Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena berkat rahmat dan
karunianyalah akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini, juga kepada orang tua kami
yang telah memberikan dorongan baik moril maupun materil serta semangat kepada
penyusun. Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memahami mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan halusinasi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh
dari sempurna, mengingat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
semangat, agar kedepan kami bias membuat makalah dengan lebih baik. Dan kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami, khususnya pembaca dan pihak yang memerlukan
pada umumnya.
Semoga Allah SWT memberikan rahmat serta karunianNya kepada semua pihak yang
telah turut membantu penyusunan makalah ini.
Penulis
Bandung, 17 Mei
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Makalah yang berjudul asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata Keperawatan Jiwa. Dimana dapat
mengetahui tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi.
B. TUJUAN
Makalah ini di harapkan dapat membantu mahasiswa untuk
1. Mengerti dan mengetahui pengertian dari halusinasi
2. Mengetahui asuhan keparawatan pada pasien dengan halusinasi
C. SISTEMATIKA PENULISAN
KATA PENGANTAR
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
C. Sistematika Penulisan
BAB II : ISI
A. Pengertian Halusinasi
B. Klasifikasi
C. Etiologi
D. Tanda dan Gejala
E. Penatalaksanaan
F. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Halusinasi
BAB III: PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN HALUSINASI
A. Pengertian
Halusinasi ialah terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat simulus
(Yosep, 2009).
Halusinasi sebagai hallucinations are defined as false sensory impressions or
experiences yaitu halusinasi sebagai bayangan palsu atau pengalaman indera. (Sundeen's,
2004).
Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang
pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005).
Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk kesalahan
pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai stimulus fisik
yang adekuat.
B. Klasifikasi
Menurut Maramis, (1995) terdapat beberapa jenis halusinasi di antaranya:
1. Halusinasi penglihatan ( visual, optik ) :
tak berbentuk ( sinar, kalipan atau pola cahaya ) atau berbentuk ( orang, binatang atau barang
lain yang dikenalnya), berwarna atau tidak
2. Halusinasi pendengaran (auditif, akustik) :
suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik
3. Halusinasi pencium (olfaktorik) :
mencium sesuatu bau
4. Halusinasi pengecap (gustatorik) :
merasa/mengecap sesuatu
5. Halusinasi peraba (taktil) :
merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak dibawah kulitnya
6. Halusinasi kinestetik :
merasa badannya bergerak dalam sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak
(umpamanya anggota badan bayangan atau phantom limb).
7. Halusinasi viseral :
perasaan tertentu timbul didalam tubuhnya
8. Halusinasi hipnagogik :
terdapat ada kalanya pada seorang yang normal, tepat sebelum tertidur persepsi sensorik
bekerja salah
9. Halusinasi hipnopompik : seperti no.8, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun samasekali dari
tidurnya.
Disamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
10. Halusinasi histerik : timbul pada nerosa histerik karena konflik emosional.
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2009) faktor predisposisi yang meenyebabkan halusinasi adalah :
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga
menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan,
kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan
dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien dalam
mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua skizofrenia cenderung
mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini
f. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2007) yang dikutip oleh Jallo (2008), faktor presipitasi terjadinya
gangguan halusinasi adalah :
a) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
b) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
E. Penatalaksanaan
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan
dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di
pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke
kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
2. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan
mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau
hiasan dinding, majalah dan permainan.
3. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi
yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus
mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien
yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang
ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
5. Memberi aktivitas pada pasien misalnya pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan
gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
6. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan. Keluarga pasien dan petugas
lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan
kesinambungan dalam proses keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di
ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada
orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Sebaiknya perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga
pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan
tidak bertentangan.
Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut
:
a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi
atau pemeriksaan langsung oleh perawat.
b. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini
diperoleh melalui wawancara perawat kepada klien dan keluarga. Data yang langsung didapat
oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim
kesehatan lain sebagai data sekunder.
Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang
dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut :
a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan
1) Klien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tetapi hanya memerlukan pemeliharaan
kesehatan dan memerlukan tindak lanjut secara periodik karena tidak ada masalah serta klien
telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah.
2) Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi, sebagai
program antisipasi terhadap masalah.
b. Ada masalah dengan kemungkinan
1) Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah.
2) Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Stuart dan Laraia yang dikutip oleh Keliat (2005) diagnosa keperawatan adalah
identifikasi atau penilaian terhadap pola respons klien baik aktual maupun potensial.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama perubahan
persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep (2009) adalah sebagai berikut :
a. Resiko tinggi perilaku kekerasan.
b. Perubahan persepsi sensori halusinasi
c. Isolasi sosial.
d. Harga diri rendah kronis.
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan atau perencanaan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Intervensi
keperawatan dipilih untuk membantu pasien dalam mencapai hasil pasien yang diharapkan
dan tujuan pemulangan (Doenges, 1999).
Intervensi keperawatan klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori
halusinasi (Komite Keperawatan RSKD. Atma Husada Mahakam Samarinda, 2009) adalah :
a. Membina Hubungan Saling Percaya
1) Klien
a) Tujuan
Klien mampu membina hubungan saling percaya.
b) Kriteria evaluasi
Klien dapat mengungkapkan perasaan dan keadaannya saat ini secara verbal.
c) Iintervensi
(1) Salam terapeutik;
(2) Perkenalkan diri;
(3) Jelaskan tujuan interaksi;
(4) Ciptakan lingkungan yang tenang;
(5) Buat kontrak yang jelas;
(6) Yakinkan bahwa kerahasiaan pasien senantiasa terjaga;
(7) Tanyakan harapan terhadap pertemuan.
2) Keluarga
a) Tujuan
Keluarga mampu membina hubungan saling percaya.
b) Kriteria evaluasi
Keluarga dapat mengungkapkan perasaannya dan keadaannya pasien saat ini.
c) Intervensi
(1) Salam terapeutik;
(2) Perkenalkan diri
(3) Jelaskan tujuan interaksi;
(4) Ciptakan lingkungan yang tenang;
(5) Buat kontrak yang jelas;
(6) Tanyakan harapan terhadap pertemuan;
(7) Tepati waktu
2) Keluarga
a) Tujuan
Keluarga mampu merawat klien dengan halusinasi di rumah dan menjadi sistem pendukung
yang efektif bagi klien.
b) Kriteria evaluasi
(1) Keluarga mampu menjelaskan tentang halusinasi.
(2) Keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu memperagakan
cara merawat klien serta mampu membuat jadwal keluarga.
(3) Keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu
melaksanakan follow up rujukan.
(4) Intervensi
(a) Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat kllien;
(b) Jelaskan tentang pengetahuan tentang halusinasi;
c. Rencana Tindakan Keperawatan Pada Klien Isolasi Sosial
1) Klien
a) Tujuan
Klien mampu : menyadari penyebab isolasi sosial dan berinteraksi dengan orang lain.
b) Kriteria evaluasi
(1) Klien dapat menyebutkan : mengenal penyebab isolasi sosial, menyebutkan keuntungan dan
kerugian berinteraksi dengan orang lain, dan melakukan interaksi dengan orang lain secara
bertahap (dengan seorang perawat).
(2) Klien dapat melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap (dengan 1 orang klien).
(3) Klien dapat melakukan interaksi dengan orang lain secara bertahap (dengan 2 orang klien
atau lebih).
2) Keluarga
a) Tujuan
Keluarga mampu merawat klien dengan isolasi sosial di rumah dan menjadi sistem
pendukung yang efektif bagi klien.
b) Kriteria evaluasi
(1) Keluarga mampu menjelaskan tentang : pengertian isolasi sosial, tanda dan gejala isolasi
sosial, penyebab isolasi sosial, dampak isolasi sosial, cara merawat klien isolasi sosial, sikap
keluarga untuk membantu klien mengatasi isolasi sosial, pengobatan yang berkelanjutan dan
mencegah putus obat, tempat rujukan dan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi klien.
(2) Keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu memperagakan
cara merawat klien serta mampu membuat jadwal keluarga
(3) Keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu memperagakan
cara merawat klien serta mampu membuat jadwal keluarga.
(4) Keluarga mampu menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan dan mampu
melaksanakan follow up rujukan.
c) Intervensi
(1) Identifikasi masalah yang dirasakan dalam merawat klien;
(2) Jelaskan tentang :
(a) Pengertian tentangisoalsi sosial;
(b) Tanda dan gejala isolasi sosial;
(c) Penyebab klien isolasi sosial;
(d) Dampak menarik diri (cara berkomunkasi, pemberian obat, dan pemberian aktifitas kepada
klien).
3) Sumber-sumber pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau;
4) Bermain peran cara merawat klien;
5) Rencana tindak lanjut keluarga dan jadwal keluarga untuk merawat klien.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tahapan ketika perawat mengaplikasikan ke dalam
bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh perawat pada tahap implementasi adalah
kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk menciptakan hubungan saling
percaya dan saling bantu, kemampuan melakukan tehnik psikomotor, kemampuan melakukan
observasi sistemis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi
dan kemampuan evaluasi (Asmadi, 2008).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan
pada klien (Keliat, 2005). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP
sebagai pola pikir.
S, merupakan respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat diukur dengan menanyakan bagaimana perasaan Ibu setelah latihan
nafas dalam?.
O, merupakan respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan
dilakukan. Atau menanyakan kembali apa yang telah diajarkan atau memberi umpan balik
sesuai dengan hasil observasi.
A, adalah analisis ulang atas data subjektif atau objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data kontra indikasi dengan masalah
yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P, merupakan perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons
klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut oleh perawat.
6. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan merupakan aspek penting dari praktik keperawatan yaitu
sebagai segala sesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat diandalkan sebagai catatan
tentang bukti bagi individu yang berwenang. Dokumentasi keperawatan juga
mendeskripsikan tentang status dan kebutuhan klien yang komprehensif, juga layanan yang
diberikan untuk perawatan klien (Potter & Perry, 2005). Dokumentasikan semua tindakan
beserta respon klien (Keliat, 2005).
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Jadi dari beberapa pendapat dapat di simpulkan bahwa halusinasi ialah adanya rangsang
apapun pada panca indera seorang, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, atau
bentuk kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai
stimulus fisik yang adekuat.
B. Saran
Akhirnya terselesaikannya makalah ini kami selaku mahasiswi menyadari dalam
penyusunan makalah ini yang membahas tentang sistem perkemihan masih jauh dari
kesempurnaan baik dari tata cara penulisan dan bahasa yang dipergunakan maupun dari segi
penyajian materinya.
Untuk itu kritik dan saran dari pembimbing atau dosen yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini yang bersifat positif dan membangun sangat kami harapkan supaya dalam
penugasan makalah yang akan datang lebih baik dan lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA