Anda di halaman 1dari 17

RSNI-1 RSNI ________________________

Standar Nasional Indonesia

KELASPENUTUPANLAHANDALAM
PENAFSIRANCITRAOPTIS
RESOLUSISEDANG

ICS

Badan Standarisasi Nasional BSN


Daftar Isi

Halaman
Daftar isi ... i
Prakata . iii
1 Ruang lingkup 1
2 Acuan Normatif
3 Istilah dan definisi 2
4 Singkatan istilah 8
5 Pengolahan citra (dihapus). 9
6 Struktur klasifikasi ... 9
7 Standar klasifikasi 11

Lampiran A Monografi Interpretasi Citra Penginderaan Jauh. 16


Lampiran B Jenis data/citra
Prakata

Standar ini berisikan pengolahan citra, struktur klasifikasi, standar klasifikasi dan
jenis data / citra yang umum digunakan secara nasional untuk pekerjaan penafsiran
citra satelit optis resolusi sedang di bidang kehutanan.

SNI ini dipersiapkan oleh Panitia Teknis 07-01, Informasi Geografi/Geomatika.


Standar ini telah disepakati dalam konsensus nasional tanggal
. di ., yang dihadiri oleh ahli-ahli yang terkait
dibidangnya dari instansi pemerintah, instansi non-pemerintah serta instansi terkait
lainnya.
Kelas penutupan lahan dalam
penafsiran citra optis resolusi sedang

0 Pendahuluan

Dalam rangka pemantauan sumberdaya hutan (SDH), Departemen Kehutanan


melaksanakan penafsiran citra resolusi sedang seluruh Indonesia setiap tiga tahun.
Kegiatan penafsiran dilaksanakan oleh Pusat Inventarisasi dan Perpetaan bersama
UPT (Unit Pelaksana Teknis) Badan Planologi yang ada di seluruh Indonesia, yaitu
Balai Pemantapan dan Kawasan Hutan (BPKH).

Pemantauan SDH tersebut menghasilkan informasi tentang penutupan lahan dan


hutan, sebagai dasar dalam penghitungan tingkat deforestasi dan pemetaan sebaran
lokasi areal yang mengalami deforestasi. Informasi tersebut diperlukan dalam
perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan hutan lestari.

Untuk keseragaman, konsistensi dan akurasi dalam pengolahan data citra resolusi
sedang, dipandang perlu untuk menyusun standar kelas-kelas penutupan
lahan/hutan yang baku, khususnya untuk kepentingan Departemen Kehutanan. Hasil
pengolahan data citra yang dilakukan Departemen Kehutanan disajikan dalam
bentuk peta penutupan lahan yang terdiri dari kelas penutupan lahan hutan dan
kelas penutupan lahan bukan hutan. Dengan pembakuan kelas penutupan lahan
maka pengguna, instansi terkait dan para pihak lainnya akan mempunyai
pemahaman yang sama terhadap kelas-kelas penutupan lahan yang digunakan,
sehingga akan memudahkan dalam tukar menukar (sharing/exchange) informasi
penutupan lahan antar instansi di pusat maupun di daerah.
Kelas penutupan lahan dalam
penafsiran citra optis
resolusi sedang
1 Ruang lingkup

Standar ini meliputi istilah dan definisi yang terkait dengan penafsiran citra dan kelas
penutupan lahan untuk kehutanan, jenis data yang dipergunakan, pengolahan yang
dilakukan, klasifikasi dan struktur klasifikasi, metode atau detil tahapan kegiatan dan
standar klasifikasi dengan data dan metode yang dipilih, berikut standar
penyajiannya. Standar ini digunakan sebagai pedoman baku dalam mengerjakan
penafsiran citra satelit resolusi sedang dan menyajikan data penutupan lahan
Indonesia dalam rangka pemantauan sumberdaya hutan.

2 Istilah dan definisi

2.1
citra
gambaran kenampakan permukaan bumi hasil penginderaan pada spektrum
elektromagnetik tertentu yang ditayangkan pada layar atau disimpan pada media
rekam/cetak.

2.2
citra satelit/imagery
citra hasil penginderaan suatu jenis satelit tertentu.

2.3
citra satelit optis resolusi sedang
citra hasil penginderaan suatu jenis satelit tertentu yang menggunakan gelombang
cahaya tampak untuk menangkap obyek di permukaan bumi dengan resolusi spasial
antara 20-80 m dan dapat dipetakan dengan skala 1:50.000 sampai dengan
1:250.000, jenis antara lain Landsat 7 ETM +, Spot HRV

2.4
data
unsur dasar yang membentuk informasi; gambaran dari sekumpulan fakta, konsep
atau instruksi yang tersusun dalam suatu cara atau bentuk yang formal sehingga
sesuai untuk komunikasi, interprestasi atau pemprosesan secara manual atau
secara digital.

2.5
data digital
Data yang telah diubah dalam bentuk atau format yang dapat dibaca oleh komputer.

2.6
data spasial
data yang terkait atau berhubungan dengan lokasi / posisi geografis.

2.7
digitasi
proses pengubahan/konversi dari data analog/grafis ke dalam bentuk digital.
2.8
digitasi on screen
proses digitasi yang dilakukan secara langsung diatas layar komputer setelah citra
sebagai sumber datanya telah diolah untuk memberikan kenampakan visual yang
optimal untuk menunjukkan perbedaan obyek satu dengan lainnya.

2.9
elemen (unsur) interpretasi
elemen (unsur) yang digunakan untuk menafsirkan suatu kenampakan pada citra,
elemen tersebut terdiri dari warna/rona, bentuk, ukuran, bayangan, pola, tekstur,
struktur, situs, dan asosiasi. Ada objek yang dapat ditentukan hanya dengan satu
elemen saja, tetapi ada juga yang baru dapat ditentukan setelah mengaji sembilan
elemen interpretasi.

2.10
hutan
suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati
yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu
dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

2.11
hutan primer
hutan alam atau hutan yang tumbuh dan berkembang secara alami, stabil dan belum
pernah mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia.

2.12
hutan sekunder/hutan bekas tebangan
hutan yang timbul secara alamiah sesudah terjadinya kerusakan/perubahan pada
tumbuhan hutan yang pertama. Hutan yang telah mengalami gangguan eksplotasi
oleh manusia, biasanya ditandai dengan adanya jaringan jalan ataupun jaringan
sistem eksploitasi lainnya.

2.13
informasi
data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan berarti bagi yang
menerimanya, menggambarkan suatu kejadian (event) dan kesatuan nyata (fact dan
entity), serta digunakan untuk pengambilan keputusan.

2.14
interpretasi Citra
kegiatan perkiraan suatu objek berdasarkan bentuk tone, tekstur, lokasi, asosiasi
yang tampak pada citra.

2.15
kehutanan
sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan dan hasil
hutan yang diselenggarakan secara terpadu.

2.16
klasifikasi
proses pengolahan data citra menjadi peta tematik. Proses klasifikasi dapat berupa
dengan proses klasifikasi digital maupun proses klasifikasi manual.
2.17
klasifikasi digital
proses klasifikasi dengan mempergunakan metode kalkulasi algoritmis, meliputi
klasifikasi terselia (supervised/penentuan objek ditentukan penafsir) atau tak terselia
(unsupervised/penentuan objek diserahkan kepada komputer)

2.18
kodefikasi
pemberian kode/label penafsiran/interpretasi masing-masing obyek.

2.19
konvergensi bukti (convergence of evidence)
proses deduktif yang ditempuh untuk menentukan jenis objek berdasarkan elemen
(unsur) interpretasi.

2.20
kunci interpretasi
keterangan tentang karakteristik grafis atau spasial yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan objek atau kenampakan tertentu dengan mendasarkan pada
unsur interpretasi.

2.21
monogram/monografi
potongan citra yang berisikan informasi/contoh kelas penutupan lahan yang dapat
dijadikan acuan dalam proses interpretasi.

2.22
pemberian atribut
proses mengidentifikasi kelas obyek pada setiap polygon hasil delineasi penafsiran
dan memberikan kode sesuai dengan klas penafsirannya.

2.23
pemetaan penutupan lahan
kegiatan penggambaran kondisi penutupan lahan di permukaan bumi menurut
sistem/struktur klasifikasi yang ditetapkan ke dalam suatu peta pada skala tertentu.

2.24
penafsiran
proses pencarian (ekstraksi) informasi melalui berbagai jenis citra dan metode
analisis agar bermanfaat atau bermakna bagi pengguna.

2.25
penggunaan lahan/land use
penyebutan kenampakan sosio-ekonomis (gatra fungsional) suatu areal,
pengelompokan kelas penggunaan lahannya disesuaikan dengan kegiatan manusia
pada bidang lahan tersebut, pada sektor kehutanan istilah ini lebih dikenal sebagai
fungsi hutan.

2.26
penginderaan jauh
pengumpulan dan pencatatan informasi tanpa kontak langsung dengan obyek, pada
julat elektromagnetik ultraviolet, tampak inframerah dan mikro dengan
mempergunakan peralatan pengindera seperti scanner dan kamera yang
ditempatkan pada wahana bergerak seperti pesawat udara atau pesawat angkasa,
dan menganalisis informasi yng diterima dengan teknik interpretasi foto, citra dan
pengolahan citra.

2.27
pengolahan citra/image processing
disebut juga image processing, merupakan kegiatan memanipulasi citra digital yang
terdiri dari penajaman, rektifikasi dan klasifikasi.

2.28
penutupan lahan/land cover
gambaran obyek (kenampakan biofisik) di permukaan bumi yang diperoleh dari
sumber data terpilih (umumnya data penginderaan jauh) dan dikelompokkan ke
dalam kelas-kelas tutupan yang sesuai dengan kebutuhannya.

2.29
resolusi
ukuran ketelian yang mampu disajikan oleh data citra satelit, yang terdiri atas
resolusi spasial, resolusi radiometrik, resolusi temporal, resolusi spektral.

2.30
resolusi spasial
ukuran obyek terkecil di lapangan yang diwakili oleh satu nilai pixel/pixel value yang
mampu disajikan oleh citra sebagai ukuran ketelitian data citra.

2.31
resolusi radiometrik
ukuran bit/binary digit yang mampu disajikan oleh citra.

2.32
resolusi temporal
kemampuan satelit untuk kembali merekam daerah yang sama

2.33
resolusi spektral
kemampuan sensor menangkap panjang gelombang yang dipantulkan oleh obyek di
muka bumi.

2.34
Sensor
merupakan alat perekam obyek, dimana setiap sensor mempunyai kepekaan
terbatas dalam menangkap spektral dan terbatas kemampuannya untuk mengindera
obyek

2.35
spektrum elektromagnetik
julat gelombang elektromagnetik yang dapat dimanfaatkan untuk penginderaan
sumber daya alam yang terbagi atas segmen-segmen, dan setiap segmen memiliki
nilai kepekaan tersendiri terhadap objek tertentu.

2.36
struktur klasifikasi
suatu sistematika hirarkis/berjenjang yang dapat memberikan informasi tentang
kemampuan penyajian informasi penutupan lahan untuk sumber data dan skala yang
berbeda.
3 Singkatan istilah

3.1 CCT adalah computer compatible tape

3.2 CD adalah compact disk

3.3 DVD adalah digital video disk

3.4 GCP adalah ground control point merupakan titik kontrol medan

4 Struktur klasifikasi

4.1 Acuan struktur klasifikasi terbangun

Struktur klasifikasi yang dibangun diadopsi (dengan penyesuaian) berdasarkan


sistim klasifikasi vegetasi yang telah dikembangkan oleh negara lain (Amerika
Serikat) melalui Standar klasifikasi vegetasi nasional / National Vegetation
Classification Standar (NVCS) yang dikeluarkan oleh Vegetation sub committee -
Federal Geographic Data Committee (FGDC, 1997). Sistem klasifikasi tersebut
dirancang berjenjang membentuk suatu hierarki, dengan tujuan agar informasi pada
peta skala kecil juga terdapat pada peta skala besar.

Sebagaimana struktur yang diadopsi (lihat tabel 1), puncak hierarki klasifikasi adalah
sistem, yang memisahkan komunitas terrestrial (meliputi seluruh vegetasi terestrial
/ permukaan bumi), dari habitat air dalam dan habitat bawah tanah. Di bawah
sistem, secara hierarki, klasifikasi ini ditelaah lebih lanjut didasarkan pada 2 level
utama, yaitu level atas yang didasarkan pada fisiognomi (kenampakan) primer
vegetasi, dengan 7 tingkatan meliputi divisi, ordo, kelas formasi, subkelas formasi,
grup formasi, subgroup formasi, dan formasi; serta level bawah yang didasarkan
pada komposisi floristik (satuan species), dengan 2 tingkatan meliputi aliansi dan
asosiasi. Detil hierarki ditunjukkan pada tabel 4.1. berikut.

Apabila struktur klasifikasi sudah mendefinisikan sampai tingkat terendah (pada tabel
5.1 disebut asosiasi) atau komunitas tumbuhan dengan (i) komposisi floristic
tertentu, (ii) kondisi habitat seragam, dan (iii) kenampakan atau fisiognomi yang
sama, maka struktur klasifikasi tersebut sesuai dengan sumber data / hasil survei
terestris / survey lapangan dengan kombinasi citra resolusi tinggi (atau sangat
tinggi). Apabila sumber data berganti menjadi satelit resolusi sedang, maka struktur
klasifikasi tersebut mengalami reduksi (dengan pengertian penggabungan atau
penghapusan kelas). Reduksi seterusnya akan terjadi ketika sumber data berganti
menjadi satelit resolusi rendah. Contoh gambaran keterkaitan dalam struktur
klasifikasi tersebut sebagaimana tabel 1 berikut.
Tabel 1
Detil hierarki rancangan klasifikasi penutupan lahan

No Level Kriteria Penjelasan / keterangan Sumber data


1 Sistem Membagi kelompok menjadi Citra penginderaan jauh
terrestrial, akuatik (air dalam) (resolusi rendah)
dan subterran (bawah tanah)
2 Atas Divisi Membagi kelompok besar yaitu Citra penginderaan jauh
(fisiognom kelompok bervegetasi dan tidak (resolusi rendah)
ik / bervegetasi
3 kenampak Ordo Mengelompokkan atas Citra penginderaan jauh
an) kekhasanan / dominasi suatu (resolusi rendah) + data
strata vegetasi menurut bentuk pendukung + survei
pertumbuhan lapangan
4 Kelas formasi Mengelompokkkan atas liputan Survei lapangan + data
relatif bentuk kehidupan paling pendukung + Citra
atas (pohon, perdu, perdu kerdil, penginderaan jauh
terna dan non vaskuler. (resolusi rendah)
5 Subkelas Mengelompokkan atas dasar Survei lapangan + data
formasi fenologi, tipe dan periodesitas pendukung + citra
keberadaan daun penginderaan jauh
(resolusi sedang)
6 Grup formasi Didasarkan pada faktor-faktor Citra penginderaan jauh
yang berhubungan dengan iklim, (resolusi sedang) +
morfologi dan fenologi daun survei lapangan + data
pendukung
7 Subgrup Didasarkan kondisi awal, apakah Data pendukung + citra
formasi natural / alami apakah ditanam. penginderaan jauh
Level ini tidak muncul pada (resolusi sedang)
system UNESCO
8 Formasi Berkaitan dengan aspek Citra penginderaan jauh
fisiognomik tertentu, factor (resolusi sedang)
lingkungan, posisi bentang lahan
relative dan rezim hidrologi
9 Bawah Aliansi Kelompok dengan fisiognomi Citra penginderaan jauh
(floristic / seragam dan dikelaskan menurut (resolusi tinggi dan
satuan species dominan/diagnostic pada sangat tinggi) + survei
species) strata teratas. Level ini setara lapangan + data
dengan tipe liputan menurut pendukung
Society of American Forester.
10 Asosiasi Kelompok dengan fisiognomi Citra penginderaan jauh
seragam dan dikelaskan menurut (resolusi tinggi dan
species dominant/diagnostic sangat tinggi) + survei
pada strata teratas dilengkapi lapangan + data
spesies lain yang cukup dominan pendukung
pada strata apa pun. Level ini
setara dengan seri menurut
Society of American Forester
Keterangan:
1. Tabel 1, dikembangkan dari FGDC, 1997 dan Grosman et al., 1998
2. Data pendukung dimaksud, meliputi data ketinggian tempat, sistem lahan, kondisi tempat tumbuh,
tanah, batuan induk, iklim, curah hujan, dan musim.
Tabel 2
Contoh struktur klasifikasi penutupan lahan
Sumber Data Kelas Penutupan Lahan Skala Umum Penyajian Peta
Citra satelit resolusi sedang Hutan lahan kering primer 1 : 100.000
Citra satelit resolusi tinggi Hutan lahan kering primer 1 : 25.000
kerapatan tinggi (misal strata
C3H3D3)
Hasil survey terestris Hutan lahan kering primer 1 : 10.000
kerapatan tinggi dominasi
family dipterocarpaceae

Sesuai dengan sumber data yang dipergunakan, yaitu citra penginderaan jauh
resolusi sedang (dalam hal ini dipergunakan citra Landsat), klasifikasi penutupan
lahan lebih berada pada tingkat fisiognomik/kenampakan, dengan kriteria formasi.

5. Standar klasifikasi
5.1 Penafian (Disclaimer)

Klasifikasi penutupan lahan untuk citra resolusi sedang disusun berdasar analisis
citra Landsat 7 ETM+ untuk liputan seluruh Indonesia. Oleh karena itu, apabila ada
perbedaan hasil identifikasi karena menggunakan citra resolusi sedang jenis lain
sangat dimungkinkan.

Dalam penyajian pemetaan klasifikasi penutupan lahan, konsistensi kelas hasil


penafsiran dari waktu ke waktu adalah sangat penting. Konsistensi tersebut
mengandung pengertian :
1. Kelas objek yang sama akan didefinisikan sebagai kelas yang sama, walaupun
mempergunakan sumber data yang berbeda-beda
2. Kelas yang ada dapat di turunkan atau didetilkan dalam sub-sub kelas yang
dapat disajikan sesuai dengan kebutuhan skala peta dan sumber data yang ada,
namun sub-sub kelas tersebut harus tetap dapat dikelompokkan kembali
(grouping) menjadi kelas awalnya
3. Sub-sub kelas yang ada di dalam tiap kelas dapat dideteksi oleh sumber data
remote sensing dengan resolusi yang lebih baik

Untuk konsistensi pada proses interpretasi citra, juga untuk kebutuhan pemetaan,
dipergunakan batasan sebagai berikut :
1. Penafsiran dapat dilakukan pada skala 1:250.000 s.d. 1:100.000
2. Kemampuan penyajian data pada skala 1:250.000 atau 1:100.000. Objek dengan
satuan pemetaan terkecil berukuran 0,5 cm x 0,5 cm (0,25 cm2 pada peta) atau
156,25ha (skala 1:250.000) atau 25ha (skala 1:100.000).
3. Identifikasi objek sebelum melakukan delineasi lebih dititikberatkan berdasar
kenampakan pada citra. Informasi sekunder seperti status hutan dan rencana
tata ruang dipergunakan untuk melengkapi informasi dalam identifikasi objek.
4. Identifikasi objek dilakukan berdasar kenampakan tertera (existing), dan bukan
berdasar kemungkinan perkembangan penutupan, kecuali dilengkapi dengan
informasi lapangan
5. Identifikasi objek dapat lebih didetilkan berdasarkan informasi lapangan ataupun
local knowledge dari penafsir
5.2 Kelas penafsiran

Tabel 3
Kelas penutupan lahan dalam penafsiran
citra satelit optis resolusi sedang di bidang kehutanan

Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi


No
1 Hutan lahan kering 2001 Hp Hutan alam atau hutan yang tumbuh dan berkembang Kenampakkan hutan primer ditandai dengan
primer secara alami, stabil dan belum pernah mengalami adanya obyek yang berwarna hijau tua (pada band
gangguan eksploitasi oleh manusia, yang lantai 543) cenderung gelap dan bertekstur kasar
hutannya tidak pernah terendam air baik secara dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan
periodik atau sepanjang tahun. bergerombol. Tidak terdapat bekas tebangan.
Pada citra, warna yang cenderung gelap karena
posisi obyek yang berada pada tebing
pegunungan tinggi sehingga cahaya matahari
kurang
2 Hutan lahan kering 2002 Hs Hutan yang tumbuh secara alami sesudah terjadinya Kenampakkan hutan sekunder ditandai dengan
sekunder / bekas kerusakan/perubahan pada tumbuhan hutan yang adanya obyek yang berwarna hijau tua (pada band
tebangan pertama. Hutan yang telah mengalami gangguan 543) cenderung gelap dan bertekstur kasar
eksplotasi oleh manusia, biasanya ditandai dengan dengan tajuk-tajuk pohon yang kelihatan
adanya jaringan jalan ataupun jaringan sistem bergerombol. Terdapat bekas tebangan. Pada
eksploitasi lainnya. citra, warna yang cenderung gelap karena posisi
Kenampakan berhutan bekas tebas bakar yang obyek yang berada pada tebing pegunungan tinggi
ditinggalkan, bekas kebakaran atau yang tumbuh sehingga cahaya matahari kurang
kembali dari bekas tanah terdegradasi juga
dimasukkan dalam kelas ini
3 Hutan rawa primer 2005 Hrp Hutan yang lantai hutannya secara periodik atau Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya
sepanjang tahun terendam air (di daerah berawa, hutan rawa yang bertekstur halus, rapat dan
termasuk rawa payau dan rawa gambut) yang belum berwarna hijau sampai dengan hijau tua (band
menampakkan bekas penebangan. 543). Tidak ada tanda bekas tebangan. Terdapat
Sungai dan rawa di tengah areal
4 Hutan rawa sekunder / 20051 Hrs Hutan yang lantai hutannya secara periodik atau Pada citra Landsat kombinasi band 543, berwarna
bekas tebangan sepanjang tahun terendam air (di daerah berawa, hijau segar cenderung agak tua bertekstur halus
termasuk rawa payau dan rawa gambut) yang telah meliputi areal yang luas diselingi dengan garis-
menampakkan bekas penebangan, termasuk hutan garis berwarna hijau sangat muda yang
sagu dan hutan rawa bekas terbakar dan sudah mengindikasikan jalur/jalan tebang.
mengalami suksesi
5 Hutan mangrove primer 2004 Hmp Hutan yang tumbuh di daerah pantai atau sekitar Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya
Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi
No
muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut hutan mangrove yang bertekstur halus dan
(bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai, berwarna hijau muda (band 543) tidak terdapat
yang belum menampakkan bekas penebangan). Pada bekas tebangan. Pada citra tampak adanya
beberapa lokasi, hutan mangrove berada lebih ke Sungai besar dan Sungai kecil yang membelah
pedalaman areal hutan mangrove
6 Hutan mangrove 20041 Hms Hutan yang tumbuh di daerah pantai atau sekitar Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya
sekunder / bekas muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut hutan mangrove yang bertekstur halus dan
tebangan (bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar berwarna hijau muda (band 543) terdapat bekas
pantai), yang telah memperlihatkan bekas penebangan tebangan. Pada citra tampak adanya sungai besar
dengan pola alur, bercak, dan genangan atau bekas dan sungai kecil yang membelah areal hutan
terbakar. mangrove
7 Semak belukar 2007 B Hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali
(mengalami suksesi) namun belum / tidak optimal, atau Kenampakan obyek ditandai dengan adanya
lahan kering dengan liputan pohon jarang (alami) atau vegetasi rendah dan bertekstur halus sampai
lahan kering dengan dominasi vegetasi rendah (alami). dengan agak kasar, berwarna hijau muda pada
Kenampakan ini biasanya tidak menunjukkan lagi band 543 yang mengindikasikan adanya semak
adanya bekas / bercak tebangan belukar dan terdapat bekas tebangan. Karena
pada lahan kering, terdapat areal berwarna
merah yang menandakan tanah terbuka atau
pemukiman
8 Hutan tanaman 2006 Ht Hutan tanaman yang dibangun dalam rangka Mempunyai umur seragam, tertata rapi dan
meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi mempunyai pola tertentu yang menunjukkan
(sudah ditanami), termasuk hutan tanaman untuk adanya manajemen dalam penanaman maupun
reboisasi dan hutan tanaman industri. pengelolaannya
9 Perkebunan/Kebun 2010 Pk Kebun (perkebunan) adalah lahan bertumbuhan pohon- Kenampakkan perkebunan coklat ditandai dengan
pohonan yang dibebani hak milik atau hak lainnya adanya obyek yang berwarna hijau sangat muda
dengan penutupan tajuk didominasi pohon buah atau dengan bercak coklat muda kekuningan (pada
industri band 543) cenderung terang dengan tekstur halus.
Batas-batas yang jelas dan teratur menunjukkan
bahwa obyek adalah perkebunan.
10 Semak belukar rawa 20071 Br Hutan rawa / mangrove yang telah tumbuh kembali Kenampakan obyek ditandai dengan adanya
(mengalami suksesi) namun belum / tidak optimal, atau vegetasi rendah dan bertekstur halus sampai
bekas hutan rawa / mangrove dengan liputan pohon dengan agak kasar yang mengindikasikan adanya
jarang (alami), atau bekas hutan rawa / mangrove semak belukar dan terlihat adanya genangan air
dengan dominasi vegetasi rendah (alami). musiman atau permanen
Kenampakan ini biasanya tidak menunjukkan lagi
adanya bekas / bercak tebangan
11 Rumput 3000 S Hamparan non hutan alami berupa padang rumput, Kenampakkan obyek ditandai dengan barisan tipis
Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi
No
kadang-kadang dengan sedikit semak atau pohon. vegetasi yang bertekstur sangat halus berwarna
Kenampakan ini merupakan kenampakan alami di hijau lumut (pada band 543). Lapisan berwarna
sebagian Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur merah merupakan tanah terbuka yang merupakan
dan bagian Selatan Papua. kondisi alami dari wilayah pegunungan yang
sangat tinggi di papua.
Kenampakkan rumput rawa sangat spesifik pada
kondisi basah, namun pada kondisi kering cukup
sulit dibedakan dengan tanah terbuka karena
sama-sama berwarna merah pada band 543 citra
Landsat. Oleh karena itu diperlukan data
pendukung seperti foto lapangan

12 Pertanian lahan kering 20091 Pt Aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan dan Biasanya berada di sekitar permukiman
ladang.
13 Pertanian lahan kering 20092 Pc Aktivitas pertanian lahan kering dan kebun yang Biasanya meliputi areal yang luas dan belum
campur semak berselang-seling dengan semak, belukar dan hutan terlihat adanya kepadatan permukiman dengan
bekas tebangan. Sering muncul pada areal prosentase merata atau seimbang antara
perladangan berpindah, dan rotasi tanam lahan karst. pertanian lahan kering, kebun dan semak
14 Sawah / persawahan 20093 Sw Hamparan lahan untuk aktivitas pertanian yang Berbentuk petak yang teratur (jawa) dan kadang
dicirikan oleh pola pematang (di jawa), biasanya di luar tergenang air atau kering dan mempunyai
jawa tidak menggunakan pola pematang. Yang perlu keseragaman umur tanam dalam satu petak/areal
diperhatikan adalah fase rotasi tanam yang terdiri atas yang tidak dibatasi oleh pematang
fase penggenangan, fase tanaman muda, fase
tanaman tua dan fase bera. Kelas ini juga memasukkan
sawah musiman, sawah tadah hujan, dan sawah
irigasi. Khusus untuk sawah musiman di daerah rawa
disebut sawah sonor, yaitu penanaman padi pada
areal rawa yang sedang kering dengan melakukan
pembakaran pada awal musim kemarau kemudian
menanam pada musim kemarau (dengan penaburan
benih) dan memanen padi sebelum lokasi tersebut
terbenam air kembali.
15 Tambak 20094 Tm Lahan untuk aktivitas perikanan darat (ikan / udang) Umumnya bearada di sekitar pantai dan atau
atau penggaraman yang dicirikan dengan pola dekat dengan pantai, membentuk petak-petak
pematang (umumnya), serta biasanya tergenang dan tergenang air dan ada yang terlihat kering
berada di sekitar pantai
16 Permukiman / Lahan 2012 Pm Lahan yang digunakan untuk permukiman, baik Dicirikan oleh sekumpulan pola bangunan yang
Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi
No
terbangun perkotaan, pedesaan, industri, fasilitas umum dll, rapat di permukiman kota, Jaringan jalan nampak
dengan memperlihatkan bentuk-bentuk yang jelas padat. Permukiman di pedesaan lebih jarang dan
terlihat adanya pola jalan penghubung antar
kelompok permukiman
17 Transmigrasi 20122 Tr Lahan yang digunakan untuk areal permukiman Kenampakkan transmigrasi ditandai dengan
perdesaan (transmigrasi) beserta pekarangan di bentuk lahan terbangun dan tanaman pertanian
sekitarnya. Sedangkan areal transmigrasi yang telah atau tegakan pohon yang teratur dengan batas
berkembang, polanya menjadi kurang teratur dan yang jelas dan pada tampilan citra band 543
susah dipisahkan lagi antara kebun, pertanian dan terlihat bahwa tegakan tersebut berwarna hijau
pemukimannya, dikelaskan menjadi kelas transmigrasi. muda dengan tekstur kasar dan dibatasi oleh
lahan terbuka atau pemukiman yang ditandai
dengan warna merah muda.

18 Tanah terbuka 2014 T Lahan terbuka tanpa vegetasi (singkapan batuan Kenampakkan obyek (pada citra Landsat band
puncak gunung, puncak bersalju, kawah vulkan, 543) ditandai dengan areal berwarnamerah muda
gosong pasir, pasir pantai, endapan sungai), dan lahan hingga merah tua, kadang berwarna coklat,
terbuka bekas kebakaran. Kenampakan lahan terbuka tergantung pada kandungan material tanahnya,
untuk pertambangan dikelaskan pertambangan, dan berwarna putih apabila material tersusun dari
sedangkan lahan terbuka bekas pembersihan lahan- kapur.
land clearing dimasukkan kelas lahan terbuka. Lahan
terbuka dalam kerangka rotasi tanam sawah / tambak
tetap dikelaskan sawah / tambak

19 Pertambangan / 20141 Tb Lahan terbuka yang digunakan untuk aktivitas Kenampakkan tambang terbuka pada tampilan
tambang pertambangan terbuka-open pit (spt.: batubara, timah, citra band 543 ditandai dengan warna bervariasi,
tembaga dll.), serta lahan pertambangan tertutup skala tergantung kandungan materialnya, seperti pada
besar yang dapat diidentifikasikan dari citra berdasar tanah terbuka, untuk tambang tertutup (minyak)
asosiasi kenampakan objeknya, termasuk tailing ditandai dengan adanya pola jaringan jalan
ground (penimbunan limbah penambangan). Lahan penghubung antar titik pengeboran atau
pertambangan tertutup skala kecil atau yang tidak penimbunan
teridentifikasi dikelaskan menurut kenampakan
permukaannya
20 Tubuh air 5001 A Perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, dll. Kenampakkan obyek ditandai dengan adanya
Kenampakan tambak, sawah dan rawa-rawa telah areal berwarna biru muda, biru keputihan atau
digolongkan tersendiri hitam (pada kombinasi band 543) meliputi areal
cukup luas,
21 Rawa 50011 Rw Lahan rawa yang sudah tidak berhutan (tidak ada Kenampakkan rawa sangat spesifik jika pada
vegetasi pohon) kondisi basah, yaitu adanya genangan air yang
Kelas Kode Simbol Definisi Spesifikasi
No
terkadang meliputi wilayah cukup luas dan dalam
yang ditandai dengan warna hitam pada kombinasi
band 543 citra Landsat. Sedangkan pada kondisi
kering genangan tersebut akan terlihat merah atau
coklat pada kombinasi band 543
22 Tertutup Awan 2500 Aw Seluruh kenampakan awan dan bayangan awan yang Terlihat dengan warna putih atau biru atau
menutupi lahan suatu kawasan dengan ukuran lebih semburat pink dan hitam (bayangan awan)
dari 4 cm2 pada skala penyajian. Jika liputan awan tipis
atau adanya haze (kabut) masih memperlihatkan
kenampakan di bawahnya dan memungkinkan ditafsir,
maka tetap didelineasi
23 Bandara / Pelabuhan 20121 Bdr/Plb Bandara dan pelabuhan yang berukuran besar dan Terlihat jalur panjang dan lebar dengan ukuran
memungkinkan untuk didelineasi tersendiri tertentu serta tidak dihubungkan dengan jaringan
jalan ke tempat lain
24 Terumbu Karang 5100 Tk Batuan yang terbentuk dari sedimen kulit
kerang/mikroorganisme lainnya yang biasanya terdapat Biasa terdapat di laut dangkal
pada laut dangkal, permukaan laut dan menjadi habitat
berkembangnya kerang/biota laut lainnya

Anda mungkin juga menyukai