Anda di halaman 1dari 2

Kawasan Konservasi: Tantangan Generasi Muda

Rabu, 14 September 2011 | 08:35 WIB 200 Kali Dibaca


Oleh Faridh Almuhayat Uhib H., S.Hut. (Direktur Eksekutif
Lembaga Garuda Syva (GARSY) 2010-2012; Koordinator FK3I
Daerah Lampung 2010-2014) Email Berita
Hutan Konservasi menurut UU No. 41/1999 yaitu kawasan hutan dengan
Print Berita
ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. PDF Berita
DI Indonesia, kawasan konservasi sebanyak 486, salah satunya Provinsi
Lampung yang terdiri Taman Nasional Way Kambas (TNWK), Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan (TNBBS), Cagar Alam Laut (CAL) Anak Krakatau, dan Taman Hutan Raya Wan
Abdurrahman.

Pengukuhan kawasan konservasi di Indonesia tidak lepas dari sejarah panjang gerakan
konservasi dunia yang didasarkan atas kebutuhan manusia akan keseimbangan alam dan
lingkungan. Akhirnya beberapa tempat di Indonesia ditetapkan oleh pemerintah untuk menjadi
kawasan konservasi yang bertujuan untuk pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
serta ekosistemnya.

Kerusakan alam di Indonesia dari tahun ke tahun menunjukkan perubahan laju deforestasi
yang signifikan, yaitu 2 juta hektare per tahun. Hal ini disebabkan karena kebijakan pemerintah
yang kurang tepat atas kepemilikan kawasan konservasi. Pengusahaan hutan skala besar, illegal
logging, pertambangan, perambahan sangat turut andil memperparah kondisi yang ada hingga
kini.

Sudah banyak lembaga pemerintah, nonpemerintah, maupun kelompok-kelompok masyarakat


yang berupaya menjadi bagian dari pencegahan beberapa permasalahan di atas. Namun sampai
detik ini belum menunjukkan hasil yang signifikan dan bisa jadi mandeg dibandingkan dengan
kebutuhan jumlah serta luasan kawasan konservasi di Indonesia.

Bagaimana hubungannya antara kawasan konservasi dengan tantangan generasi muda?


Permasalahan yang sering muncul yaitu generasi muda dianggap belum maksimal dan saatnya
turut berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan konservasi secara langsung. Padahal, generasi
muda menjadi bagian penting dalam upaya mewujudkan peran-peran konservasi di masa yang
akan datang untuk menghadapi permasalahan-permasalahan seperti di atas.

Pemerintah masih menempatkan generasi muda ke dalam bagian bawah, bukan sejajar dengan
peran-peran yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagai wujud atas persamaan kewajiban untuk
melestarikan kawasan konservasi yang masih ada maka pemerintah sudah saatnya memberikan
peluang kepada yang muda untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan konservasi.

Tantangan terberat yaitu rancangan pengelolaan kawasan konservasi yang lambat terhadap
permasalahan-permasalahan yang ada disebabkan karena hambatan teknis, ketiadaan data dan
informasi yang kurang lengkap, prosedur penyusunan konsultan yang kurang profesional, dan
pembiayaan. Hal tersebut berpengaruh terhadap keinginan generasi muda yang akan menjadikan
dirinya lebih aktif dalam usaha konservasi, namun keterlambatan tersebut akhirnya ditanggapi
apa adanya.

Sebagai contoh kasus, pertama, organisasi Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia
(FK3I) yang sampai kini menjadi ngambang dan bimbang atas ketidakpastian dan
keterlambatan penyikapan atas kondisi internal pemerintah yang dirancang masih lambat
terhadap kebutuhan di tubuh sediri. Forum tersebut sebagian besar didominasi oleh generasi
muda mulai dari tingkat SMA hingga umum yang sebenarnya dapat diandalkan oleh pemerintah
untuk tataran generasi muda dalam usaha pelestarian kawasan konservasi.

Kedua, penyebaran informasi peran generasi muda serta penyuluhan di beberapa daerah kepada
masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah masih minim.

Jangkauan tersebut biasanya terkendala masalah pendanaan, kurang keberanian, dan


pengetahuan yang belum dirasa cukup untuk menjadi kader konservasi. Sehingga wajar wadah
seperti FK3I terbengkalai begitu saja, masih beruntung kemandirian lembaga-lembaga yang
membina generasi muda, seperti gerakan Pramuka, pencinta alam, Sylva Indonesia, dan
lembaga-lembaga lain masih berjalan dengan keidealismenya. Kemudian dirapikan menjadi
jawaban saling mengandalkan.

Apa yang harus dilakukan oleh generasi muda untuk pelestarian kawasan konservasi? Tentu
tidak akan lepas dan berangkat dari permasalahan bersama dalam upaya-upaya tersebut. Seperti
mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal pengelolaan kawasan konservasi,
pengelolaan kawasan konservasi ke depan lebih fleksibel, responsif, adaptif, aplikatif, dan
efektif. Program bersama dengan implementasi bersama, perencanaan bersama lintas disiplin
ilmu. Peranan generasi muda harus lebih optimis dan semangat untuk bekerja sebagai pekerja
konservasi Indonesia dengan diberi kesempatan yang lebih luas untuk melakukan uji coba
berbagai pola pengelolaan alternatif dan melakukan proses pembelajaran terhadap keberhasilan
maupun kegagalan. Pilihan-pilihan untuk mandiri dan merdeka dalam melakukan uji coba
pengelolaan kawasan konservasi sebenarnya ada di tangan pemangku kepentingan di Indonesia
termasuk di dalamnya adalah masyarakat setempat.

Generasi muda jangan terperosok karena mengulang sejarah semasa kolonial Belanda dan Orde
Baru. Mari kita semua berkaca walau kondisi kawasan konservasi kita sudah banyak yang rusak
tetapi nasionalisme generasi muda jangan surut untuk menyelamatkan kawasan konservasi yang
masih tersisa ini. (*)

http://www.radarlampung.co.id/read/opini/40550-kawasan-konservasi-tantangan-generasi-muda

Anda mungkin juga menyukai