Pendahuluan
2. Pembahasan
2.1 Tanggung Jawab Manajeman
Budaya manajemen resiko dalam bank syariah bias diperkenalkan melalui peran
serta semua bagian / departemen yang terlibat langsung dalam proses manajemen resiko
sebagaimana telah dijelaskan dalam kondisi tertentu, dewan direksi dapat menciptakan
lingkungan manajemen resiko dengan mengindentifikasi tujuan dan strategi manajemen
resiko secara jelas. Manajemen harus menerapkan kebijakan ini secara enfisian dengan
menciptakan sistem yang berfungsi untuk melakukan identifikasi, pengukuran,
monitoring, damn megelola eksposur resiko yang bervariasi. Untuk menyakinkan
efektivitas proses manajemaen resiko bank syariah perlu menciptakan sistem control
internal yang ada.
2.2 Laporan Resiko
Laporan resiko merupakan elemen terpenting untuk mengembankan sistem
menajemn resiko efisien. Perlu diperhatikan bahwa sistem manajemen resiko dalam bank
syariah bias dikembangkan secara subtansial dengan mengolakasikan sumber dana yang
memadai untuk pelaporan resiko disajikan dalam apendisk 2, yang meliputi unsure
berikut :
a. Laporan capital at risk (car)
b. Laporan resiko kredit
c. Laporan aggregate resiko pasar
d. Laporan resiko suku bunga
e. Laporan resiko likuiditas
f. Laporan resiko valuta aing
g. Laporan posisi komoditi dan ekuitas
h. Laporan resiko operasional
i. Laporan resiko Negara
Sistem pengendalian internal juga diwujudkan dalam beberapa langkah Perseroan antara
lain sebagai berikut:
Penerapan nilai, etika, integritas karyawan yang diformalisasikan dalam code of
conduct yang dapatdiakses oleh seluruh karyawan melalui media intranet (portal)
Perseroan.
Penggunaan program komputer yang terintegrasi dalam transaksi keuangan dan
operasional (penjualan, programming dan sumber daya manusia).
Dijalankannya fungsi supervisi oleh atasan masing-masing pihak terkait.
Adanya pemisahan fungsi maker, checker dan approval sesuai tugas, tanggung jawab
dan kewenangan dalam struktur organisasi Perseroan dan unit usaha.
Direksi melakukan evaluasi efektivitas pengendalian internal melalui Unit Audit Internal
dan Auditor Eksternal.
Strategi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan risiko adalah dengan cara membagi
risiko, menghindari risiko, mengurangi tingkat risiko melalui sistem pengendalian
internal, atau menerima risiko yang ada. Risiko-risiko utama yang dihadapi oleh
Perseroan pada dasarnya dapat dikelompokan menjadi dua yaitu:
Pada tahap awal pengenalan sistem rating internal, mungkin akan dipandang
seperti inventori berbasis resiko dan asset individu, bank sistem ini manawarkan
efektivitas yang tinggi untuk menghindari terjadinya gap dalam sistem manajemen
resiko, serta meningkatkan rating eksternal dari institusi terkait. Upaya ini turut
berkontribusi dalam mengurangi biaya dana. Sistem rating internal juga relavan bagi
model pembiayaan syariah, mayoritas bank syariah telah menggunakan sistem rating
internal. Namun demikian, sistem ini perlu dikembangkan lebih lanjut ke dalam bank
syariah.
4.1 Disklosur Resiko
Adanya disklosur terkait dengan sistem manajemen resiko merupakan upaya
penting untuk menguatkan sistem. Penerapan beberapa sistem berbasis resiko berikut
ini., isiyalir dapat memperkuat disklosur resiko
a. Sistem imformasi manajemen berbasis resiko
b. Sistem audit internal berbasis resiko
c. Sistem akuntansi bebasis resiko
d. Sistem inventori asset bebasis resiko
Pengungkapan (Disclosure)
Pengungkapan laporan keuangan (disclosure) merupakan suatu cara untuk
menyampaikan informasi yang terdapat dalam laporan keuangan suatu perusahaan
(Hendriksen dan van Breda, 2002). Menurut Kieso dkk. (2001) terjadi peningkatan akan
kebutuhan disclosure yang disebabkan oleh semakin kompleknya lingkungan
bisnis, adanya kebutuhan akan informasi secara tepat waktu, dan mengingat peran
akuntansi sebagai alat kontrol dan monitor. Sedangkan Wolk dkk. (1991) dalam
Subroto (2004) menyatakan bahwa alasan pentingnya pengungkapan pada masa
mendatang adalah karena lingkungan bisnis tumbuh semakin kompleks dan pasar
modal mampu menyerap dan mencerminkan informasi baru dalam harga saham
secara cepat. SFAS 105 (paragraf 71-86) yang dikeluarkan oleh FASB dalam Johnson
(1992) menyebutkan adanya empat tujuan dari disclosure, yakni:
o Menggambarkan item yang diakui dan menyediakan pengukuran yang relevan untuk item itu
selain pengukuran yang terdapat dalam laporan keuangan.
o Menggambarkan item yang tidak diakui dan menyediakan pengukuran yang berguna untuk item yang
tidak diakui tersebut.
o Menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditur dalam mempertimbangkan risiko
dan potensi dari item yang diakui dan tidak diakui.
o Menyediakan informasi interim yang penting disaat isu-isu akuntansi lainnya masih sedang
dipelajari secara lebih mendalam.
Klasifikasi Disclosure
disajikan dalam rangka keterbukaan emiten untuk untuk tujuan analisis investasi.
ini didukung oleh penelitian Greenstein dan Sami (1994) dalam Mardiyah (2002),
yakni informasi asimetris berkurang dengan adanya disclosure. Sedangkan Welker
(1995) dalam Khomsiyah dan Susanti (2003) mengemukakan adanya hubungan yang
signifikan antara pengungkapan dengan informasi asimetris.
Pengungkapan (disclosure) merupakan salah satu alat yang penting untuk
mengatasi masalah keagenan antara manajemen dan pemilik, karena dipandang
sebagai upaya untuk mengurangi informasi asimetris (Chow dan Wong-Boren, 1987
dalam Khomsiyah dan Susanti, 2003). Penelitian yang dilakukan oleh Gonedes (1980)
dalam Khomsiyah dan Susanti (2003) berhasil membuktikan bahwa regulasi
pengungkapan informasi mempunyai potensi
1
Khan, Tariqullah, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Bumi Aksara, 2008), Hlm
200-203
Pengembangan dan dokumentasi kebijakan perusahaan serta kerangka berfikir
untuk mengelola risiko, berisi informasi-informasi seperti:
Tujuan :
Botosan, Christine A, 1997. Disclosure Level and The Cost of Equity Capital. The
Accounting Review, Vol. 72, No. 3 (Juli): 323-349.
Dahlan, Ahmad, 2003. Disclosure dan Corporate Governance:
http://mnc.co.id/bod-ics/id