Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


WJS.poerwadarminta dalam kamus umum bahasa Indonesia
mengemukakan bahwa pengertian etika adalah ilmu pengetahuan tentang
asas-asas akhlak ( moral ). Dalam istilah lain ethos atau itikos selalu disebut
dengan mos sehingga dari perkataan tersebut lahirlah moralitas atau yang
sering diistilahkan dengan perkataan moral.
Namun demikian apabila di bandingkan dalam pemakaian yang lebih
luas perkataan etika di pandang sebagai lebih luas dari perkataan moral, sebab
terkadang istilah moral sering di pergunakan hanya untuk menerangkan sikap
lahiriyah seseorang yang biasa dinilai dari wujud tingkah laku atau
perbuatannya saja.
Moral merupakan suatu peraturan yang sangat penting ditegakkan
pada suatu masyarakat karena dapat menjadi suatu rambu-rambu dalam
kehidupan serta pelindung bagi lingkungan tersebut. Moral dihasilkan dari
perilaku intelektual, mosi, atau hasil berfikir setiap manusia yang pada
hakekatnya merupakan aturan dalam kehidupan untuk menghargai dan dapat
membedakan tentang benar dan yang salah berlaku dalam suatu masyarakat.
Bila orang membicarakan moral sese-orang maka yang dibicarakan ialah
kebiasaan, tingkah laku atau perbuatan orang atau kelompok masyarakat.
Moralisasi dimaksudkan usaha menyampaikan ajaran-ajaran moral tersebut,
sehingga aturan-aturan, tingkah laku dan perbuatan yang telah disepakati oleh
seluruh masyarakat untuk dihayati dan dilestarikan oleh anggota masyarakat
maupun penerusnya, maka hal-hal yang dianut dan dijadikan aturan tingkah
laku tersebut dinamakan nilai-nilai moral.

1
Dalam bahasa agama islam istilah etika ini adalah merupakan bagian
dari akhlak. Dikatakan merupakan bagian dari akhlak, karna akhlak bukanlah
sekedar menyangkut prilaku manusia yang bersifat lahiriyah saja, akn tetapi
mencakup hal-hal yang lebih luas.
I.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Dapat menjelaskan nilai nilai moral sehari hari dalam dunia kerja.
1.2.2 Dapat menjelaskan sudut pandang hukum antara moral dan etika.

I.3 Tujuan penulisan


1.3.1 mahasiswa dapat mengetahui pengertian nilai nilai moral sehari hari
dalam dunia kerja.
1.3.2 mahasiswa dapat mengetahui pengertian sudut pandang hukum antara
moral dan etika.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Nilai nilai moral sehari hari dalam dunia kerja
A. Pengertian nilai
Pengertian Nilai (value) adalah kemampuan yang dipercayai ada pada suatu
benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah sifat dan
kualitas yang melekat pada suatu obyek. Dengan demikian, maka nilai itu adalah
suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai
berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan
sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan
(motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah
satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya. Alport
mengidentifikasikan 6 nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat, yaitu:
nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai sosial, nilai politik dan nilai religi.
Hierarki nilai sangat tergantung pada titik tolak dan sudut pandang individu sampai
dengan masyarakat terhadap suatu obyek. Misalnya kalangan materialis memandang
bahwa nilai tertinggi adalah nilai material.

B. Ciri ciri nilai


Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta
melalui interaksi sosial;
Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses
sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi
tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari baik disadari
atau tanpa disadari lagi (enkulturasi);
Nilai sosial memberikan kepuasan kepada penganutnya;
Nilai sosial bersifat relative;
Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai;

3
Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain;
Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok;
Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan; dan
Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.

C. Nilai nilai dalam dunia kerja


1. beberapa contoh moral dalam dunia kerja :
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Menciptakan persaingan yang sehat
Menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan"
Mampu menyatakan yang benar itu benar
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan
golongan
pengusaha kebawah
Konsekuensi dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama
Menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang
telah disepakati
2. Pengendalian diri : para pelaku yang terkait dalam bisnis tidak mau melakukan
tindakan korupsi dalam bentuk apapun.
3. Pengmbangan tanggung jawab sosial : pelaku bisnis bertanggung jawab terhadap
masyarakat sekitar atas apa yang dilakukannya.
4. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi : pelaku bisnis menggunakan teknologi
dengan sebaik-baiknya, teknoligi dan informasi yang digunakan untuk
mengembangkan bisnis bukan untuk hal yang tidak ada keterkaitannya dengan
bisnis.
5. Menciptakan persaingan yang sehat : pelaku bisnis harus bersaing dengan sehat,
dengan cara selalu berinovasi dan kreatif dalam menjalankan bisnisnya.

4
D. Nilai Moral Profesi Hukum
Profesi hukum merupakan salah satu profesi yang menuntut pemenuhan nilai
moral dari pengembangan nya. Nilai moral itu merupakan kekuatan yang
mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap profesional hukum dituntut agar
memiliki nilai moral yang kuat. Franz Magnis Suseno mengemukakan lima kriteria
nilai moral yang kuat yang mendasari kepribadian profesional hukum.

1. Kejujuran
Kejujuran adalah dasar utama. Tanpa kejujuran maka profesional hukum
mengingkari misi profesinya, sehingga akan menjadi munafik, licik dan penuh tipu
daya. Sikap yang terdapat dalam kejujuran yaitu :
a. Sikap terbuka, berkenaan dengan pelayanan klien, kerelaan/keikhlasan melayani
atau secara cuma-cuma
b. Sikap wajar. Ini berkenaan dengan perbuatan yang tidak berlebihan, tidak
otoriter, tidak sok kuasa, tidak kasar, tidak menindas, tidak memeras.
2. Otentik
Otentik artinya menghayati dan menunjukan diri sesuai dengan keasliannya,
kepribadian yang sebenarnya. Otentiknya pribadi profesional hukum antara lain :
a. tidak menyalahgunakan wewenang;
b. tidak melakukan perbuatan yang merendahkan martabat (melakukan perbuatan
tercela)
c. mendahulukan kepentingan klien;
d. berani berinsiatif dan berbuat sendiri dengan bijaksana, tidak semata-mata
menunggu atasan;
e. tidak mengisolasi diri dari pergaulan sosial.
3. Bertanggung Jawab
Dalam menjalankan tugasnya, profesi hukum wajib bertanggung jawab, artinya:
a. kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas apa saja yang termasuk
lingkup profesinya ;

5
b. bertindak secara proporsional, tanpa membedakan perkara bayaran dan perkara
cuma-cuma (prodeo);
c. kesediaan memberikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
kewajibannya.

4. Kemandirian Moral
Kemandirian moral artinya tidak mudah terpengaruh atau tidak mudah
mengikuti pandangan moral yang terjadi di sekitarnya, melainkan memebetuk
penilaian dan mempunyai pendirian sendiri. mandiri secara moral berarti tidak
dapat dibeli oleh pendapat mayoritas, tidak terpengaruhi oleh pertimbangan untung
rugi (pamrih), penyesuaian diri dengan nilai kesusilaan dan agama.
5. Keberanian Moral
Keberanian moral adalah kesetiaan terhadap suara hati nurani yang menyatakan
kesediaan untuk menanggung resiko konflik. Keberanian tersebut antara lain :
a. menolak segala bentuk korupsi, kolusi suap, pungli;
b. menolak segala bentuk cara penyelesaian melalui jalan belakang yang tidak
sah.
E. Etika Profesi Hukum
Dari hasil uraian diatas dapat kita rumuskan tentang pengertian etika profesi
hukum sebagai berikut : Ilmu tentang kesusilaan, tentang apa yang baik dan apa yang
buruk, yang patut dikerjakan seseorang dalam jabatannya sebagai pelaksana hukum
dari hukum yang berlaku dalam suatu negara. sesuai dengan keperluan hukum bagi
masyarakat Indonesi dewasa ini dikenal beberapa subyek hukum berpredikat profesi
hukum yaitu : Polisi, Jaksa, Penasihat hukum (advokad, pengacara), Notaris, Jaksa,
Polisi.
Seluruh sektor kehidupan, aktivitas, pola hidup, berpolitik baik dalam lingkup
mikro maupun makro harus selalu berlandaskan nilai-nilai etika.
Urgensi etika adalah, pertama, dengan dipakainya etika dalam seluruh sektor
kehidupan manusia baik mikro maupun makro diharapakan dapat terwujud
pengendalian, pengawasan dan penyesuaian sesuai dengan panduan etika yang wajib

6
dipijaki, kedua, terjadinya tertib kehidupan bermasyarakat, ketiga, dapat ditegakan
nilai-nilai dan advokasi kemanusiaan, kejujuran, keterbukaan dan keadilan, keempat,
dapat ditegakkannya (keinginan) hidup manusia, kelima, dapat dihindarkan terjadinya
free fight competition dan abus competition dan terakhir yang dapat ditambahkan
adalah penjagaan agar tetap berpegang teguh pada norma-norma moral yang berlaku
dalam masyarakat sehingga tatanan kehidupan dapat berlangsung dengan baik.
Urgensi atau pentingnya ber'etika sejak jaman Aristoteles menjadi
pembahasan utama dengan tulisannya yang berjudul " Ethika Nicomachela".
Aristoteles berpendapat bahwa tata pegaulan dan penghargaan seorang manusia, yang
tidak didasarkan oleh egoisme atau kepentingan individu, akan tetapi didasarkan pada
hal-hal yang altruistik, yaitu memperhatikan orang lain. Pandangan aristoles ini jelas,
bahwa urgensi etika berkaitan dengan kepedulian dan tuntutan memperhatikan orang
lain. Dengan berpegang pada etika, kehidupan manusia manjadi jauh lebih bermakna,
jauh dari keinginan untuk melakukan pengrusakan dan kekacauan-kekacauan.
Berlandaskan pada pengertian dan urgensi etika, maka dapat diperoleh suatu
deskripsi umum, bahwa ada titik temu antara etika dan dengan hukum. Keduanya
memiliki kesamaan substansial dan orientasi terhadap kepentingan dan tata kehidupan
manusia. Dalam hal ini etika menekankan pembicaraannya pada konstitusi soal baik
buruknya perilaku manusia. Perbuatan manusia dapat disebut baik, arif dan bijak
bilamana ada ketentuan secara normatif yang merumuskan bahwa hal itu
bertentangan dengan pesan-pesan etika. Begitupun seorang dapat disebut melanggar
etika bilamana sebelumnya dalam kaidah-kaidah etika memeng menyebutkan
demikian.
Sementara keterkaitannya dengan hukum, Paul Scholten menyebutkan, baik
hukum maupun etika kedua-duanya mengatur perbuatan-perbuatan manusia sebagai
manusia, yaitu ada aturan yang mengharuskan untuk diikuti, sedangkan di sisi lain
ada aturan yang melarang seseorang menjalankan sesuatu kegiatan, misalnya yang
merugikan dan melanggar hak-hak orang lain. Pendapat Scholten menunjukan bahwa
titik temu antara etika dengan hukum terletak pada muatan substansinya yang
mengatur tentang perilaku-perilaku manusia. apa yang dilakukan oleh manusia selalu

7
mendapatkan koreksi dari ketentuan-ketentuan hukum dan etika yang
menentukannya. ada keharusan, perintah dan larangan, serta sanksi-sanksi.

F. Teori Hukum Dalam Hubungannya Dengan Etika


Salah satu teori hukum yang memiliki keterkaitan signifikan dengan etika
adalah "teori hukum sibernetika". Teori ini menurut Winner, hukum itu merupakan
pusat pengendalian komunikasi antar individu yang bertujuan untuk mewujudkan
keadilan. Hukum itu diciptakan oleh pemegang kekuasaan, yang menurut premis
yang mendahuluinya disebut sebagai central organ. Perwujudan tujuan atau
pengendalian itu dilakukan dengan cara mengendalikan perilaku setiap individu,
penghindaran sengketa atau dengan menerapkan sanksi-sanksi hukum terhadap suatu
sengketa.
Dengan cara demikian, setiap individu diharapakan berperilaku sesuai dengan
perintah, dan keadilan dapat terwujud. Teori ini menunjukan tentang peran strategis
pemegang kekuasaan yang memiliki kewenangan untuk membuat (melahirkan)
hukum. dari hukum yang berhasil disusun, diubah, diperbaharui, atau diamandemen
ini, lantas dikosentrasikan orientasinya untuk mengendalikan komunikasi antar
individu dengan tujuan menegakan keadilan. Melalui implementasi hukum dengan
diikuti ketegasan sanksi-sanksinya, diharapakan perilaku individu dapat dihindarkan
dari sengketa, atau bagi anggota masyarakat yang terlibat dalam sengketa, konflik
atau pertikaian, lantas dicarikan landasan pemecahannya dengan mengandalkan
kekuatan hukum yang berlaku.

8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

9
DAFTAR PUSTAKA

Buddy. (2010). Hakikat Nilai dan Moral serta Sosialisasinya dalam kehidupan
masyarakat. Tersedia : http://buddybubhu.blogspot.com/2010/09/hakikat-nilai-
dan-moral-serta.html. [2 Maret 2011].
Fikri. (2010). Pengertian nilai sosial dan norma sosial. Tersedia :
http://www.karyafikri.tk/2010/08/pengertian-nilai-sosial-dan-norma.html.
[5Maret 2011].
Perwanawijaya yoga.2014.hakikat nilai dan moral serta sosialisasinya dalam
kehidupan manusia.tersedia :
https://yogapermanawijaya.wordpress.com/2014/05/18/hakekat-nilai-dan-moral-
serta-sosialisasinya-dalam-kehidupan-manusia/
Megawati pipi 2011. Etika profesi hum.tersedia :http://pipi-
megawati.blogspot.co.id/2011/09/etika-profesi-hukum.html
Ainie 2010. Hubungan hukum etika dan moral. Tersedia :
http://ddchinuel89.blogspot.co.id/2010/12/1.html

10

Anda mungkin juga menyukai