Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri
perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan. Arah kebijakan
pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh
visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan
kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.
Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari
program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia
pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah
kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Peluncuran API tersebut
tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan Bank Indonesia untuk membangun kembali
perekonomian Indonesia melalui penerbitan buku putih Pemerintah sesuai dengan Inpres No. 5
Tahun 2003, dimana API menjadi salah satu program utama dalam buku putih tersebut.
Bertitik tolak dari keinginan untuk memiliki fundamental perbankan yang lebih kuat dan dengan
memperhatikan masukan-masukan yang diperoleh dalam mengimplementasikan API selama
dua tahun terakhir, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk menyempurnakan program-
program kegiatan yang tercantum dalam API. Penyempurnaan program-program kegiatan API
tersebut tidak terlepas pula dari perkembangan-perkembangan yang terjadi pada
perekonomian nasional maupun internasional. Penyempurnaan terhadap program-program
API tersebut antara lain mencakup strategi-strategi yang lebih spesifik mengenai
pengembangan perbankan syariah, BPR, dan UMKM ke depan sehingga API diharapkan
memiliki program kegiatan yang lebih lengkap dan komprehensif yang mencakup sistem
perbankan secara menyeluruh terkait Bank umum dan BPR, baik konvensional maupun syariah,
serta pengembangan UMKM.
Kebijakan pengembangan industri perbankan di masa depan, seperti yang diungkapkan dalam
API, dilandasi oleh visi :
Pelaksanaan keenam pilar API dijabarkan lebih rinci oleh BI dalam program kegiatan pada
rentang waktu sepuluh tahun (dari tahun 2004-2013). Program-program tersebut adalah :
Penguatan permodalan bank umum (konvesional dan syariah) dijalankan dalam rangka
meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola resiko, mengembangkan teknologi
informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna mendukung peningkatan kapasitas
pertumbuhan kredit perbankan. Upaya yang dapat dilakukan yaitu :
1. Penambahan modal baru baik dari pemegang saham lama maupun investor baru
2. Merger untuk mencapai persyaratan modal minimum baru
3. Penerbitan saham baru atau secondary offering di pasar modal
4. Penerbitan pinjaman subordinasi (subordinated loam)
apabila program ini dapat berjalan dengan baik, dalam waktu sepuluh sampai lima belas tahun
kedepan, program penigkatan permodalan tersebuy diharapkan akan mnegarah pada
terciptanya struktur perbankan yang lebih optimal, yaitu terdapatnya :
2-3 bank yang mengarah kepada bank internasional dengan kapasitas dan kemampuan untuk
beroperasi di wilayah internasional serta memiliki modal diatas Rp 50 triliun.
3-5 bank nasional yang memiliki cakupan usaha yang sangat luas dan beroperasi secara nasional
serta memiliki modal antara Rp 10 triliun sampai dengan Rp 50 triliun.
30-50 bank yang kegiatan usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu sesuia dengan
kapabilitas dan kompetensi masing-masing bank. bank-bank tersebut emiliki modal antara Rp
100 miliar sampai dengan Rp 10 triliun.
Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan bank dengan kegiatan usaha terbatas yang memiliki modal
dibawah Rp 100 miliar.
Peningkatan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen resiko, dan kemapuan
operasional manajemen perlu didukung dengan penetapan standar yang sesuai untuk
meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam waktu dua sampai lima tahun ke depan
diharapkan kondisi internal perbankan nasional enjadi semakin kuat dengan kemampuan
menghadapi risiko yang semakin baik.
Pengembangan sarana pendukung operasional perbankan yang efektif seperti biro kredit,
lembaga pemeringkatan kredit domestik, dan pengembangan skema penjaminan kredit
merupakan program penting dalam pengembangan infrastruktur perbankan. Pengembangan
biro kredit akan membantu perbankan dalam meningkatkan kualitas keputusan kreditnya.
Penggunaan lembaga pemeringkat kredit dalam utang yang diperdagangkan di bursa efek yang
dimiliki bank akan meningktakan transparansi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan.
Sedangkan pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi
masyarakat. Dalam waktu tiga tahun kedepan diharapkan telah tersedia infrastruktur
pendukung perbankan yang mencukupi bagi terwujudnya perbankan yang sehat dan kuat.
TANTANGAN KE DEPAN
Prinsip 2 - Kegiatan yang diperbolehkan: Kegiatan yang diijinkan dari institusi itu Dilisensikan
dan tunduk pada pengawasan karena bank harus didefinisikan secara jelas dan Penggunaan
kata "bank" dalam nama harus dikontrol sejauh mungkin.
Prinsip 3 - Kriteria perizinan: Otoritas perizinan harus memiliki kekuatan untuk ditetapkan
Kriteria dan menolak aplikasi untuk perusahaan yang tidak memenuhi standar yang ditetapkan.
Proses perizinan minimal harus terdiri dari penilaian terhadap struktur kepemilikan dan tata
kelola bank dan kelompoknya yang lebih luas, termasuk kebugaran dan kepatutan anggota
dewan dan manajemen senior, strategis dan rencana operasi, pengendalian internal dan
manajemen risiko, dan proyeksi keuangannya kondisi, termasuk basis permodalannya. Dimana
pemilik yang diusulkan atau orang tua organisasi adalah bank asing, persetujuan terlebih
dahulu dari pengawas negara asalnya harus diperoleh.
Prinsip 5 - Akuisisi besar: Pengawas memiliki kekuatan untuk meninjau ulang jurusan
Akuisisi atau investasi oleh bank, terhadap kriteria yang ditentukan, termasuk
Pembentukan operasi lintas batas, dan mengkonfirmasikan bahwa afiliasi perusahaan
Atau struktur tidak mengekspos bank terhadap risiko yang tidak semestinya atau menghalangi
pengawasan yang efektif.
Prinsip 8 - Risiko Kredit: Pengawas harus puas bahwa bank memiliki kredit proses manajemen
risiko yang memperhitungkan profil risiko institusi, dengan kebijakan dan proses yang bijaksana
untuk mengidentifikasi, mengukur, memantau dan mengendalikan kredit risiko (termasuk risiko
counterparty). Ini termasuk pemberian pinjaman dan pembuatan investasi, evaluasi kualitas
pinjaman dan investasi semacam itu, dan pengelolaan portofolio pinjaman dan investasi yang
terus berlanjut.
Prinsip 9 - Soal aset, ketentuan dan cadangan: Supervisor harus puas bahwa bank menetapkan
dan mematuhi kebijakan dan proses yang memadai mengelola aset bermasalah dan
mengevaluasi kecukupan ketentuan dan cadangan.
Prinsip 10 - batas pemaparan yang besar: Pengawas harus yakin bahwa bank
Memiliki kebijakan dan proses yang memungkinkan manajemen untuk mengidentifikasi dan
mengelola konsentrasi dalam portofolio, dan supervisor harus menetapkan batasan kehati-
hatian membatasi eksposur bank ke counterparties tunggal atau kelompok yang terhubung
Counterparties.
Prinsip 11 - Eksposur kepada pihak terkait: Untuk mencegah penyalahgunaan yang terjadi
Dari eksposur (baik neraca dan neraca) kepada pihak hubungan istimewa dan
Untuk mengatasi konflik kepentingan, pengawas harus memiliki persyaratan di tempat itu
Bank memperluas eksposur ke perusahaan terkait dan individu dengan panjang lengan
dasar; Eksposur ini dipantau secara efektif; Langkah-langkah yang tepat diambil untuk
mengendalikan atau mengurangi risiko; Dan write-off dari eksposur semacam itu dibuat
menurut kebijakan dan proses standar.
Prinsip 12 - Risiko transfer dan negara: Pengawas harus puas dengan itu
Bank memiliki kebijakan dan proses yang memadai untuk mengidentifikasi, mengukur,
memantau dan mengendalikan risiko negara dan risiko transfer dalam pinjaman internasional
mereka dan kegiatan investasi, dan untuk menjaga ketetapan dan cadangan yang memadai
Risiko tersebut.
Prinsip 13 - Risiko pasar: Pengawas harus yakin bahwa bank memiliki tempat
Kebijakan dan proses yang secara akurat mengidentifikasi, mengukur, memonitor dan
mengendalikan pasar risiko; Pengawas harus memiliki kekuatan untuk memaksakan batasan
dan / atau spesifik tertentu biaya modal pada eksposur risiko pasar, jika diperlukan.
(http://www.bis.org/publ/bcbs129.pdf)