Chapter I
Chapter I
PENDAHULUAN
tahun 2001 yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes
(12,7%). Pada kelompok penyakit infeksi, tuberkulosis berada pada tingkat pertama
publichealth.com).
TB terbesar nomor lima di dunia setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria.
(ppti.info, 2012)
dari total jumlah pasien Tuberkulosis di dunia dan setiap tahun terdapat 429.730
kasus baru dan kematian 62.246 orang. Tuberkulosis paru merupakan salah satu
1
Universitas Sumatera Utara
2
Survei yang dilakukan National Network of Health (NNH) pada tahun 2005
Tuberculosis Control Report WHO 2011 prevalensi TB diperkirakan sebesar 289 per
100.000 penduduk, insidensi TB sebesar 189 per 100.000 penduduk, dan angka
orang dan dinyatakan positif TB sebanyak 18.257 orang. Dari 25 kabupaten dan kota
di Sumatera Utara, kasus TB di Medan yakni jumlah suspek TB 13.583 orang dan
pendekatan yang paling tepat saat ini dan harus dapat dilaksanakan secara sungguh-
sungguh. Oleh karena itu peran aktif dengan semangat kemitraan dari semua pihak
Tuberkulosis (Gerdunas TB) yang diresmikan pada tanggal 24 maret 1999 (Depkes,
2002).
Pada awal penerapan strategi DOTS di Indonesia yang dimulai pada tahun
Penyakit Paru-paru (BP4) yang saat ini berkembang menjadi Balai Kesehatan Paru
Masyarakat (BKPM) dan di rumah sakit, baik rumah sakit milik pemerintah maupun
swasta. Hasil survei prevalensi tuberkulosis tahun 2004 menunjukkan bahwa pola
pencarian pengobatan pasien tuberkulosis ke rumah sakit ternyata cukup tinggi, yaitu
sekitar 60% pasien tuberkulosis ketika pertama kali sakit mencari pengobatan ke
rumah sakit. Dengan demikian melibatkan rumah sakit dalam pelaksanaan strategi
DOTS menjadi satu upaya penting dan sangat strategis karena akan memberikan
(Depkes,2007).
jangkauannya pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait
termasuk rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan mengikutsertakan secara aktif
semua pihak dalam kemitraan yang bersinergi untuk penanggulangan TB. Program
ini dikenal sebagai program HDL (Hospital DOTS Lingkage). Selain bertujuan untuk
menanggulangi masalah TB, program HDL saat ini telah diwajibkan dimiliki oleh
Pada saat ini penanggulangan TB dengan strategi DOTS di rumah sakit baru
berkisar 20% dengan kualitas yang bervariasi. Pada kenyataannya, strategi DOTS di
rumah sakit masih merupakan tantangan besar bagi keberhasilan Indonesia dalam
bahwa angka penemuan kasus Tuberkulosis di rumah sakit cukup tinggi sekitar 60%,
dengan angka putus berobat yang masih tinggi (50%-80%). Kondisi tersebut
DOTS, pada bulan Juli 2009 telah dilakukan penilaian terhadap rumah sakit tingkat
menunjukkan bahwa hanya 17% rumah sakit yang telah melakukan strategi DOTS
dengan hasil optimal, 44% rumah sakit keberhasilan sedang dan 39% rumah sakit
Data hasil penilaian juga menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
rumah sakit. Sementara dari jumlah 59% rumah sakit yang telah memiliki Tim
DOTS, hanya 28% tim DOTS yang dibentuk bekerja optimal. Sementara 72% rumah
sakit yang telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih DOTS (dokter umum,
dimanfaatkan secara baik oleh pihak manajemen rumah sakit (Kemenkes RI, 2010).
Sampai akhir tahun 2011 jumlah rumah sakit di Sumatera Utara adalah 191
unit dengan rincian 57 unit Rumah sakit pemerintah dan 134 rumah sakit swasta
(Dinkes Propsu 2012). Pada awalnya Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara telah
melatih program HDL di 25 rumah sakit, baik rumah sakit pemerintah maupun
program HDL ini diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan. Dinas Kesehatan
Kota Medan telah melaksanakan program strategi DOTS di Rumah Sakit Pemerintah
dan swasta berjumlah 25 rumah sakit. (Dinkes Kota Medan, 2012). Namun dari 25
rumah sakit yang telah dilatih program HDL oleh Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera
Utara terdapat rumah sakit yang belum menjalankan program strategi DOTS ini.
DOTS di Medan secara keseluruhan belum mencapai hasil yang diharapkan. Dari 25
rumah sakit tersebut diketahui 17 rumah sakit telah menjalankan program HDL, 7
rumah sakit belum menjalankan program HDL dengan sempurna dan 1 rumah sakit
Petugas TB rumah sakit yang dilatih program HDL terdiri dari dokter,
paramedis, dan petugas laboratorium. Petugas TB rumah sakit yang telah dilatih oleh
Dinas Kesehatan harus melakukan pencatatan sesuai dengan standar operasional yang
ada dan memberikan pelaporan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai
perkembangan kasus TB yang terdapat di rumah sakit tersebut. Hal-hal yang harus
dilaporkan dari rumah sakit kepada Dinas Kesehatan Kota Medan tersebut antara lain:
Jumlah pasien TB secara keseluruhan (kasus TB BTA +/-), apakah strategi DOTS di
rumah sakit tersebut berjalan atau tidak dengan cara melihat jumlah pasien yang
sembuh (angka kesembuhan dan keberhasilan pengobatan), jumlah pasien yang putus
obat (drop-out), jumlah pasien konversi, dan juga melihat hasil pelaporan dari
laboratorium.
harus sesuai dengan materi program penanggulangan TB yang sudah diberikan pada
saat pelatihan. Menurut Dinas Kesehatan Kota Medan, indikator keaktifan petugas
TB rumah sakit dilihat dari : pelaporan yang harus tepat waktu, seluruh pemeriksaan
dan pengobatan TB harus sesuai dengan tahapan strategi DOTS, dan tidak ada pasien
Kesehatan Kota Medan maka dapat dikatakan petugas TB tersebut tidak aktif dalam
harus digunakan oleh semua profesi yang terkait dalam penanggulangan TB di semua
Tuberculosis Care). ISTC merupakan standar yang harus dipenuhi dalam menangani
pasien tuberkulosis, yang terdiri dari 6 standar untuk penegakan diagnosis, 11 standar
untuk pengobatan dan 4 standar untuk fungsi tanggung jawab kesehatan masyarakat.
Dengan kata lain ketentuan keaktifan di dalam tatalaksana standar tuberkulosis adalah
diketahui tingkat keaktifan petugas rumah sakit dalam pelaksanaan strategi DOTS.
pelayanan maksimal agar dapat memberikan kepuasan pada pasien, sehingga dapat
juga didapatkan data penemuan kasus maupun data keberhasilan pengobatan juga
menurut Dinas Kesehatan Kota Medan, masih ada rumah sakit yang belum
program strategi DOTS di rumah sakit tersebut, dan ini dapat dikatakan bahwa
belum berjalan dengan sempurna, walaupun telah diberikan pelatihan program HDL.
Oleh karena masih adanya rumah sakit yang belum memberikan pelaporan kepada
Dinas Kesehatan Kota Medan, maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian
untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi kinerja petugas rumah sakit terhadap
pelaksanaan strategi DOTS dalam menjalankan program HDL sesuai dengan standar
operasional yang telah diberikan saat pelatihan oleh Dinas Kesehatan tersebut.
petugas rumah sakit dalam pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di rumah sakit
1.2 Permasalahan
TB rumah sakit yang sudah dilatih dengan strategi DOTS di Kota Medan.
pemungkin (Enabling Factors) yaitu sarana dan prasarana atau fasilitas; maupun
pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di rumah sakit yang telah dilatih Program
1.4 Hipotesis
pelatihan, sikap, motivasi; faktor pemungkin (Enabling Factors) yaitu sarana dan
petugas rumah sakit terhadap pelaksanaan strategi DOTS pada pasien TB di rumah
1. Sebagai masukan dan informasi bagi Rumah Sakit mengenai kinerja petugas
2. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi