Pelaksanaan Intensifikasi
1. Pengolahan tanah dan pembentukan kelompok tani
Pengolahan tanah merupakan proses paling awal bagi seorang
petani sebelum melakukan penanaman bibit tanaman. Proses ini
dilakukan untuk meningkatkan kegemburan tanah agar bibit tanaman
yang ditanam kelak dapat tumbuh dengan baik. Ada beberapa tahapan
dalam pengolahan tanah sebelum sawah atau ladang dapat ditanami.
Sebelum tanah persawahan diolah, terlebih dahulu diberi pengairan
untuk melunakkan tekstur tanah. Setelah tahap pengairan dilanjutkan
dengan proses pembabatan jerami sisa panen sebelumnya. Jerami yang
dibabat kemudian dibiarkan untuk nanti dibajak bersama tanah yang
nantinya akan berfungsi sebagai pupuk organik bagi tanaman yang
akan ditanam. Setelah proses tersebut barulah tanah persawahan dapat
mulai dibajak.
2. Irigasi
Padi merupakan tanaman pertanian yang membutuhkan
pengairan melebihi tanaman pertanian lainnya. Untuk memenuhi
kebutuhan akan air, rata rata padi membutuhkan sedikitnya 8,6 mm
pada tahun 1977 areal yang diairi bertambah luas menjadi 4.337.000
ribu ha dan menjadi 4.420 ribu ha pada tahun 1978. Wilayah Jawa
Timur areal sawah yang mendapat sarana irigasi juga mengalami
peningkatan secara signifikan tiap tahunnya. Untuk awal pelaksanaan
Repelita pertama tahun 1969 luas areal persawahan yang terjamin
irigasinya seluas 896.334 ha. Kemudian pada 1976 wilayah
persawahan yang terjamin irigasinya meningkat sebanyak 912.150 ha
dan meningkat lagi pada tahun 1984 menjadi 924.847 ha. Berikut akan
disajikan data luas sawah yang terjamin pengairannya:
Tabel 2 Luas Panen dan Kerusakan Padi di Jawa Timur Tahun 1974-1977
Luas
Panen Kerusakan (ha) %
Tahun
(ha) Kerusaka
1973 3.670.422 123.422 3,4
1974 3.824.509 65.509 1,7
1975 3.904.631 130.631 3,3
1976 4.002.915 302.915 7,6
1977 3.748.155 327.155 8,7
6
Tujuan :
- Menambah luas areal padi (percetakan sawah baru, memperluas jaringan air,
menyediakan sumberdaya manusia malalui transmigrasi maupun masyarakat
lokal)
- Meningkatka produksi padi
Manfaat :
Deskripsi :
padi seluas 8.850 ha, meskipun kenyataannya hingga saat ini luas lahan yang telah
tersedia masih kurang dari 2.500 ha (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab.
Manokwari, 2007). Upaya untuk menambah areal padi terus diupayakan seperti
pencetakan sawah baru, memperluas jaringan air, dan menyediakan sumberdaya
manusia malalui transmigrasi maupun masyarakat lokal. Dengan hasil dan
pembahsan yaitu:
1. Karakteristik Daerah Penelitian
Berdasarkan penggunaan Lahan pertanian yang sudah
dimanfaatkan seluas 28.159 ha (15.18 %), namun potensi lahan pertanian
mencapai luas 185.501 ha. Lahan pertanian terdiri dari lahan sawah
mencapai luas 3.080 ha dan lahan kering mencapai luas 25.861 ha (Dinas
Pertanian dan Ketahanan Pangan 2005). Sebaran lahan sawah terletak di
Distrik Prafi, Distrik Masni, dan Distrik Oransbari. Ketiga Distrik
tersebut merupakan wilayah transmigrasi sejak tahun 1970-an yang
dikirim secara bertahap.
Berdasarkan hasil Participatory Rural Appraisal (PRA) yang
dilaksanakan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua Barat
dalam rangka persiapan kegiatan Prima Tani pada tahun 2007 diperoleh
beberapa pemecahan masalah terhadap rendahnya produktivitas usahatani
padi di kedua Distrik yaitu : (1) pengadaan benih unggul, (2)
pembentukan penangkar benih untuk menyediakan benih bermutu, (3)
rehabilitasi dan pembuatan saluran irigasi, (4) pengkajian pemupukan
spesifik lokasi, (5) sosialisasi dan pelatihan bagi petani terhadap
perkembangan teknologi seperti teknik pemupukan berimbang,
pembuatan pupuk organik, teknik budidaya PTT, (6) penyediaan alat dan
mesin pertanian, dan (7) peningkatan peran KUD dalam menyediakan
kebutuhan saprodi.
Selanjutnya dari beberapa hasil kegiatan pengkajian yang
dilakukan oleh tim peneliti BPTP Papua Barat Distrik Prafi menunjukkan
bahwa potensi pengembangan dan peningkatan produktivitas padi sawah
masih dapat ditingkatkan. Hasil pengkajian uji adaptif terhadap
beberapa varietas unggul pada kegiatan sistem dan usaha agribisnis lahan
12
sawah di Distrik Papua Barat diperoleh hasil produksi padi bisa mencapai
5 6 ton/ha bila dibandingkan dengan produksi petani setempat 2,3
ton/ha.
Jika tenaga kerja luar keluarga naik 1%, maka produksi padi akan
naik sebesar 0.11861%,
Jika pupuk urea naik 1%, maka produksi padi akan naik sebesar
0.40141%;
Jika pupuk NPK naik 1%, maka produksi padi naik sebesar
0.025245%,
Jika pupuk PPC naik 1%, maka produksi padi akan naik sebesar
0.028250%, dan
Jika intensifikasi usahatani naik 1%, maka produksi padi akan
naik sebesar 0.49364%.
Selanjutnya pada tabel diatas dapat dilihat bahwa untuk luas lahan
dan tenaga kerja dalam keluarga tidak berpengaruh terhadap produksi.
Hal ini menunjukkan nilai koefisien variabel-variabel tersebut tidak
bermakna, artinya kenaikan atau penurunan nilai variabel tersebut tidak
berpengaruh terhadap produksi padi. Bila dilihat luas lahan tidak
berpengaruh terhadap produksi diduga karena kepemilikan lahan petani
yang relatif kecil yakni berkisar 0,5 ha sampai 0,75 ha sehingga sulit
dikembangkan untuk meningkatkan produksi sehingga alternatif dalam
meningkatkan produksi adalah melalui penggunaan secara intensif input
produksi (intensifikasi usahatani). Selanjutnya ketersediaan tenaga kerja
dalam keluarga tersedia sangat sedikit yaitu 2 - 3 orang tenaga kerja
produktif (49%) dan berumur diatas 46 tahun (45%) sehingga diduga
kurang memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi. Pada
koefisien dummy Musim Tanam ternyata tidak signifikan, hal ini berarti
secara teknis gabungan kedua musim tanam tidak mempunyai pengaruh
dalam peningkatan produksi padi pada kedua Distrik.
Peningkatan intensifikasi usahatani masih dimungkinkan juga
untuk dilakukan meningkatkan produksi padi. Intensifikasi usahatani
difokuskan bagaimana penggunaan saprodi dan aspek teknis dapat
dilakukan dengan baik, sehingga diharapkan peningkatan produksi ini
dapat terus ditingkatkan. Penerapan intensifikasi yang dilakukan oleh
petani di Kabupaten Manokwari dapat dilihat pada 2 musim tanam terjadi
14
Lampiran Foto:
Setiap tahun, sedimen di Teluk Palu yang berasal dari Sungai Palu sebanyak
1,8 juta ton yang berasal dari Sungai Palu. Hal ini juga salah satu yang mendasari
untuk melakukan reklamasi. Pinggiran pantai yang berada di sekitar Teluk Palu
memiliki potensi wisata sangat menjanjikan namun kurang tertata dengan baik. Di
sepanjang pantai tersebut banyak penjual yang menyediakan beberapa sajian
tradisional, namun belum menyediakan sarana seperti toilet atau tempat ibadah.
Bayangkan, untuk mencari kamar kecil saja susah. Ini persoalan sepele namun
harus dipikirkan. Semua pembangunan yang dilakukan pemerintah dan swasta
diklaim adalah untuk kepentingan masyarakat bukan untuk orang per orang. Harga
tanah di sekitar proyek reklamasi yang berada di pinggiran Pantai Talise
diperkirakan akan terdongkrak naik seiring bertumbuhnya investasi di kawasan
tersebut.
1. Pembuatan tanggul laut (construction sea wall) tanpa komposisi yang dirancang
dengan konstruksi yang tidak memperhatikan arah arus bawah laut, pecahnya
ombak dan gelombang serta pasut dapat mengakibatkan terjadinya sedimentasi
pada perairan pantai di sekitarnya. Berdasarkan analisis sampel sedimen yang
diambil diperoleh bahwa angkutan sedimen susur pantai di wilayah studi adalah
46.59 m3/hari.
2. Penyebab utama luapan air yang terjadi di sekitar lokasi tersebut diakibatkan
oleh buruknya sistem drainase perkotaan, sehingga meluapnya air ke badan jalan.
Selain itu, akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainya rawan
tenggelam, atau setidaknya air asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak
yang mati.
3. Program penataan kawasan pantai di Wilayah Pesisir Pantai Talise (Teluk Palu)
dengan jalan melakukan reklamasi memberikan dampak positif terhadap
perkembangan keruangan, yaitu bertambahnya luas lahan terbangun sehingga dapat
di manfaatkan untuk berbagai kepentingan publik.
yang tinggal di sekitar tempat pengambilan material hingga para pengguna jalan
karena truck pengangkut muatan sering kali melintasi wilayah mereka sehingga
jalanan sangat mudah berdebu. Tidak heran masyarakat akan lebih mudah terkena
infeksi saluran pernapasan.
Lampiran foto:
Badrung, seorang petani garam di Teluk Palu, Sulawesi Tengah sedang menggarap
lahannya. Petani garam khawatir reklamasi di Teluk Palu mengganggu usaha
mereka.
18
Jejeran perahu yang tertambat disebelah areal reklamasi di pantai di Teluk Palu,
Sulawesi Tengah
Tujuan :
Deskripsi :
Akibat lain dari kerusakan hutan adalah fauna khas Propinsi Bangka-
Belitung, yaitu Mentilin atau kera super mini (Primata Tarsius Bancanus
saltator) terancam punah. Kekayaan hayati pun terancam, padahal
keanekaragaman hayati mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan
masyarakat lokal, contohnya adalah pemanfaatan daun simpur (Dillenia indica)
sebagai pembungkus manakan. Daun ini mempunyai sifat antikuman, seperti
halnya daun jati sehingga makanan yang dibungkus daun simpur tidak cepat bau.
Selain daun simpur untuk membungkus makanan, masyarakt lokal juga
memanfaatkan tanaman paku resam (Dicranopteris linearis) sebagai bahan baku
kerajinan, seperti tempat tisu, peci, gantungan kunci dan lain-lain. Kedua jenis
21
tanaman itu banyak saya lihat di tepi hutan di sepanjang perjalanan saya dari
Pangkalpinang ke Batu Betumpang, tetapi semua itu akan punah kalau tidak ada
lagi hutan yang tersisa.
Lampiran Foto:
23