesehatan yang terdiri atas lima dimensi kualitas jasa yang

diukur melalui: bukti fisik (tagibles), reliabilitas (reliability), daya tanggap

(responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy).

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep di atas, kerangka konseptual pada penelitian

ini menjelaskan variabel-variabel yang akan diamati melalui penelitian

yang akan dilakukan. Dari uraian di atas dapat dibuat skema penelitian

sebagai berikut:

29
Sikap Kerja Petugas Kesehatan

Keandalan

Ketanggapan

Jaminan Pelayanan Kesehatan

Empati

Bukti Langsung
Keterangan :

: Variabel Dependen

: Variabel Independen

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

3.3 Definisi Operasional Dan Kriteria Objektif

Definisi operasional dari variabel akan mengkhususkan tindakan

yang harus dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan informasi data

yang diperlukan (Sagyono, 2011).

3.3.1 Keandalan (Reliability)

Keandalan (Reliability) yaitu kemampuan petugas untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara

akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan

pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama

untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan

dengan akurasi yang tinggi. Pengukuran dilakukan dengan

30
menggunakan lima (5) buah pernyataan, dimana responden memilih

salah satu jawaban. Penilaian diukur dengan menggunakan skala

likert. Dimana setiap jawaban mempunyai skor, skor tertinggi 5 dan

skor terendah 1. Skor tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban

responden dihitung dengan informasi sebagai berikut :

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan x skor tertinggi

=5x5

= 25 (100%)

Skor terendah = jumlah pertanyaan x skor terendah

=5x1

= 5/25 x 100%

= 20%

Kisaran (range) = skor tertinggi skor terendah

= 100% - 20%

= 80%

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus:

I = R/K
Dimana :

I = Interval

R = Range / kisaran (skor tertinggi skor terendah)

K = Jumlah kategori (2 kategori)

Sehingga diperoleh :

31
I = 80% / 2

= 40%

Kriteria Objektif terbagi atas 2 kategori yaitu baik dan kurang kurang

Skor yang diinginkan = Skor tertinggi Interval

= 100% - 40%= 60%

Kriteria Objektif :

Baik : Apabila total skor jawaban responden atas

pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu 60%

Kurang : Apabila total skor jawaban responden atas

pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu < 60%.

3.3.2 Ketanggapan (Responsiveness)

Ketanggapan (Responsiveness) yaitu suatu kemauan untuk

membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan

tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas.

Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas

menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan lima (5) buah

pernyataan, dimana responden memilih salah satu jawaban.

Penilaian diukur dengan menggunakan skala likert. Dimana setiap

jawaban mempunyai skor, skor tertinggi 5 dan skor terendah 1. Skor

32
tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban responden dihitung

dengan informasi sebagai berikut :

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan x skor tertinggi

=5x5

= 25 (100%)

Skor terendah = jumlah pertanyaan x skor terendah

=5x1

= 5/25 x 100%

= 20%

Kisaran (range) = skor tertinggi skor terendah

= 100% - 20%

= 80%

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus:

I = R/K
Dimana :

I = Interval

R = Range / kisaran (skor tertinggi skor terendah)

K = Jumlah kategori (2 kategori)

Sehingga diperoleh :

I = 80% / 2

= 40%

Kriteria Objektif terbagi atas 2 kategori yaitu baik dan kurang kurang

33
Skor yang diinginkan = Skor tertinggi Interval

= 100% - 40%= 60%

Kriteria Objektif :

Baik : Apabila total skor jawaban responden atas

pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu 60%

Kurang : Apabila total skor jawaban responden atas

pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu < 60%.

3.3.3 Jaminan (Assurance)

Jaminan (Assurance) yaitu pengetahuan, komponen antara

lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan

(security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy)

yangdiberikat petugas/kader. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakanlima (5) buah pernyataan, dimana responden memilih

salah satu jawaban. Penilaian diukur dengan menggunakan skala

likert. Dimana setiap jawaban mempunyai skor, skor tertinggi 5 dan

skor terendah 1. Skor tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban

responden dihitung dengan informasi sebagai berikut :

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan x skor tertinggi

=5x5

= 25 (100%)

34
Skor terendah = jumlah pertanyaan x skor terendah

=5x1

= 5/25 x 100%

= 20

Kisaran (range) = skor tertinggi skor terendah

= 100% - 20%

= 80%

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus:

I = R/K
Dimana :

I = Interval

R = Range / kisaran (skor tertinggi skor terendah)

K = Jumlah kategori (2 kategori)

Sehingga diperoleh :

I = 80% / 2

= 40%

Kriteria Objektif terbagi atas 2 kategori yaitu baik dan kurang kurang

Skor yang diinginkan = Skor tertinggi Interval

= 100% - 40%= 60%

Kriteria Objektif :

35
Baik : Apabila total skor jawaban responden atas

pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu 60%

Kurang : Apabila total skor jawaban responden atas

pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu < 60%.

3.3.4 Perhatian (Empaty)

Perhatian (emphaty) yaitu memberikan perhatian yang tulus

dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para

pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen.

Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan

pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan

secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman.

Pengukran dilakukan dengan menggunakan lims (5) buah

pernyataan, dimana responden memilih salah satu jawaban.

Penilaian diukur dengan menggunakan skala likert. Dimana setiap

jawaban mempunyai skor, skor tertinggi 5 dan skor terendah 1. Skor

tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban responden dihitung

dengan informasi sebagai berikut :

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan x skor tertinggi

=5x5

= 25 (100%)

36
Skor terendah = jumlah pertanyaan x skor terendah

=5x1

= 5/25 x 100%

= 20%

Kisaran (range) = skor tertinggi skor terendah

= 100% - 20%

= 80%

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus:

I = R/K
Dimana :

I = Interval

R = Range / kisaran (skor tertinggi skor terendah)

K = Jumlah kategori (2 kategori)

Sehingga diperoleh :

I = 80% / 2

= 40%

Kriteria Objektif terbagi atas 2 kategori yaitu baik dan kurang kurang

Skor yang diinginkan = Skor tertinggi Interval

= 100% - 40%= 60%

Kriteria Objektif :

37
Baik : Apabila total skor jawaban responden atas

pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu 60%

Kurang : Apabila total skor jawaban responden atas

pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu < 60%.

3.3.5 Bukti Fisik (Tangibles)

Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu menajemen

Puskesmas dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak

eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana danprasarana fisik

perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti

nyatadari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang

meliputi fasilitas fisik(gedung, gudang, dan sebagainya),

perlengkapan dan peralatan yangdipergunakan (teknologi) serta

penampilan pegawainya. Pengukuran dilakukan dengan

menggunakan lima (5) buah pernyataan, dimana responden memilih

salah satu jawaban. Penilaian diukur dengan menggunakan skala

likert. Dimana setiap jawaban mempunyai skor, skor tertinggi 5 dan

skor terendah 1. Skor tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban

responden dihitung dengan informasi sebagai berikut :

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan x skor tertinggi

=5x5

38
= 25 (100%)

Skor terendah = jumlah pertanyaan x skor terendah

=5x1

= 5/25 x 100%

= 20%

Kisaran (range) = skor tertinggi skor terendah

= 100% - 20%

= 80%

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus:

I = R/K
Dimana :

I = Interval

R = Range / kisaran (skor tertinggi skor terendah)

K = Jumlah kategori (2 kategori)

Sehingga diperoleh :

I = 80% / 2

= 40%

Kriteria Objektif terbagi atas 2 kategori yaitu baik dan kurang kurang

Skor yang diinginkan = Skor tertinggi Interval

= 100% - 40%= 60%

Kriteria Objektif :

39
Baik : Apabila total skor jawaban responden atas

pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu 60%

Kurang : Apabila total skor jawaban responden atas

pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu < 60%.

3.3.6 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah sesuatu yang merujuk pada

tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan

rasa puas pada diri setiap pasien dan diukur dengan kepuasaan

rata-rata penduduk. Secara sederhana dikatakan, semakin

sempurna kepuasan pasien, semakin baik mutu pelayanan

kesehatan. Namun dalam memenuhi kepuasan pasien harus tetap

berpegang pada standar operasional dan dilaksanakan sesuai

dengan kode etik pemberi pelayanan dan tidak melanggar hukum.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan enam (6) buah

pernyataan, dimana responden memilih salah satu jawaban.

Penilaian diukur dengan menggunakan skala likert. Dimana setiap

jawaban mempunyai skor, skor tertinggi 5 dan skor terendah 1. Skor

tertinggi dan terendah dari seluruh jawaban responden dihitung

dengan informasi sebagai berikut:

40
Skor tertinggi = jumlah pertanyaan x skor tertinggi

=6x5

= 30 (100%)

Skor terendah = jumlah pertanyaan x skor terendah

=6x1

= 6/30 x 100%

= 20%

Kisaran (range) = skor tertinggi skor terendah

= 100% - 20%

= 80%

Kemudian diukur dengan menggunakan rumus:

I = R/K
Dimana :

I = Interval

R = Range / kisaran (skor tertinggi skor terendah)

K = Jumlah kategori (2 kategori)

Sehingga diperoleh :

I = 80% / 2

= 40%

Kriteria Objektif terbagi atas 2 kategori yaitu baik dan kurang kurang

Skor yang diinginkan = Skor tertinggi Interval

= 100% - 40%= 60%

41
Kriteria Objektif :

Baik : Apabila total skor jawaban responden atas

pertanyaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu 60%

Kurang : Apabila total skor jawaban responden atas

pertayaan dari seluruh variabel penelitian yang

diajukan yaitu < 60%.

42
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan

pendekatan deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh tentang

gambaran Sikap Kerja Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan

Kesehatan di Puskesmas Bungi.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini telahdilaksanakan di Puskesmas Bungi Kota

Baubau

4.2.2 WaktuPenelitian

Penelitian inidilaksanakan pada bulan Agustus sampai

September 2017.

4.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

4.2.3 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek

yang diteliti(Notoatmodjo,2005).Populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,

43
2011). Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh petugas

kesehatan di Puskesmas Bungiyang berjumlah 54orang

4.2.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah objek yang diteliti dan dianggap

mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam

penelitian ini adalah seluruh petugas kesehatan.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan

caratotal sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dimna semua

anggota populasi dijadikansampel penelitian.Sehingga jumlah total

sampel sebanyak 41sampel (Notoatmodjo, 2010).

4.4 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

metode Accidental Sampling dimana teknik pengambilan sampel

berdasarkan kebetulan yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental

bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila

dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data

pada saat penelitian berlangsung.

4.5 Teknik Pengumpulan Data

4.5.1 Data Primer

Data yang dikumpulkan atau diperoleh dengan cara membagikan

kuisioner kepada responden. Data primer meliputi data tentang

44
perilaku dan sikap tenaga kesehatan.Pengumpulan data

menggunakan instrumen dalam bentuk kuesioner

4.5.2 Data Sekunder

Data yang diperoleh melalui instansi terkait yang telah tersedia

sebelumnya.

4.6 Pengolahan Dan Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan menggunakan komputer dengan

program microsoft excel dan SPSS, selanjutnya disajikan dalam bentuk

tabel yang disertai dengan narasi atau penjelasan dari isi tabel tersebut.

Agar data dapat di kelompokan secara baik, perlu dilakukan

kegiatan awal sebagai berikut :

1. Editing, yaitu prosese memeriksa data yang sudah terkumpul, meliputi

kelengkapan isian, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban, relevansi

jawaban, keseragaman satuan data yang digunakan dan sebagainya.

2. Coding, yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang

terkumpul di setiap instrument penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk

memudahkan dalam penganalisasian dan penafsiran data.

3. Tabulating, yaitu memasukan data yang sudah dikelompokan ke

dalam tabel-tabel agar mudah dipahami.

45
4. Cleaning, merupakan pengecekan kembali data yang sudah dientri

apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut kemungkinan

terjadi pada saat kita mengentri data ke komputer.

5. Hasil Pengolahan Data atau analisis data

4.7 Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunkan program SPSS

berdasarkan tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui

karakteristik responden analisis data meliputi :

a. Analisis Univariat

Menganalisis variabel-variabel karakteristik individu yang ada secara

deskriptif untuk mengetahui distribusi frekuensi dari karakteristik

responden dari masing-masing variabel yang di teliti.

46
BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Puskesmas Bungi terletak di Kelurahan Liabuku Kota Baubau

PuskesmasBungi berada tepat diIbukota Kecamatan Bungi dan berjarak

kurang lebih 12 km dariKota Baubau dan dapat ditempuh dengan

kendaraan roda dua dan roda empat dengan waktu tempuh kurang lebih

setengah jam.

Luas wilayah kerja Puskesmas Bungi adalah 24,95 km2dengan

batas-batas administrasi sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Kampeonaho

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Sorawolio

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Lakologou

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Lowu-Lowu

5.2 Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Bungi mulai Agustus

sampai September 2017. Responden penelitian sebanyak 41 responden

yang merupakan tenaga kesehatan Puskesmas Bungi Baik PNS maupun

Tenaga Magang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara

langsung dengan responden dengan menggunakan kuesioner.

47
Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi dan diinput

kemudian dianalisis dengan program SPSS. Hasil penelitian ditampilkan

dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan.

1. Karateristik Responden

Karakteristik umum dalam penelitian ini mencakup jenis

kelamin, umur, pendidikan terakhir Hasil penelitian yang diperoleh Di

Puskesmas Bungi.

a. Jenis Kelamin

Distribusi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin Tenaga


Kesehatan Di Puskesmas Bungi
Kota Baubau Tahun 2017

Jenis Kelamin Total


N %
Laki-Laki 3 7,3
Perempuan 38 92,7

Total 41 100,0
Sumber : Data Primer, 2017

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 41 respondenmenurut

jenis kelamin tenaga kesehatan di Puskesmas Bungi yang paling

banyak adalah perempuan sebanyak 38 orang (92,7%) dan

terendahadalah laki-laki yaitu sebanyak 3 orang (7,3 %).

48
b. Kelompok Umur

Distribusi responden menurut kelompok umur dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut UmurTenaga


Kesehatan Di Puskesmas Bungi
Kota Baubau Tahun 2017

Kelompok Umur Total


(Tahun) N %
21-25 12 29,3
26-30 11 26,8
31-35 12 29,3
36-40 1 2,4
41-45 2 4,9
>=46 3 7,3
Total 41 100,0
Sumber : Data Primer, 2017

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 41 responden yang

paling banyak berumur 21-25 tahun berjumlah 12 orang (29,3%)

dan yang terendah berumur 36-40 tahun berjumlah 1 orang

(2,4%) .

c. Tingkat Pendidikan

Distribusi responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat

pada tabel berikut:

49
Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat
Pendidikan Tenaga Kesehatan di Puskesmas
BungiKota BaubauTahun 2017

Total
Tingkat Pendidikan N %
SMA/Sederajat 5 12,2
D3/Diploma 28 68,3
S1/Sarjana 8 19,5
Total 41 100
Sumber : Data Primer 2017

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 41 responden menurut

tingkat pendidikan terakhir tenaga kesehatan di Puskesmas Bungi

yang paling banyak adalah D3 yaitu sebanyak 28 orang (68,3%)

dan yang paling rendah adalah tingkat pendidikan SMA/Sederajat

yaitu sebanyak 5 orang (12,3%)

2. Variabel Penelitian

a. Analisis Univariat

1) Keandalan

Berdasarkan kriteria objektif dalam penelitian ini,

keandalan dibagi kedalam 2 (dua) kategori yaitu baik dan kurang.

Adapun distribusi responden menurut keandalan petugas

kesehatan di Puskesmas Bungi adalah sebagai berikut:

50
Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Keandalan
Petugas Kesehatan Di Puskesmas Bungi
Kota Baubau Tahun 2017

Total
Keandalan N %
Baik 35 85,4
Kurang 6 14,6
Total 41 100
Sumber : Data Primer,2017

Tabel 5.4 Menunjukan bahwa dari 41 resonden di


Puskesmas Bungiyang memiliki keandalan baik sebanyak 35
responden (85,4%) dan keandalan kurang sebanyak 6 responden
(14,6%)
2) Ketanggapan

Berdasarkan kriteria objektif dalam penelitian ini,

ketanggapan dibagi kedalam 2 (dua) kategori yaitu baik dan

kurang. Adapun distribusi responden menurut ketanggapan

petugas kesehatan di Puskesmas Bungi adalah sebagai berikut:

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Ketanggapan


Petugas Kesehatan Di Puskesmas Bungi
Kota Baubau Tahun 2017

Total
Ketanggapan N %
Baik 28 68,3
Kurang 13 31,7
Total 41 100
Sumber : Data Primer,2017

Tabel 5.5 Menunjukan bahwa dari 41 responden di

Puskesmas Bungi yang memiliki ketanggapan baik sebanyak

51
28responden (86,3%) dan yang memiliki ketanggapankurang

13responden (31,7%)

3) Jaminan

Berdasarkan kriteria objektif dalam penelitian ini, Jaminan

dibagi kedalam 2 (dua) kategori yaitu baik dan kurang. Adapun

distribusi responden menurut jaminan petugas kesehatan di

Puskesmas Bungi adalah sebagai berikut:

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Jaminan


Petugas Kesehatan Di Puskesmas Bungi
Kota Baubau Tahun 2017

Total
Jaminan N %
Baik 33 80,5
Kurang 8 19,5
Total 41 100
Sumber : Data Primer,2017

Tabel 5.6 Menunjukan bahwa dari 41 respondenyang

memiliki jaminan baik di Puskesmas Bungi adalah sebesar 33

responden (80,5 %) dan jaminan kurang sebanyak 8responden

(19,5 %).

4) Empaty

Berdasarkan kriteria objektif dalam penelitian ini, empaty

dibagi kedalam 2 (dua) kategori yaitu baik dan kurang. Adapun

distribusi responden menurut Empati petugas kesehatan di

Puskesmas Bungi adalah sebagai berikut:

52
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Empati
Petugas Kesehatan Di Puskesmas Bungi
Kota Baubau Tahun 2017

Total
Empati N %
Baik 33 80,5
Kurang 8 19,5
Total 41 100
Sumber : Data Primer,2017
Tabel 5.7 Menunjukan bahwa dari 41 respondenyang

memiliki empati baik di Puskesmas Bungi sebanyak 33

responden (80,5%) dan empati kurang sebanyak 8 responden

(19,5%).

5) Bukti Fisik/Bukti Langsung

Berdasarkan kriteria objektif dalam penelitian ini, Bukti

Langsung dibagi kedalam 2 (dua) kategori yaitu baik dan kurang.

Adapun distribusi responden menurut Bukti Fisik/langsung

petugas kesehatan di Puskesmas Bungi adalah sebagai berikut:

Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Bukti Fisik


Petugas Kesehatan Di Puskesmas Bungi
Kota Baubau Tahun 2017

Total
Bukti Fisik N %
Baik 33 80,5
Kurang 8 19,5
Total 41 100
Sumber : Data Primer,2017

Tabel 5.8 Menunjukan bahwa dari 41 responden yang

memperlihatkan bukti fisik baik di Puskesmas Bungi adalah

53
sebanyak 33 responden (80,5%) dan kurang sebanyak 8

(19,5%).

6) Pelayanan Kesehatan

Berdasarkan kriteria objektif dalam penelitian ini,

Pelayanan Kesehatan dibagi kedalam 2 (dua) kategori yaitu baik

dan kurang. Adapun distribusi responden menurut pelayanan

Kesehatan petugas kesehatan di Puskesmas Bungi adalah

sebagai berikut:

Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Pelayanan


KesehatanPetugas Kesehatan Di Puskesmas
Bungi Kota Baubau Tahun 2017

Total
Pelayanan Kesehatan N %
Baik 33 80,5
Kurang 8 19,5
Total 41 100
Sumber : Data Primer,2017

Tabel 5.9 Menunjukan bahwa dari 41 responden yang

memberikan pelayanan kesehatan dengan baik di Puskesmas

Bungi adalah sebanyak 33 responden (80,5 %) dan kategori

kurang baik sebanyak 8 responden (19,5 %)

5.3 Pembahasan

Berdasarkan hasil dari penelitian dan pengolahan data yang telah

dilaksanakan maka dalam pembahasan ini akan menjelaskan sesuai

dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana sikap

54
kerjatenaga kesehatan terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas

Bungi Kota Baubau.

Berikut ini akan dibahas mengenai indikator yang digunakan

untuk mengetahui sikap kerja tenaga kesehatan terhadap pelayanan

kesehatanberdasarkan data yang diperoleh pada saat penelitian.

1. Keandalan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa sikap

keandalan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan

kesehatan di Puskesmas Bungi menunjukan bahwa keandalan baik

sebanyak 35 (85.4%) dan keandalan kurang sebanyak 6 (14,6). Dari

hasil pengamatan yang dilakukan peneliti dilapangan menunjukkan

keandalan petugas didalam menjalankan pekerjaan untuk melayani

pasien sudah sudah baik karena berada di atas 60% sesuai dengan

Kriteria objektif. Keandalan petugas baik disebabkan karena petugas

kesehatan di Puskesmas Bungi menjalakan tugas dan tanggung jawab

sesuai dengan Tugasnya masing-masing. Sementara masih adanya

keandalan petugas yang masih kurang yaitu sebesar 14% ini

disebabkan kurangnya pemahaman saat pengisian kusioner atau acuh

tak acuh terhadap angket yang di berikan kepadanya sehingga

mengisi asal-asalan. Bila dilihat dari kompetensi tenaga petugas

kesehatan di Puskesmas Bungi rata-rata pendidikannya minimal D3 di

Bidang kesehatan seperti Perawat, Bidan, Gizi, Farmasi dan Ahli

55
Tekanaga Laboratorium. Seorang petugas keseatan harus

memberikan pelayanan yang benar dan sesuai dengan yang dijanjikan

secara akurat dan terpercaya. Berdasarkan teori Dimensi mutu

pelayanan kesehatan keandalan merupakan kemampuan untuk

memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu dan akurat

sesuai dengan yang ditawarkan. Untuk meningkatkan reliability

dibidang pelayanan kesehatan, pihak manajemen perlu membangun

budaya kerja yang bermutu. Reliabilitas berkaitan dengan kemampuan

menyampaikan layanan yang dijanjikan. (Sondakh, dkk, 2014).

Keandalanan sikap petugas kesehatan terhadap pelayanan

kesehatan di Puskesmas Bungi merupakan kemampuan petugas

kesehatan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang

dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan

harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang

sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik,

dan dengan akurasi yang tinggi. Kinerja petugas harus sesuai dengan

harapan pelanggan yang berartiketepatanwaktu, pelayanan yang

sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik,

dan dengan akurasi yang tinggi sehingga pasien merasa puas.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakuan Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan olehn Wawa,

2014 bahwa keandalan petugas terhadap kinerja pelayanan

56
kesehatan pada petugas posyandu di wilayah kerja Puskesmas

Antang dengan sudah baik dengan presentase 87%. Penelitian ini juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ridwan, 2015 dimana ada

keandalan petugas kesehatan terhadap peyanan kesehatan di rawat

inap di RSUD Haji Kota Makasar sudah cukup baik dengan presentase

89%.

2. Ketanggapan

Berdasarkan hasil peneltian menunjukan bahwa ketanggapan

petugas kesehatan di Puskesmas Bungi dari 41 responden yang baik

sebanyak 28 (68,3%) dan kurangsebanyak 13 (31,7%). Secara

keseluruhan ketanggapan petugas Puskemas Bungi sudah

dikategorikan Baik Karena berada diatas 60% dari kriteria objektif,

ketanggapana yang baik di Puskesmas Bungi dari amatan peneliti

dipengaruhi petugas kesehatan di Puskesmas Bungi tau betul

pelayanan yang cepat dan bermanfaat terhadap pasien sehingga

kepuasan pasien terjaga dengan baik. Sementara masih adanya

ketanggapan petugas yang kurang baik berkisar 31,7% ini disebabkan

masih ada segelintir pegawai yang acuh terhadap pasien, karena

kebanyakan responden adalah pegawai sukarela dengan gaji yang

tidak sepadan sehingga ini mempengaruhi ketanggapan petugas

kesehatan terhadap pasien. Secara keseluruhan dapat disimpulkan

pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi sudah baik. Ini disebabkan

57
karena petugas kesehatan dengan cepat memberikan pelayanan yang

maksimum yaitu tepat waktu sehingga pasien merasa nyaman ketika

mendapatkan pelayanan kesehatan yang di dapat dari petugas

kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori dimensi mutu

pelayanan kesehatan dimana ketanggapan merupakan kemampuan

petugas kesehatan menolong pelanggan dan kesiapannya melayani

sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan. Harapan

pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari

waktu ke waktu. Pelayanan kesehatan yang responsif ditentukan oleh

sikap staf yang didepan karena berhubungan langsung dengan para

pengguna jasa dan keluarganya (sondakh, dkk, 2014).

Ketanggapan (Responsiveness) sikap petugas kesehatan

terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi yaitu suatu

kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat

(responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian

informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya

alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas

pelayanan. Kebutuhan seseorang terhadap pelayanan kesehatan

sangat beraneka ragam, salah satunya adalah kebutuhan terhadap

layanan kesehatan yang tepat waktu dalam artian ketanggapan

petugas kesehatan harus cepat, artinya tingkat ketersediaan layanan

kesehatan pada saat dibutuhkan. Waktu yang tepat dalam

58
memberikan layanan kesehatan sangat diharapkan bagi setiap

seseorang khususya dalam pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Fungsi Puskesmas merupakan fasilitas kesehatan tingkat

pertama dalam melayanai pasien secara prima yang bertujuan untuk

memberikan pelayanan kesehatan secara maksimal kepada

masyarakat sebelum kefasilitas kesehatan tingkat lanjut dalam hal ini

Rumah Sakit. Dengan ketanggapan yang sangat baik yang dimiliki

petugas kesehatan di Puskesmas Bungi maka akan memberikan rasa

yang aman terhadap pasien yang datang berobat . Adanya pernyataan

responden tentang kurangnya ketanggapan petugas saat memberikan

pelayanan ini menunjukan bahwa petugas masih kurang tanggap akan

hal yang diinginkan dalam pemberian pelayanan kesehatan tetapi tidak

berdampak secara signifikan terhadap pelayanan kesehatan kepada

masyarakat.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakuan Rahmi,

2015 Di Puskesmas Latimojong Kab.Enrekang ketanggapan Petugas

kesehatan 76%., Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Inal (2014) dimana ketanggapan perugas kesehatan

terhadap kinerja pelayanan kesehatan dan kader Puskesmas Talaga

Raya 86%.

59
3. Jaminan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa jaminan

petugas kesehatan di Puskesmas Bungi dari 41 responden yang baik

sebanyak 33 (80,5%) dan kurangsebanyak 8 (19.5%). Ini dapat

disimpulkan bahwa jaminan kepastian petugas kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien sudah baik.

Jaminan kesehatan yang di berikan petugas kesehatan sudah baik di

Puskemas Bungi yaitu 80,5% berdasarkan hasil penelitian dilapangan

ini dipengaruhi oleh petugas kesehatan tahu betul cara berkomunikasi

dengan baik dan meyakinkan pasien sehingga pasien merasa nyaman

dan sifat petugas dapat membuat pasien percaya, sementara 19,5%

petugas kesehatan masi kurang jaminan yang diberikan kepada

pasien ini disebabkan masih adanya petugas kesehatan yang menjadi

responden masih acuh tak acuh terhadap pasien yang disebabkan

beberapa hal seperti peltihan kurang dan insentif yang diterima

khususnya untuk tenaga sukarela di Puskesmas.

Penelitian ini sesuai dengan teori mutu pelayanan kesehatan

dimana jaminan yang diberikan petugas kesehatan yang berhubungan

dengan pengetahuan, sifat dan kesopanan sangat berpengaruh

terhadap keprtayaan pasien sehingga nyaman datang berobat di

fasilitas kesehatan (sondakh,dkk, 2014). Dengan pelayanan

ksesehatan yang baik sehingga sistem penyelenggaraan pelayanan

60
kesehatan di Puskesmas berjalan lanjar dan berdampak pada

kenyamanan pasien dalam berobat. Pasien puas terhadap kinerja

petugas kesehatan dalam melayani saat berkunjung di Puskesmas. Ini

disebabkan karena komunikasi antara petugas dan pengunjung dalam

pemberian layanan kesehatan sudah berjalan dengan baik. Dimensi

jaminan yang diberikan oleh petugas kesehatan sudah cukup bagi

pasien yang di dapatkan pada saat interview terhadap pasien rawat

jalan, sehingga pasien merasa puas atas pelayanan kesehatan yang

diberikan.

Jaminan (Assurance) sikap petugas kesehatan terhadap

pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi yaitu pengetahuan,

komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas

(credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan

santun (courtesy). Persepsi jaminan ditinjau berdasarkan penilaian

responden terhadap kepastian pelayanan yang mereka berikan

terhadap pasien yang dapat mengatasi keluhan pasien yaitu

tersedianya petugas kesehatan yang memiliki pengetahuan,

keterampilan/kemampuan danmemberikan tindakan bebas dari segala

bahaya, resiko atau ragu-ragu sehingga pelayanan kesehatan

khususnya kegiatan di Puskesmas dapat berjalan dengan lancar.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Inal

(2014) dimana jaminan petugas kesehatan terhadap terhadap kinerja

61
petugas kesehatan dan kader Puskesmas Talaga Raya sudah baik

dengan nila 89,8% ,Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang

dilakukan Wahyuni, 2015 dimana hasil penelitiannya menunjakan ada

jaminan petugas kesehatan terhadap kinerja pelayanan kesehatan

perawat di ruang rawat inap di RSUD Kota Makassar sudah baik

dengan nilai 86%.

4. Empati

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa empati

petugas kesehatan di Puskesmas Bungi dari 41 responden yang baik

sebanyak 33 (80,5%) dan kurang sebanyak 8 (19.5%). Empati

kesehatan yang baik di Puskesmas Bungi 80,5% ini baik karena diatas

kriteria objektif yang ditetapkan .berdasarkan hasil peneltian di

lapnagan empati baik disebabkan karena petugas memberikan

pelayanan semaksimal mungkin sesuai dengan Moto Puskesmas

Melayanai dengan setulus hati dan petugas kesehatan tahu betul

meperlakukan pasien dengan baik sehingga pasien merasanya

nyaman ketika berkunjung di Puskesmas Bungi sehingga angket yang

diisi sesuai dengan mereka rasakan. Ini dapat di simpulkan secara

keseluruhan selain itu petugas puskesmas bungi tahu kebutuhan

pasien dan memberikan kemudahan untuk dihubungi apabila

dibutuhkan. Selain itu masi ada empati petugas kesehatan kurang baik

ini di pengaruhi oleh adanya responden masih kurang memahami

62
cara memberikan pelayanan yang baik seperti kurangnya komunikasi

yang baik kepada pasien. Berdasarkan teori Dimensi mutu pelayanan

kesehatan empati berkaitan dengan rasa kepedulian dan perhatian

khusus staf kepada setiap pengguna jasa pelayanan kesehatan,

memahami kebutuhan mereka dan memberikan kemudahan untuk

dihubungi setiap saat jika para pengguna jasa ingin memperoleh

bantuannya (Sondakh,dkk,2014).

Perhatian (emphaty) sikap petugas kesehatan terhadap

pelayanan kesehatan di Puskesmas Bungi yaitu memberikan

perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan

kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan

konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian

dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan

pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang

nyaman.

Persepsi empati pelayanan ditinjau dari perhatian, rasa peduli

petugas meliputi sikap dalam memberikan pelayanan kesehatan yang

prima,memahami keluhan atau kebutuhan dari pasien. Petugas harus

memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi

yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami

keinginan pasien.

63
Dalam hal pelayanan dan memberikan perhatian yang tulus

dalam menjalankan tugasnya. Sesuai hasil jawaban responden

menyatakan bahwa petugas saat menanggapi keluhan rasa empati

petugas sudah sangat baik sehingga dapat menimbulkan perasaan

nyaman pada pasien. Sikap baik petugas tersebut dapat menimbulkan

perasaan nyaman pada masyarakat dan dapat menimbulkan respon

yang positif sehingga pengunjung merasa puas atas pelayan yang

diberikan. Hal tersebut menunjukan sudah maksimalnya kepedulian

dan perhatian petugas terhadap pasien yang datang berobat di

Puskesmas, sedangkan disisi lain pengunjung sangat membutuhkan

perhatian dan bantuan petugas.

Pemberian pelayanan yang baik kepada konsumen/pasien

merupakan salah satu yang harus dilakukan agar konsumen merasa

puas atas pelayanan yang diberikan. Petugas yang kinerjanya

mementingkan keinginan konsumen dan mendengarkan apa yang

diinginkan konsumen/pasien harus bekerja lebih baik sehingga

pelayanan yang diberikan Puskesmas dalam hal ini petugas

Puskemas harus ditingkatkan lagi pelayan sehingga pasien merasa

puas ketika datang ke Puskesmas.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Hendra ,

2012 dimana hasil penelitiannya menunjakan empati petugas

kesehatan terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Antang Kota

64
Makassar sudah baik dengan nilai 91%, Penelitian ini juga sejalan

dengan penelitian yang dilakukan Wahyuni, 2015 dimana empati

petugas kesehatan terhadap kinerja petugas kesehatan rawat inap di

RSUD Kota Makasar sudah baik dengan dengan nilai 86%.

5. Bukti Fisik

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa bukti fisik di

Puskesmas Bungi dari 41 responden yang baik sebanyak 33 (80,5%)

dan kurangsebanyak 8 (19.5%). Bukti fisik baik sesuai dengan

penelitian di lapangan dipengaruhi Penampilan petugas kesehatan

dalam memberikan pelayanan kesehatan misalnya dalam memberikan

pelayanan petugas dalam berpakaian harus seragam dan keadaan

lingkungan sekitar Puskesmas harus bersih, ruanag penerimaan dan

perawatan yang bersih dan nyaman. Bukti fisik berhubungan dengan

pelayanan kesehatan, ini artinya petugas kesehatan merasa nyaman

bekerja dalam keadaan kondisi yang baik serta lingkungan yang

nyaman dalam melayani pasien yang datang berkunjung di

Puskesmas Bungi. Dari hasil penelitian iniresponden menyatakan

bahwa sarana pelayanan yang ada sudah sesuai dengan harapannya

yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan tempat mereka bekerja,

terutama tentang kebersihan lingkungan. Kebersihan merupakan

unsur yang harus dijaga dalam melayani pengunjung sehingga

pengunjung dapat merasa nyaman atas apa yang dilihat dan di

65
rasakanya. Secara teori Mutu jasa pelayanan kesehatan juga dapat

dirasakan secara langsung oleh para penggunanya dengan

menyediakan fasilitas fisik dan perlengkapan yang memadai.

Contohnya ruang penerimaan dan perawatan pasien yang bersih,

nyaman, lengkap (sondakh, 2014).

Bukti fisik (Tangibles) yaitu kemampuan suatu perusahaan

dalam hal ini Puskesmas dalam menunjukkan eksistensinya kepada

pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana danprasarana

fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti

nyatadari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi

fasilitas fisik(gedung, gudang, dansebagainya),perlengkapan dan

peralatan yangdipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya.

Persepsi bukti langsung/bukti fisik terhadap pelayanan

kesehatan ditinjau dari Penampilan dan kemampuan sarana dan

prasarana fisik Puskesmas dan keadaan lingkungan sekitarnya

adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh petugas

kesehatan. Yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan

sebagainya), Perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan

(teknologi) serta penampilan pegawainya yang dapat mempengaruhi

pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitain yang dilakukan oleh

Inal, 2014 dimana bukti fisik terhadap Pelayanan Kesehatan di

66
Puskesmas Talaga Raya Kabupaten Buton sudah baik dengan nilai

81%, Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan

Rahmman, 2014 dimanana bukti fisik terhadap pelayanan kesehatan

di Puskesmas Sambiroto Kota Semarang sudah baik dengan nilai

87%.

67
BAB 6

PENUTUP
6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Keandalan petugas kesehatan di Puskesmas Bungi yang memiliki

keandalan baik sebanyak 85,4% dan kendalan kurang sebanyak

14,6%.

2. Ketanggapan petugas kesehatan di Puskesmas yang memiliki

ketanggapan baik sebanyak 68,3% dan ketanggapan kurang sebanyak

31,7%.

3. Jaminan petugas kesehatan di Puskesmas Bungi yang memiliki

Jaminan baik 80,5% dan jaminan kurang sebanyak 19,5%.

4. Empati petugas kesehatan di Puskesmas Bungi yang memiliki Empati

baik 80,5% dan kurang sebanyak 19,5%.

5. Bukti Fisik petugas kesehatan di Puskesmas Bungi yang memberikan

Bukti Fisik baik sebanyak 80,5% dan Bukti Fisik kurang 19,5%.

68
6.2 Saran

1. Pada keandalan perlu dilakukan uji kompetensi sesuai dengan profesi

masing-masing untuk meningkatkan skill petugas kesehatan.

2. Pada ketanggapan perlu meningkatkan keterampilan tenaga

kesehatan/kader dalam pelayanan Puskesmas

3. Pada empati perlu lebih mengedepankan keramahan petugas dalam

memberikan pelayanan kesehatan, bersikap sabar dalam menghadapi/

menanggapi keluhan pasien. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan

cara mengikutkan petugas dalam pelatihan, penguasaan komunikasi

terapeutik, costumer servis dan pemberian reward atau punishment

4. Bagi kepala puskesmas Memberikan kemudahan ijin belajar kepada

petugas kesehatan/kader untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang

yang lebih tinggi.

69

Anda mungkin juga menyukai