Anda di halaman 1dari 33

Latar Belakang

Kesehatan jiwa adalah keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa
penyakit atau kelemahan (WHO).
Gangguan jiwa didefinisikan sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting
secara klinis yang terjadi pada sesorang dan dikaitkan dengan adanya distress atau disabilitas atau
disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri dan sangat kehilangan
kebebasan.(American Psychiatric Association).

Di masa dahulu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena pelanggaran
sosial atau agama, kurang minat atau semangat dan pelanggaran norma sosial. Sampai abad ke-19,
penderita gangguan jiwa dinyatakan tidak dapat disembuhkan dan dibelenggu dalam penjara tanpa
diberi makanan, tempat berteduh, atau pakaian yang cukup. Namun, saat ini gangguan jiwa
didefinisikan dan ditangani sebagai masalah medis.

Salah satu masalah dalam gangguan jiwa adalah Skizofrenia, yaitu penyakit yang mempengaruhi
otak dan menyebabkan timbulnya pikiran persepsi, emosi, gerakan dan perilaku yang aneh dan
terganggu. Prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia adalah 0,3 sampai 1 % dan biasanya
timbul pada usia sekitar 18 sampai 45 tahun, namun ada juga yang baru berusia 11 sampai 12 tahun
sudah menderita skizofrenia. Apabila penduduk Indonesia sekitar 200 juta jiwa, maka diperkirakan
sekitar 2 juta jiwa menderita skizofrenia (Harold Kaplan, 1998).

Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua dua kategori utama: gejala positif atau gejala nyata, yang
mencakup waham, halusinasi dan diorganisasi pikiran, bicara dan perilaku yang tidak teratur, serta
gejala negatif atau gejala samar, seperti afek datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari
masyarakat atau rasa tidak nyaman.

Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi ; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan
perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2009).

Halusinasi jika dibiarkan akan menyebabkan komplikasi atau dampak yang menyebabkan resiko
prilaku kekerasan pada diri sendiri dan kerusakan interaksi sosial.

Untuk mencegah dampak lanjut dari halusinasi maka dibutuhkan peran perawat dalam melakukan
asuhan keperawatan yaitu sebagai pelaksana asuhan keperawatan dimana perawat memberikan
pelayanan keperawatan jiwa dengan memperhatikan aspek bio-psiko-sosio-spiritual. Sebagai
pendidik yaitu perawat mengajarkan klien teknik mengontrol halusinasinya dengan cara
menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas dan mengontrol halusinasi
dengan minum obat.
Berdasarkan uraian di atas kelompok membahas kasus tentang Asuhan Keperawatan
pada klien dengan Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran dan Penglihatan

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i mampu memahami konsep dan mampu memberikan asuhan keperawatan pada
klien gangguan sensori persepsi: halusinasi.

2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa/i mampu :
a. Memahami tentang konsep dasar gangguan sensori persepsi: halusinasi.
b. Melakukan pengkajian pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi.
c. Mengenali diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi.
d. Menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi.
e. Melakukantindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi.
f. Mengevaluasi tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan sensori persepsi: halusinas

C. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan kelompok adalah studi kepustakaan yang diambil dari beberapa
literature yang berkaitan dengan Keperawatan jiwa, dengan masalah gangguan sensori persepsi :
halusinasi.

D. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan makalah ini terdiri dari BAB I PENDAHULUAN yang meliputi latar belakang,
tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORI yang meliputi
konsep dasar terdiri dari pengertian, psikodinamika (etiologi, proses, komplikasi) dan asuhan
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan, implementasi
dan evaluasi. BAB III TINJAUAN KASUS yang meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
BAB IV PEMBAHASAN yang meliputi pembahasan antara kesenjangan antara teori dan kasus
dari pengkajian sampai evaluasi. BAB V PENUTUP merupakan bab penutup yang terdiri dari
kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi ; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan
perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, 2009).
Halusinasi merupakan pengindraan tampa sumber rangsang eksternal. Hal ini dibedakan dari
distori atau ilusi yang merupakan tanggapan salah dari rangasang yang nyata ada. Pasien
merasakan halusinasi sebagai sesuatu yang amat nyata, paling tidak untuk suatu saat tertentu
(Kaplan, 1998).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi
sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Selain itu perubahan persepsi
sensori : halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem pengindaraan
(pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) (Cook dan Fontaine 1987).
Dari definisi diatas kelompok menyimpulkan bahwa halusinasi merupakan salah satu gejala dari
gangguan jiwa yang ditandai dengan perubahan persepsi yang nyata tanpa stimulus yaitu : pasien
merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan.

B. Psikodinamika

1. Etiologi
Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan
delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi
lainnya. Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan
metabolik.
Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti
depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat
membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang
mengalami isolasi, gangguan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi secara spesifik tidak diketahui namun
banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan stressor
pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-sumber koping dan
mekanisme koping.
Jadi, terjadinya gangguan sensori persepsi: halusinasi dipengaruhi oleh multifaktor baik eksternal
maupun internal diantaranya:
a. Koping individu tidak adekuat
b. Individu yang mengisolasi diri dari lingkungannya
c. Ada trauma yang menyebabkan rasa rendah diri
d. Koping keluarga yang tidak efektif
e. Permasalahan yang ironik dan tidak terselesaikan
2. Patopsikolog
Halusinasi terjadi mulai karena individu mempunyai koping yang tidak adekuat, mengalami
trauma, koping kelurga yang tidak efektif, hal-hal tersebut menyebabkan individu mempunyai
harga diri rendah, klien akan lebih banyak timbul depresi karena individu tersebut tidak ingin
membicarakan masalahnya dengan orang lain sehingga masalah klien tersebut tidak
terselesaikan.Dalam keadaan ini individu akan mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan
kesepian.
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 2005) dibagi menjadi empat tahapan yang terdiri
dari:
a. Tahap I ( Non-psikotik)
Pada tahap ini, halusainasi mampu memberikan rasa nyaman pada klien, tingkat orientasi sedang.
Secara umum pada tahap ini halusinasi merupakan hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
2) Mencoba berfokus pada fikiran yang dapat menghilangkan kecemasan.
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol kesadaran.
Perilaku yang muncul:
Tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat dan
respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.
b. Tahap II (Non-psikotik)
Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami tingkat kecemasaan berat.
Secara umum halusinasi yang ada dapat menyebabkan antipati. Karakteristik:
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh pengalaman tersebut.
2) Mulai merasa kehilangan kontrol.
3) Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul:
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah, perhatian terhadap
lingkungan menurun, konsentrasi terhadap pengalaman sensoripun menurun, kehilangan
kemampuan dalam membedakan antara halusinasi dan realita.
c. Tahap III (psikotik)
Klien biasanya tidak dapat mengontrol dirinya sendir, tingkat kecemasan berat, dan halusinasi
tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik:
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
2) Isi halusinasi menjadi atraktif.
3) Klien menjadi kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul :
Klien menuruti perintah halusinasi, sulit berhubungan dengan orang lain, perhatian terhadap
lingkungan sedikit atau sesaat dan tidak mampu mengikuti perintah yang nyata dan klien tampak
tremor dan berkeringat.
d. Tahap IV (psikotik)
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat panik.
Perilaku yang muncul :
1) Resiko tinggi mencederai.
2) Agitasi atau kataton.
3) Tidak mampu merespon rangsangan yang ada.
timbulnya perubahan persepsi sensori halusinasi biasanya diawali dengan seseorang yang menarik
diri dari lingkungannya karena orang tersebut menilai dirinya rendah. Bila klien mengalami
halusinasi dengar dan lihat atau salah satunya yang menjuru pada kejelekan, maka akan beresiko
terhadap prilaku kesehatan.
3. Macam-macam Halusinasi
Dibawah ini beberapa macam-macam dari halusinasi menurut (stuart dan sudden tahun, 1998) :

a. Halusinasi Pendengaran
Klien mendengar suara atau bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata atau
lingkungan. Data objektif klien berbicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kearah tertentu dan menutup telinga. Data subjektif klien nmendengar suara-
suara atau kegaduhan, mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap dan mendengar suara
menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
b. Halusinasi Penglihatan
Klien melihat gambaran yang jelas atau samar terhadap adanya stimulus yang nyata dari
lingkungan dan orang lain tidak melihatnya. Data objektif menunjuk kearah tertentu dan ketakutan
pada sesuatu yang tidak jelas. Data subjektif melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun,
melihat hantu atau monster.
c. Halusinasi Penciuman

Klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa stimulus yang nyata. Data
objektif mengendus-endus seperti sedang membaui baubauan tertentu, dan menutup hidung. Data
subjektif membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses dan terkadang bau-bau tersebut
menyenangkan bagi klien.

d. Halusinasi Perabaan

Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata. Data objektif klien
menggaruk-garuk permukaan kulit. Data subjektif klien mengatakan ada serangga di permukaan
kulit dan merasa seperti tersengat kulit.

e. Halusinasi Pengecapan

Klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak.
Data objektif sering meludah dan muntah. Data subjektif merasakan rasa seperti darah, urine atau
feses.

f. Halusinasi Kinestetik

Klien merasakan badannya bergerak dalam suatu ruangan atau anggota badannya bergerak. Data
objektif memegang kakinya yang dianggap bergerak sendiri. Data subjektif klien mengatakan
badannya melayang di udara.

g. Halusinasi Viseral

Klien merasakan perasaan tertentu timbul dalam tubuhnya. Data objektif memegang badannya
yang dianggap berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya. Data subjektif klien mengatakan
perutnya menjadi mengecil setelah minum soft drink.

4. Gejala Halusinasi
Seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas. Menurut
Morgan (1998) bahwa gejala halusinasi adalah :
a. Mendengar pikirannya sendiri.
b. Mendengar suara-suara yang berargumentasi, mengomentari perbuatannya.
c. Somatic passivity : pengalaman bahwa ada kekuatan dari luar yang mempengaruhi tubuhnya.
d. Pikiran ditarik keluar, disisipi atau diinterupsi oleh pengaruh luar.
e. Pikiran yang dipancarkan (disiarkan) atau percaya bahwa orang lain juga demikian.
f. Perasaan, impuls dorongan dirasakan diatur dari luar.
5. Komplikasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi: halusinasi menurut Stuart dan Laraia 2007 adalah :
a. Resiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasi kronik cenderung untuk marah-marah dan
mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungannya.
b. Kerusakan interaksi sosial
Hal ini terjadi karena perilaku klien yang sering marah-marah dan resiko melakukan kekerasan,
maka lingkungan akan menjauh dan mengisolasinya.

C. Rentang Respon Neurobiologis


Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon
neurobiologi. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera, maka
klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun sebenarnya
stimulus itu tidak ada.
Berikut ini rentang respon neurobiologis dimana halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif dari persepsi.

Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang berlaku :
1. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
2. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyatan.
3. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan yang timbul dari pengalaman ahli
4. Perilaku sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas kewajaran.
5. Hubungan sosial harmonis adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan lingkungan.
Respon maladaptif adalah:
1. Gangguan proses pikir
Pola klien dengan gangguan orientasi realita pola dan proses pikir kanak kanak klien yang
terganggu pola pikirnya sehingga sukar berperilaku koheren, tindakan cenderung berdasarkan
penilaian pribadi klien terhadap reaksi yang tidak sesuai dengan penilaian umum.
2. Gangguan terhadap persepsi
Persepsi merupakan proses pikir dan emosional terhadap objek perubahan yang paling sering
terjadi pada klien dengan gangguan orientasi realitas adalah halusinasi dan depersonalisasi
3. Perubahan afek atau emosi
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan tertentu karena
jika langsung mengalami pada saat tersebut dapat menimbulkan ansietas.
4. Perubahan motorik
Perubahan motorik dapat diobservasi pada klien dengan gangguan orientasi realita dan sering
dimanifestasikan secara eksternal baik perubahan kognitif maupun persepsi,perubahan motorik
pada klien dengan gangguan orientasi realita dapat dimanifestasikan dengan peningkatan atau
penurunan kegiatan motorik.
5. Perubahan sosial
Jika berhubungan sosial tidak sehat dan menimbulkan kecemasan yang meningkat maka individu
akan merasa kekosongan internal.

D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Menurut Stuart (2007). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi meliputi:
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi atau faktor yang mendukung terjadinya halusinasi menurut Stuart (2007)
adalah :
1) Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi menunjukkan peran
genetik pada schizophrenia.
Kembar identik yang dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian schizophrenia lebih
tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan secara terpisah.
2) Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan stress dan kecemasan
yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
3) Faktor sosial budaya
Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak
diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi atau faktor pencetus halusinasi menurut Stuart (2007) adalah:
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologis maladaptif adalah gangguan
dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak, yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.

2) Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3) Stres sosial / budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat apabila terjadi penurunan stabilitas keluarga,
terpisahnya dengan orang terpenting atau disingkirkan dari kelompok.
4) Faktor psikologik
Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi
masalah dapat menimbulkan perkembangan gangguan sensori persepsi halusinasi.
c. Mekanisme koping
Menurut Stuart (2007) perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi pasien dari pengalaman
yang menakutkan berhubungan dengan respons neurobiologis maladaptif meliputi
: regresi, berhunbungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi ansietas,
yang menyisakan sedikit energi untuk aktivitas sehari-hari. Proyeksi, sebagai upaya untuk
menejlaskan kerancuan persepsi dan menarik diri.
d. Sumber koping
Menurut Stuart (2007) sumber koping individual harus dikaji dengan pemahaman tentang
pengaruh gangguan otak pada perilaku. Orang tua harus secara aktif mendidik anakanak dan
dewasa muda tentang keterampilan koping karena mereka biasanya tidak hanya belajar dari
pengamatan. Disumber keluarga dapat pengetahuan tentang penyakit, finensial yang cukup, faktor
ketersediaan waktu dan tenaga serta kemampuan untuk memberikan dukungan secara
berkesinambungan.
e. Perilaku halusinasi
Menurut Towsend (2003), batasan karakteristik halusinasi yaitu bicara teratawa sendiri, bersikap
seperti memdengar sesuatu, berhenti bicara ditengah tengah kalimat untuk mendengar sesuatu,
disorientasi, pembicaraan kacau dan merusak diri sendiri, orang lain serta lingkungan.

f. Pohon masalah
Menurut Nita Fitriah (2010: hal 61) pohon masalah pada pasien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi dapat digambarkan sebagai berikut:

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2005) diagnosa keperawatan utama pada klien dengan prilaku halusinasi adalah
Gangguan sensori persepsi: Halusinasi (pendengaran, penglihatan, pengecapan, perabaan dan
penciuman). Sedangkan diagnosa keperawatan terkait lainnya adalah Isolasi social dan Resiko
menciderai diri sendiri, lingkungan dan orang lain.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Penatalaksanaan keperawatan
Diagnosa keperawatan 1: Gangguan sensori: halusinasi.
TUM: Klien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya. Adapun tujuan khusus sebagai berikut :
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Dengan kriteria evaluasi: Setelah pertemuan klien menunjukan tanda-tanda percaya kepada
perawat dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, berjabat tangan
kontak mata ada, menyebutkan nama, menjawab salam dan duduk berdampingan dengan perawat
dan mengutarakan masalah yang di hadapi.
Rencana tindakan keperawatan:
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik. Rasional: dengan terbinanya hubungan saling percaya dapat mempermudah dalam
pemberian asuhan keperawatan.
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d) Buat kontrak yang jelas
e) Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
f) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
h) Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
i) Dengarkan dengan penuh perhatian, ekspresi perasaan klien
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
1) Dengan kriteria evaluasi: Setelah pertemuan klien dapat menyebutkan klien dapat menyebutkan
waktu halusinasi, isi, frekuensi timbulnya halusinasi dan dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasi.
Rencana tindakan keperawatan:
Adakan kontak sering dengan singkat secara bertahap. Rasional: Kontak sering dan bertahap dapat
membantu klien meningkatkan rasa percaya terhadap perawat
2) Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan klien menyatakan perasaan dan responnya saat
mengalami halusinasi, marah, takut, sedih, senang, cemaas atau jengkel.
Rencana tindakan keperawatan:
a) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : pendengaran, jika menemukan klien
yang sedang halusinasi. Rasional : Observasi yang tepat dapat membantu klien untuk mengatasi
halusinasinya.
(1) Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi pendengaran)
(2) Jika klien menjawab iya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
(3) Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak
mengalaminya (dengan nada bersahabat tanda menuduh atau menghakimi
(4) Katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang sama
(5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien jika klien tidak senang berhalusinasi, diskusikan
dengan klien : isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore dan malam / dan
kadang-kadang)
(6) Situasi dan kondisi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
b) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya. Rasional : dengan mengungkapkan perasaan klien, perawat dapat
mengidentifikasi halusinasi klien dan membantu untuk mengatasinya.
c) Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut. Rasional : untuk
mengetahui tindakan yang dilakukan klien ketika perasaan tersebut muncul dan mengidentifikasi
apakah cara yang klien gunakan salah/tidak
d) Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya. Rasional
: membantu klien untuk mengetahui dampak yang akan terjadi jika klien mengikuti halusinasinya.
TUK 3: Klien dapat mengontrol halusinasinya
1) Dengan kriteria evaluasi: Setelah pertemuan klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya
Rencana tindakan : identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukan diri dll). Rasional :Untuk membantu klien mengatasi halusinasinya saat
klien sendiri
2) Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuaan klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi.
Diskusikan cara yang digunakan klien: jika cara yang digunakan adaptif, beri pujian dan jika cara
yang digunakan maladaptif, diskusikan kerugian cara tersebut. Rasional: Untuk membantu klien
mengenali cara yang adaptif dan cara yang maladaptif.
3) Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan klien dapat memilih ddan memperagakan cara
mengatasi halusinasi (pendengaran dan penglihatan). Rencana tindakan keperawatan: diskusikan
cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi. Rasional: membantu klien untuk
mengatasi halusinasinya jika cara yang lama tidak berhasil
a) Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( saya tidak mau dengar / saya tidak mau
lihat)
b) Menemui orang lain ( perawat/ teman/anggota keluarga ) untuk menceritakan tentang
halusinasinya
c) Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun
d) Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika sedang halusinasi
4) Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikann halusinasinya. Rencana tindakan keperawatan : bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya. Rasional: memberikan kesempatan pada klien
untuk memilih cara yang akan dia lakukan untuk mengatasi halusinasinya.
5) Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. Rencana
tindakan: beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. Rasional: memberikan
kesempatan pada klien untuk mencoba cara yang dipilih dan sudah dilatih.
a) Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian
b) Anjurkan klien mengikuti aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
TUK 4: Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1) Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk
mnengikuti pertemuan dengan perawat. Rencana tindakan keperawatan: buat kontrak dengan
keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan waktu). Rasional: untuk memudahkan dalam
berdiskusi mengenai keadaan klien.
2) Dengan kriterria evaluasi : setelah pertemuan keluarga menyebutkan, pengertiaan, tanda dan
gejala proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Rencana
tindakan keperawatan: diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan
rumah). Rasional: Keluarga dapat memahami dan mengerti bagaimana cara merawat klien dengan
halusinasi di rumah
a) Pengertian halusinasi
b) Tanda dan gejala halusianasi
c) Proses terjadinya halusinasi
d) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi
e) Obat-obatan halusinasi
f) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah(beri kegiatan, jangan biarkan sendiri
makan, bersama,berpergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi
g) Beri informasi waktu control kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi
tidak dapat diatasi dirumah
TUK 5: Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
1) Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien menyebutkan manfaat minum obat, kerugian
tidak minum obat dan nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat. Rencana tindakan
keperawatan : diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama,
warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat. Rasional : Klien mampu
memahami dan mengerti mengenai penggunaan obat secara teratur.
2) Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar. Rencana tindakan keperawatan : Pantau klien saat penggunaan obat. Rasional : Mengetahui
kepatuhan klien dalam minum obat.
3) Dengan kriteria evaluasi : Setelah pertemuan klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter.
a) Rencana tindakan keperawatan : beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar. Rasional :
meningkatkan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.
b) Rencana tindakan keperawatan : Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter. Rasional : Mencegah terjadinya putus obat secara mendadak pada klien.
c) Rencana tindakan keperawatan : Anjurkan klien un tuk konsultasi kepada dokter atau perawat jika
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Rasional : Mengantisipasi bila terjadinya suatu
kekambuhan atau masalah yang berkelanjutan pada klien.

b. Terapi Modalitas
Salah satu terapi modalitas pada klien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi penglihatan
adalah Terapi Aktivitas Kelompok (TAK). Terapi aktivitas kelompok yang sesuai dengan Gangguan
Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran adalah TAK Stimulasi Persepsi.
Menurut Keliat (2004: 49-50), TAK stimulasi Persepsi adalah terapi yang menggunakan aktivitas
sebagai stimulasi dan terkait dengan pengalaman dan/kehidupan untuk dididskusikan dalam
kelompok. Hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternative penyelesaian
makalah.
Tujuan umum TAK stimulasi persepsi adalah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang diakibatkan oleh paparan stimulasi kepadanya, sedangkan tujuan khususnya adalah:
1) Klien dapat mempersepsikan stimulus yang dipaparkan kepadanya dengan cepat.
2) Klien dapat menyelesaikan masalah yang timbul dari stimulus yang dialami.
a. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata sehari-hari. Indikasi pada klien gangguan sensori
persepsi halusinasi dan isolasi social.
b. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan. Indikasi pada
klien perilaku kekerasan yang telah kooperatif.
c. Aktvitas mempersepsikan stimulus tidak nyata dan respon yang dialami dalam kehidupan. Indikasi
pada klien halusinasi.
d. Aktivitas mempersepsikan stimulus nyata yang menyebabkan harga diri rendah. Indikasi pada klien
dengan harga diri rendah

c. Psikofarmaka
Adapun penatalaksanaan medisnya menurut Townsend, M. C (2003), adalah sebagai berikut:
1) Chlorpromazin
a) Klasifikasi sebagai antipsikotik, antiemetic.
b) Indikasi
Penanganan gangguan psikotik seperti skizofrenia, fase mania pada gangguan bipolar, gangguan
skizoaktif, ansietas dan agitasi, anak hiperaktif yang menunjukkan aktivitas motorik berlebihan.
c) Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja antipsiotik yang yepat belum dipahami sepenuhnya, namun mungkin
berhubungan dengan efek antidopaminergik. Antipsikotik dapat menyekat reseptor dopamine
postsinaps pada ganglia basal, hipotalamus, system limbik, batang otak dan medula.
d) Kontra Indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini, pasien koma atau depresi sum-sum tulang, penyakit Parkinson,
insufiensi hati, ginjal dan jantung, anak usia dibawah 6 bulan dan wanita selama kehamilan dan
laktasi.
e) Efek Samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, hipotensi, ortostatik, hipertensi, mulut kering, mual
dan muntah.

2) Haloperidol (HP)
a) Klasifikasi antipsikotik, neuroleptik, butirofenon.
b) Indikasi
Penatalaksanaan psikosis kronik dan akut, pengendalian hiperaktivitas dan masalah prilaku berat
pada ana-anak.
c) Mekanisme kerja
Mekanisme kerja anti psikotik yang tepat belum dipahami sepenuhnya, tampak menekan SSP pada
tingkat subkortikal formasi reticular otak, mesenfalon dan batang otak.
d) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini pasien depresi SSP dan sumsum tulang, kerusakan otak
subkortikal, penyakit Parkinson dan anak dibawah usia 3 tahun.
e) Efek samping
Sedasi, sakit kepala, kejang, insomnia, pusing, mulut kering dan anoreksia.

3) Trihexypenidil (THP)
a) Klasifikasi antiparkinson
b) Indikasi
Segala penyakit Parkinson, gejala ekstra pyramidal berkaitan dengan obat antiparkinson
c) Mekanisme kerja
Mengoreksi ketidakseimbangan defisiensi dopamine dan kelebihan asetilkolin dalam korpus
striatum, asetilkolin disekat oleh sinaps untuk mengurangi efek kolinergik berlebihan.
d) Kontra indikasi
Hipersensitifitas terhadap obat ini, glaucoma sudut tertutup, hipertropi prostat pada anak dibawah
usia 3 tahun.
e) Efek samping
Mengantuk, pusing, disorientasi, hipotensi, mulut kering, mual dan muntah.

4. Implementasi Keperawatan
Sebelum melakukan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat
apakah rencana tindakan masih dibutuhkan klien dan sesuai dengan kondisi saat ini (here and
now). Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan, perawat melakukan kontrak dengan
klien dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang diharapkan.
Implementasi keperawatan yang dilakukan oleh perawat adalah sesuai dengan strategi pelaksanaan
(SP) yang telah dibuat. Strategi pelaksanaan yang diberikan untuk pasien dan keluarga terdiri dari
:
a. SP 1 pasien yaitu membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik halusinasi.
b. SP 2 pasien yaitu Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap bersama orang
lain.
c. SP 3 Pasien yaitu melatih pasien mengontrol halusinasi dengan melaksanakan aktivitas terjadwal.
d. SP 4 pasien yaitu melatih pasien minum obat secara teratur.
e. SP 1 keluarga yaitu memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien , tanda dan gejala halusinasi, dan cara-cara merawat pasien
halusinasi.
f. SP 2 keluarga yaitu melatih keluarga praktik merawat pasien langsung dihadapan pasien. Memberi
kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi
langsung di hadapan pasien.
g. SP 3 keluarga yaitu membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan (Keliat, 2005).
Evaluasi digunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang telah dibuat.
Adapun evaluasi yang dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP (Keliat, 2005: hal
17) yaitu:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap
atau muncul masalah baru atau ada data yang kontraindikasi dengan masalah yang ada.
P : Perencanaan atau tidak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien.
Pada implementasi yang dilakukan maka, evaluasi hasil intervensi terhadap pasien halusinasi
yaitu: terbina hubungan saling percaya antara klien dan perawat, klien dapat mengenal
halusinasinya, mendapatkan dukungan dari keluarga untuk mengontrol halusinasinya dan dapat
memenfaatkan obat dengan baik sesuai dengan program pengobatan.

BAB III
TINJAUAN KASUS
KASUS

Klien bernama Tn. Z, Status perkawinan duda, tidak bekerja dan bertempat tinggal di
JL. Pondok Laras No.3 Ciomas, Bogor. Tn. Z masuk ruang Antareja pada dengan diagnosa
Medis Schizophrenia Paranoid. Data yang diperoleh berasal dari klien, perawat ruangan dan catatan
rekam medik klien. Klien masuk RS Jiwa Grogol diantar oleh keluarganya dengan alasan klien
sering marah-marah tanpa sebab, berbicara dan senyum sendiri, merusak alat-alat rumah tangga,
curiga, dan mudah tersinggung. klien pernah mangalami gangguan jiwa dan sering dirawat di
Rumah Sakit Jiwa, perawatan terakhir di Rumah Sakit Jiwa Grogol pada tahun 2009. Namun klien
tidak pernah kontrol dan keluarga tidak mampu memotivasi klien untuk minum obat sehingga klien
mengalami putus obat sejak 1 tahun yang lalu

Klien adalah seorang yang tamat pendidikan SMA dan saat berusia 38 tahun klien dipecat dari
pekerjaannya sebagai buruh. Saat itu istrinya menggantikan posisinya untuk mencari nafkah tetapi
saudara-saudara iparnya seringkali menghinanya dan berselisih paham dengan klien. Klien
seringkali mencurigai istrinya menjalin hubungan dengan pria lain dan seringkali bertengkar
sehingga istri klien meninggalkan klien serta membawa anaknya.

Klien mengatakan malas berbicara dengan teman-teman yang lain karena tidak tahu mau berbicara
apa. Klien terlihat menyendiri dan jarang berinteraksi dengan teman-teman yang lainnya.
Saat berinteraksi klien terlihat berintonasi pelan dan kontak mata klien ada tapi tidak bertahan
lama, terkadang klien tersenyum sendiri dan terkadang wajah klien nampak sedih. Penampilan
klien rapih, baju bersih, tidak tercium bau tidak sedap dari tubuhnya, rambut klien terlihat rapih,
gigi klien terlihat bersih, mulut klientidak bau kuku klien terlihat pendek dan bersih.

Pada bab ini kelompok akan menguraikan asuhan keperawatan yang dilaksanakan
pada Tn. Z dengan perubahan sensori persepsi : halusinasi penglihatan dan pendengaran di
Ruangan Antareja Rumah Sakit Jiwa Grogol Selama 1 minggu mulai dari tanggal 1-7 Mei 2012.

A. Pengkajian
Hasil pengkajian yang kelompok lakukan diruangan Antareja Rumah Sakit Jiwa Grogol adalah
sebagai berikut :
1. Identitas Klien
Klien bernama Tn. Z, Jenis kelamin laki-laki, berusia 47 tahun, suku jawa, agama islam,
pendidikan tamat SMA, Status perkawinan duda, tidak bekerja dan bertempat tinggal di
JL. Pondok Laras No.3 Ciomas, Bogor. Tn. Z masuk ruang Antareja pada tanggal 20 April 2012,
No. RM. 122011, dengan diagnosa Medis Schizophrenia Paranoid. Data yang diperoleh berasal dari
klien, perawat ruangan dan catatan rekam medik klien.

2. Alasan Masuk
Klien masuk RS Jiwa Grogol diantar oleh keluarganya dengan alasan klien sering marah-
marah tanpa sebab, berbicara dan senyum sendiri, merusak alat-alat rumah tangga, curiga, dan
mudah tersinggung. Sedangkan data dari klien sendiri adalah klien mengatakan sering mendengar
suara dan melihat bayangan ibunya yang sudah meninggal.

3. Faktor Predisposisi
Dari data yang kelompok dapatkan mengenai Tn. Z adalah bahwa klien pernah mangalami
gangguan jiwa dan sering dirawat di Rumah Sakit Jiwa, perawatan terakhir di Rumah Sakit Jiwa
Grogol pada tahun 2009. Namun klien tidak pernah kontrol dan keluarga tidak mampu memotivasi
klien untuk minum obat sehingga klien mengalami putus obat sejak 1 tahun yang lalu. Klien juga
tidak pernah mengalami aniaya fisik, seksual, penolakan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan
kriminal baik sebagai pelaku, korban maupun saksi. Masalah keperawatan yaitu penatalaksanaan
regimen tidak efektif, koping keluarga tidak efektif dan risiko prilaku kekerasan.
Data yang kelompok dapatkan saat pengkajian tanggal 1 Mei 2012 adalah klien pernah mengalami
gangguan jiwa sebelumnya maupun pengobatan di masa lalu. Tidak terdapat anggota keluraga
klien yang mengalami gangguan jiwa.
Klien adalah seorang yang tamat pendidikan SMA dan saat berusia 38 tahun klien dipecat dari
pekerjaannya sebagai buruh. Saat itu istrinya menggantikan posisinya untuk mencari nafkah tetapi
saudara-saudara iparnya seringkali menghinanya dan berselisih paham dengan klien. Klien
seringkali mencurigai istrinya menjalin hubungan dengan pria lain dan seringkali bertengkar
sehingga istri klien meninggalkan istri klien serta membawa anaknya. Masalah keperawatan
yaitu Harga diri rendah dan Risiko prilaku kekerasan.

4. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, suhu 37,1C,
RR 18x/menit dan hasil pengukuran berat badan 60 Kg dan tinggi 170 cm. Klien mengatakan saat
ini tidak ada keluhan fisik yang klien rasakan.
5. Psikososial

Pola asuh klien yaitu pada masa kanak-kanak klien dimanja oleh ibunya sehingga keputusan yang
akan diambil oleh klien selalu meminta persetujuan dari ibunya. Sebelum ibunya meninggal klien
merupakan orang yang terbuka dengan masalahnya sehingga pada saat ibunya meninggal klien
merasa sangat sedih dan klien menjadi tertutup karena klien merasa tidak ada yang mengerti
tentang klien selain ibunya. Masalah keperawatan yaitu isolasi sosial.
Tn. Z mengatakan bagian yang disukai dari tubuhnya adalah potur tubuhnya yang tinggi. Klien
nampak tinggi 170 cm dengan tubuh kurus dan rambut pendek/cepak. Klien dapat menyebutkan
identitas dirinya, klien mengatakan namanya Tn.Z, usianya 47 tahun. Klien merasa puas dengan
status sebagai laki-laki. Dirumah klien berperan sebagai seorang ayah dari satu orang anak. Klien
mengatakan sedih karena klien tidak dapat memberikan nafkah pada istri dan anaknya. Dan peran
di RS klien mengatakan dirinya adalah sebagai pasien.Klien mengatakan ingin cepat pulang dan
menjemput kembali istri dan anaknya dan berkerja agar dapan menafkahi mereka. klien
mengatakan malu kerena tidak dapat memberi nafkah pada istri dan anaknya sehingga sering kali
dihina oleh saudara-saudari iparnya klen juga sering berselisih pahan dengan mereka. Pada saat
klien menceritakan hal tersebut klien terlihat menunduk dan wajah klien terlihat sedih.
Masalah keperawatan yaitu harga diri rendah dan isolasi sosial.
Klien mengatakan orang yang terdekat dengan klien adalah ibu klien karena klien merasa hanya
ibunya yang mengerti perasaan dia selama ini. Sehingga saat ibu klien meninggal klien sangat sedih.
Di ruangan klien dekat dengan Tn.M menurutnya Tn.M senasib dengan klien yaitu sama-sama
pengangguran dan ditinggal oleh istri. Klien mengatakan saat dirumah jarang mengikuti kegiatan
masyakat sebab malu pada tetangga dengan status klien sebagai pengangguran. Pada saat di rumah
sakit klien lebih banyak menyendiri dan malas melakukan kegiatan. Klien mengatakan malas
berbicara dengan teman-teman yang lain karena tidak tahu mau berbicara apa. Klien terlihat
menyendiri dan jarang berinteraksi dengan teman-teman yang lainnya. Masalah
keperawatan yaitu isolasi sosial.
Klien mengatakan beragama islam. Klien mengatakan jarang menjalankan ibadahnya karena yang
selama ini yang mengajarkan ibunya semenjak ibunya meninggal klien jadi jarang menjalankan
ibadah.
6. Status Mental
Penampilan klien rapih, baju bersih, tidak tercium bau tidak sedap dari tubuhnya, rambut
klien terlihat rapih, gigi klien terlihat bersih, mulut klien tidak bau dan tidak terdapat sisa-sisa
makanan di gigi klien, kuku klien terlihat pendek dan bersih. Klien mandi 2 kali
sehari menggunakan sabun, shampo, sikat gigi dan menggunakan pasta gigi, klien tahu cara
berpakain yang baik. Klien mampu buang air besar atau buang air kecil dikamar mandi setelah
buang air besar atau buang air kecil klien mampu menyiram kotorannya dan mencuci tangan
sehingga tidak harus dimotivasi oleh perawat. Masalah keperawatan yaitu tidak ada.

Tn. Z terlihat tidak mampu memulai pembicaraan, intonasi suara pelan dan kontak mata ada
namun tidak bertahan lama karena saat di tengah-tengah pembicaraan klien tiba-tiba terdiam dan
senyum-senyum sendiri, klien malas jika diajak untuk berinteraksi dan klien terlihat sering
menyendiri, klien mau berbicara dengan perawat saja. Maka masalah keperawatan yaitu isolasi
sosial.

Klien terlihat gelisah, mondar-mandir, berbicara sendiri, senyum sendiri


terkadang terlihat sedih jika halusinasinya datang. Maslah keperawatan yaitu Gangguan sensori
persepsi: halusinasi

Tn. Z mengatakan merasa sangat sedih bila mendengar suara ibunya yang seolah olah mengajak
klien untuk ikut dengan ibunya dan melihat bayangan ibunya yang telah meninggal sehingga
membuatnya rindu dan ingin ikut bersama ibunya. Maka masalah keperawatan yang muncul yaitu .
gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan.

Afek Tn. Z labil, hal ini ditandai dengan kontak mata ada tetap tidak bertahan lama. Jika
halusinasinya datang klien terlihat berbicara dan senyum-senyum sendiri serta merasa sedih bila
mendengar suara ibunya yang seolah mengajak klien untuk ikut dengan ibunya. Masalah
keperawatan yaitu gangguan sensori persepsi : halusinasi penglihatan dan pendengaran.

Tn. Z terlihat kooperatif saat interaksi, selama wawancara, kontak mata ada namun tidak mampu
bertahan lama, tidak mampu memulai pembicaraan, intonasi suara pelan, klien terlihat jarang
berinteraksi (pendiam) dengan teman-teman ruangannya karena klien merasa bingung apa yang
akan di bicarakan. Masalah keperawatan yaitu isolasi sosial.

Tn. Z mengatakan sering mendengar suara ibunya yang seolah mengajak klien untuk ikut dengan
ibunya dan mlihat bayangan ibunya yang sudah meninggal, suara dan bayangan tersebut
muncul 3x sehari (siang, sore dan malam) terutama bila klien sedang diam dan sendiri klien sangat
sedih bila mendengar suara dan melihat bayangan ibunya karena membuatnya rindu dan ingin ikut
dengan ibunya saja. Klien terlihat senyum dan berbicara
sendiri. Masalah keperawatan yaitu Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
dan penglihatan.

Pada saat pengkajian Tn. Z dalam proses pikirnya tidak mengalami perubahan, klien dapat
menjawab pertanyaan dari perawat dengan benar.
Tn. Z dalam isi pikirnya tidak mengalami perubahan dimana klien tidak meyakini sesuatu hal yang
berlebihan.
Kesadaran Tn. Z cukup baik, hal ini ditunjukan dengan klien dapat mengetahui dimana dia berada,
jam berapa, hari apa dan tanggal berapa pada hari dilakukan pengkajian dan klien mengetahui
bahwa dirinya adalah seorang pasien. Maka masalah pada tingkat kesadaran tidak ditemukan.

Daya ingat tidak mengalami gangguan sebab Tn. Z mampu mengingat dan menceritakan kejadian
atau pengalaman masa lalunya dan menceritakan kembali kegiatan apa yang dilakukan pada hari
ini. Maka masalah pada memori tidak ditemukan.

Saat diajak berkomunikasi klien mudah beralih topik pembicaraan saat diberikan pertanyaan
mengenai berhitung, misalnya (3+3=6). Klien mampu menjawab dan klien cepat hilang
konsentrasi. Maka masalah keperawatan yaitu gangguan sensori persepsi: halusinasi

Perawat menilai sejauh ini kemampuan klien mengalami gangguan ringan karena klien
mampu menyebutkan tahapan saat mandi yaitu membuka baju dan celana, meyiram tubuh dengan
air, menggosok badan dengan sabun dan membasuh dengan air.

Saat ini klien menyadari dirinya adalah pasien Rumah Sakit Jiwa karena dirinya sakit. Maka
masalah keperawatan yang muncul tidak ada.

7. Kebutuhan persiapan pulang


Tn. Z mampu makan sendiri, klien mengatakan makan 3 kali sehari, yaitu pagi, siang dan sore
hari. Saat merapikan meja makan klien harus diberikan motivasi terlebih dahulu oleh perawat.
Pola buang air besar dan air kecil Tn. Z adalah dibantu karena klien dapat melakukan buang air
besar dan buang air kecil sendiri di kamar mandi dan setelah BAB/BAK klien mampu
membersihkan kotorannya sendiri dengan air sehingga tidak harus dimotivasi oleh perawat dalam
mencuci tangan sesudah BAB/BAK.
Klien mandi secara mandiri namun klien mandi 2 kali dalam sehari menggunakan sabun, shampo,
sikat gigi tidak menggunakan pasta gigi sehingga tubuh klien tidak tercium bau yang tidak sedap
dari tubuhnya dan gigi klien terlihat bersih, mulut klien bau dan tidak terdapat sisa-sisa makanan
di gigi klien, kuku klien terlihat pendek dan bersih. Klien mandi tanpa dimotivasi oleh
perawat. Klien mampu berhias sendiri dibuktikan dengan klien dapat berpakaian dengan rapi,
baju bersih, rambut rapih dan bersih. Klien berhias tanpa dimotivasi oleh perawat.
Tn. Z mengatakan halusinasinya suka muncul pada saat ingin beristirahat / tidur. Kebiasaan klien
sebelum tidur yaitu berdoa. Dalam penggunaan obat klien memerlukan bantuan minimal dalam
mengkonsumsi obat, perawat menyiapkan obat yang akan diminum oleh klien, sampai klien
meminum obatnya.
Klien tidak mampu untuk memelihara kesehatannya sebab klien tidak tahu mengenai cara
perawatan dirinya. Klien tidak pernah mendapat dukungan dari keluarga, hal ini dikarenakan
keluarga klien tidak pernah menjenguknya selama dirawat di rumah sakit.
Klien mengatakan tidak melakukan kegiatan didalam rumah. Pada saat ini klien belum
diperbolehkan untuk berbelanja dan bertransportasi.
8. Mekanisme Koping
Maladaptif : klien mengatakan hanya mau berbicara dengan orang-orang tertentu saja. Jika ada
masalah klien lebih suka menyimpan sendiri, bicara lambat dan lebih suka mengurung diri. Maka
masalah keperawatan yaitu isolasi sosial.

9. Masalah Psikososial dan Lingkungan


karena klien hanya seorang pengangguran oleh karena itu klien merasa malu karena dirinya tidak
dapat menafkahi keluarga. Klien memiliki masalah dengan pelayanan kesehatan, spesifik klien
dirawat di RS Jiwa Grogol pada tahun 2009
Masalah keperawatan isolasi sosial, harga diri rendah dan koping keluarga tidak efektif.
10. Pegetahuan Kurang tentang :
Klien mengatakan kurang mengatahui tentang masalah penyakit jiwa, koping dan kurang
memahami tentang obat - obatan yang ia konsumsi selama ini. Masalah Keperawatan klien
mengatakkan klien sedang dirawat di RSMM bogor dan sedang menjalani perawatan, dia
mengetahui penyebab masuk rumah sakit yaitu klien suka melihat bayangan dan mendengar suara
ibunya , klien tidak mengetahui tentang penyakit jiwa, koping obat-obatan.
11. Aspek Medik
Diagnosa Medik: Schizophrenia Paranoid
Terapi medik: Haloperidol 3x5mg diberikan pukul 07.00, 12.00 dan 19.00. Triheksilpenidin 3x2mg
diberikan pada pukul 07.00, 12.00 dan 19.00. Clorpomazine 2x 100mg diberikan pada pukul 07.00
dan 19.00.
12. ANALISA DATA
Initial Nama : Tn.Z
Ruangan : Antareja
No. RM : 122011
Tanggal/Jam Data Fokus Masalah Keperawatan
1 Mei/ Senin/ Data Subyektif : klien mengatakan Gangguan sensori persepsi
09.15 Sering mendengar suara dan melihat : halusinasi pendengaran
bayangan ibunya yang sudah meninggal dan penglihatan
Suara dan bayangan tersebut munculnya
tidak tentu terutama bila sedang sendiri,
frekuensi halusinasi kadang terjadi 3x/hari
pada siang, sore, dan malam hari.
Sangat sedih bila suara dan bayangan
ibunya muncul karena membuatnya sangat
rindu dan ingin ikut bersama ibunya
Data Obyektif : klien terlihat
Senyum dan berbicara sendiri
Sering menyendiri dan melamun
frekuensi halusinasi kadang terjadi 3x/hari
pada siang, sore, dan malam hari
Dari catatan rekam medik terdapat data
klien mudah tersinggung dan sering curiga

1 Mei/ Senin/ Data Subyektif : klien mengatakan Isolasi Sosial


09.15 Malas berbicara dengan teman lainnya
karena tidak dapat memulai pembicaraan.
Data Obyektif :
Menunduk, kontak mata ada tetapi tidak
bertahan lama
Saat berinteraksi suara klien pelan
dan lambat
Suka menyendiri
Jarang mengikuti kegiatan diruangan
Apabila mengikuti kegiatan di ruangan
TAK hrus diberi motivasi terlebih dahulu
oleh perawat.

1 Mei/ Senin/ Data Subyektif: klien mengatakan Harga diri rendah


09.15 Malu karena tidak mempunyai pekerjaan
dan hanya lulusan SMA
Malu karena tidak bisa memberi nafkah
untuk istri dan anaknya
Malu sering dihina oleh saudara
iparnya karena seorang pengangguran.
Data Obyektif: klien terlihat
Kontak mata kurang saat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain
Ekspresi wajah sedih saat mengungkapkan
perasaannya dan nada suara pelan saat
bicara.

1 Mei/ Senin/ Data Subyektif: klien mengatakan Resiko prilaku kekerasan


09.15 Ingin ikut dengan ibunya ketika mendengar
suara dan bayangan ibunnya.
Data Obyektif: klien terlihat
terkadang melukai dirinya saat halusinasi
muncul.
1 Mei/ Senin/ Data Subyektif: klien mengatakan Defisit perawatan diri
09.15 Kukunya kotor dan belum sikat gigi.
Data Obyektif: klien terlihat
Agak kotor, tercium bau mulut karena
jarang sikat gigi, terdapat sisa-sisa
makanan, gigi tampak kuning, kuku
tampak panjang dan kotor.
1 Mei/ Senin/ Data Subyektif: klien mengatakan Koping keluarga tidak
09.15 Pada masa kanak-kanak dimanja oleh ibu efektif
sehingga keputusan yang akan diambil
selalu meminta persetujuan dari ibunya.
Sebelum ibu meninggal merupakan orang
yang terbuka dengan masalahnya sehingga
pada saat ibu meninggal merasa sangat
sedih dan menjadi tertutup karena merasa
tidak ada yang mengerti tentang selain
ibunya
Data Obyektif:
Berdasarkan dengan buku kunjungan
klienkeluarga tidak pernah mengunjungi
klien saat berada di rumah sakit.
1 Mei/ Senin/ Data Subyektif : Penatalaksanaan regimen
09.15 Tidak ada tidak efektif
Data Obyektif:
Menurut buku rekam medik klien tidak
pernah control dan keluarga tidak mampu
memotivasi klien untuk minum obat
sehingga klien mengalami putus obat sejak
1 tahun yang lalu.

13. POHON MASALAH


Berdasarkan analisis diatas, maka pohon masalah pada Tn. Z dapat digambarkan sebagai berikut:
B. Diagnosa Keperawatan
Melihat pohon masalah diatas maka penulis mengangkat diagnosa keperawatan untuk
Tn. Z adalah:
1. Gangguan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran dan penglihatan
2. Isolasi sosial
3. Harga diri rendah
4. Resiko perilaku kekerasan
5. Koping keluarga tidak efektif
6. Penatalaksanaan regimen tidak efektif.

C. Rencana Tindakan Keperawatan


Perencanaan tindakan keperawatan yang diberikan pada Tn.z ruang antareja dengan nomor
register medik 122011 dengan diagnosa gangguan sensori persepsi adalah :
TUM: Klien dapat mengontrol halusinasi yang di alaminya. Adapun tujuan khusus sebagai berikut :
TUK 1: Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Dengan kriteria evaluasi: Setelah pertemuan klien menunjukan tanda-tanda percaya kepada
perawat dapat menunjukan ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, berjabat tangan
kontak mata ada, menyebutkan nama, menjawab salam dan duduk berdampingan dengan perawat
dan mengutarakan masalah yang di hadapi. Rencana tindakan keperawatan:
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik. Rasional: dengan terbinanya hubungan saling percaya dapat mempermudah dalam
pemberian asuhan keperawatan.
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d) Buat kontrak yang jelas
e) Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
f) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
h) Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
i) Dengarkan dengan penuh perhatian, ekspresi perasaan klien
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya
1. Dengan kriteria evaluasi: Setelah pertemuan klien dapat menyebutkan klien dapat menyebutkan
waktu halusinasi, isi, frekuensi timbulnya halusinasi dan dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasi.
Rencana tindakan keperawatan:
Adakan kontak sering dengan singkat secara bertahap. Rasional: Kontak sering dan bertahap dapat
membantu klien meningkatkan rasa percaya terhadap perawat
2. Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan klien menyatakan perasaan dan responnya saat
mengalami halusinasi, marah, takut, sedih, senang, cemaas atau jengkel.
Rencana tindakan keperawatan:
a. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : pendengaran, jika menemukan klien
yang sedang halusinasi. Rasional : Observasi yang tepat dapat membantu klien untuk mengatasi
halusinasinya.
1) Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu (halusinasi pendengaran)
2) Jika klien menjawab iya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
3) Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak
mengalaminya (dengan nada bersahabat tanda menuduh atau menghakimi
4) Katakan bahwa ada klien yang mengalami hal yang sama
5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien jika klien tidak senang berhalusinasi, diskusikan
dengan klien : isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore dan malam / dan
kadang-kadang)
6) Situasi dan kondisi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
b. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan
mengungkapkan perasaannya. Rasional : dengan mengungkapkan perasaan klien, perawat dapat
mengidentifikasi halusinasi klien dan membantu untuk mengatasinya.
c. Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut. Rasional : untuk
mengetahui tindakan yang dilakukan klien ketika perasaan tersebut muncul dan mengidentifikasi
apakah cara yang klien gunakan salah/tidak
1) Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya. Rasional
: membantu klien untuk mengetahui dampak yang akan terjadi jika klien mengikuti halusinasinya.
TUK 3: Klien dapat mengontrol halusinasinya
1. Dengan kriteria evaluasi: Setelah pertemuan klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan
untuk mengendalikan halusinasinya
Rencana tindakan : identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukan diri dll). Rasional :Untuk membantu klien mengatasi halusinasinya saat
klien sendiri
2. Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuaan klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi.
Diskusikan cara yang digunakan klien: jika cara yang digunakan adaptif, beri pujian dan jika cara
yang digunakan maladaptif, diskusikan kerugian cara tersebut. Rasional: Untuk membantu klien
mengenali cara yang adaptif dan cara yang maladaptif.
3. Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan klien dapat memilih ddan memperagakan cara
mengatasi halusinasi (pendengaran dan penglihatan). Rencana tindakan keperawatan: diskusikan
cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi. Rasional: membantu klien untuk
mengatasi halusinasinya jika cara yang lama tidak berhasil
a. Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( saya tidak mau dengar / saya tidak mau
lihat)
b. Menemui orang lain ( perawat/ teman/anggota keluarga ) untuk menceritakan tentang
halusinasinya
c. Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari-hari yang telah disusun
d. Meminta keluarga/teman/perawat menyapa jika sedang halusinasi
e. Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk
mengendalikann halusinasinya. Rencana tindakan keperawatan : bantu klien memilih cara yang
sudah dianjurkan dan dilatih untuk mencobanya. Rasional: memberikan kesempatan pada klien
untuk memilih cara yang akan dia lakukan untuk mengatasi halusinasinya.
4. Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok. Rencana
tindakan: beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih. Rasional: memberikan
kesempatan pada klien untuk mencoba cara yang dipilih dan sudah dilatih.
a. Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri pujian
b. Anjurkan klien mengikuti aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
TUK 4: Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
1. Dengan kriteria evaluasi: setelah pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk
mnengikuti pertemuan dengan perawat. Rencana tindakan keperawatan: buat kontrak dengan
keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan waktu). Rasional: untuk memudahkan dalam
berdiskusi mengenai keadaan klien.
2. Dengan kriterria evaluasi : setelah pertemuan keluarga menyebutkan, pengertiaan, tanda dan
gejala proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi. Rencana
tindakan keperawatan: diskusikan dengan keluarga (pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan
rumah). Rasional: Keluarga dapat memahami dan mengerti bagaimana cara merawat klien dengan
halusinasi di rumah
a. Pengertian halusinasi
b. Tanda dan gejala halusianasi
c. Proses terjadinya halusinasi
d. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi
e. Obat-obatan halusinasi
f. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah(beri kegiatan, jangan biarkan sendiri
makan, bersama,berpergian bersama, memantau obat-obatan dan cara pemberiannya untuk
mengatasi halusinasi
g. Beri informasi waktu control kerumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi
tidak dapat diatasi dirumah
TUK 5: Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
1. Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien menyebutkan manfaat minum obat, kerugian
tidak minum obat dan nama, warna, dosis, efek terapi dan efek samping obat. Rencana tindakan
keperawatan : diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama,
warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat. Rasional : Klien mampu
memahami dan mengerti mengenai penggunaan obat secara teratur.
2. Dengan kriteria evaluasi : setelah pertemuan klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan
benar. Rencana tindakan keperawatan : Pantau klien saat penggunaan obat. Rasional : Mengetahui
kepatuhan klien dalam minum obat.
3. Dengan kriteria evaluasi : Setelah pertemuan klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa
konsultasi dokter.
a. Rencana tindakan keperawatan : beri pujian jika klien menggunakan obat dengan
benar. Rasional : meningkatkan motivasi klien untuk minum obat secara teratur.
b. Rencana tindakan keperawatan : Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan
dokter. Rasional : Mencegah terjadinya putus obat secara mendadak pada klien.
c. Rencana tindakan keperawatan : Anjurkan klien un tuk konsultasi kepada dokter atau perawat
jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Rasional : Mengantisipasi bila terjadinya suatu
kekambuhan atau masalah yang berkelanjutan pada klien.

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan ini, kelompok akan membahas kesenjangan antara teori dengan kasus Asuhan
Keperawatan Pada Klien Tn.Z dengan Perubahan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran dan
Penglihatan. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn.Z dengan perubahan sensori
persepsi:halusinasi pendengaran dan penglihatan diruangan Antareja di Rumah Sakit Jiwa
Grogol, kelompok menerapkan asuhan keperawatan sesuai dengan teori yang ada, dari mulai
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, tindakan keperawatan, dan evaluasi
dilaksanakan secara komprehensif.

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari faktor predisposisi dan presipitasi yang dikemukakan oleh Stuart dan Sundeen dengan
halusinasi adalah meliputi: biologis, psikologis, sosial budaya, dan genetik.
Pada Tn.Z ditemukan faktor predisposisi yang sesuai antara teori yang dikemukakan oleh Stuart
(2007) dan kasus yaitu faktor psikologis dapat dilihat dari adanya stessor yang berasal dari keluarga
yaitu sejak ibunya meninggal klien tidak mau bercerita mengenai masalahnya kepada orang lain
karena klien berpikir orang lain tidak mengerti mengenai dirinya. Selain itu klien kerap menerima
hinaan dari saudara-saudara iparnya sejak klien dipecat dari pekerjaannya dan istri klien
mengganti posisinya mencari nafkah.

Faktor predisposisi yang tidak ditemukan pada Tn. Z yaitu faktor sosial budaya dan faktor
biologis, dikarenakan tidak adanya data-data yang mendukung seperti tidak ditemukannya
keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Faktor predisposisi lainnya yang ditemukan di kasus dan
ada di teori adalah faktor sosial budaya yaitu stress yang muncul akibat klien dipecat dari
pekerjaannya dan klien harus menanggung status sebagai pengangguran. Sedangkan faktor
predisposisi yang tidak ada dalam kasus dan ada diteori adalah faktor biologis.

Faktor presipitasi sesuai antara teori dan kasus adalah faktor psikologik dapat dilihat dari adanya
stressor saat istri klien meninggalkan klien dan membawa anak mereka karena klien sering
menaruh curiga kepada istri. Sedangkan faktor prepitasi yang tidak ada dalam kasus dana ada di
teori yaitu faktor stress sosial/budaya, faktor biologis dan faktor lingkungan.

Berdasarkan data yang didapat pada saat pengkajian pada Tn.Z data yang sesuai antara teori dan
kasus yaitu bicara sendiri, tersenyum sendiri dan tertawa sendiri. Tidak dapat memusatkan
perhatian, sering menaruh curiga, saat berinteraksi kontak mata ada tetapi tidak bertahan lama
dana sering menyendiri. Sedangkan data yang ada di teori tetapi tidak ada dalam kasus adalah
tidak mampu mengambil keputusan karena dalam kemampuan penilaian,klien tidak mengalami
gangguan, klien tidak menolak makan karena dalam kebutuhan nutrisi klien tidak terdapat
gangguan, mudah tersinggung, jengkel dan marah tidak terdapat pada kasus karena klien
kooperatif dan masih dapat mengendalikan atau mengontrol emosinya.

Pohon masalah yang muncul dalam kasus telah sesuai teori tetapi terjadi pengembangan pohon
masalah. Pohon masalah yang terjadi diantaranya halusinasi pendengaran dan penglihatan klien
mengalami koping keluarga tidak efektif yang mengakibatkan harga diri rendah yang selanjutnya
mengalami isolasi sosial. Isolasi sosial disebabkan karena harga diri rendah begitu pula pada kasus.
Tn. Z merasa malu karena tidak mempunyai pekerjaan, tidak dapat mencukupi kebutuhan
keluarga dan sering dihina oleh saudara-saudara iparnya sehingga klien lebih sering menyendiri
dan tidak mau melakukan hubungan dengan orang lain, akhirnya klien mengalami gangguan
sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan yang beresiko mencederai diri sendiri,
orang lain dan lingkungan.
Berdasarkan data pada Tn. Z terdapat pengembangan pohon masalah yaitu penatalaksanaan
regimen tidak efektif, koping keluarga tidak efektif. Data yang mendukung adalah putus
obat selama 1 tahun, pengobatan klien kurang berhasil karena kurang pengawasan dari keluarga.
Klien mengatakan ibunya telah meninggal dunia dan sejak ditinggalkan ibunya klien merasakan
kurang kasih sayang.

Faktor pendukung adanya sumber informasi seperti status dan perawat ruangan. Adanya
persamaan format pengkajian dari institusi dan perawat ruangan.
Faktor penghambat yaitu dalam hal pembicaraan, klien berbicara atau menjawab bila diberikan
pertanyaan -pertanyaan sederhana, sedangkan dalam hal interaksi selama wawancara klien tampak
menunduk dan saat bebicara suara klien pelan dan lambat.

Solusi dari faktor penghambat adalah kelompok memvalidasi data yang diperoleh dengan cara
melihat status dan membandingkan sesuai kondisi klien dan dalam melakukan pengkajian
kelompok menggunakan tekhnik focusing dan pengulangan serta kontak sering dengan klien.

2. Diagnosa keperawatan
Pada kasus Tn Z kelompok menemukan 6 diagnosa keperawatan, 6 diagnosa keperawatan sesuai
dengan teori, yaitu: Diagnosa pertama yaitu Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi
Pendengaran dan Penglihatan, diagnosa ini ditegakkan berdasarkan adanya data-data yang
menunjang seperti: klien mengatakan sering mendengar suara dan melihat bayangan ibunya yang
sudah meninggal, suara dan bayangan tersebut munculnya tidak tentu terutama bila sedang sendiri,
frekuensi halusinasi kadang terjadi 3x/hari pada siang, sore, dan malam hari, sangat sedih bila
suara dan bayangan ibunya muncul karena membuatnya sangat rindu dan ingin ikut bersama
ibunya. Diagnosa tersebut menjadi prioritas karena beresiko mencedari diri sendiri dan orang lain.

Pada Diagnosa ke dua yaitu Isolasi Sosial, diagnosa ini ditegakkan karena data yang
ditemukan bahwa klien tampak Menunduk, kontak mata ada tetapi tidak bertahan lama, saat
berinteraksi suara klien lambat, suka menyendiri, jarang mengikuti kegiatan diruangan, apabila
mengikuti kegiatan diruangan TAK harus diberi motivasi terlebih dahulu oleh perawat.

Pada Diagnosa ke tiga yaitu Harga Diri Rendah, diagnosa ini ditegakkan karena klien
mengatakan Malu karena tidak mempunyai pekerjaan dan hanya lulusan SMA, malu karena tidak
bisa memberi nafkah untuk istri dan anaknya, malu sering dihina oleh saudara iparnya karena
seorang pengangguran.

Pada Diagnosa ke empat yaitu Resiko Perilaku Kekerasan, diagnosa ini ditegakkan karena klien
mengatakan Sering curiga pada istrinya, menjalin hubungan dengan pria lain. Dari catatan rekam
medik klien terdapat klien sering marah-marah tampa sebab, merusak peralatan rumah tangga,
sering curiga dan mudah tersinggung.

Pada Diagnosa ke enam yaitu Koping keluarga tidak efektif, diagnosa ini ditegakan karena pada
masa kanak-kanak dimanja oleh ibu sehingga keputusan yang akan diambil selalu meminta
persetujuan dari ibunya, sebelum ibu meninggal merupakan orang yang terbuka dengan
masalahnya sehingga pada saat ibu meninggal merasa sangat sedih dan menjadi tertutup karena
merasa tidak ada yang mengerti tentang selain ibunya.

Pada Diagnosa ke tujuh yaitu Penatalaksanaan regimen tidak efektif, diagnosa ini diangkat karena
menurut buku rekam medik klien tampak klien tidak pernah kontrol dan keluarga tidak mampu
memotivasi klien untuk minum obat sehingga klien mengalami putus obat sejak 1 tahun yang
lalu. Tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus.

Faktor pendukung dalam menentukan diagnosa keperawatan adalah adanya referensi dalam
pembuatan diagnosa sehingga kelompok dapat memprioritaskan diagnosa keperawatan sesuai
dengan kondisi klien. Kelompok tidak menemukan faktor penghambat yang berarti dalam
pembuatan diagnosa.

3. Rencana keperawatan
Perencanaan meliputi penentuan tujuan, kriteria evaluasi, intervensi yang harus disesuaikan
dengan kebutuhan serta masalah yang di hadapi klien. Perencanaan keperawatan pada klien
Tn Z dengan perubahan sensori persepsi :halusinasi pendengaran dan penglihatan, kelompok
merencanakan intervensi keperawatan sebagai berikut: membina hubungan saling percaya,
mendiskusikan bersama klien tentang cara mengenal halusinasi, mengontrol halusinasi, mendapat
dukungan keluarga dan cara minum obat dengan baik dan benar. Pada tahap ini kelompok
menekankan dan memfokuskan pada pemecahan masalah yang ada pada Tn Z dan mengharapkan
klien aktif dan berpartisipasi. Sedangkan perawat membimbing atau mengarahkan klien untuk
mencapai tujuan dalam perawatan.
Dalam membuat rencana keperawatan, kelompok tidak mengalami hambatan karena adanya
kerjasama dengan klien, petugas ruangan serta menggunakan standar yang ada di Rumah Sakit.

4. Implementasi tindakan keperawatan


Pada tahap ini kelompok mengacu pedoman perencanaan yang telah di rumuskan sebelumnya
dengan memprioritaskan masalah yang ada Tn Z dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi, serta
kebutuhan klien. Pada saat dilakukan tindakan keperawatan, sebelumnya dilakukan dengan
Tn Z bahwa implementasi dimulai pada tanggal Senin/
1 mei 2012, dimulai dari pukul 10.15 10.45 WIB dilakukan perdiagnosa.
Diagnosa 1: Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran dan penglihatan
Diagnosa 1: Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran. implementasi kelompok lakukan
yaitu SP I, II, III dan IV.
Adapun SP yang telah dilakukan yaitu:
SP 1: Mengajarkan klien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik.
SP 2: Mengajarkaan klien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara bercakap-cakap.
SP 3: Mengontrol halusinasi dengan cara melakukan kegiatan.
SP 4: Manfaat keuntungan obat
Faktor pendukung dalam melakukan implementasi adalah komunikasi antara klien dengan perawat
serta dukungan dari perawat ruangan.
Diagnosa 2,3,4,5,6 belum dapat dilaksanakan karena adanya keterbatasan waktu. Adapun faktor
penghambat dalam melakukan implementasi adalah keterbatasan waktu yang kelompok miliki
untuk melaksanakan tindakan keperawatan.
Solusi dari faktor penghambat adalah tetap mempertahankan interaksi dengan klien untuk
melakukan rencana keperawatan, motivasi keluarga untuk selalu mengunjungi klien dengan cara
dilakukannya kunjungan rumah, menginformasikan keadaan klien di RS dan memberikan
penyuluhan kesehatan tentang bagainana cara merawat klien dengan halusinasi pada keluarga
klien.

5. Evaluasi keperawatan
Tahap terakhir dari proses keperawatan adalah evaluasi dimana merupakan upaya untuk menilai
hasil keperawatan yang telah dilakukan dalam mengatasi masalah klien.Evaluasi dilakukan setiap
hari dengan melihat perubahan prilaku klien sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam
pelaksanaan proses keperawatan. Dari 7 diagnosa keperawatan yang ditemukan kelompok,
hanya satu diagnosa keperawatan yang dilakukan dan didapatkan hasil dari Diagnosa 1
s/d 7 teratasi.
Untuk Diagnosa 1: Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran dan penglihatan didapatkan
hasil dari SP 1, 2, 3 dan 4, sebagai berukut:
SP 1: Klien dapat mengenal halusinasinya dapat mempraktekan cara mengontrol halusainasinya dengan
menghardik.
SP 2:Klien mampu mendemonstrasaikan cara mengontrol halusinasi dengan bercakapcakap dengan satu
orang.
SP 3:Klien mampu mengidentifikasi kegiatankegiatan yang dapat dilakukan jika halusinasi muncul.
SP 4:Klien mampu menjelaskaan kembali manfaat meminum obat secara teratur
Faktor pendukung yang didapatkan dalam melakukan evaluasi adalah adanya informasi dari
perawat ruangan, dan lembar evaluasi yang terdapat pada status klien yang dibuat oleh perawat
ruangan. Faktor penghambat dalam melakukan evaluasi adalah adanya keterbatasan waktu dari
kelompok, kelompok tidak mengetahui respon tindakan yang akan dilakukan kepada keluarga
dikarenakan selama kelompok berdinas, keluarga jarang mengunjungi klien.

Solusi yang dapat diberikan oleh kelompok adalah bekerja sama dengan perawat ruangan untuk
menindak lanjuti tindakan keperawatan yang belum sempat dilakukan oleh kelompok dan
melakukan kunjungan keperawatan

BAB V
PENUTUP
Setelah kelompok melaksanakan asuhan keperawatan pada Tn. Z dengan masalah keperawatan
perubahan sensori persepsi: halusinasi pendengaran 1 Mei 2012, kelompok mencoba menyimpulkan
dan mengajukan beberapa saran yang mungkin bermanfaat untuk peningkatan mutu asuhan
keperawatan jiwa dimasa yang akan datang.

A. Kesimpulan

Dari hasil pengkajian pada Tn Z didapatkan kesenjangan antara teori dan kasus yaitu faktor
predisposisi untuk persepsi sensori: halusinasi adalah faktor sosial budaya dan biologis dimana
keluarga klien tidak ditemukan riwayat penyakit yang serupa dengan klien. Diagnosa keperawatan
yang ditemukan telah sesuai antara teori dan kasus.
Perencanaan dilakukan sesuai dengan standar asuhan keperawatan secara teoritis yang ada
menurut standar asuhan keperawatan jiwa.
Implementasi keperawatan yang diberikan pada klien sesuai dengan rencana asuhan keperawatan
yang telah kelompok lakukan sesuai dengan kebutuhan klien. Kelompok telah
mengimplementasikan satu diagnosa, yaitu telah dilakukan TUK 1 sampai dengan TUK 5 tetapi
TUK 4 tidak diimplementasikan karena keluarga tidak pernah mengunjungi klien selama kelompok
berdinas sehingga kelompok hanya menganjurka kepada klien untuk memberitahukan keluarga
jika mengalami halusinasi.
Evaluasi keperawatan yang telah kelompok lakukan adalah untuk diagnosa pertama yaitu klien
dapat membina hubungan saling percaya, mengenal, mengontrol halusinasinya dan manfaat obat
dengan benar

B. Saran

Unutuk meningkatkan mutu asuhan keperawatan jiwa, kelompok menyarankan beberapa saran
diantaranya:
1. Diharapkan agar kelompok sebelum berdinas dapat lebih memahami konsep asuhan keperawatan
jiwa sehingga dalam pelaksanaannya lebih mudah untuk dapat memahami kasus yang ada.
2. Diaharapkan kelompok dapat memanfaatkan waktu yang telah diberikan dengan efektif dan efisien
untuk melaksanakan pengkajian
3. Perawat harus selalu melakukan pendekatan yang sering kepada klien dengan cara komprehensif
dan mulai menggali masalah yang ada pada klien sampai dengan melaksanakan evaluasi
perkembangan klien
4. Mempertahankan kerjasama antara kelompok dengan perawat ruangan untuk lebih menggali data
5. Memotivasi keluarga untuk menjadi support system bagi klien untuk tetap melakukan kunjungan
secara rutin selama di rumah sakit

DAFTAR PUSTAKA
ia, Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan
Keperawatan ( LP dan SP ) . Jakarta : Salemba Medika
Kaplan , Harold I. (1998). Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Jakarta : Widya Medika
Keliat, Budi A. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas. Jakarta: EGC
Keliat, Budi A. (2009). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, Budi A. (2005). Keperawatan Jiwa
Stuart, Gail W. (2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai