Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Exopthalmus atau penonjolan bola mata adalah tanda klinis paling awal dan paling
penting yang biasanya dimanifestasikan oleh tumor retrobulbar. Penonjolan bola mata ini dikenal
dengan proptosis atau exopthalmus. Karena letak lesi di dalam orbita, bola mata terdorong kedepan dan
pergerakan bola mata terbatas pada arah yang homolateral. Bola mata juga dapat terdorong ke arah superior,
inferior, medial atau lateral tergantung dari posisi lesi dalam orbita.1
Kecepatan berkembangnya exophthalmos bergantung pada jenis tumor. Ada juga faktor sekunder yang
dapat menyebabkan atau mempengaruhi derajat exophthalmos. Tekanan tumor pada sclera mungkin dapat
menyebabkan hipermetropi dan astigmatisma. Ketika kehilangan penglihatan muncul biasanya karena tekanan
dari tumor pada saraf. 1
Tumor retrobulbar dapat dibagi menjadi intrakonal dan ekstrakonal tergantung letaknya di dalam
atau di luar konus otot. Intrakonal : glioma, meningioma, haemangioma cavernous dan kapiler,
haemangiopericytoma, lymphangioma and neurofibroma. Extraconal : tumour glandula lacrimal
(pleomorphic adenoma, adenoidcystic cancer), dermoid, lymphoma, pseudotumour, rhabdomyosarkoma
dan metastasis (medcyclopedia).2
Diagnosis tumor retrobulbar berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang. CT
Scan merupakan pemeriksaan radiologis utama dalam diagnosis tumor orbita.2

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI
Orbita secara anatomis merupakan struktur yang kompleks terdiri dari bolamata, otot-otot ekstraokuler,
jaringan limfe dan pembuluh darah, saraf, glandula, dan jaringan pengikat. Orbita merupakan kavitas
yang terdiri dari struktur-struktur yang penting dalam fungsi ocular dan struktur tulang yang melindinginya.
Orbita merupakan area yang kecil dengan sedikit ruang kosong sehingga jika terdapat massa (space occupying
lesion) yang meningkatkan volume orbita akan bermanifestasi klinis sebagai proptosis dan terganggunya fungsi
penglihatan dan fungsi otot ekstraokuler.3

A. Rongga Orbita
Rongga orbita yang berbentuk piramida ini terletak pada kedua sisi rongga hidung. Dinding lateral orbita
membentuk sudut 45 derajat dengan dinding medialnya. Dinding orbita terdiri atas tulang :
1. Atap atau superior : Os frontalis.
2. Lateral : Os frontalis, os zygomaticum, ala magna os sphenoidalis.
3. Inferior : Os. zygomaticum, os maxillaris, os palatine.
4. Nasal : Os maxillaris, os lacrimalis, os ethmoidalis. 3

Gambar 1 : Rongga Orbita

2
Kelenjar lakrimalis terdapat dalam fossa lakrimalis dibagian anterior atap orbita. Orbita berbentuk suatu
rongga yang secara skematis digambarkan sebagai piramida yang berkonvergensi ke arah belakang. Puncaknya
adalah foramen optikum,dan dasarnya menghadap ke depan luar dan terbuka disebut aditus orbita. Sedangkan
dinding-dindingnya meliputi dinding medial, dinding lateral, dinding atas (atap orbita), dan dinding bawah (dasar
orbita). Orbita terletak di kanan dan kiri basis nasi (pangkal hidung). Tulang-tulang yang membentuk orbita
berjumlah 7 buah, yaitu os frontalis, os zygomaticum, os sphenoidalis, os maxillaris, os ethmoidalis, os nasalis,
dan os lacrimalis. Antara dinding lateral (dinding temporal) dengan atap orbita terdapat fissure orbitalis superior.
Antara dinding lateral dengan dasar orbita terdapat fissure orbitalis inferior. Antara dinding medial dengan atap
orbita terdapat foramen ethmoidalis anterior dan posterior. Antara dinding medial dengan dasar orbita terdapat
fossa saccilacrimalis. Aditus orbitae berbentuk persegi empat dengan sudut-sudutnya membulat. Sisi-sisinya
dibedakan menjadi margo supraorbitalis, margo infraorbitalis, margo marginalis, dan margo lateralis. Volume
orbita dewasa kira-kira 30 cc dan bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak dan otot
menempati bagian terbesarnya. 3
Di dalam orbita, selain bola mata, juga terdapat otot-otot ekstraokuler, saraf, pembuluh darah, jaringan
ikat, dan jaringan lemak, yang kesemuanya ini berguna untuk menyokong fungsi mata. Orbita merupakan
pelindung bola mata terhadap pengaruh dari dalam dan belakang, sedangkan dari depan bola mata dilindungi oleh
palpebra. Di sekitar orbita terdapat rongga-rongga di dalam tulang-tulang tengkorak dan wajah, yang disebut sinus
paranasalis. Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah, dan sinus ethmoidalis
dan sfenoidalis di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh trauma langsung terhadap bola mata,
berakibat timbulnya fraktur blowout dengan herniasi isi orbita ke dalam antrum maksilaris.
Infeksi dalam sinus sfenoidalis dan ethmoidalis dapat mengikis dinding medialnya yang setipis kertas (lamina
papyracea) dan mengenai isi orbita. Defek pada atapnya (misal, neurofibromatosis) dapat berakibat terlihatnya
pulsasi pada bola mata yang berasal dari otak. 3

B. OTOT PENGGERAK MATA


Otot ini menggerakkan mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata tergantung pada letak dan
sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. 3
1. Otot Oblik Inferior

Oblik inferior mempunyai origo pada fossa lakrimal tulang lakrimal, berinsersi pada sklera posterior 2
mm dari kedudukan makula, dipersarafi saraf okulomotor, bekerja untuk menggerakkan mata keatas,
abduksi dan eksiklotorsi.

3
2. Otot Oblik Superior
Oblik superior berorigo pada anulus Zinn dan ala parva tulang sfenodi di atas foramen optik, berjalan
menuju troklea dan dikatrol batik dan kemudian berjalan di atas otot rektus superior, yang kemudian
berinsersi pada sklera dibagian temporal belakang bola mata. Oblik superior dipersarafi saraf ke IV atau
saraf troklear yang keluar dari bagian dorsal susunan saraf pusat. Mempunyai aksi pergerakan miring dari
troklea pada bola mata dengan kerja utama terjadi bila sumbu aksi dan sumbu penglihatan searah atau mata
melihat ke arah nasal.Berfungsi menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila mata melihat
ke nasal, abduksi dan insiklotorsi. Oblik superior merupakan otot penggerak mata yang terpanjang dan
tertipis.
3. Otot Rektus Inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan antara oblik inferior dan bola mata atau
sklera dan insersi 6 mm di belakang limbus yang pada persilangan dengan oblik inferior diikat kuat oleh
ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi oleh n. III (n. okulomotorius).
Fungsi menggerakkan mata :
- Depresi (gerak primer)
- Eksoklotorsi (gerak sekunder)
- Adduksi (gerak sekunder)
Rektus inferior membentuk sudut 23 derajat dengan sumbu penglihatan.
4. Otot Rektus Lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di atas dan di bawahforamen optik. Rektus lateral
dipersarafi oleh N. VI (n. abducens). Dengan pekerjaan menggerakkan mata terutama abduksi.
5. Otot Rektus Medius
Rektus medius mempunyai origo pada anulus Zinn dan pembungkus dura saraf optic yang sering
memberikan dan rasa sakit pada pergerakkan mata bila terdapat neuritis retrobulbar, dan berinsersi 5 mm di
belakang limbus. Rektus medius merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon terpendek.
Menggerakkan mata untuk aduksi (gerak primer).
6. Otot Rektus Superior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura orbita superior beserta lapisan dura
saraf optik yang akan memberikan rasa sakit pada pergerakkan bola mata bila terdapat neuritis retrobulbar.
Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus dan dipersarafi cabang superior N.III (n. okulomotorius).
Fungsinya menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke lateral :

4
- Aduksi, terutama bila tidak melihat ke lateral.
- Insiklotorsi. 3

Gambar 2 : Otot Pergerakan Mata

2.2 TUMOR RETROBULBAR


2.2.1 DEFINISI
Tumor retrobulbar merupakan salah satu tumor orbital yang berlokasi dibelakang bola mata.4

Gambar 3 : Tumor Retrobulbar

2.2.2 KLASIFIKASI
Tumor retrobulbar dapat dibagi menjadi intrakonal dan ekstrakonal tergantung letaknya di dalam
atau di luar konus otot. Intrakonal : glioma, meningioma, haemangioma cavernous dan kapiler,
haemangiopericytoma, lymphangioma and neurofibroma. Extraconal : tumour glandula lacrimal
5
(pleomorphic adenoma, adenoidcystic cancer), dermoid, lymphoma, pseudotumour, rhabdomyosarkoma
dan metastasis (medcyclopedia).
4

Gambar 4 : Klasifikasi Tumor Retrobulbar

1. Hemangioma cavernous
Merupakan tumor jinak intraorbita yang tersering padaorang dewasa. Biasanya tumor terletak
dalam konus otot-otot retrobulbar. Sehingga bermanifestasi sebagai proptosis unilateral yang
lambat pada decade kedua sampai keeempat. Kadangkala dapat menekan nervus optikus tanpa
proptosis.
2. Glioma
Merupakan tumor jinak yang berkembang dari astrosit. Biasanya muncul pada dekade pertama
kehidupan. Dapat hadir sebagai tumor yang soliter atau sebagai bagian dari von
recklinghausens neurofibromatosis. Gambaran klinis ditandai dengan hilangnya penglihatan,
ditandai dengan axial proptosis unilateral yang bertahap dan tidak disertai nyeri. Pemeriksaan
fundus dapat memperlihatkan adanya atropi dan edema papil saraf optik dan pembesaran vena.
Perluasan intracranial dari glioma melalui canalis optik jarang terjadi.
3. Limphangioma
Merupakan tumor yang jarang terjadi terlihat sebagai proptosis dengan progresifitas yang lambat
pada remaja muda. Terkadang membesar sebagai akibat perdarahan spontan di dalam ruang
vaskular, yang kemudianmembentuk kista coklat yang dapat sembuh spontan.

6
4. Meningioma
Merupakan tumor invasif yang berasal dari villi arrachnoidal. Meningioma menginvasi orbita
terdapat dua tipe : primer dan sekunder.
a. Meningioma intaorbital primer. Dikenal juga sebagai meningioma yang berasal dari pembungkus
nervus saraf optik. Mengakibatkan kehilangan penglihatan yang cepat disertai keterbatasan
pergerakan bola mata atropi atau edema diskus optikus dan proptosis yang terjadi secara perlahan-
lahan. Selama fase intadural, secara klinis sulit dibedakan dari glioma nervus optik. Adanya
opticocilliary shunt merupakan tanda patognomonik dari meningioma pembungkus nervus saraf
optik.
b. Meningioma sekunder. Meningioma intracranial yang secara sekunder menginvasi orbita. Invasi
orbita dapat timbul melalui dasar fossa cranii anterior.
5. Rhabdomyosarcoma
Merupakan tumor ganas dari orbita yang berasal dari otot extraokular. Merupakan tumor orbita
tersering pada anak-anak, biasanya timbul dibawah usia 15 tahun. Terdapat proptosis yang
progresif dan tiba-tiba onsetnya. Proptosis yang paling berat karena rhabdomyosarcoma yang
terletak di kuadran superonasal. Gambaran klinis mirip dengan proses inflamasi. Tumor biasanya
terdapat pada kuadran superionasal tetapi dapat juga menginvasi bagian-bagian lain dari orbita.
(comphrehensive opthm).
6. Tumor juga bisa berasal dari metastasis Ca. mammae, karsinoma bronkhial, neuroblastoma pada
anak-anak, Ewing sarcoma, leukemia, tumor testikuler.2,5

2.2.3 MANIFESTASI KLINIS


Penonjolan bola mata merupakan manifestasi klinis yang paling penting dan paling awal muncul pada
tumor retrobulbar. Penonjolan bola mata ini dikenal dengan proptosis atau exopthalmus. Karena letak lesi di
dalam orbita, bola mata terdorong kedepan dan pergerakan bola mata terbatas pada arah yang homolateral. Bola
mata juga dapat terdorong ke arah superior, inferior, medial atau lateral tergantung dari posisi lesi dalam orbita.
Derajat exopthalmus bergantung dari derajat tumor. Terdapat juga faktor sekunder yang juga dapat
mempengaruhi derajat exopthalmus. Faktor sekunder tersebut antara lain kongesti orbita akibat penekanan tumor
pada vena-vena atau akibat proses inflamasi yang disebabkan oleh nekrosistumor. Penekanan tumor pada sclera
juga dapat menyebabkan terjadinya hipermetropi dan mungkin juga dapat terjadi astigmatisme. Jika tumor
menekan nervus optikus (Nervus II) dapat terjadi kehilangan penglihatan. Nyeri dan diplopia juga dapat menjadi

7
manifestasi klinis awal pada tumor retrobulbar. Hipertelorisme, exorbitisme, proptosis, lesi atau edema pada
kelopak mata, chemosis, edema pembuluh darah konjungtiva merupakan beberapa tanda-tanda lesi periorbital.
Blepharoptosis, lagophtalmus adalah tanda-tanda yang harus dipertimbangkan selama pemeriksaan.1,4

Gambar 5 : Manifestasi Klinis

2.2.4 DIAGNOSIS
Diagnosis tumor retrobulbar berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang.
CT Scan merupakan pemeriksaan radiologis utama dalam diagnosis tumor orbita. CT Scan dapat
memperlihatkan potongan aksial dan koronal dari jaringan lunak dan struktur-struktur tulang. Penggunaan kontras
dapat memperlihatkan adanya proses-proses inflamasi, tumor vascular dan edema pembuluh darah.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat memperlihatkan gambaran 3 dimensi dapat
memperlihatkan gambaran massa orbita dan jaringan-jaringan lunak. MRI dapat memperlihatkan resolusi jaringan
lunak yang baik, tetapi CT Scan merupakan pemeriksaan yang lebih baik dalam memperlihatkan struktur-struktur
tulang orbita.
Ultrasonografi ocular dapat digunakan untuk meperlihatkan lesi orbita di bagian anterior dan tengah.
Ultrasonografi Doppler dapat digunakan untuk mengevaluasi pembuluh darah dan aliran darah orbita.
Pemeriksaan penunjang dalam mendiagnosis lesi orbita adalah Fine Needle Aspiration Biopsy.
FNAB dapat membedakan lesi benigna dan maligna dengan akurasi sebesar 95%. FNAB beserta dengan
penemuan klinis dan radiologis dapat mendiagnosis 80% kasus dengan tepat.
Open biopsy dari tumor orbita merupakan metode yang umum digunakan dalam memperoleh
jaringan dari lesi orbita. Metode ini penting dilakukan jika FNAB tidak dapat memperoleh jaringan yang cukup
untuk pemeriksaan histopatologi.1,2,4

8
2.2.5 TERAPI
a. Tumor jinak:
Memerlukan eksisi, namun bila kehilangan penglihatan merupakan hasil yang tak dapat dihindarkan, dipikirkan
pendekatan konservatif.
b. Tumor ganas:
Memerlukan biopsi dan radioterapi. Limfoma juga bereaksi baik dengan kemoterapi. Terkadang lesi terbatas
(misal karsinoma kelenjar lakrimal) memerlukan reseksi radikal.

Pendekatan operatif:
a. Transkranial-frontal:
Untuk tumor dengan perluasan intrakranial atau terletak posterior dan medial dari saraf optik.
b. Lateral:
Untuk tumor yang terletak superior, lateral, atau inferior dari saraf optik.4

2.2.6 DIAGNOSIS BANDING


a. PSEUDOTUMOR (GRANULOMA ORBITAL)
Nyeri orbital tiba-tiba dengan pembengkakan kelopak, proptosis dan kemosis akibat infiltrasi limfosit dan
sel plasma pada berbagai struktur didalam orbit. Keadaan ini biasanya terjadi pada usia menengah dan jarang
terjadi bilateral. CT scan memperlihatkan lesi orbital difus, walau mungkin lebih dominan padasatu struktur,
misalnya saraf optik, otot ekstra-okuler atau kelenjar lakrimal. Bila diagnostik tetap meragukan, diperlukan biopsi.
Kebanyakan pasien memperlihatkan respons yang dramatis terhadap steroid. Bila gejala menetap,lesinya akan
bereaksi baik terhadap radioterapi.
b. EKSOFTALMOS ENDOKRIN
Pasien tirotoksik dengan eksoftalmos bilateral tidak sulit untuk didiagnosis, namun eksoftalmos endokrin,
dengan edema kelopak yang jelas, retraksi kelopak, dan oftalmoplegia mungkin terjadi unilateral dan dengan
tiroksin dan triiodotironin serum normal. Bila curiga, tes stimulasi TRH mungkin membantu menegakkan
diagnosis. Pada beberapa pasien penyakitnya berlangsung terus dan menyebabkan ulserasi korneal, edema papil
dan bahkan kebutaan. Pada keadaan ini dekompresi orbital sangat bermanfaat.4

9
2.2.7 PROGNOSIS
Jika tumor benar-benar dihilangkan secara utuh tanpa FNAB terlebih dahulu atau sayatan
eksplorasi pada jenis apapun, penderita mungkin sembuh kecuali jika lesi secara histology
terbukti ganas pada operasi awal. Dengan jenis operasi pengangkatan apapun, meski sangat utuh
pasien tetap beresiko mengalami kekambuhan. Bagaimanapun, faktor-faktor seperti ukuran
tumor, lokasi orbital, usia pasien, tipe histopatologi (kecuali tumor ganas), dan kemungkinan
kekambuhan tidak diketahui.2

10
BAB III

KESIMPULAN

Tumor retrobulbar merupakan salah satu tumor orbital yang berlokasi dibelakang bola mata. Tumor
retrobulbar dapat dibagi menjadi intrakonal dan ekstrakonal tergantung letaknya di dalam atau di luar konus
otot. Intrakonal : glioma, meningioma, haemangioma cavernous dan kapiler, haemangiopericytoma,
lymphangioma and neurofibroma. Extraconal : tumour glandula lacrimal (pleomorphic adenoma,
adenoidcystic cancer), dermoid, lymphoma, pseudotumour, rhabdomyosarkoma dan metastasis
(medcyclopedia). Penonjolan bola mata merupakan manifestasi klinis yang paling penting dan paling awal
muncul pada tumor retrobulbar. Penonjolan bola mata ini dikenal dengan proptosis atau exopthalmus. Diagnosis
tumor retrobulbar berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang. CT Scan merupakan
pemeriksaan radiologis utama dalam diagnosis tumor orbita. Jika tumor benar-benar dihilangkan secara
utuh tanpa FNAB terlebih dahulu atau sayatan eksplorasi pada jenis apapun, penderita mungkin
sembuh kecuali jika lesi secara histology terbukti ganas pada operasi awal. Dengan jenis operasi
pengangkatan apapun, meski sangat utuh pasien tetap beresiko mengalami kekambuhan.
Bagaimanapun, faktor-faktor seperti ukuran tumor, lokasi orbital, usia pasien, tipe histopatologi
(kecuali tumor ganas), dan kemungkinan kekambuhan tidak diketahui.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2641388/pdf/jnma00708-0023.pdf
2. Garrity, JA. Henderson, JW. Cameron, JD. Hendersons Orbital Tumor. Fourth Ed. 2006.
USA. 193-201. E
3. Ilyas, S. Yulianti, SR. Ilmu Penyakit Mata. Ed 4. 2013. Jakarta : FK UI. 11-3.
4. https://www.scribd.com/doc/117898391/Tumor-Retrobulbar
5. Eva, PR. Whitcher, JP. Vaughan Asbury Oftalmologi Umum. Ed 17. 2015. Jakarta :
EGC. 257-8.

12

Anda mungkin juga menyukai