Anda di halaman 1dari 15

PARAPLEGIA

A. Pengertian

Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang

disebabkan oleh luka atau penyakit yang dipengaruhi oleh medulla

spinalis. (Sudoyo, dkk. 2006: 842).

Paraplegia adalah kondisi di mana bagian bawah tubuh

(ekstermitas bawah) mengalami kelumpuhan atau paralysis yang

disebabkan karena lesi transversal pada medulla spinalis.

(Bimaariotejo.2010. Paraplegia).

Paraplegia merupakan kehilangan gerak dan sensasi pada

ekstermitas bawah dan semua atau sebagian badan sebagai akibat

cedera pada torakal atau medulla. Spinalis lumbal atau radiks

sakral. (Smeilzer, Suzanne C, dkk. 2001: 2230).

B. Etiologi

Penyebab lesi total transversal medula spinalis meliputi 3

1. Cedera Medula Spinalis akibat kecelakaan

2. Kista / tumor siringomielia, meningioma, Schwannoma, Glioma,

Sarkoma. Dan tumor metastase.

3. Infeksi : spondilitis tuberkulosa, meningitis atau herpes zoster

4. Kelainan tulang vertebra : Kolaps tulang belakang yang terjadi

karena pengeroposan tulang akibat kanker, osteroporosis atau

cedera yang hebat, Artritis degenerative (asteoatritis) yang

menyebabkan terbentuknya penonjolan tulang yang tidak


beraturan (taji tulang) yang menekan akar saraf, Stenosis

spinalis (penyempitan rongga disekitar korda spinalis), sering

terjadi pada usia lanjut.

5. Hematoma Spinalis.

C. Epidemiologi

Pada praktek klinis, lesi total transversal medulla spinalis jarang

terjadi, kecuali faktor penyebabnya berupa trauma berat, misalnya

peluru dan atau fraktur tulang belakang yang total. Data

epidemiologic dan berbagai Negara menyebutkan bahwa angka

kejadian cedera medulla spinalis sekitar 11,5-53,4 kasus per

100.000 penduduk pertahun.

D. Patofisiologi

Akibat lesi di medulla spinalis dapat terjadi manifestasi :

1. Gangguan fungsi motorik

a) Gangguan fungsi motorik di tingkat lesi. Karena lesi total

juga merusk komu anterior medulla spinalis dapat terjadi

kelumpuhan LMN pada otot-otot yang dipersyarafi oleh

kelompok motoneutron yang terkena lesi dan

menyebabkan nyeri punggung yang terjadi secara tiba-

tiba.

b) Gangguan motorik di bawah lesi : dapat terjadi

kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral

segmen thorakal terputus. Gerakan reflex tertentu yang


tidak dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau bahkan

meningkat. Contohnya : reflex lutut tetap ada dan bahkan

meningkat. Meningkatnya refleks ini menyebabkan

kejang tungkai. Refleks yang tetap dipertahankan

menyebabkan otot yang terkena menjadi memendek,

sehingga terjadi kelumpuhan jenis spastic. Otot yang

spastik teraba kencang dan keras dan sering mengalami

kedutan.

2. Gangguan fungsi sensorik : karena lesi total juga merusak otak

komu posterior medula spinalis maka akan terjadi penurunan

atau hilang fungsi sensibilitas di bawah lesi. Sehingga klien tidak

dapat merasakan adanya rangsang taktil, rangsang nyeri,

rangsang nyeri, rangsang thermal, rangsang discrim dan

rangsang lokalis.

3. Gangguan fungsi autonom : karena terputusnya jaras ascenden

spinothalamicus maka klien akan terjadi kehilangan perasaan

akan kencing.

E. Pemeriksaan

1. Laboratorium

a) Hematology

Hemoglobin dapat menurun karena destruksi sumsum

tulang vertebra atau perdarahan. Peningkatan leukosit


menandakan selain adanya infeksi juga stress fisik

ataupun terjadi kematian jaringan.

b) Kimia klinik

PT / PTT untuk melihat fungsi pembekuan darah sebelum

pemberian terapi anti koagulan. Dapat terjadi gangguan

elektrolit karena terjadi gangguan dalam fungsi

perkemihan, dan fungsi gastrointestinal.

2. Radiodiagnostik

a) CT Scan untuk melihat adanya edema, hematoma,

iskemi dan infark

b) MRI : menunjukan daerah yang mengalami fraktur, infark,

hemoragik

c) Rontgen : menunjukan daerah yang mengalami fraktur,

dan kelainan tulang, gambaran infeksi TB paru. Telah

terjadi kerusakan jaras ascenden spinotalamikus dimana

klien sudah tidak bisa merasakan sensasi ingin kencing

dan BAB.

d) Nyeri yang dirasakan dapat dilakukan dengan teknik

masase atau dengan distraksi.

F. Penatalaksanaan

1. Penatalaksanaan medis

a) Obat
Metyl prednisolon 30 mg/kb BB, 45 menit setelah

bolus selama 23 jam. Hasil optimal bila pemberian

dilakukan <8jam onset.

Tambahkan profilaksis stress ukus :

antacid/antagonis H2, jika pemulihan sempurna,

pengobatan tidak diperlukan

Berikan Antibiotik, biasanya untuk

menyembuhkan. Jika terjadi infeksi

b) Operasi

Dengan menggunakan teknik Harrison roda stabilization

(instrument Harrison) yaitu menggunakan batang

distraksi baja tahan karat untuk mengoreksi dan

stabilisasi deformitas vertebra.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a) Memberikan alat bantu

b) Pemanasan dengan air hangat atau sinar

c) Latihan disebut dengan Range of Motion (ROM) untuk

mengetahui luas gerak sendi.

d) Refleksi ganda,penekukan maksimal pada jari kaki

keempat.

e) Refleksi Bing memberikan rangsangan tusuk pada kulit

untuk menutupi metatarsal kelima.

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a) Identitas klien

Meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia tua),

jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,

suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register,

diagnose medis.

b) Keluhan Utama

Biasanya didapatkan laporan kelemahan dan

kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia defekasi dan

berkemih.

c) Riwayat penyakit sekarang

Biasanya terjadi riwayat trauma, pengkajian yang didapat

meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis, ileus paralitik,

retensi urin, hilangnya refleks.

d) Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat penyakit infeksi, tumor, cedera tulang

belakang, DM, jantung, anemia, obat antikoagulan,

alcohol.

e) Riwayat penyakit keluarga

Mengkaji adanya generasi dahulu yang menderita

hipertensi atau DM.

f) Pola-pola fungsi kesehatan

1) Aktivitas/istirahat
Kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok

pada bawah lesi.

Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan

adanya kompresi saraf).

2) Sirkulasi

Hipotensi, Hipotensi posturak, bradikardi,

ekstremitas dingin dan pucat.

3) Eliminasi

Retensi urine, distensi abdomen, peristaltic usus

hilang, melena, emisis, berwarna seperti kopi

tanah/hematemesis.

4) Integritas Ego

Takut, cemas, gelisah, menarik diri

5) Makanan/cairan

Mengalami distensi abdomen, peristaltic usus

hilang (ileus paralitik)

6) Hygiene

Sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas

sehari-hari

7) Neurosensori

Kesadaran GCS

Fungsi motorik : kelumpuhan, kelemahan

Fungsi sensorik : kehilangan sensasi/sensibilitas


Refleks fisiologis : kehilangan refleks/refleks

asimetris termasuk tendon dalam. Kehilangan

tonus otot/vasomotor,

Refleks patologis : munculnya refleks patologis,

perubahan reaksi pupil, ptosis, hilangnya keringat

bagian tubuh yang terkena karena pengaruh

trauma spinal.

8) Nyeri/kenyamanan

Mengalami deformitas, postur, nyeri tekan

vertebral.

9) Pernapasan

Pernapasan dangkal, periode apnea, penurunan

bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.

10) Keamanan

Suhu yang berfluktasi, jatuh.

2. Diagnosa Keperawatan

a) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan

kerusakan neuron fungsi motorik dan sensorik

b) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang

berhubungan dengan penurunan immobilitas, penurunan

sensorik
c) Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan

untuk berkemih secara spontan, terputusnya jaras

spinothalamikus

d) Konstipasi berhubungan dengan adanya atoni usus sebagai

akibat gangguan autonomik, terputusnya jaras

spinothalamikus.

e) Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan immobilitas

lama, cedera psikis.

3. Intervensi

a) Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan

kerusakan neuron, fungsi motorik dan sensorik.

Tujuan :

Memperbaiki mobilitas

Kriteria Hasil : mempertahankan posisi fungsi dibuktikan oleh

tak adanya kontraktur, footdrop, meningkatkan kekuatan

bagian tubuh yang sakit/kompensasi, mendemonstrasikan

teknik/perilaku yang memungkinkan melakukan kembali

aktifitas.

1) Kaji fungsi-fungsi sensori dan motorik pasien setiap 4 jam

2) Ganti posisi pasien setiap 8 jam dengan memperhatikan

kestabilan tubuh dan kenyamanan pasien.

3) Beri papan penahan pada kaki

4) Gunakan otot orthopedhi, edar, handsplits


5) Lakukan ROM pasif setelah 48-72 setelah cedera 4-5

kali/hari

6) Monitor adanya nyeri dan kelelahan pada pasien.

7) Konsultasikan kepada fisioterapi untuk latihan dan

penggunaan otot seperti splints

Rasional

1) Menetapkan kemampuan dan keterbatasan pasien setiap

4 jam

2) Mencegah terjadinya dekubitus

3) Mencegah terjadinya footdrop

4) Mencegah terjadinya kontraktur.

5) Meningkatkan stimulasi dan mencegah kontraktur

6) Menunjukan adanya aktifitas yang berlebihan

7) Memberikan pancingan yang sesuai.

b) Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang

berhubungan dengan penurunan immobilitas, penurunan

sensorik

Tujuan : mempertahankan integritas kulit

Kriteria Hasil : Keadaan kulit pasien utuh, bebas dari

kemerahan, bebas dari infeksi pada lokasi yang tertekan.

1) Kaji faktor resiko terjadinya gangguan integritas kulit

2) Kaji keadaan pasien setiap 8 jam

3) Gunakan tempat tidur khusus (dengan busa)


4) Ganti posisi setiap 2 jam dengan sikap anatomis

5) Pertahankan kebersihan dan kekringan tempat tidur dan

tubuh pasien.

6) Lakukan pemijatan khusus/lembut diatas daerah tulang

yang menonjol setiap 2 jam dengan gerakan memutar.

7) Kaji status nutrisi pasien dan berikan makanan dengan

tinggi protein.

8) Lakukan perawatan kulit pada daerah yang lecet / rusak

setiap hari.

Rasional

1) Salah satunya yaitu immobilisasi, hilangnya sensasi,

Inkontinensia bladder/bowel.

2) Mencegah lebih dini terjadinya dekubitus.

3) Mengurangi tekanan 1 tekanan sehingga mengurangi

resiko dekubitus

4) Daerah yang tertekan akan menimbulkan hipoksia,

perubahan posisi meningkatkan sirkulasi darah.

5) Lingkungan yang lembab dan kotor mempermudah

terjadinya kerusakan kulit.

6) R? meningkatkan sirkulasi darah

7) Mempertahankan Integritas kulit dan proses

penyembuhan

8) Mempercepat proses penyembuhan.


c) Retensi urine yang berhubungan dengan ketidakmampuan

untuk berkemih secara spontan, terputusnya jaras

spinothalamikus.

Tujuan : Peningkatan eliminasi urine

Kriteria Hasil : pasien dapat mempertahankan pengosongan

blodder tanpa residu dan distensi, keadaan urine jeenih,

kultur urine negative, intake dan output cairan seimbang.

1) Kaji tanda-tanda infeksi saluran kemih

2) Kaji intake dan output cairan

3) Lakukan pemasangan kateter sesuai program

4) Anjurkan pasien untuk minum 2-3 liter setiap hari

5) Cek bladder paisen setiap 2 jam.

6) Lakukan pemeriksaan urinalisa, kultur dan snesibilitas

7) Monitor temperature tubuh setiap 8 jam.

Rasional

1) Efek dari tidak efektifnya bladder adalah adanya infrksi

saluran kemih

2) Mengetahui adekuatnya fungsi ginjal dan efektifnya

blodder.

3) Efek trauma medulla spinalis adalah adanya gangguan

refleks berkemih sehingga perlu bantuan dalam

pengeluaran urine.
4) Mencegah urine lebih pekat yang berakibat timbulnya

infeksi

5) Mengetahui adanya residu sebagai akibat autonomic

hyperrefleksia

6) Mengetahui adanya infeksi

7) Temperature yang meningkat indikasi adanya infeksi.

d) Konstipasi berhubungan dengan dengan adanya atoni usus

sebagai akibat gangguan autonomic, terputusnya jaras

spinothalamikus.

Tujuan : Memperbaiki fungsi usus

Kriteria Hasil : Pasien bebas konstipasi, keadaan feses yang

lembek, berbentuk

1) Kaji pola eliminasi bowel

2) Berikan minum1800-2000 ml/hari jika tidak ada

kontraindikasi

3) Asukultasi bising usu, kaji adanya distensi abdomen

4) Hindari penggunaan laktasif oral

5) Lakukan mobilisasi jika memungkinkan

6) Evaluasi dan catat adanya perdarah pada saat eliminasi

7) Berikan suppositoria sesuai program

8) Berikan diet tinggi serat

Rasional

1) Menentukan adanya perubahan eliminasi


2) Mencegah konstipasi

3) Bising usus menetukan pergerakan peristaltic

4) Kebiasaan menggunakan laktasif akan terjadi

ketergantungan

5) Meningkatkan pergerakan peristaltic

6) Kemungkinan perdarahan akibat iritasi penggunaan

suppositoria

7) Pelunak feses sehingga memudahkan eliminasi

8) Serat meningkatkan konsentrasi feses

e) Nyeri yang berhubungan dengan pengobatan, immobilitas

lam, cedera psikis.

Tujuan : Memberikan rasa nyaman nyeri

Kriteria Hasil : melaporkan penurunan rasa

nyeri/ketidaknyamanan, menidentifikasikan cara-cara untuk

mengatasi nyeri, mendemonstrasikan penggunaan

keterampilan relaksasi dan aktifitas hiburan sesuai

kebutuhan individu.

1) Kaji terhadap adanya nyeri, bantu pasien

mengidentifikasi dan menghitung menghitung nyeri,

misalnya lokasi, tipe nyeri, intensitas pada skala 0-1

2) Berikan tindakan kenyamanan, misalnya, perubahan

posisi, masase, kompres hangat/dingin sesuai indikasi.


3) Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya, pedoman

imajinasi visualisasi, latihan nafas dalam.

4) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi, relaksasi otot,

misalnya dontren (dantrium), analgetik, antiansietis

misalnya diazepam (valium)

Rasional

1) Pasien biasanya melaporkan nyeri diatas tingkat cedera

misalnya dada/punggung atau kemungkinan sakit kepala

dari alat stabilizer

2) Tindakan alternative mengontrol nyeri digunakan untuk

keuntungan emosional, selain menurunkan kebutuhan

otot nyeri/efek tak diinginkan pada fungsi pernafasan.

3) Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa

control, dan dapat meningkatkan kemampuan koping

4) Dibutuhkan untuk menghilangkan spasme/nyeri otot atau

untuk menghilangkan-ansietas dan meningkatkan

istirahat.

Anda mungkin juga menyukai