Bab 1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 4

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada tahun 2016, konsumsi bahan bakar minyak ( BBM ) di Indonesia meningkat.

Diperkirakan konsumsi BBM tahun 2016 akan meningkat menjadi 72,1 Juta Kiloliter

seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka

tentu saja ketersedian minyak bumi yang merupakan bahan baku BBM akan semakin cepat

habis, ditambah lagi setiap tahunnya konsumsi BBM di Indonesia selalu mengalami

peningkatan. Hal ini membuat energi alternatif menjadi salah satu pilihan untuk

mengurangi konsumsi BBM dari minyak bumi. Ada banyak pilihan energi alternatif

sebagai pengganti BBM salah satunya adalah Bioethanol..

Di Indonesia kebutuhan akan bioetanol sangat tinggi, karena etanol memiliki banyak

manfaat, salah satunya adalah untuk industry kosmetik, tinta dan percetakan. Selain itu

etanol memiliki sifat yang tidak beracun maka etanol digunakan sebagai pelarut dalam

industry makanan dan minuman maupun sebagai bahan bakar alternaif pengganti bensin

karena aman terhadap lingkungan dan manusia. ( Sutardi, dkk. 1984 ).

Di Indonesia, etanol memiliki pangsa pasar yang cukup besar. Hingga tahun 2010,

kebutuhan bioethanol di Indonesia adalah 185.000.000 KL. Peraturan presiden No. 5 tahun

2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2006 tentang

Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati, dan Keputusan Presiden No. 10 Tahun

2006 tentang Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan

Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran, merupakan upaya pemerintah dalam

mendukung pengembangan energi alternatif khususnya Bahan Bakar Nabati ( BBN ).

Indonesia merupakan negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat

melimpah, salah satunya adalah molase yang merupakan bahan baku dari pembuatan

bioethanol. Terdapat pabrik bioethanol dari bahan baku molase di sekitar Hilir Sungai Silau,
Asahan, Sumatra Utara. Pabrik tersebut mempunyai kapasitas produksi 98.000 ton/tahun

dengan bahan baku 48.590 kg/jam atau 349.848 ton/tahun yang berasal dari PTPN II Sei

Semayang. Untuk menghasilkan etanol dari bahan baku molase, diperlukan beberapa tahap

produksi yaitu pemurnian, hidrolisa, sterilisasi, fermentasi, pemurnian produk dan destilasi.

Kandungan etanol dari hasil produksi tersebut adalah 96% yang nantinya dapat digunakan

untuk kepentingan farmasi, minuman keras, alkohol, dan sebagai pelarut bahan bakar.

Pabrik bioethanol ini membutuhkan energi untuk memproduksi 98000 ton bioethanol

selama setahun sebesar 286,5 GWH atau 2,657 KWH/kgproduk dengan biaya produksi

Rp.813,6,-/kg produk. Berdasarkan ABF Economics agriculture and Biofuels Consulting,

memperkirakan bahwa biaya produksi suatu industry bioethanol adalah Rp. 1000,5 ,-/ Kg

Produk. Hal ini menunjukkan bahwa industry bioethanol dari molase sudah mencapai

kondisi yang baik.

Energi yang digunakan pada proses produksi ethanol antara lain energi listrik ( 5,03% )

dan energi panas ( 94,97% ). Jumlah energi terbesar adalah dari energi panas sehingga

energi panas yang digunakan harus dievaluasi ulang apakah jumlah energi tersebut

tergolong boros atau tidak khususnya pada proses dengan konsumsi energi panas terbesar.

Dari standard pabrik, ada 3 proses produksi yang memerlukan energi terbesar yaitu proses

hidrolisis ( 11% ), sterilisasi ( 20% ) dan destilasi ( 68% ). Hal inilah yang membuat kami

mengambil 3 sektor tersebut sebagai objek audit dengan tujuan dapat memberikan

rekomendasi peluang penghematan yang hasilnya dapat terlihat secara langsung.

Ada beberapa faktor yang membuat timbulnya masalah penggunaan energi panas yang

digunakan sehingga jumlah energi panas menjadi sangat besar yaitu ketidak sesuain antara

hasil pengukuran dengan standard pada temperature steam yang masuk ke dalam sistem,

dan beberapa perbedaan parameter actual dan standard lainnya.

Pada proses hidrolisis terjadi pelarutan sukrosa menjadi glukosa dan pengenceran

larutan molasses. Pengenceran merupakan kunci dari proses fermentasi untuk menhasilkan
sejumlah ethanol yang diinginkan. Dari beberapa penelitian ada titik-titik tertentu jumlah

kandungan gula dalam 100ml pelarut yang dapat membuat jumlah ethanol yang dihasilkan

dari proses fermentasi menjadi lebih besar. Energi panas dalam proses hidrolisis bertujuan

untuk membantu proses pelarutan sukrosa agar terhidrolisis sempurna dengan air. Energi

panas yang diberikan berpengaruh terhadap lama waktu proses sehingga mempengaruhi

jumlah proses produksi selama satu jam.

Improvement pada proses hidrolisis akan mempengaruhi jumlah massa yang masuk

ke proses selanjutnya sehingga hasil audit dan rekomenasi peluang penghematan pada

bahan baku proses akan dipakai di proses selanjutnya yaitu pada proses sterilisasi dan

destilasi.

Pada proses sterilisasi ditemukan parameter yang harus dibandingkan dengan standard

yang berlaku yaitu parameter temperature steam yang masuk pada proses sterilisasi.

Parameter yang belum sesuai standard dapat mempengaruhi jumlah energi yang diperlukan

dan mengurangi intensitas produksi pada proses sterilisasi. Semakin kecil energi panas

yang masuk maka semakin lama proses sterilisasi sehingga produk yang dihasilkan dalam

satu jam proses akan menjadi semakin sedikit.

Proses destilasi merupakan proses yang mengkonsumsi energi yang paling besar

dibandingkan dengan keseluruhan proses lainnya. Ada beberapa masalah yang dapat

menyebabkan proses destilasi menjadi sangat besar diantaranya adalah efektifitas heat

transfer yang rendah pada pemasan ( heat exchanger ) yang ada pada menara destilasi. Hal

ini akan membuat konsumsi energi proses destilasi menjadi besar. Selain itu rugi-rugi

panas juga menjadi penyebab besarnya konsumsi energi pada proses destilasi. Karena

menara destilasi menggunakan sistem control otomatis agar kuantitas dan kualitas produk

yang dihasilkan selalu constant maka dampak yang akan terjadi adalah heat transfer

dipaksa untuk bekerja lebih berat. Faktor umur pemakaian juga dapat mengurangi

performa heat exchanger dalam memanaskan bahan produksi sehingga konsumsi energi
menjadi lebih besar.

Apabila masalah tersebut dapat diselasaikan maka akan dapat mengurangi energi

panas yang digunakan sehingga akan berpengaruh pada jumlah konsumsi energi total yang

digunakan untuk memproduksi 1 kg etanol.

1.2. Rumusan Masalah

Pada proses hidrolisis ditemukan bahwa jumlah kandungan gula dalam 100ml pelarut

menjadi parameter utama agar proses pembuatan bioethanol dapat berlangsung secara

maksimal khususnya pada proses fermentasi dan destilasi. Jumlah aliran steam yang

masuk ke proses menjadi salah satu masalah yang membuat waktu proses hidrolisis

berlangsung dengan cepat atau lama.

Pada Proses sterilisasi terdapat masalah laju alir dan temperature steam yang masuk

ke dalam proses yang membuat jumlah penggunaan energi panas menjadi sangat besar dan

proses menjadi lebih lama dan temperature steam input yang masuk ke dalam proses yang

tidak sesuai dengan standard yang ada.

Masalah pada proses destilasi adalah pada perpindahan panas teknologi heat

exchanger yang ada pada proses destilasi. Efektifitas heat exchanger yang rendah akibat

design dan kondisi teknologi yang terpasang menyebabkan turunnya efektivitas by design

yang telah dibuat.

Selain itu akan diberikan rekomendasi peluang penghematan konsumsi energi tanpa

mengeluarkan investasi yang besar ( Low Cost hingga Zero Cost ).

1.3. Tujuan

Setelah dilakukannya audit dan penerapan rekomendasi yang diberikan

diharapkan konsumsi energi yang digunakan objek yang diaudit menjadi lebih hemat dan

jumlah produksi yang dihasilkan menjadi lebih besar sehingga biaya operasional menjadi

lebih murah

Anda mungkin juga menyukai