Anda di halaman 1dari 5

ASSALAMMUALAIKUM WR.

WB

MAKALAH BIOGRAFI LAKSAMANA


CHENG HO

Disusun oleh :
1. Mochammad Deva Ramadhan
2. Muhammad Farhan Fadila Umam
BIOGRAFI LAKSAMANA CHENG HO.

Beliau adalah seorang kasim Muslim yang menjadi orang


kepercayaan Kaisar Yongle dari Tiongkok (berkuasa tahun
1403-1424), kaisar ketiga dari Dinasti Ming. Nama aslinya
adalah Ma He, juga dikenal dengan sebutan Ma Sanbao,
berasal dari provinsi Yunnan. Ketika pasukan Ming
menaklukkan Yunnan, Cheng Ho ditangkap dan kemudian
dijadikan orang kasim. Ia adalah seorang bersuku Hui, suku
bangsa yang secara fisik mirip dengan suku Han, namun
beragama Islam. Dalam Ming Shi (Sejarah Dinasti Ming) tak
terdapat banyak keterangan yang menyinggung tentang asal-usul Cheng Ho. Cuma
disebutkan bahwa dia berasal dari Provinsi Yunnan, dikenal sebagai kasim (abdi) San Bao.
Nama itu dalam dialek Fujian biasa diucapkan San Po, Sam Poo, atau Sam Po. Sumber lain
menyebutkan, Ma He (nama kecil Cheng Ho) yang lahir tahun Hong Wu ke-4 (1371 M)
merupakan anak ke-2 pasangan Ma Hazhi dan Wen.

Saat Ma He berumur 12 tahun, Yunnan yang dikuasai Dinasti Yuan direbut oleh Dinasti
Ming. Para pemuda ditawan, bahkan dikebiri, lalu dibawa ke Nanjing untuk dijadikan kasim
istana. Tak terkecuali Cheng Ho yang diabdikan kepada Raja Zhu Di di istana Beiping (kini
Beijing).

Di depan Zhu Di, kasim San Bao berhasil menunjukkan kehebatan dan keberaniannya.
Misalnya saat memimpin anak buahnya dalam serangan militer melawan Kaisar Zhu
Yunwen (Dinasti Ming). Abdi yang berpostur tinggi besar dan bermuka lebar ini tampak
begitu gagah melibas lawan-lawannya. Akhirnya Zhu Di berhasil merebut tahta kaisar.

Ketika kaisar mencanangkan program pengembalian kejayaan Tiongkok yang merosot


akibat kejatuhan Dinasti Mongol (1368), Cheng Ho menawarkan diri untuk mengadakan
muhibah ke berbagai penjuru negeri. Kaisar sempat kaget sekaligus terharu mendengar
permintaan yang tergolong nekad itu. Bagaimana tidak, amanah itu harus dilakukan dengan
mengarungi samudera. Namun karena yang hendak menjalani adalah orang yang dikenal
berani, kaisar oke saja.

Ekspedisi Pelayaran Laksama Cheng Ho


Berangkatlah armada Tiongkok di bawah komando Cheng Ho (1405). Terlebih dahulu
rombongan besar itu menunaikan shalat di sebuah masjid tua di kota Quanzhou (Provinsi
Fujian). Pelayaran pertama ini mampu mencapai wilayah Asia Tenggara (Semenanjung
Malaya, Sumatera, dan Jawa). Tahun 1407-1409 berangkat lagi dalam ekspedisi kedua.
Ekspedisi ketiga dilakukan 1409-1411. Ketiga ekspedisi tersebut menjangkau India dan
Srilanka. Tahun 1413-1415 kembali melaksanakan ekspedisi, kali ini mencapai Aden, Teluk
Persia, dan Mogadishu (Afrika Timur). Jalur ini diulang kembali pada ekspedisi kelima
(1417-1419) dan keenam (1421-1422). Ekspedisi terakhir (1431-1433) berhasil mencapai
Laut Merah.

Cheng Ho berlayar ke Malaka pada abad ke-15. Saat itu, seorang putri Tiongkok, Hang Li
Po (atau Hang Liu), dikirim oleh kaisar Tiongkok untuk menikahi Raja Malaka (Sultan
Mansur Shah). Pada tahun 1424, kaisar Yongle wafat. Penggantinya, Kaisar Hongxi
(berkuasa tahun 1424-1425, memutuskan untuk mengurangi pengaruh kasim di lingkungan
kerajaan. Cheng Ho melakukan satu ekspedisi lagi pada masa kekuasaan Kaisar Xuande
(berkuasa 1426-1435).

Kapal yang ditumpangi Cheng Ho disebut 'kapal pusaka' merupakan kapal terbesar pada
abad ke-15. Panjangnya mencapai 44,4 zhang (138 m) dan lebar 18 zhang (56 m). Lima kali
lebih besar daripada kapal Columbus. Menurut sejarawan, JV Mills kapasitas kapal tersebut
2500 ton.

Model kapal itu menjadi inspirasi petualang Spanyol dan Portugal serta pelayaran modern
di masa kini. Desainnya bagus, tahan terhadap serangan badai, serta dilengkapi teknologi
yang saat itu tergolong canggih seperti kompas magnetik. Cheng Ho melakukan ekspedisi ke
berbagai daerah di Asia dan Afrika, antara lain:

Pelayaran Laksamana Cheng Ho


Vietnam
Taiwan
Malaka / bagian dari Malaysia
Sumatra / bagian dari Indonesia
Jawa / bagian dari Indonesia
Sri Lanka
India bagian Selatan
Persia
Teluk Persia
Arab
Laut Merah, ke utara hingga Mesir
Afrika, ke selatan hingga Selat Mozambik

Karena beragama Islam, para temannya mengetahui bahwa Cheng Ho sangat ingin
melakukan Haji ke Mekkah seperti yang telah dilakukan oleh almarhum ayahnya, tetapi para
arkeolog dan para ahli sejarah belum mempunyai bukti kuat mengenai hal ini. Cheng Ho
melakukan ekspedisi paling sedikit tujuh kali dengan menggunakan kapal armadanya.

Armada ini terdiri dari 27.000 anak buah kapal dan 307 (armada) kapal laut. Terdiri dari
kapal besar dan kecil, dari kapal bertiang layar tiga hingga bertiang layar sembilan buah.
Kapal terbesar mempunyai panjang sekitar 400 feet atau 120 meter dan lebar 160 feet atau
50 meter. Rangka layar kapal terdiri dari bambu Tiongkok. Selama berlayar mereka
membawa perbekalan yang beragam termasuk binatang seperti sapi, ayam dan kambing
yang kemudian dapat disembelih untuk para anak buah kapal selama di perjalanan. Selain
itu, juga membawa begitu banyak bambu Tiongkok sebagai suku cadang rangka tiang kapal
berikut juga tidak ketinggalan membawa kain Sutera untuk dijual.

Dalam ekspedisi ini, Cheng Ho membawa balik berbagai penghargaan dan utusan lebih dari
30 kerajaan - termasuk Raja Alagonakkara dari Sri Lanka, yang datang ke Tiongkok untuk
meminta maaf kepada kaisar Tiongkok. Pada saat pulang Cheng Ho membawa banyak
barang-barang berharga diantaranya kulit dan getah pohon Kemenyan, batu permata (ruby,
emerald dan lain-lain) bahkan beberapa orang Afrika, India dan Arab sebagai bukti
perjalanannya. Selain itu juga membawa pulang beberapa binatang asli Afrika termasuk
sepasang jerapah sebagai hadiah dari salah satu Raja Afrika, tetapi sayangnya satu jerapah
mati dalam perjalanan pulang.

Majalah Life menempatkan Cheng Ho sebagai nomor 14 orang terpenting dalam milenium
terakhir. Perjalanan Cheng Ho ini menghasilkan Peta Navigasi Cheng Ho yang mampu
mengubah peta navigasi dunia sampai abad ke-15. Dalam buku ini terdapat 24 peta
navigasi mengenai arah pelayaran, jarak di lautan, dan berbagai pelabuhan.

Cheng Ho adalah penjelajah dengan armada kapal terbanyak sepanjang sejarah dunia yang
pernah tercatat. Juga memiliki kapal kayu terbesar dan terbanyak sepanjang masa hingga
saat ini. Selain itu beliau adalah pemimpin yang arif dan bijaksana, mengingat dengan
armada yang begitu banyaknya beliau dan para anak buahnya tidak pernah menjajah
negara atau wilayah dimanapun tempat para armadanya merapat.

Semasa di India termasuk ke Kalkuta, para anak buah juga membawa seni beladiri lokal
yang bernama Kallary Payatt yang mana setelah dikembangkan di negeri Tiongkok menjadi
seni beladiri Kungfu. Sebagai orang Hui (etnis di Cina yang identik dengan Muslim) Cheng
Ho sudah memeluk agama Islam sejak lahir. Kakeknya seorang haji. Ayahnya, Ma Hazhi,
juga sudah menunaikan rukun Islam kelima itu. Menurut Hembing Wijayakusuma, nama
hazhi dalam bahasa Mandarin memang mengacu pada kata 'haji'.
Bulan Ramadhan adalah masa yang sangat ditunggu-tunggu Cheng Ho. Pada tanggal 7
Desember 1411 sesudah pelayarannya yang ke-3, pejabat di istana Beijing ini
menyempatkan mudik ke kampungnya, Kunyang, untuk berziarah ke makam sang ayah.
Ketika Ramadhan tiba, Cheng Ho memilih berpuasa di kampungnya yang senantiasa
semarak. Dia tenggelam dalam kegiatan keagamaan sampai Idul Fitri tiba.

Setiap kali berlayar, banyak awak kapal beragama Islam yang turut serta. Sebelum melaut,
mereka melaksanakan shalat jamaah. Beberapa tokoh Muslim yang pernah ikut adalah Ma
Huan, Guo Chongli, Fei Xin, Hassan, Sha'ban, dan Pu Heri. "Kapal-kapalnya diisi dengan
prajurit yang kebanyakan terdiri atas orang Islam," tulis HAMKA. Ma Huan dan Guo Chongli
yang fasih berbahasa Arab dan Persia, bertugas sebagai penerjemah. Sedangkan Hassan
yang juga pimpinan Masjid Tang Shi di Xian (Provinsi Shan Xi), berperan mempererat
hubungan diplomasi Tiongkok dengan negeri-negeri Islam. Hassan juga bertugas memimpin
kegiatan-kegiatan keagamaan dalam rombongan ekspedisi, misalnya dalam melaksanakan
penguburan jenazah di laut atau memimpin shalat hajat ketika armadanya diserang badai.

Kemakmuran masjid juga tak pernah dilupakan Cheng Ho. Tahun 1413 dia merenovasi
Masjid Qinging (timur laut Kabupaten Xian). Tahun 1430 memugar Masjid San San di
Nanjing yang rusak karena terbakar. Pemugaran masjid mendapat bantuan langsung dari
kaisar. Beberapa sejarawan meyakini bahwa petualang sejati ini sudah menunaikan ibadah
haji. Memang tak ada catatan sejarah yang membuktikan itu, tapi pelaksanaan haji
kemungkinan dilakukan saat ekspedisi terakhir (1431-1433). Saat itu rombongannya
memang singgah di Jeddah.

Selama hidupnya Cheng Ho memang sering mengutarakan hasrat untuk pergi haji
sebagaimana kakek dan ayahnya. Obsesi ini bahkan terbawa sampai menjelang ajalnya.
Sampai-sampai ia mengutus Ma Huan pergi ke Mekah agar melukiskan Ka'bah untuknya.
Muslim pemberani ini meninggal pada tahun 1433 di Calicut (India), dalam pelayaran
terakhirnya.

Cheng Ho dan Indonesia


Cheng Ho mengunjungi kepulauan di Indonesia selama tujuh kali. Ketika ke Samudera
Pasai, ia memberi lonceng raksasa "Cakra Donya" kepada Sultan Aceh, yang kini tersimpan
di museum Banda Aceh. Tahun 1415, Cheng Ho berlabuh di Muara Jati (Cirebon), dan
menghadiahi beberapa cindera mata khas Tiongkok kepada Sultan Cirebon. Salah satu
peninggalannya, sebuah piring yang bertuliskan ayat Kursi masih tersimpan di Keraton
Kasepuhan Cirebon.

Pernah dalam perjalanannya melalui Laut Jawa, Wang Jinghong (orang kedua dalam
armada Cheng Ho) sakit keras. Wang akhirnya turun di pantai Simongan, Semarang, dan
menetap di sana. Salah satu bukti peninggalannya antara lain Kelenteng Sam Po Kong
(Gedung Batu) serta patung yang disebut Mbah Ledakar Juragan Dampo Awang Sam Po
Kong. Cheng Ho juga sempat berkunjung ke Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan
raja Wikramawardhana

Anda mungkin juga menyukai