Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

RETINOPATI DIABETIKUM

Oleh :
Lara Meiza Anindia
2012730056

Dokter Pembimbing :
dr. Hj. Riana Azmi Bastari, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK STASE ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SEKARWANGI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis

dapat menyelesaikan Referat mengenai Retinopati Diabetikum ini tepat pada

waktunya. Tidak lupa penulis mengucapkan terimah kasih kepada dr. H. Riana Azmi

Bastari, Sp.M yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan kasus

ini. Terima kasih juga kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

tugas ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan


penulisan laporan kasus ini. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca pada
umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

Sekarwangi, Februari 2017

Lara Meiza Anindia


PEMBAHASAN

Definisi
Retinopati diabetic adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada
penderita diabetes mellitus. Retinopati ini tidak disebabkan oleh proses radang.
Retinopati akibat diabetes mellitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena,
perdarahan dan eksudat lemak. Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan
membrane basal endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit.
Epidemiologi
Retinopati diabetes merupakan penyulit diabetes yang paling sering. Hal ini
dikarenakan insidennya yang cukup tinggi yaitu 40 50% penderita DM dan
prognosisnya yang kurang baik terutama bagi penglihatan.
Di Amerika Serikat terdapat kebutaan 5000 orang pertahun akibat retinopati
diabetes, sedangkan di Inggris retinopati diabetes merupakan penyebab kebutaan
nomor 4 dari seluruh penyebab kebutaan.

Faktor Resiko
Faktor resiko retinopati diabetic antara lain :
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa dengan
DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50 tahun sekitar 50%
dan setelah 30 tahun mencapai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perubahan retinopati diabetik
3. Tipe diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe II dengan
kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2 setelah 15 tahun.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati diabetik
meliputi kontrol diabetes perkembangan dari preeklamsi serta ketidakseimbangan
cairan.
5. Hipertensi, yang tidak terkontrol biasanya dikaitkan dengan bertambah beratnya
retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik proliferatif pada DM tipe 1
dan II.
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya terapi
penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan dengan perbaikan
retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih baik.
7. Faktor resiko lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan hiperlipidemia.
Klasifikasi Retinopati Diabetik
Ada banyak klasifikasi retinopati diabetic yang dibuat oleh para ahli. Pada
umumnya klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan
atau tidak adanya pembentukan pembuluh darah baru di retina.
Tabel 1 Klasifikasi Retinopati Diabetik
Tahap Deskripsi
Tidak ada Tidak ada tanda tanda abnormal yang ditemukan pada retina .
retinopati Penglihatan normal.
Makulopati Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina,dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang; mengancam penglihatan
Praproliferatif Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan
mungkin terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi
vasoproliferatif dari retina yang menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah baru di lempeng optic (NVD) atau di tempat
laian para retina (NVE). Penglihatan normal, mengancam
penglihatan.
Lanjut Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam
vitreus atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik
dari epitel pigmen dibawahnya oleh proliferasi fibrosa yang
berkaitan dengan pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan
berkurang, sering akut dengan perdarahan vitreus; mengancam
penglihatan

Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi


retinopati diabetic atas non-proliferatif dan proliferative. Retinopati diabetic
digolongkan ke dalam retinopati diabetic non-proliferatif (RDNP) apabila hanya
ditemukan perubahan mikroavaskular dalam retina. Neovaskuler merupakan tanda
khas retinopati diabetic proliferative.
Tabel 2 Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif Retinopati Diabetik Proliferatif
- Retinopati non-proliferatif minimal : - Retinopati proliferative ringan (tanpa
terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena, risiko tinggi) : bila ditemukan minimal
mikroaneurisma, perdarahan intraretina adanya neovaskular pada diskus (NVD)
yang kecil atau eksudat keras. yang mencakup < dari daerah diskus
- Retinopati non-proliferatif ringan tanpa disertai perdarahan pre-retina atau
sedang : terdapat 1 tanda berupa vitreus, atau neovaskular dimana saja di
dilatasi vena derajat ringan, perdarahan, retina (NVE) tanpa disertai perdarahan
eksudat keras, eksudat lunak atau IRMA pre-retina atau vitreus.
- Retinopati non-proliferatif berat : - Retina proliferative risiko tinggi :
terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan apabila ditemukan 3 atau 4 dari factor
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, resiko sebagai berikut: a) ditemukan
dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA pembuluh darah baru dimana saja di
pada 1 kuadran retina; b) ditemukan pembuluh darah
- Retinopati non-proliferatif sangat berat: baru pada atau dekat diskus optikus
ditemukan 2 tanda pada retinopati non- c) pembuluh darah baru yang tergolong
proliferatif berat. sedanga atau berat yang mencakup >
daerah diskus: d) perdarahan vitreus.
Adanya pembuluh darah baru yang jelas
pada diskus optikus atau setiap adanya
pembuluh darah baru yang disertai
perdarahan, merupakan dua gambaran
yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferative dengan resiko
tinggi.
Gambar 1 : Funduskopi pada NPDR. Mikroaneurisma, hemorrhages
intraretina (kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada
retina (panah), cotton wool spots menandakan infark serabut saraf dan eksudat
halus (kepala panah hitam).

Gambar 2 :Funduskopi pada PDR. Tanda panah menunjukkan adanya pre-retinal


neovaskularisation.

Etiologi dan Patogenesis


Meskipun penyebab retinopati diabetic sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, namun keadaan hiperglikemia lama dianggap sebagai factor resiko utama.
Lamanya terpapar hiperglikemia menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang
akhirnya menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan
abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan dengan
prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi platelet yang meningkat,
2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas lipid serum, 4) abnormalitas
serum dan viskositas darah.
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf.
Kesehatan dan aktivitas metabolism retina sangat tergantung pada jaringan kapiler
retina. Kapiler retina membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan
retina kecuali suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dair berbagai bentuk
retinopati diabetic terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri
dari tiga lapisan sel dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrane basalis dan sel
endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang terdapat pada
membrane sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaa normal, perbandingan
jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1 : 1 sedangkan pada kapiler perifer
yang lain perbandingan tersebut mencapai 20 : 1. Sel perisit berfungsi
mempertahankan struktur kapiler, mengatur kontrktilitas, membantu mempertahankan
fungsi barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel.
Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas
kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu sama lain
dan bersama sama dengan matriks ekstrasel dari membrane basalis membentuk
barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil
termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler
retina.
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetic dimulai dari
penebalan membrane basalis, hilangnya sel perisit dan proliferasi endotel, dimana
pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit mencapai 10 : 1.
Patofisiologi retinopati diabetic melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat
kapiler yaitu 1) pembentukan aneurisma, 2) peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, 3) penyumbatan pembuluh darah, 4) proliferasi pembuluh darah baru
(neovaskular) dan jaringan fibrosa di retina, 5) kontrkasi dari jaringan fibrous kapiler
dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina
sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.
Retinopati diabetic merupakan mikroangiopati okuler akibat gangguan
metabolism yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik, dan protein kinase C.
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi berlebih serta
akumulasi dari poliol, yaitu senyawa gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di
lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati
membran basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.
Glikasi Non-enzimatik
Glikasi non-enzimatik terhadap protein dan asam deoksiribonukleat (DNA) yang
terjadi selama hiperglikemia dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA.
Protein yang terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan
perubahan fungsi sel.
Protein Kinase C
Protein kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap permeabilitas vaskular,
kontraktilitas, sintesis membran basalis dan proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi
hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan
sintesis de novo dari diasigliserol yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.
Mekanisme Cara Kerja Terapi

Aldose Meningkatkan produksi sorbitol menyebabkan Aldose


reduktase kerusakn sel. reduktase
inhibitor

Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada endotel Aspirin


kapiler, hipoksia, kebocoran, edema makula.
Protein Meningkatkan VEGF, diaktifkan oleh DAG pada Inhibitor
Kinase C hiperglikemia. terhadap PKC
Isoform

Nitrit oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Amioguanidin.


Synthase meningkatkan VEGF.
Menghambat Menyebabkan hambatan terhadap jalur metabolisme Belum ada
ekspresi gen sel.
Apoptosis Penurunan aliran darah ke retina, meningkatkan Belum ada
sel perisit hipoksia.
dan sel
endotel
kapiler retina

VEGF Meningkat pada hipoksia retina, menimbulkan Fotokoagulasi


kebocoran, edema makula, neovaskular panretinal

PEDF Menghambat neovaskularisasi, menurun pada Induksi


hiperglikemia produksi
PEDF oleh
gen PEDF

GH dan IGF- Merangsang neovaskularisasi Hipofisektomi,


I GH-reseptor
blocker,
ocreotide

PKC= Protein Kinase C; VEGF= vascular endhotel growth factor; DAG=


diacyclglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-
product; PEDF= pigmnet-epithelium-derived factor; GF= growth factor; IGF-I=
insulin-like growth factor I.

Gambar 3 : Oklusi Mikroavaskular pada retinopati diabetic


Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya
oklusi mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina.Hilangnya perfusi
(nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua
komponen darah.Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan
kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak.Ciri khas dari
stadium ini adalah cotton wool spot.Efek dari hipoksia retina yaitu
arteriovenous shunt.A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari arterioles
dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA).Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena
yang seperti manik-manik.

Gambar 4 :Akibat dari Iskemik Retina pada Retinopati Diabetik


Gambar 5 :
Intraretinal Mikroavaskular
Abnormalitas
(IRMA)
berlokasi di retina superfisialis berdekatan dengan area non-perfusi
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain
terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler
menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang
dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan kebocoran
atau menjadi thrombus.Konsekuensi dari meningkatnya permeabilitas vaskular
Hal ini adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga terjadi kebocoran plasma
ke dalam retina yang menimbulkan edema macula.Edema ini dapat bersifat
difus ataupun local.Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh
disertai mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona
eksudat kuning kaya lemak bentuk bundar (hard exudates) di sekitar
mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula.
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk
nyala api karena lokasinya di dalam lapisan serat saraf yang berorientasi
horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk titik-titik (dot hemorrhage) atau
bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat sel-sel akson
berorientasi vertical.Perdarahan terjadi akibat kebocoran eritrosit, eksudat
terjadi akibat kebocoran dan deposisi lipoprotein plasma, sedangkan edema
terjadi akibat kebocoran cairan plasma.
Gambar 6 : Akibat dari Peningkatan Permeabilitas Vaskular pada Retinopati Diabetik

Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial


growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1)diproduksi.Faktor-
faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina dan
nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis).Neovaskularisasi dapat terjadi pada
diskus (NVD) atau dimana saja (NVE).

Gambar 7 : Lokasi NVD dan NVE


Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel
tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh dan mudah
mengalami perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya karena
bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,
menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke
dalam vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi
penampakan berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan
penglihatan. Apabila perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau
sikatriks pada retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari
beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat
menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.

Gejala Klinik
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang lama.
Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau hemorrhages
vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta mendadak. Gejala
klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi dua yaitu gejala subjektif dan
gejala obyektif.
-
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
-
Gejala objektif pada retina yang dapat dilihat yaitu :

Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena


dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior. Mikroaneurisma terletak pada lapisan nuclear dalam dan
merupakan lesi awal yang dapat dideteksi secara klinis. Mikroaneurisma berupa titik
merah yang bulat dan kecil, awalnya tampak pada temporal dari fovea. Perdarahan
dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
Gambar 8 : Mikroaneurisma dan hemorrhages
pada background diabetic retinopathy

Perubahan pembuluh darah berupa dilatasi pembuluh darah dengan lumennya


ireguler dan berkelok-kelok seperti sausage-like.

Gambar 9 : dilatasi vena

Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus


yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.
Gambar 10 : Hard exudates

Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah


makula (macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
Edema retina awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan
nucleus dalam.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok,
dalam, berkelompok dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina,
kemudian berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca.
Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.

Gambar 12 : NVD severe dan NVE severe

Perbedaan antara NPDR dan PDR


NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina (+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous(-) Perdarahan Vitreous(+)
Pelepasan retina secara traksi (-) Pelepasan retina secara traksi (+)

Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA)
digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan
dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan kemudian zat tersebut
melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.
Gambar 13 : Neovaskularisasi retina perifer lebih
terlihat jelas dengan angiography daripada funduskopi

Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah
diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah
menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus
melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko
perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum
direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya
tergantung kebijakan ahli matanya.
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur Onset Rekomendasi pemeriksaan Follow up rutin minimal
DM/kehamilan pertama kali
0 30 tahun Dalam waktu 5 tahun Setiap tahun
setelah diagnosis
> 31 tahun Saat diagnosis Setiap tahun
Hamil Awal trimester pertama Setiap 3 bullan arau sesuai
kebijakan dokter mata

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata


mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih
sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.
Jadwal pemeriksaan berdasarkan temuan pada retina
Abnormalitas retina Follow up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang sedikit Setiap tahun
Retinopati diabetik non-proliferatif ringan Setiap 9 bulan
Retinopati diabetik non-proliferatif Setiap 6 bulan
Retinopati diabetik non-proliferatif Setiap 4 bulan
Edema makula Setiap 2-4 bulan
Retinopati diabetik proliferatif Setiap 2-3 bulan

Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik
Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien
dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita
RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif
selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76%
sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar
54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa
setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut
memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat
mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi
progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan
oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa
pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya,
sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio
retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode
terapi fotokoagulasi yaitu :
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk
menyusutkan neovaskular.

Gambar 14 : Tahap tahap PRP


2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di
tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 m dari tengah fovea. Teknik ini
mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus.
Terapi edema macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal
dan grid photocoagulation.

Gambar 15 :Pra-retinal
fotokoagulasi pada PDR

Gambar 16 : Grip fotokoagulasi untuk


diabetic macular edema
4) Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.
Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus
untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah
perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan
tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan
bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada
neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak
hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel vaskular
tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel
endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke
dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis merupakan
versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan di
okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.
5) Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami
kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi
aktif.Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi
yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu,
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina,
perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus
yang tidak mengalami perbaikan.

Gambar 17 : Vitrektomi
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada
pasien dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi
keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan
yang terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan
keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan
keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.

Komplikasi
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik
pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane
fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari
akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula
sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia
anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan
intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra
okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita
retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati
diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya rubeosis
iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi, sedangkan
timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama
setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan
dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma
neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan
neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis
iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling
sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai
ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai
jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra
Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi
pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak
mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah
mengakibatkan perdarahan.Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan
pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel.Perdarahan intragel termasuk
didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan
vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang
terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca
yang massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-
tiba.Oftalmoskopi direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang
berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih sedikit
dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak.
Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang
vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan
badan kaca.
4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina
dari lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi
bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang
atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur.

Diagnosis Banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya, adalah
hipertensive retinopathy.
- Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini pertama
kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok penderita
hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah
penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau nicking
arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cotton-
wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa
tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.
Stadium Karakteristik

Stadium 0 Tiada perubahan, a:v = 2:3

Stadium I Penyempitan arteriolar yang hampir


tidak terdeteksi

Stadium II Penyempitan yang jelas dengan


kelainan fokal; Copper wire arteries,
silver wire arteries, banking sign, salus
sign

Stadium III Stadium II + perdarahan retina


dan/atau eksudat

Stadium IV Stadium III + papilledema

Retinopati Deskripsi Asosiasi sistemik


Mild Satu atau elbih dari tanda Asosiasi ringan dengan
berikut : penyempitan penyakit stroke,
arterioler menyeluruh penyakit jantung
atau fokal, AV nicking, koroner dan mortalitas
dinding arterioler lebih
kardiovaskule
padat
Moderate Retinopati mild dengan Asosiasi berat dengan
satu atau lebih tanda
penyakit stroke, gagal
berikut :
Perdarahan retina (blot, jantung, disfungsi renal
dot atau flame-shape), dan mortalitas
microaneurysme, cotton- kardiovaskuler
wool, hard exudates
Accelerated Tanda-tanda retinopati Asosiasi berat dengan
moderate dengan edema mortalitas dan gagal
papil : dapat disertai ginjal
dengan kebutaan

Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional
dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata


KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III.
Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2007. p.1857, 1889-1893.
2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana Press ;
2006. p 23-35.
3. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective.
Madras Diabetes Research Foundation &Dr Mohans Diabetes Specialities
Centre, Chennai, India. Indian J Med Res 125; March 2007. p 297-310.
4. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14.
Jakarta :WidyaMedika; 2000. p. 13-4, 211-17.
5. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan:
U.S.A. P. 82
6. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-5,
66-70, 129-132, ,228-31, 309, 291-331
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York
:Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.
8. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic
Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research Council ;
2008. p 26-31,44-47,96-104.
9. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter
5.Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-128
10. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
11. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic .Publish [ Oct06,2009 ] Cited
on[ August 27, 2011] available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-print.
12. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland : WHO
Library Publication Data; 2005. p 8-14.

Anda mungkin juga menyukai