TEP 15 16 Ros A Ilovepdf Compressed
TEP 15 16 Ros A Ilovepdf Compressed
TESIS
ROSDIYANTI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI EPIDEMIOLOGI
SURABAYA
2016
TESIS
ROSDIYANTI
NIM. 101414553022
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI EPIDEMIOLOGI
SURABAYA
2016
ii
TESIS
Oleh:
ROSDIYANTI
NIM. 101414553022
UNIVERSITAS AIRLANGGA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI EPIDEMIOLOGI
SURABAYA
2016
iii
PENGESAHAN
Mengesahkan
Universitas Airlangga
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Dekan,
Tim Penguji:
iv
PERSETUJUAN
TESIS
Oleh:
ROSDIYANTI
NIM. 101414553022
Menyetujui,
Surabaya, 25 Juli 2016
Prof. Dr. Chatarina U.W, dr., M.S., M.PH Dr. Santi Martini, dr., M.Kes
NIP. 19540916 198303 2 001 NIP. 19660927 199702 2 001
Mengetahui,
Koordinator Program Studi Epidemiologi
Nama : Rosdiyanti
NIM : 101414553022
Program Studi : Epidemiologi
Minat Studi : Epidemiologi
Angkatan : 2014
Jenjang : Magister
menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan tesis
saya yang berjudul:
Apabila suatu saat nanti terbukti saya melakukan tindakan plagiat, maka saya
akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Rosdiyanti
NIM. 101414553022
vi
KATA PENGANTAR
vii
Demikian, semoga tesis ini bisa membari manfaat bagi diri kami sendiri dan
pihak lain yang menggunakan.
Rosdiyanti
viii
SUMMARY
ix
ABSTRACT
xi
DAFTAR ISI
xii
xiii
xiv
xv
xvi
DAFTAR TABEL
xvii
xviii
xix
DAFTAR GAMBAR
xx
DAFTAR LAMPIRAN
xxi
Daftar Singkatan
xxii
xxiii
BAB 1
PENDAHULUAN
tuberculosis menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
mematikan di dunia. Tahun 2013, diperkirakan 9,0 juta orang menderita TB dan
1,5 juta orang meninggal dunia, 360 000 di antaranya adalah HIV positif (WHO,
2014).
setelah India. Jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dari total jumlah pasien
TB di dunia. Setiap tahun ada 429.730 kasus baru dan kematian 62.246 orang.
Insiden kasus TB BTA (Basil Tahan Asam) positif sekitar 102/100.000 penduduk.
RI, 2011). Provinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke dua setelah Jawa Barat
berada di bawah Ditjen Bina Upaya Kesehatan dan P2PL (Pengendalian Penyakit
RI, 2011).
jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang
(Obat Anti Tuberkulosis) yang bermutu serta sistem pencatatan dan pelaporan
yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja
DOTS adalah penemuan dan penyembuhan penderita TB. Target nasional untuk
Case detection rate (CDR) 70% dengan angka kesembuhan (cure rate) minimal
rujukan bisa berjalan, maka harus ada jejaring laboratorium yang berfungsi
dengan baik. Setiap laboratorium tuberkulosis memiliki fungsi, peran, tugas dan
sediaan BTA. Selama ini uji silang BTA dilakukan secara konvensional yaitu
100% sediaan positif ditambah dengan 10% sediaan negatif dengan error rate
<5%. Tahun 2009 Ditjen P2ML Kemenkes RI telah menerapkan metode LQAS
2013).
mendiagnosis pasien, pasien menerima pengobatan yang salah. Hal tersebut akan
berdampak pada peningkatan biaya kesehatan, faktor psikologis, sosial serta akan
memilih spesimen yang bagus yaitu bagian dahak yang kental/purulen (Kemenkes
RI, 2013).
target laboratorium tuberkulosis yang akan dicapai adalah kualitas sediaan untuk
uji silang harus baik yaitu 90%. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Kota Surabaya, masih terdapat kinerja petugas mikroskopis yang
masih kurang baik dalam hal pembuatan sediaan dahak seperti pada gambar 1.1.
87
90
80
61 64
70
60
50 39 36
40
30
13
20
10
0
I II III
Baik Jelek
dengan kategori kinerja baik dan 39% fasilitas kesehatan dengan kategori kinerja
jelek. Periode triwulan II terdapat 64% fasilitas kesehatan dengan ketegori kinerja
kinerja baik dan 36% dengan kategori kinerja jelek. Periode triwulan ke III
terdapat 87% fasilitas kesehatan dengan kategori kinerja baik dan 13% dengan
ketegori kinerja kurang baik, pada periode ini terjadi peningkatan kinerja petugas
yang baik dikarenakan pada akhir periode ke II telah diadakan on job training
80 74
70
61
60 56
50 44
39
40
30 26
20
10
0
I II III
Baik Jelek
dengan kategori kinerja baik dan 26% fasilitas kesehatan dengan kategori kinerja
kurang baik. Periode triwulan II terdapat 56% fasilitas kesehatan dengan ketegori
kinerja kinerja baik dan 44 dengan kategori kinerja jelek. Periode triwulan ke III
terdapat 61% fasilitas kesehatan dengan kategori kinerja baik dan 39% dengan
Pada tahun 2015 terdapat 49.733 sediaan yang diperiksa oleh fasilitas
kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dari sediaan yang
diperiksa tersebut diketahui sediaan yang positif berjumlah 4.651 sediaan, scanty
878 sediaan dan yang negatif sebanyak 44.249 sediaan. Beberapa faktor yang
yang terdiri dari faktor dari dalam laboratorium yang dimulai dari kualitas
Menurut Gibson (1996) ada tiga variabel yang mempengaruhi perilaku dan
Data dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya tahun 2015 bahwa terdapat 75
70% perempuan dan 30% laki laki, dengan umur di atas 23 tahun, dengan latar
belakang pendidikan analis kesehatan dan bukan analis kesehatan, dengan beban
kinerja petugas dengan Case detection rate (CDR) di Puskesmas Kota Makassar
Kota Pekalongan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Badri (2006) menyebutkan
ada hubungan yang bermakna antara pelatihan, persepsi, motivasi, sumber daya
terdapat persamaan karakteristik petugas pada puskesmas dengan error rate (ER)
tinggi dan puskesmas error rate rendah yaitu: jenis kelamin, masa kerja, pelatihan
pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi (2005) tentang kualitas tenaga
tenaga mikroskopis tidak pernah melakukan tahap pra analitik terhadap kualitas
dipisahkan dalam memberikan pelayanan tata laksana pasien TB selain obat anti
komponen kedua dari strategi DOTS akan berperan dan berfungsi maksimal
apabila dilaksanakan oleh sumber daya manusia (SDM) yang terampil dan
daerah yang diikuti oleh penambahan fasyankes, dan kemajuan di bidang teknis
mempunyai fungsi dan peranan yang penting dalam program pemberantasan TB.
Mutu hasil pemeriksaan yang baik dihasilkan oleh laboratorium yang memiliki
kinerja yang baik. Adanya kinerja petugas laboratorium yang masih rendah di
bahan perbandingan dan rujukan bagi penelitian di masa yang akan datang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
paru dapat menyerang organ tubuh lain misalnya kulit akan tetapi sebagian besar
dari paru-paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem
dan estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus per tahun. Jumlah kematian akibat
Asia Tenggara yang mampu mencapai target global TB untuk deteksi kasus dan
keberhasilan pengobatan pada tahun 2006. Pada tahun 2009, tercatat sejumlah
294.732 kasus TB telah ditemukan dan diobati, lebih dari 169.213 diantaranya
4 tahun terakhir adalah sekitar 90% dan pada kohort tahun 2008 mencapai 91%.
13
2.2.1 Etiologi
bengkok yang mempunyai panjang 1-4m dan lebar 0,20,5 m. Pada perbenihan
berbentuk kokoid dan berfilamen, koloni cembung, kering dan warna kuning
gading, bersifat aerob obligat dengan suhu optimum 37C, tidak berspora, dan
pada pewarnaan Ziehl Neelsen kuman berwarna merah dengan latar belakang biru
(Widoyono, 2011).
lain melalui udara pernafasan. Selain itu tuberkulosis usus dapat terjadi jika
tertular kuman TB melalui air susu sapi penderita tuberkulosis. Kuman ini dapat
menular melalui inokulasi kulit. Setelah masuk kedalam tubuh, kuman akan
menyebar ke paru-paru, lalu bersama darah dan limfe menyebar ke berbagai organ
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan
asam (BTA), serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberkulosis juga
tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan aerob. Bakteri
tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100 derajat celcius selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60 derajat celcius selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-90%
selama 15-30 detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat
yang lembab dan gelap (bisa berbulan bulan), namun tidak tahan terhadap sinar
menggunakan pewarnaan Ziehl Neelsen. Pada pewarnaan tahan asam ini akan
terlihat kuman M.tuberculosis berwarna merah dan latar belakang berwarna biru
2.2.2 Patogenesis
Infeksi terjadi biasanya melalui debu atau titik cairan (droplet) yang
mengandung kuman tuberkulosis bicara saat berhadapan dengan orang lain, basil
inkubasinya selama 3-6 bulan. Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan
kualitas paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor
genetik dan faktor penjamu lainnya. Penyakit timbul setelah kuman menetap dan
daya tahan. Perjalanan kuman tuberkulosis dapat langsung melalui aliran limfe,
aliran darah, melalui bronkus dan traktus digestivus. Pada mulanya kuman
ductus thoracicus masuk ke dalam aliran darah dan terus ke organ tubuh. Dapat
pula langsung dari proses perkejuan pecah ke bronkus, disebar ke seluruh paru
gejalanya. Gajala klinis yang terjadi tergantung pada jenis organ yang terinfeksi
kuman ini. Gejala utama TB paru adalah batuk berdahak selama 23 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan. Gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit
paru selain TB, seperti bronkiekstasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru
tubuh, yang dijumpai pada bayi atau penderita berusia lanjut yang daya tahan
toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis
terhadap orang yang kontak dengan pasien TB, terutama keluarga penderita TB
Berdasarkan organ tubuh yang terkena tuberkulosis terbagi atas dua macam
menyerang jaringan (parenkim) paru tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang
organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung,
kelenjar limpe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
yang diperiksa hasilnya positif atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif
hasilnya juga positif. Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasil hasilnya BTA negatif
Tuberkulosis paru BTA negatif, jika kasus tidak memenuhi definisi BTA paru
positif dengan kriteria: paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasil BTA negatif, foto
keparahan penyakitnya yaitu berat dan ringan. Berat bila gambaran fhoto toraks
memperlihatkan gembaran kerusakan paru yang luas atau keadaan umum pasien
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal. TB ekstra
kelamin.
pasien yaitu:
a. Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau
e. Kasus gagal adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau
kembali menjadi positif pada akhir bulan ke 5 (satu bulan sebelum akhir
2.6 Pengobatan
kombinasi lebih dari satu obat menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
dalam jangka panjang secara terus menerus, tidak terputus ditengah pengobatan
(Somantri, 2008).
2.7 Puskesmas
pengunjung
pelayanan kesehatan
10. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan sistem
rujukan.
kerjanya.
lintas program dan lintas sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang
berwawasan kesehatan
gambar 2.2.
FASYANKES
MIKROSKOPIS TB
1. Puskesmas
2. Rumah Sakit
3. Laboratorium Swasta
Ruang ini harus memiliki fentilasi yang cukup melalui pengaturan sirkulasi
Lokasi harus memiliki ventilasi yang baik dan terkena paparan sinar matahari
kumpulan orang banyak, agar memberikan rasa nyaman kepada pasien untuk
Harus tersedia sarana cuci tangan: air mengalir dan sabun cair agar pasien
Akses ke ruang ini hanya terbatas untuk petugas laboratorium, pintu harus
matahari maupun aliran listrik. Letak meja kerja harus dipertimbangkan agar
aliran udara tidak mengarah kepada petugas. Sebaiknya udara mengalir dari
4. Ruang administrasi
dengan ruang kerja laboratoium tetapi harus memiliki meja terpisah (Depkes
RI, 2007).
1. Baju laboratorium. Terbuat dari bahan yang mudah dicuci dan kuat, tertutup
pergelangan tangan dengan ujung berkaret. Baju ini wajib dipakai pada saat
terlebih dahulu didekontaminasi. Baju kerja yang kotor tidak boleh dibawa
pulang.
2. Wadah penampung alat bekas pakai (lidi, pot dahak dan alat tercemar lain)
harus cukup kuat, tidak mudah bocor dan tertutup. Sebaiknya wadah diberi
4. Bahan habis pakai : Sabun cair yang mengandung desinfektan untuk cuci
tangan, Towell Tissue/ Lap untuk mengeringkan tangan setelah cuci tangan.
akan diambil dahaknya harus dicatat dalam formulir TB 06. Harus mencantumkan
nomor urut, nomer identitas sediaan dahak, nama tersangka, umur dan jenis
kelamin, alamat lengkap, tanggal dan hasil pemeriksaan dahak, serta nomor
1. Persiapan pasien
Pasien diberitahu bahwa uji dahak sangat bernilai untuk menentukan status
penyakitnya, karena itu anjuran pemeriksaan SPS untuk pasien baru dan SP untuk
pasien dalam pemantauan pengobatan harus dipenuhi. Dahak yang baik adalah
yang berasal dari saluran nafas bagian bawah, berupa lendir yang berwarna
membersihkan rongga mulut terlebih dahulu dengan berkumur air bersih. Bila ada
kesulitan berdahak pasien harus diberi obat ekspektoran yang dapat merangsang
Olahraga ringan sebelum berdahak juga dapat merangsang dahak keluar. Dahak
adalah bahan infeksius sehingga pasien harus berhati-hati saat berdahak dan
2. Persiapan Alat
Pot dahak bersih dan kering, diameter mulut pot 3,5 cm, transparan,
berwarna bening, dapat menutup dengan erat, bertutup ulir minimal 3 ulir, pot
kuat, tidak mudah bocor. Sebelum diserahkan kepada pasien, pot dahak harus
sudah diberi identitas sesuai identitas/nomor register pada form TB05. Pot dahak
(Pagi): Dahak dikumpulkan pagi segera setelah bangun tidur pada hari
pula arah angin pada saat berdahak. Maka jangan mengambil dahak di
c. Cara Berdahak: beri petunjuk pada pasien untuk kumur dengan air
sebelum berkumur, tarik nafas dalam (2-3 kali) dan setiap kali
hembuskan nafas dengan kuat letakkan pot yang sudah dibuka dekat
keras dari dalam dada, tutup pot dengan rapat dengan cara memutar
(Widoyono, 2011).
menarik nafas dalam beberapa kali. Bila terasa akan batuk, nafas
ditahan selama mungkin lalu disuruh batuk. Malam hari sebelum tidur,
disediakan.
dinding pot yang transparan. Hal-hal yang perlu diamati adalah: Vol 3,5
sediaan dahak.
Cara pembuatan sediaan dahak: Ambil dahak pada bagian yang purulen
dengan lidi, sebarkan diatas kaca sediaan dengan bentuk oval ukuran 2x3
kemudian ratakan dengan gerakan spiral kecil. Jangan membuat gerakan spiral
bila sediaan dahak sudah kering karena akan menyebabkan aerosol. Keringkan
6. Fiksasi
Sediaan yang baik apabila kita masih dapat melihat tulisan secara samar. sediaan
yang benar, tulisan di koran masih terbaca secara samar. Sediaan yang terlalu
tebal, tulisan di koran tidak terbaca. Sediaan yang terlalu tipis, tulisan di koran
yaitu 10% sediaan BTA negatif dan seluruh sediaan BTA positif. Namun pada
tahun 2007 telah diterapkan uji silang dengan metode LQAS (Lot Quality
Konvensional LQAS
Sampling : 100% slide positif Sampling : semua slide mendapat
ditambah 10% slide negatif kesempatan yang sama
Pemilihan slide tergantung dari minat Pemilihan secara acak dengan
petugas menggunakan statistika sederhana
Formulir TB05, TB04 dan TB12 Formulir TB05, TB04 dan TB12 yang
disempurnakan
Penyimpanan dipisahkan antara slide Penyimpanan slide digabung sesuai
positif dan slide negatif dengan TB04
Analisis uji silang adalah Error Rate Berdasarkan derajat kesalahan
Errir Rate >5%= jelek Satu kesalahan besar atau tiga
kesalahan kecil = jelek
Kualitas : sediaan dan pewarnaan Kualitas : spesimen, kebersihan,
ukuran, ketebalan dan rata rata.
Dengan adanya LQAS ini tidak mengubah sistem uji silang tetapi hanya
TB04, setiap sediaan memiliki kesempatan yang sama untuk di uji silang,
Langkah dalam melakukan uji silang LQAS adalah (Depkes RI, 2011):
1. Tentukan jumlah seluruh sediaan: jumlah seluruh sediaan yang positif dan
2. Hitung Slide Positif Rate (SPR) = proporsi sediaan positif diantara seluruh
sediaan
diterima
(6) (4)
(5)
(4)
(2) DINKES
LAB UJI SILANG (I) KAB/KOTA
(3)
(WASOR)
1) Pengambilan sampel oleh wasor
2) Pengiriman sampel oleh wasor(blinded) (4) (1)
3) Hasil pembacaan lab uji silang
4) Umpan balik hasil uji silang
5) Sediaan yang di screpancy ke pembaca II UPK
6) Hasil pembacaan ulang oleh lab II
(b) (c)
(d)
(d)
DINKES
LAB UJI SILANG (I) KAB/KOTA
(a) (WASOR)
a) Pengambilan sampel oleh wasor
b) Pengiriman sampel oleh wasor(blinded)
c) Hasil pembacaan sediaan oleh kontroler
d) Umpan balik hasil uji silang
Gambar 2.4 Alur Uji Silang
mikroskopis TB.
3. Kinerja Baik 80% : Jumlah peserta uji silang dengan hasil pembacaan
dengan 6 unsur kualitas sediaan dahak yang baik yaitu : Ukuran, kerataan,
sebagai berikut :
Keterangan:
Betul : Tidak ada kesalahan
KH ( Kesalahan Hitung) : Kesalahan kecil
NPR (Negatif Palsu Rendah) : Kesalahan kecil
PPR (Positif Palsu Rendah) : Kesalahan kecil
NPT ( Negatif Palsu Tinggi) : Kesalahan besar
PPT ( Positif Palsu Tinggi) : Kesalahan besar
dibanding periode sebelumnya atau kesalahannya lebih tinggi dari rata rata
Sakit, BP4 dan Laboratorium Swasta) agar dapat menilai dirinya sendiri dengan
menunjukkan beratnya penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk mencatat
dengan benar apa yang dilihat. Kemudian dalam pencatatan harus diperiksa
dikembalikan kepada dokter atau UPK yang mengirim (Depkes RI, 2006).
menggunakan ujung kertas tissue yang bersih. Untuk setiap sediaan digunakan
satu kertas tissue. Kemudiaan sediaan disimpan dalam kotak sediaan secara
2.12 Kinerja
kemampuan dan usaha untuk apa yang dikerjakan menghasilkan kerja yang baik.
Kemauan dan usaha dapat menghasilkan motivasi, kemudian setelah ada motivasi
kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang
dan di ukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria
atau standart keberhasilan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan
dan target yang telah ditetapkan maka kinerja pada seseorang tidak dapat
diketahui keberhasilannya.
Menurut Gomes (1997) kenerja adalah hasil yang dicapai atau prestasi
yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu kerja dalam suatu organisasi.
untuk memenuhi kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan
yang diukur berdasarkan kesesuaian tugas dengan uraian tugas yang diberikan.
Guilbert (1977) berpendapat bahwa kinerja adalah sesuatu yang dapat diselesaikan
oleh seseorang seuai dengan bidang dan fungsinya yang dipengaruhi oleh sikap,
adalah sebagian hasil kerja yang telah dicapai seseorang dari tingkah laku
dengan kepuasan kerja dan tingkat besaran imbalan yang diberikan, serta
kemampuan diri dan meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang. Penilaian
kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi dalam mengevaluasi kerja para
melakukan identifikasi dan mengukur kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh karyawan yang dilihat dari kualitas
output, kuantitas output, waktu, kehadiran ditempat kerja dan sikap, untuk itu
kinerja. Bila ditinjau dari segi waktu, metoda, peran atasan dan bawahan maka
1. Evaluasi
atau target yang dirunding secara perorangan agar memiliki fleksibilitas yang
serta standar yang ditetapkan saat perencanaan kinerja ditulis atau di ukur secara
Kekurangan tekhnik ini adalah memakan waktu yang lama. Tujuan berbasis
menilai apakah seseorang kompeten atau tidak, efektif atau tidak, dipromosi atau
tidak dan seterusnya berpijak pada informasi yang diperoleh dari penilaian
kinerja. Eveluasi juga dapat mempengaruhi motivasi kerja, imbalan dan kinerja
2. Pengembangan
pribadi anggota organisasi. Kelebihan dan kekurangan karyawan dapat dilihat dari
sistem penilaian yang sehat. Informasi ini juga dipergunakan untuk umpan balik
sebagai koreksi diri untuk semua unsur, sehingga diharapkan kedepan terjadi
perubahan kearah yang lebih baik. Informasi tantang kelemahan dapat digunakan
penyesuaian konpensasi.
2. Sebagai kriteria untuk validasi suatu alat test. Caranya, hasil test
menyatakan bahwa skor test dapat meramal kinerja. Meskipun demikian, jika
penilaian kinerja tidak dilakukan dengan benar, atau ada pertimbangan lain
pelatihan.
rekrutmen dan seleksi, terciptanya hubungan timbal balik yang sehat antara atasan
kebijakan program atau kegiatan dari suatu organisasi. Kinerja dapat di ukur
termasuk daya adaptasi. Tingkah laku yang dinilai adalah perilaku spesifik ke arah
hasil akhir yang diperoleh apakah sudah mencapai target atau belum
(Sukamawati, 2008).
analisis dan evaluasi kinerja (Sukmawati, 2008). Indikator kinerja harus spesifik
dan jelas , dapat diukur baik kualitatif dan atau kuantitaif, relevan dan dapat
Variabel psikologi
1. Persepsi
2. Sikap
3. Keperibadian
Variabel individu 4. Motivasi
Kemampuan:
1. Pengetahuan
2. Keterampilan
Latar belakang:
1. Keluarga Kinerja
2. Pengalaman Individu
Demografis:
1. Umur
2. Jenis kelamin
Variabel organisasi:
3. Pendidikan
1. Sumber daya (sarana)
2. Kepemimpinan (supervisi)
3. Imbalan
4. Struktur (Lingkungan
Kerja)
5. Desain Pekerjaan
seseorang.
ruang lingkup dan ingatan. Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang
dan pedoman yang ada, menjalankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan.
1. Umur
perubahan kondisi fisik dan metal seseorang sehingga nampak dalam aktifitas
fisik, mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang. Klasifikasi umur
dibagi dua yaitu umur dibawah 40 tahun dan diatas atau sama dengan 40 tahun,
karena pada kedua umur tersebut orang dengan produktivitas tinggi atau
sebaliknya.
2. Jenis kelamin
Dalam hal kemampuan fisik dan kekuatan kerja otot berbeda antara pria dan
dikatakan bahwa secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
3. Masa kerja/pengalaman
Pengalaman atau masa kerja dikaitkan dengan waktu mulai bekerja dimana
kinerja seseorang karena semakin lama masa kerja seseorang, makin cakap
mereka akan lebih baik karena sudah menyusaikan diri dengan pekerjaan (Ahmad,
keterampilan yang pernah diketahuinya dan hal ini akan memberikan rasa percaya
diri dan akan mempunyai sikap ketika menghadapi suatu pekerjaan atau
persoalan, sehingga kualitas kinerja akan lebih baik. Robbins (2003) menyatakan
4. Pendidikan
untuk merubah orang lain baik individu, grup, atau penduduk hingga mereka
lakukan apa yang diinginkan oleh pelaku pendidikan. Definisi Pendidikan yaitu
sistem pengubahan sikap serta tatalaku seseorang atau grup orang didalam usaha
daya.
Analis Kesehatan adalah profesi yang bekerja pada sarana kesehatan yang
terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia
untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor-
bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia yang
5. Motivasi
perbuatan, tindakan, tingkah laku atau perilaku. Menurut Stoner (1982) motivasi
adalah suatu hal yang menyebabkan dan yang mendukung tidakan atau perilaku
kebutuhan individual tertentu. Seseorang yang sangat termotivasi yaitu orang akan
hanya akan memberikan upaya minimum dalam hal ia bekerja, konsep motivasi
merupakan sebuah konsep yang cukup penting dalam studi tentang kinerja
kuatnya kepercayaan bahwa ia akan dapat mencapai target (prestasi kerja), apakah
6. Sikap
atau responden terhadap hal yang terkait dengan kesehatan, sehat sakit dan faktor
yang terkait dengan faktor risiko kesehatan. Sikap merupakan suatu yang
objek, manusia atau peristiwa. Sikap yang kompleks ini dapat lebih mudah
dimengerti dengan mengenal adanya tiga komponen yang berbeda dalam setiap
Faktor yang mempengaruhi kinerja yang berasal dari luar individu adalah
(Suparyanto, 2005):
a. Pelatihan
lainnya.
b. Sumber daya/alat
Kinerja juga dipengaruhi oleh sumber daya, kemampuan, dan kondisi dimana
seseorang bekerja.
c. Insentif
sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan sebagai motivator
keadilan eksternal.
sekarang maupun yang akan datang. Jika kebutuhan pokok terpenuhi maka
d. Lingkungan kerja
fasilitas dan alat bantu dalam pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, dan dapat
e. Beban kerja
Secara konseptual beban kerja dapat ditinjau dari selisih antara energi yang
waktu tertentu. Tingkat beban kerja diperhitungkan dari jumlah waktu yang
telah dipakai untuk mengerjakan suatu tugas sampai selesai. Kedua, manusia
seseorang harus mengerjakan beberapa tugas dalam waktu yang sama maka
energi yang terbatas. Beban kerja adalah volume yang dibebankan kepada
seseorang pekerja dan hal ini merupakan tanggungjawab dari pekerjaan yang
keluhan, tingginya beban kerja karyawan kesehatan atau rumah sakit dapat
diperhitungkan dari jumlah tugas yang dikerjakan pada waktu yang sama.
Semakin banyak tugas yang harus dikerjakan seorang petugas berarti semakin
perilaku dan kinerja individu. Variabel psikologis terdiri dari sub variabel
oleh keluarga, dan pengalaman kerja. Standar beban kerja untuk suatu
menyelesaikan pekerjaan (rata-rata waktu) dan waktu yang tersedia per tahun.
f. Supervisi
supervisi adalah kegiatan bimbingan dan evaluasi kerja yang rutin dilakukan
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
Faktor Individu
Karakteristik responden
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Pendidikan
Kinerja Petugas Laboratorium
dalam Pembuatan Sediaan Dahak
Masa kerja Yang meliputi:
1. Kualitas spesimen
Pelatihan 2. Ukuran sediaan
mikroskopis TB 3. Kerataan sediaan
4. Ketebalan sediaan
Lingkungan kerja 5. Kebersihan sediaan
6. Pewarnaan sediaan
Motivasi 7. Pembacaan sediaan
` 8. Pencatatan sediaan
9. Penyimpanan sediaan
Insentif
Beban kerja
Sikap
Supervisi
Logistik
Laboratorium
Kepemimpinan
Keterangan :
= Variabel yang diteliti
= Variabel yang tidak diteliti
53
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 54
dan di ukur jika individu atau sekelompok karyawan telah mempunyai kriteria
atau standar keberhasilan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, jika tanpa tujuan
dan target yang telah ditetapkan maka kinerja pada seseorang tidak dapat
perubahan kondisi fisik dan metal seseorang sehingga nampak dalam aktifitas
sehari hari. Dalam hal kemampuan fisik dan kekuatan kerja otot berbeda antara
pria dan wanita. Jenis kelamin wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik dan
Pengalaman atau masa kerja dikaitkan dengan waktu mulai bekerja dimana
kinerja seseorang karena semakin lama masa kerja seseorang, makin cakap
mereka akan lebih baik karena sudah menyusaikan diri dengan pekerjaan.
Imbalan yang diterima karyawan baik dalam bentuk fasilitas ataupun honorarium
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kerja yang
karyawan kesehatan atau rumah sakit dapat berefek penurunan terhadap prestasi
kerja. Tingkat beban kerja diperhitungkan dari jumlah tugas yang dikerjakan pada
waktu yang sama. Semakin banyak tugas yang harus dikerjakan seorang petugas
dikarenakan supervisi adalah kegiatan bimbingan dan evaluasi kerja yang rutin
langsung.
2016.
2016.
2016.
2016.
BAB 4
METODE PENELITIAN
Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis terhadap faktor risiko
Rancang bangun dalam penelitian ini adalah cross sectional yaitu untuk
mengamati status paparan penyakit secara serentak pada individu dari populasi
kota Surabaya Provinsi Jawa Timur. Waktu penelitian bulan Februari sampai
58
4.4.1 Populasi
2016.
4.4.2 Sampel
Besar total sampel pada penelitian ini adalah 50 petugas laboratorium yang
( )
( ) ( )
( ) ( )( )( )
( ) ( ) ( )( )
Keterangan:
n : Besar sampel
sampel dari subpopulasi petugas laboratorium yang berada di wilayah kerja Dinas
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Pendidikan
4. Masa kerja
5. Pelatihan
6. Lingkungan kerja
7. Motivasi
8. Insentif
9. Beban kerja
10. Sikap
11. Supervisi
Observasi dengan
lembar ceklis Observasi Kinerja petugas dalam
pembuatan sediaan
Analisis data
Skala
Variabel Definisi operasional Cara pengukuan variabel
Data
Kinerja Hasil kerja dalam pembuatan Observasi dengan lembar Ordinal
sediaan dahak yang dibuat ceklis
oleh responden. Kategori :
Penilaian meliputi: 0. Baik: Jika skor 75%
1. Kualitas specimen 1. Kurang baik : Jika skor
2. Ketebalan sediaan <75%
3. Kerataan sediaan
4. Kebersihan sediaan
5. Ukuran sediaan
Skala
Variabel Definisi operasional Cara pengukuan variabel
Data
3. Kerataan 3. Kerataan sediaan yang di Observasi dengan lembar Nominal
sediaan maksud dalam penelitian ceklis
ini adalah apusan sediaan Kategori :
terlihat merata, tidak 0. Baik : jika tidak terdapat
terdapat daerah yang daerah yang kosong pada
kosong pada kaca sediaan kaca sediaan, dan
responden mendapat nilai
1 pada lembar observasi
1. Kurang baik: jika terdapat
daerah yang kosong pada
kaca sediaan, responden
mendapat nilai <1 pada
lembar observasi
Nominal
4. Kebersihan 4. Kebersihan sediaan yang Observasi dengan lembar
sediaan di maksud dalam ceklis
penelitian ini adalah tidak Kategori :
terdapat kotoran, debu 0. Bersih : Jika tidak terdapat
atau sisa tisue pada kotoran, debu atau sisa
sediaan tisue pada sediaan dan
responden mendapat nilai
1 pada lembar observasi
1. Kotor : Jika terdapat
kotoran, debu atau sisa
tisue pada sediaan dan
responden mendapat nilai
<1 pada lembar observasi
Nominal
5. Ukuran 5. Ukuran sediaan yang Observasi dengan lembar
sediaan dimaksud dalam ceklis
penelitian ini adalah Kategori :
ukuran apusan dahak 0. Baik : jika ukuran apusan
pada kaca sediaan tidak dahak pada kaca sediaan
lebih atau kurang dari yaitu 2x3cm dan
2x3cm mendapat nilai 1 pada
lembar observasi
1. Kurang baik : jika ukuran
apusan dahak pada kaca
sediaan lebih besar atau
lebih kecil dari 2x3cm
dan mendapat nilai<1
pada lembar observasi
Skala
Variabel Definisi operasional Cara pengukuan variabel
Data
Umur Usia responden yang dihitung Wawancara menggunakan Ordinal
dari tanggal kelahiran sampai Kuesioner
saat dilakukannya penelitian. Dalam Tahun/Bulan
Kategori :
0. Umur 40 tahun
1. Umur > 40 tahun
Skala
Variabel Definisi operasional Cara pengukuan variabel
Data
Motivasi Pernyataan responden Wawancara dengan Kuisioner Ordinal
mengenai hal yang 10 pertanyaan
mendorong responden dalam Kategori :
melakukan pembuatan 0. Motivasi tinggi : Jika skor
sediaan dahak 62,5%
1. Motivasi rendah : Jika
skor <62,5%
Insentif Pemberian upah atas kerja Wawancara dengan Kuisioner Ordinal
responden dalam pembuatan 10 pertanyaan
sediaan dahak berupa honor Kategori :
atau gaji 0. Ya : jika skor 62,5%
1. Tidak: jika skor <62,5%
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer
dan sekunder.
masa kerja, pelatihan, lingkungan kerja, motivasi, insentif, beban kerja sikap
Kota Surabaya.
1. Analisis Deskriptif
2. Analisis bivariabel
uji regresi ganda. Dalam menyeleksi variabel kandidat, yaitu bila hasil Chi-
Square menunjukkan p value < 0,25, maka variabel tersebut dapat dilanjutkan
3. Analisis multivariabel
digunakan harus memenuhi dua syarat utama yaitu validitas dan reliabilitas.
Instrumen ini harus diuji coba dulu sebelum diberikan kepada seluruh sampel.
yang valid mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrumen yang kurang valid
memiliki validitas rendah. Untuk mengukur apakah kuesioner yang kita susun
tersebut mampu mengukur yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan
korelasi antara skor (nilai) setiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner
tersebut. Apabila kuesioner telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item
(pertanyaan) dalam kuesioner itu dapat mengukur konsep yang kita ukur.
Validitas menunjukkan apakah alat itu dapat mengukur apa yang akan diukur.
Jika pearson correlation > nilai r tabel maka instrument tes yang diujicobakan
nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n
lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir atau pertanyaan atau indikator
berikut:
Pada penelitian ini, sampel yang digunakan untuk uji coba validitas
motivasi yang terdiri dari 10 pertanyaan secara keseluruhan r hitung lebih besar
dari r tabel yang ditentukan, ini berarti instrumen yang di gunakan untuk
imbalan yang terdiri dari 7 pertanyaan secara keseluruhan r hitung lebih besar dari
r tabel yang ditentukan, ini berarti instrumen yang di gunakan untuk mengukur
beban kerja yang terdiri dari 5 pertanyaan secara keseluruhan r hitung lebih besar
dari r tabel yang ditentukan, ini berarti instrumen yang digunakan untuk
yang terdiri dari 10 pertanyaan secara keseluruhan r hitung lebih besar dari r tabel
yang ditentukan, ini berarti instrumen yang di gunakan untuk mengukur motivasi
supervisi yang terdiri dari 10 pertanyaan secara keseluruhan r hitung lebih besar
dari r tabel yang ditentukan, ini berarti instrumen yang di gunakan untuk
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
Hasil reliabilitas didapatkan dari sebagian kecil dari responden valid, seluruhnya
telah reliabel bahwa r hitung r tabel sebesar (0,4973) sehingga dapat digunakan
motivasi, imbalan, beban kerja, sikap dan supervisi menunjukan nilai cronbach
alpha lebih besar dari nilai yang di tentukan, ini berarti instrumen yang di
BAB 5
112 36112 57 Bujur Timur. Luas wilayah Kota Surabaya adalah 52.087 Ha,
dengan luas daratan 33.048 Ha yang terdiri dari 31 kecamatan dan 160 kelurahan
atau 63,45% dan selebihnya sekitar 19.039 Ha atau 36,55% merupakan wilayah
laut.
73
Berikut adalah daftar kecamatan di Kota Surabaya yang saat ini terbagi
dalam 5 wilayah :
Krembangan
Kota Surabaya terletak di daerah yang strategis sehingga Kota Surabaya dapat
dengan mudah dijangkau melalui jalur darat, udara dan laut. Batas Kota Surabaya
Pencatatan Sipil Kota Surabaya diketahui bahwa Kota Surabaya pada tahun
berikut : pada kelompok umur 1-4 tahun jumlah laki-laki 93.111 jiwa dan
perempuan 88.152 jiwa; pada kelompok umur 15-19 tahun jumlah laki-laki
112.733 jiwa dan perempuan 118.686 jiwa; pada kelompok usia produktif (15-44
751.075 jiwa. Kelompok umur usia lanjut (>65 tahun) dari jenis kelamin
Tabel 5.1 Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan di Kota Surabaya tahun 2016
No. Sarana kesehatan Jumlah
1. Rumah Sakit Umum 37
2. Rumah Sakit khusus 21
3. Balai pengobatan/klinik 187
4. Apotik 869
5. Laboratorium 199
6. Spesialis dasar 37
7. Puskesmas 63
kesehatan yang memadai baik dari segi jumlah maupun kualitas. Tenaga
meliputi tenaga medis (dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi), tenaga
perawat, bidan, tenaga farmasi, tenaga gizi, sanitasi, teknisi medis serta tenaga
Sakit, dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya serta sarana kesehatan lainnya.
Tabel 5.2 Jumlah Tenaga Kesehatan di Wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Surabaya tahun 2016
No. Jenis Tenaga Jumlah
1. Medis 3.845
2. Keperawatan 5.192
3. Bidan 1.397
4. Kefarmasian 2.601
5. Gizi 187
6. Kesehatan masyarakat 269
7. Teknisi Medis 693
8. Analis medis 75
9. Fisioterapis 185
pelatihan, lingkungan kerja, motivasi, insentif, beban kerja, sikap dan supervisi.
lebih banyak dari pada responden yang berumur >40 tahun. Frekuensi umur
Tabel 5.3 Frekuensi Umur Petugas Laboratorium di Kota Surabaya tahun 2016
Umur Frekuensi Persentase (%)
40 tahun 40 80
>40 tahun 10 20
Total 50 100
lebih banyak dari pada jenis kelamin laki-laki. Frekuensi jenis kelamin responden
Tabel 5.4 Frekuensi Jenis Kelamin Petugas Laboratorium di Kota Surabaya tahun
2016
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Perempuan 41 82
Laki-Laki 9 18
Total 50 100
kesehatan lebih banyak dari pada yang bukan berpendidikan analis kesehatan.
Frekuensi pendidikan responden pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.5.
6 tahun lebih banyak dari pada yang memiliki masa kerja >6 tahun. Frekuensi
Tabel 5.6 Frekuensi Masa Kerja Petugas Laboratorium di Kota Surabaya tahun
2016
Masa Kerja Frekuensi Persentase (%)
6 tahun 44 88
> 6 tahun 6 12
Total 50 100
pelatihan lebih banyak dari pada responden yang baik dalam mengikuti pelatihan.
Frekuensi pelatihan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.7.
kerjanya nyaman lebih banyak dari pada yang tidak nyaman. Frekuensi
lingkungan kerja pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.8.
tinggi sebagai petugas mikroskopis lebih banyak dari pada responden yang
sediaan dahak pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9 Frekuensi Motivasi Petugas Laboratorium di Kota Surabaya tahun 2016
Motivasi Frekuensi Persentase (%)
Motivasi Tinggi 33 66
Motivasi Rendah 17 34
Total 50 100
insentif lebih banyak dari pada yang mendapatkan insentif. Frekuensi insentif
yang diterima oleh petugas laboratorium pada penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 5.10.
Tabel 5.10 Frekuensi Insentif Petugas Laboratorium di Kota Surabaya tahun 2016
Insentif Frekuensi Persentase (%)
Ya 12 24
Tidak 38 76
Total 50 100
yang tidak sesuai lebih banyak dari pada yang sesuai. Frekuensi beban kerja
petugas laboratorium pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11 Frekuensi Beban Kerja Petugas Laboratorium di Kota Surabaya tahun
2016
Beban Kerja Frekuensi Persentase (%)
Sesuai 17 34
Tidak Sesuai 33 66
Total 50 100
mendukung lebih banyak dari pada yang tidak mendukung. Frekuensi sikap
petugas laboratorium pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12 Frekuensi Sikap Petugas Laboratorium di Kota Surabaya tahun 2016
Sikap Frekuensi Persentase (%)
Mendukung 42 84
Tidak Mendukung 8 16
Total 50 100
dilaksanakan dalam pembuatan sediaan dahak lebih banyak dari pada yang tidak
perlu. Frekuensi supervisi pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 5.13.
banyak dari pada kualitas spesimen yang baik. Frekuensi kinerja berdasarkan
Penelitian ini menunjukan bahwa ukuran sediaan yang baik lebih banyak
dari pada ukuran sediaan yang kurang baik. Frekuensi kinerja berdasarkan ukuran
banyak dari pada kerataan sediaan yang baik. Frekuensi kerataan sediaan dahak
lebih banyak dari pada ketebalan sediaan dahak yang baik. Frekuensi ketebalan
lebih banyak dari pada yang kotor. Frekuensi kebersihaan sediaan dahak dapat
baik lebih banyak dari pada yang baik. Frekuensi kinerja petugas laboratorium
Tabel 5.19 Frekuensi Kinerja Petugas Laboratorium di Kota Surabaya tahun 2016
Kinerja Petugas Frekuensi Persentase (%)
Kurang Baik 26 52
Baik 24 48
Total 50 100
kurang baik lebih banyak pada umur 40 tahun yaitu 52,5% dibandingkan pada
umur >40 tahun yaitu 50,0%. Distribusi pengaruh umur terhadap kinerja petugas
Tabel 5.20
Distribusi Umur terhadap Kinerja Petugas Laboratorium
Tuberkulosis dalam Pembuatan Sediaan Dahak yang Berkualitas di
Kota Surabaya tahun 2016
Kinerja Petugas
Umur Kurang Baik Baik Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Umur 40 tahun 21 52,5 19 47,5 40 100,0
Umur >40 Tahun 5 50,0 5 50,0 10 100,0
Total 26 52,0 24 48,0 50 100,0
Berdasarkan hasil uji Chi-square pada tabel 5.20 diperoleh nilai p value =
0,887 sehingga secara statistik tidak signifikan (p > 0,05) artinya tidak terdapat
dahak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel umur tidak menjadi variabel kandidat
kurang baik lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki yaitu 66,7% dibandingkan
pada jenis kelamin perempuan yaitu 48,8 %. Distribusi pengaruh jenis kelamin
terhadap kinerja responden di Kota Surabaya tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel
5.21.
0,331 sehingga secara statistik tidak signifikan (p > 0,05) artinya tidak terdapat
sediaan dahak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel jenis kelamin tidak menjadi
variabel kandidat yang akan dimasukkan dalam analisis multivariabel (p > 0,25).
kurang baik lebih banyak pada pendidikan yang bukan analis kesehatan yaitu
0,332 sehingga secara statistik tidak signifikan (p > 0,05) artinya tidak terdapat
sediaan dahak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pendidikan tidak menjadi
variabel kandidat yang akan dimasukkan dalam analisis multivariabel (p > 0,25).
kurang baik lebih banyak pada responden yang memiliki masa kerja 6 tahun
yaitu 54,0% dibandingkan masa kerja >6 tahun yaitu 33,0%. Distribusi pengaruh
0,329 sehingga secara statistik tidak signifikan ( p> 0,05) artinya tidak terdapat
sediaan dahak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel masa kerja tidak menjadi
variabel kandidat yang akan dimasukkan dalam analisis multivariabel (p > 0,25).
baik lebih banyak pada responden yang memiliki masa kerja >6 tahun yaitu
Pada penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran sediaan kurang baik lebih
banyak pada responden yang memiliki masa kerja 6 tahun yaitu 83,3%
dibandingkan pada responden yang memiliki masa kerja >6 tahun yaitu 40,9%.
tuberkulosis di Kota Surabaya tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 5.25.
lebih banyak pada responden yang memiliki masa kerja >6 yaitu 77,3%
dibandingkan pada responden yang memiliki masa kerja 6 tahun yaitu 66,7%.
tuberkulosis di Kota Surabaya tahun 2016 dapat dilihat pada tabel 5.26.
Berdasarkan hasil uji Chi-square pada tabel 5.26 diperoleh nilai p value =
lebih banyak pada responden dengan masa kerja >6 tahun yaitu 59,1%
dibandingkan pada masa kerja 6 tahun yaitu 16,7%. Distribusi ketebalan sediaan
lebih banyak pada masa kerja 6 tahun yaitu 83,3% dibandingkan masa kerja >6
tahun yaitu 81,8%. Distribusi kebersihan sediaan berdasarkan masa kerja petugas
laboratorium tuberkulosis di Kota Surabaya tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel
5.28.
lebih banyak pada responden yang mengikuti kegiatan pelatihan baik yaitu 50,0%
dibandingkan pada resonden yang mengikuti kegiatan pelatihan kurang baik yaitu
tuberkulosis dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016 pada
Tabel 5.30.
0,832 sehingga secara statistik tidak signifikan (p > 0,05) artinya tidak terdapat
sediaan dahak Hal ini menunjukkan bahwa variabel pelatihan tidak menjadi
variabel kandidat yang akan dimasukkan dalam analisis multivariabel (p > 0,25).
baik lebih banyak pada responden yang mengikuti pelatihan kurang baik yaitu
Berdasarkan hasil uji Chi-square pada Tabel 5.31 diperoleh nilai p value =
lebih banyak pada responden yang mengikuti pelatihan baik yaitu 56,6%
dibandingkan yang kurang baik baik yaitu 40,6%. Distribusi ukuran sediaan
Tabel 5.32
Distribusi Ukuran Sediaan berdasarkan Pelatihan Petugas
Laboratorium Tuberkulosis di Kota Surabaya tahun 2016
Ukuran Sediaan
Pelatihan Kurang Baik Baik Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Kurang Baik 13 40,6 19 59,4 32 100,0
Baik 10 56,6 8 44,4 18 100,0
Total 23 46,0 27 54,0 50 100,0
Berdasarkan hasil uji Chi-square pada tabel 5.32 diperoleh nilai p value =
lebih banyak pada responden yang mengikuti pelatihan baik yaitu 88,9%
lebih banyak pada responden yang mengikuti pelatihan baik yaitu 66,7%
banyak pada responden yang mengikuti pelatihan baik yaitu 88,9% dibandingkan
yang mengikuti pelatihan kurang baik yaitu 78,1%. Distribusi kebersihan sediaan
sediaan dan kebersihan sediaan berdasarkan pelatihan terdapat pada Tabel 5.36
Tabel 5.36 Hasil Akhir Kinerja (Kualitas Spesimen, Ukuran Sediaan, Kerataaan
Sediaan, Ketebalan Sediaan dan Kebersihan) berdasarkan Pelatihan
Petugas Mikroskopis Tuberkolosis di Kota Surabaya tahun 2016
No. Variabel p value
1. Kualitas spesimen 0,015
2. Ukuran sediaan 0,309
3. Kerataan sediaan 0,109
4. Ketebalan sediaan 0,179
5. Kebersihan sediaan 0,432
kurang baik lebih banyak pada responden yang merasa lingkungan kerja kurang
nyaman yaitu 83,3% dibandingkan yang nyaman yaitu 33,3%. Distribusi pengaruh
pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016 pada Tabel 5.37.
0,001 sehingga secara statistik signifikan (p < 0,05) artinya terdapat pengaruh
dahak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel lingkungan kerja menjadi variabel
baik lebih banyak pada responden yang memiliki motivasi tinggi yaitu 60,6%
dibandingkan pada motivasi rendah yaitu 23,5%. merasa lingkungan kerja kurang
nyaman yaitu 83,3% dibandingkan yang nyaman yaitu 33,3%. Distribusi pengaruh
0,013 sehingga secara statistik signifikan (p < 0,05) artinya terdapat pengaruh
Hal ini menunjukkan bahwa variabel motivasi menjadi variabel kandidat yang
baik lebih banyak pada responden yang diberikan insentif yaitu 83,3%
Berdasarkan hasil uji Chi-square pada tabel 5.39 diperoleh nilai p value =
0,005 sehingga secara statistik signifikan (p < 0,05) artinya terdapat pengaruh
Hal ini menunjukkan bahwa variabel insentif menjadi variabel kandidat yang akan
yang baik lebih banyak pada responden yang beban kerja yang sesuai yaitu 76,5%
dibandingkan yang kurang kerja tidak sesuai yaitu 66,7%. Distribusi pengaruh
0,004 sehingga secara statistik signifikan (p < 0,05) artinya terdapat pengaruh
dahak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel beban kerja menjadi variabel
baik lebih banyak pada responden yang memiliki sikap mendukung yaitu 52,4%
dibandingkan yang memiliki sifat yang tidak mendukung yaitu 25,0%. Distribusi
pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel
5.41.
0,155 sehingga secara statistik signifikan (p < 0,05) artinya terdapat pengaruh
sikap terhadap kinerja petugas laboratorium dalam pembuatan sediaan dahak. Hal
ini menunjukkan bahwa variabel sikap menjadi variabel kandidat yang akan
kurang baik pada responden yang menyatakan perlu dan tidak perlu supervisi
0,443 sehingga secara statistik tidak signifikan (p > 0,05) artinya tidak terdapat
sediaan dahak. Hal ini menunjukkan bahwa variabel supervisi tidak menjadi
variabel kandidat yang akan dimasukkan dalam analisis multivariabel (p > 0,25).
Adapun rangkuman hasil uji Chi-square pada penelitian ini dapat terlihat
Tabel 5.43 menunjukkan bahwa variabel yang akan dimasukkan dalam uji
regresi logistik ganda adalah lingkungan kerja, motivasi, insentif, beban kerja dan
sikap.
motivasi, insentif, beban kerja dan sikap. Sedangkan variabel yang tidak masuk
dalam analisis multivariabel adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja,
lingkungan kerja dan beban kerja dan insentif merupakan faktor yang paling
BAB 6
PEMBAHASAN
terhadap kinerja personel (Ilyas, 1999). Pembahasan dalam penelitian ini mengacu
pada tujuan yang telah dirumuskan dan berdasarkan hasil analisis penelitian.
meliputi variabel bebas (umur, jenis kelamin, pendidikan, masa kerja, lingkungan
kerja, pelatihan, motivasi, insentif, beban kerja, sikap dan supervisi) dan variabel
fisik, mental, kemampuan kerja dan tanggung jawab seseorang. Deva (2005)
klasifikasi umur dibagi dua yaitu umur dibawah 40 tahun dan diatas atau sama
dengan 40 tahun, karena pada kedua umur tersebut orang dengan produktivitas
100
pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh
sediaan dahak. Selain itu hal ini terjadi kemungkinan disebabkan sebaran data
hipotesis. Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh War (1994) menyatakan
bahwa usia tidak berpengaruh dengan kinerja, dikarenakan setiap kategori usia
nampak dalam aktifitas sehari hari. Hal senada juga pada penelitian Robbins
kemampuan fisik dan kultural. Jenis kelamin harus diperhatikan berdasarkan sifat
sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hal ini disebabkan oleh distribusi
responden yang berjenis kelamin laki laki dan perempuan yang tidak merata pada
hipotesis.
dikatakan bahwa secara umum tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
kelamin hanyalah perbedaan fisik dan psikologis. Hal yang sama juga di
ungkapkan oleh Sulistyiorini (2010) dalam hasil penelitian tentang faktor yang
Bantul.
daya.
Analis Kesehatan adalah profesi yang bekerja pada sarana kesehatan yang
terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan bukan berasal dari manusia
untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor-
(Patelki, 2012).
(Kepmenkes, 2001). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Arif
Pengalaman atau masa kerja dikaitkan dengan waktu mulai bekerja dimana
kinerja seseorang karena semakin lama masa kerja seseorang, makin cakap
mereka akan lebih baik karena sudah menyusaikan diri dengan pekerjaan. Banyak
pengalaman yang dimiliki, maka semakin banyak pula keterampilan yang pernah
diketahuinya dan hal ini akan memberikan rasa percaya diri dan akan mempunyai
sikap ketika menghadapi suatu pekerjaan atau persoalan, sehingga kualitas kinerja
tuberkulosis dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hal
ini disebabkan masa kerja petugas laboratorium tuberkulosis baik yang sudah
lama bekerja sebagai laboran maupun belum lama, semua diikutsertakan dalam
memiliki pemahaman dan keterampilan yang sama. Selain itu kemungkinan hal
ini terjadi karena sebaran data yang tidak merata, sehingga memerlukan banyak
Kabupaten Kendal yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh masa kerja
penderita tuberkulosis.
Penelitian yang dilakukan oleh Rye dkk (2009) di Kota Palu provinsi
Sulawesi Tengah juga menyatakan hal yang sama bahwa tidak terdapat pengaruh
masa kerja terhadap penemuan kasus tuberkulosis. Pada penelitian Arianti (2005)
di Kabupaten Buleleng juga sejalan. Hasil penelitian tersebut sesuai pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kurniati (2011) yang menyebutkan bahwa tidak
ada hubungan antara masa kerja dengan kinerja petugas, petugas dengan masa
kerja baru atau lama memberikan kontribusi yang sama bagi keberhasilan
dilakukan oleh Khoirudin (2013) yang menyebutkan bahwa lama nya masa kerja
tidak berpengeruh secara statistika antara masa kerja dengan kinerja tenaga
pelatihan yang mengacu pada standart kualifikasi keterampilan atau keahlian yang
tuberkulosis dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hal
ini dikarenakan sebaran data yang tidak merata, sehingga memerlukan banyak
sampel untuk menjawab hipotesis. Selain itu hal ini terjadi karena semua petugas
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hariadi dkk
(2009) yang menyebutkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara
dilakukan oleh Devisa (2010) di Kabupaten Bengkulu menyatakan hal yang sama
paru di Puskesmas.
kerja yang baik atau menciptakan kondisi kerja yang mampu memberikan
semangat kerja karyawan. Pengertian lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang
ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan
adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi
dua macam yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik
keadaan berbentuk fisik yang terdapat disekitar tempat kerja yang dapat
lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan
dengan hubungan kerja, baik hubungan kerja dengan atasan maupun hubungan
kerja yang nyaman, aman dan menyenangkan merupakan salah satu cara
tuberkulosis dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hal
ini dikarenakan pada saat penelitian banyak Puskesmas yang berada di Kota
dan prasarana kerja yang ada di sekitar karyawan yang sedamg melalukan
meliputi tempat bekerja, fasilitas dan alat bantu dalam pekerjaan, kebersihan,
Penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini dilakukan oleh Sukmawati
kinerja karyawan.
modal untuk berfungsinya suatu organisasai. Alat kerja yang canggih disertai
berpengaruh terhadap produktifitas kerja dan kualitas kerja. Menurut Lewa dan
Subono (2005) bahwa lingkungan kerja didesain sedemikian rupa agar dapat
kerja yang menyenangkan dapat membuat para karyawan merasa betah dalam
karyawan.
inisiatif penggerak perilaku seseorang secara optimal, hal ini disebabkan karena
motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan dan mental manusia seperti aneka
ketidakseimbangan.
optimal, hal ini disebabkan karena motivasi merupakan kondisi internal, kejiwaan
dan mental manusia seperti aneka keinginan, harapan, kebutuhan, dorongan dan
tujuan, dalam hal ini adalah kinerja seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar
Menurut Stoner (1982) motivasi adalah suatu hal yang menyebabkan dan
yang mendukung tidakan atau perilaku seseorang yang merupakan hasil sejumlah
proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seseorang individu yang
kegiatan-kegiatan tertentu.
dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hal ini disebabkan
oleh hampir semua responden memiliki motivasi yang tinggi dalam pembuatan
sediaan dahak. Hasil ini sejalan dengan penelitian oleh Suardiana (2006) yang
Namun hasil ini berbeda dengan Melayu (2003) dan Asat (2004) yang
petugas mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang
tinggi.
semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tidak langsung
yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada
penghargaan berdasarkan kinerja dan berdasarkan senioritas atau jumlah jam kerja
(Wibowo, 2007).
dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hasil ini sesuai
dengan Stoner (2000) yang menyatakan bahwa insentif atau imbalan yang
ekonomi sekarang maupun yang akan datang, jika kebutuhan pokok terpenuhi
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Akhmadi (2011) yang menilai
dapat berkontribusi terhadap kinerja yang lebih baik terhadap pelayanan kesehatan
petugas TB. Hal ini ditunjukkan dimana insentif yang diberikan dapat mendorong
pada kinerja pelayanan kesehatan dalam pengobatanTB. Hal yang sama juga
baik kompensasi yang diterima oleh pegawai, maka kinerja pegawai juga semakin
kepada para pegawai maka mereka akan lebih semangat lagi dalam melakukan
pekerjaan dan menghasilkan kinerja yang baik juga. Begitu juga dengan
akan diberikan kepada para pegawai harus sesuai dengan kinerja yang mereka
hasilkan agar mereka bisa termotivasi dan bisa lebih semangat lagi dalam bekerja.
Hal ini harus lebih ditingkatkan lagi agar kinerja karyawan tidak akan menurun
faktor seperti keahlian dalam bekerja, keahlian seseorang dalam bekerja harus
mereka lakukan sesuai dengan keahlian maka kompensasi yang diberikan kepada
mereka juga sesuai dengan apa yang mereka lakukan. Dengan itu juga mereka
akan termotivasi dalam bekerja dan mereka bisa mendapatkan prestasi kerja
Secara konseptual beban kerja dapat ditinjau dari selisih antara energi yang
tersedia pada setiap pekerjaan dengan energi yang diperlukan untuk mengkerjakan
suatu tugas dengan sukses. Konsep yang mendasari pengukuran kinerja adalah
kerja diperhitungkan dari jumlah waktu yang telah dipakai untuk mengerjakan
suatu tugas sampai selesai. Kedua, manusia hanya memiliki kapasitas energi yang
dalam waktu yang sama maka akan terjadi kompensasi prioritas antar tugas-tugas
tuberkulosis dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hal
(darah, urin, feses) dikerjakan sendiri tanpa bantuan petugas lain, Selain itu
yang dirasakan oleh responden juga disebabkan pada saat dilakukannya penelitian
General Check up. Hasil penelitian ini sejalan dengan Ilyas (2001) yang
menyatakan bahwa beban kerja yang terlalu berat dapat menurunkan kinerja
karyawan.
atau penilaian orang atau responden terhadap hal yang terkait dengan kesehatan,
sehat sakit dan faktor yang terkait dengan faktor resiko kesehatan.
dan kompetensi seorang analis kesehatan yang bertugas di Puskesmas. Hal ini
yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh sikap terhadap kinerja petugas
evaluasi kerja yang rutin dilakukan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja
perbaikan.
tuberkulosis dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya tahun 2016. Hal
ini dikarenakan sebaran data yang tidak merata, sehingga memerlukan banyak
sampel untuk menjawab hipotesis. Selain itu supervisi yang dilakukan tidak
bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawati dkk (2012)
yang menyebutkan bahwa ada hubungan antara persepsi petugas tentang supervisi
Kota Pekalongan. Begitu pula dengan Ilyas (2002) menyatakan bahwa supervisi
merupakan proses yang memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi positif.
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
disimpulkan bahwa:
2016.
2016.
2016.
116
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 117
2016.
7.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Dian A.L. (2011). Hubungan Kinerja Petugas Dengan Case Detection Rate di
Puskesmas Kota Makasar, Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanudin Makasar.
Dinas Kesehatan Kota Surabaya. (2014). Profil Kesehatan Kota Surabaya Tahun
2014. Kota Surabaya.
119
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 120
Guilbert J.J. (1977). Educational Hand Book for Health Personal. WHO.
Terjemahan W.F Maramis.
Hariadi E., Iswanto., Ahmad R.A. (2009). Hubungan Faktor Petugas Puskesmas
dengan Cakupan Penderita Tuberculosis Paru BTA Positif. Berita
Kedokteran Masyarakat, Vol 25, no 4.
Hasibuan P.S. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta:
PT.Bumi Aksara.
Ilyas Y. (2002). Kinerja, Teori, Penilaian dan Penelitian. Jakarta: Pusat Kajian
Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Lemeshow S., David W.H., Jennelle K., Stephen K.L. (1997). Besar Sampel
dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Lewa., Subono (2005). Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Lubis K.A. (2008). Pengaruh Pelatihan Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Pada PT.Perkebunan Nusantara IV (PERSERO) Medan.
Tesis, Universitas Sumatra Utara.
Program Pasca Sarjana. (2004). Pedoman penulisan tesis dan desertasi, program
Pasca Sarjana Universitas Airlangga.
Sunyoto D. (2012). Teori, Kuesioner, dan Anlisis Data Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: CAPS.
Warr P. (1994). A conceptualframework for the study of work and mental health,
Work and stress.
Saat ini sedang melakukan penelitian tentang Analisis faktor yang mempengaruhi kinerja
petugas laboratorium tuberkulosis dalam pembuatan sediaan dahak di Kota Surabaya
tahun 2016
Nama :
Unit Kerja :
1. Judul penelitian
5. Prosedur penelitian
Surabaya, 2016
Responden Peneliti
( ) (Rosdiyanti, S.ST)
Saksi
( )
125
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 126
Lampiran 3
PANDUAN OBSERVASI
PEMBUATAN SEDIAAN APUSAN DAHAK OLEH PETUGAS LABORATORIUM
DI KOTA SURABAYA
BIODATA RESPONDEN
Nama
Umur ...... Tahun
Jenis Kelamin 1. Pria 2. Wanita
Pendidikan 1. Analis Kes 2. Non Analis Kes
Lama masa kerja ......Tahun
126
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 127
No Pernyataan Ya Tidak
1 Ruang kerja laboratorium memiliki
ventilasi
2 Di laboratorium terdapat kran air
yang mengalir.
3 Ruang laboratorium tidak sempit
4 Pencahayaan di laboratorium cukup
5 Tersedia ruangan khusus
laboratorium untuk pembuatan
sediaan dahak
6. Tersedia ruangan khusus tempat
pasien mengeluarkan dahak dan
SOP pengumpulan dahak
7 Sirkulasi udara baik
No Pernyataan Ya Tidak
1 Saya pernah mengikuti pelatihan
mikroskopis TB
2 Saya sudah mengikuti pelatihan
mikroskopis TB >3kali dalam 3
tahun terakhir
3 Pelatihan mikroskopis TB sangat
berguna untuk menambah
keterampilan saya dalam
pembuatan sediaan
4 Pelatihan mikroskopis TB
dilakukan 2 kali dalam 1 tahun
5 Pelatihan hanya dilakukan bila
kinerja dalam pembuatan sediaan
jelek
Lampiran 4
LEMBAR KUESIONER
Petunjuk pengisian :
Pilih salah satu jawaban menurut keyakinan saudara/i yang sesuai dengan situasi dan kondisi
saat ini, dengan cara memberi tanda silang ( ) pada kolom yang sesuai untuk pertanyaan
berikut :
Keterangan
Skor 1 : Bila responden menjawab sangat tidak setuju pada daftar pertanyaan
128
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 129
7 Supervisi membantu
menyelesaikan masalah yang ada
di laboratorium
8 Hasil supervisi dikirim (umpan
balik) ke puskesmas
9 Supervisi dilaksanakan oleh dinas
kesehatan
10 Semakin sering supervisi semakin
baik
KAJI ETIK
133
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 134
Lampiran 6
ANALISIS DATA
3. Frekuensi Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Analis Kesehatan 49 98,0 98,0 98,0
Valid Non Analis Kesehatan 1 2,0 2,0 100,0
Total 50 100,0 100,0
134
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 135
6. Frekuensi Pelatihan
Pelatihan
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Baik 18 36,0 36,0 36,0
Valid Kurang Baik 32 64,0 64,0 100,0
Total 50 100,0 100,0
7. Frekuensi Motivasi
Motivasi
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Motivasi Tinggi 33 66,0 66,0 66,0
Valid Motivasi Rendah 17 34,0 34,0 100,0
Total 50 100,0 100,0
8. Frekuensi Insentif
Insentif
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Ya 12 24,0 24,0 24,0
Valid Tidak 38 76,0 76,0 100,0
Total 50 100,0 100,0
12. Kinerja
kinerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
baik 24 48,0 48,0 48,0
Valid Buruk 26 52,0 52,0 100,0
Total 50 100,0 100,0
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Exact Sig. Exact
Sig. (2- (2-sided) Sig. (1-
sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,020 1 ,887
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,020 1 ,887
Fisher's Exact Test 1,000 ,582
Linear-by-Linear ,020 1 ,889
Association
N of Valid Cases 50
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 4.80.
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,946a 1 ,331
Continuity Correctionb ,365 1 ,546
Likelihood Ratio ,964 1 ,326
Fisher's Exact Test ,467 ,275
Linear-by-Linear ,927 1 ,336
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
4.32.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square ,942 1 ,332
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio 1,327 1 ,249
Fisher's Exact Test 1,000 ,520
Linear-by-Linear ,923 1 ,337
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
.48.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value Df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square ,952 1 ,329
Continuity Correctionb ,292 1 ,589
Likelihood Ratio ,964 1 ,326
Fisher's Exact Test ,409 ,295
Linear-by-Linear ,933 1 ,334
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
2.88.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 11,063 1 ,001
Continuity Correctionb 9,188 1 ,002
Likelihood Ratio 11,831 1 ,001
Fisher's Exact Test ,001 ,001
Linear-by-Linear 10,841 1 ,001
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.64.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square ,045a 1 ,832
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,045 1 ,832
Fisher's Exact Test 1,000 ,532
Linear-by-Linear ,044 1 ,834
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.64.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6,179a 1 ,013
Continuity Correctionb 4,783 1 ,029
Likelihood Ratio 6,433 1 ,011
Fisher's Exact Test ,018 ,013
Linear-by-Linear 6,056 1 ,014
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.16.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 7,898a 1 ,005
Continuity Correctionb 6,145 1 ,013
Likelihood Ratio 8,405 1 ,004
Fisher's Exact Test ,007 ,006
Linear-by-Linear 7,740 1 ,005
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.76.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 8,365a 1 ,004
Continuity Correctionb 6,726 1 ,010
Likelihood Ratio 8,675 1 ,003
Fisher's Exact Test ,007 ,004
Linear-by-Linear 8,197 1 ,004
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.16.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 2,018a 1 ,155
Continuity Correctionb 1,071 1 ,301
Likelihood Ratio 2,108 1 ,147
Fisher's Exact Test ,250 ,151
Linear-by-Linear Association 1,978 1 ,160
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3.84.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square ,588 1 ,443
Continuity Correctionb ,110 1 ,741
Likelihood Ratio ,600 1 ,439
Fisher's Exact Test ,669 ,373
Linear-by-Linear Association ,576 1 ,448
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.88.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square ,100 1 ,752
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,099 1 ,753
Fisher's Exact Test 1,000 ,543
Linear-by-Linear ,098 1 ,755
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,64.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 3,826 1 ,050
Continuity Correctionb 2,308 1 ,129
Likelihood Ratio 4,053 1 ,044
Fisher's Exact Test ,082 ,064
Linear-by-Linear 3,749 1 ,053
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,76.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,326a 1 ,568
Continuity Correctionb ,004 1 ,951
Likelihood Ratio ,305 1 ,581
Fisher's Exact Test ,621 ,447
Linear-by-Linear ,319 1 ,572
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,44.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square 3,826a 1 ,050
Continuity Correctionb 2,308 1 ,129
Likelihood Ratio 4,053 1 ,044
Fisher's Exact Test ,082 ,064
Linear-by-Linear 3,749 1 ,053
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,76.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square ,008a 1 ,928
Continuity Correctionb ,000 1 1,000
Likelihood Ratio ,008 1 ,927
Fisher's Exact Test 1,000 ,707
Linear-by-Linear ,008 1 ,929
Association
N of Valid Cases 50
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,08.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 5,864 1 ,015
Continuity Correctionb 4,515 1 ,034
Likelihood Ratio 5,929 1 ,015
Fisher's Exact Test ,020 ,017
Linear-by-Linear 5,747 1 ,017
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,92.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 1,034 1 ,309
Continuity Correctionb ,520 1 ,471
Likelihood Ratio 1,034 1 ,309
Fisher's Exact Test ,382 ,235
Linear-by-Linear 1,013 1 ,314
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,28.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
(2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 2,562 1 ,109
Continuity Correctionb 1,576 1 ,209
Likelihood Ratio 2,801 1 ,094
Fisher's Exact Test ,170 ,102
Linear-by-Linear 2,510 1 ,113
Association
N of Valid Cases 50
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,32.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
a
Pearson Chi-Square 1,817 1 ,178
Continuity Correctionb 1,107 1 ,293
Likelihood Ratio 1,844 1 ,175
Fisher's Exact Test ,241 ,146
Linear-by-Linear 1,780 1 ,182
Association
N of Valid Cases 50
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,28.
b. Computed only for a 2x2 table
Logistic Regression
Dependent Variable
Encoding
Original Internal
Value Value
baik 0
Buruk 1
Classification Tablea,b
Observed Predicted
kinerja Percentage
baik Buruk Correct
baik 0 24 ,0
kinerja
Buruk 0 26 100,0
Step 0
Overall 52,0
Percentage
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Model Summary
Step -2 Log Cox & Snell Nagelkerke
likelihood R Square R Square
a
1 40,814 ,434 ,578
2 42,822b ,410 ,547
b
3 45,516 ,378 ,504
a. Estimation terminated at iteration number 6
because parameter estimates changed by less than
.001.
b. Estimation terminated at iteration number 5
because parameter estimates changed by less than
.001.
1 4 3,941 0 ,059 4
2 5 4,660 0 ,340 5
3 3 5,110 3 ,890 6
4 6 5,012 2 2,988 8
6 1 1,095 3 2,905 4
7 0 ,816 4 3,184 4
8 1 ,759 5 5,241 6
9 0 ,262 8 7,738 8
1 5 4,842 0 ,158 5
2 4 3,605 0 ,395 4
3 4 5,662 3 1,338 7
4 3 2,341 1 1,659 4
Step 2
5 6 5,117 4 4,883 10
6 1 1,704 6 5,296 7
7 1 ,508 4 4,492 5
8 0 ,221 8 7,779 8
1 5 4,855 0 ,145 5
Step 3
2 5 4,290 0 ,710 5
3 6 6,871 3 2,129 9
4 0 ,855 2 1,145 2
5 6 5,758 8 8,242 14
6 1 ,499 1 1,501 2
7 1 ,872 12 12,128 13
Classification Tablea
Observed Predicted
kinerja Percentage
baik Buruk Correct
baik 19 5 79,2
kinerja
Buruk 5 21 80,8
Step 1
Overall 80,0
Percentage
baik 22 2 91,7
kinerja
Buruk 8 18 69,2
Step 2
Overall 80,0
Percentage
baik 16 8 66,7
kinerja
Buruk 3 23 88,5
Step 3
Overall 78,0
Percentage
a. The cut value is .500
Lampiran 7
DOKUMENTASI PENELITIAN
163
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA 164
165
TESIS ANALISIS FAKTOR YANG ... ROSDIYANTI