Anda di halaman 1dari 28

TUGAS SISTEM RESPIRASI

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN EFUSI PLEURA

Disusun Oleh:

1. Aldilla Nur Sukma Trisnaini (10215020)


2. Dewi Khusnita Sari (10215027)
3. Rinda Dinarti (10215044)
4. Ajeng Rahma Miaji (10215047)
5. Binti Nur Ainun Marifah (10215049)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA

KEDIRI

2016

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puja dan Puji Syukur tercurahkan kepada Allah SWT karena atas
limpahan nikmat dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW. sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah kelompok
ini tepat pada waktunya. Dengan judul Efusi Pleura. Banyak kesulitan yang kami
hadapi dalam membuat tugas makalah ini tapi dengan semangat dan kegigihan serta
arahan, semangat dari kerja kelompok kami sehingga kami mampu menyelesaikan
tugas makalah ini dengan baik.

Kami menyimpulkan bahwa tugas makalah ini masih belum sempurna, oleh
karena itu kami menerima kritik dan saran, guna kesempurnaan tugas makalah ini dan
bermanfaat bagi kami dan pembaca pada umumnya.

Kediri, 02 Desember 2016

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar ................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Efusi Pleura .................................................................... 3
B. Klasifikasi Efusi Pleura ................................................................ 3
C. Etiologi Efusi Pleura .................................................................... 3
D. Patofisiologi Efusi Pleura .............................................................. 5
E. Manifestasi Klinis Efusi Pleura .................................................... 7
F. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik Efusi Pleura ........................... 8
G. Komplikasi Efusi Pleura................................................................ 12
H. Penatalaksanaan Efusi Pleura ........................................................ 13
I. Pathways Efusi Pleura ................................................................... 14
J. Asuhan Keperawatan Efusi Pleura ................................................ 15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 23
B. Saran .............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
di akibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan
pleura. Dalam keadaan normal, rongga pleura diisi cairan sebanyak 10-20 ml
yang berfungsi mempermudah pergerakan paru di rongga dada selama bernapas.
Jumlah cairan melebihi volum normal dapat disebabkan oleh kecepatan produksi
cairan di lapisan pleuraparietal yang melebihi kecepatan penyerapan cairan oleh
pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura viseral. Keadaan ini dapat
mengancam jiwa karena cairan yang menumpuk tersebut dapat menghambat
pengembangan paru-paru sehingga pertukaran udara terganggu (Khairani dkk.,
2012).

Pada keadaan normal, sejumlah kecil (0,01 ml/kg/jam) cairan secara


konstan memasuki rongga pleura dari kapiler di pleura parietal. Cairan pleura
berasal dari kapiler (terutama pleura parietalis), limfatik, pembuluh darah
intratoraks, ruangan interstisial paru, dan rongga peritoneum. Cairan pleura
direabsorbsi melalui saluran limfatik pleura parietalis yang mempunyai
kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 ml/kg/jam. Prevalensi efusi pleura
mencapai 320 per 100.000 penduduk di negara-negara industri dan penyebaran
etiologi berhubungan dengan prevalensi penyakit yang mendasarinya. (Khairani
dkk., 2012).

Efusi pleura selalu abnormal dan mengindikasikan terdapat penyakit yang


mendasari-nya. Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari berbagai
penyakit. Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 119 pasien dengan
efusi pleura di Rumah Sakit Persahabatan pada tahun 2010-2011, efusi pleura
kebanyakan disebabkan oleh keganasan (42.8%) dan tuberkulosis (42%).
Penyakit lain yang mungkin mendasari terjadinya efusi pleura antara lain
pneumonia, empiema toraks, gagal jantung kongestif, sirosis hepatis (Khairani
dkk., 2012).

Menurut penelitian dari Eddy.,dkk pada tahun 2014, efusi pleura terbanyak
pasien rawat inap disebabkan oleh keganasan disusul tuberkulosis dan bersifat
eksudat. Tobing dan Widirahardjo mendapati Kasus efusi pleura dalam setahun

1
di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik berjumlah 136 di mana laki-laki
lebih banyak dari perempuan (65,4% vs 34,6%), sedangkan etiologi tersering
adalah tuberkulosis (44,2%) diikuti tumor paru (29,4%) (Tobing dan
Widirahardjo, 2013).

Berdasarkan data penelitian diatas, kami memutuskan untuk membuat


makalah tentang efusi pleura yang berisi tentang masalah yang timbul akibat
efusi pleura serta asuhan keperawatan yang tepat terhadap efusi pleura.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah Definisi dari efusi pleura ?
2. Apa saja Klasifikasi dari efusi pleura ?
3. Bagaimana Etiologi dari efusi pleura?
4. Bagaimana Patofisiologi efusi pleura?
5. Bagaimana Manifestasi Klinis dari efusi pleura?
6. Apa saja Pemeriksaan Diagnostik dari efusi pleura?
7. Bagaimana Komplikasi dari efusi pleura?
8. Bagaimana Penatalaksanaan dari efusi pleura?
9. Bagaimana pathway dari efusi pleura?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari efusi pleura?

C. Tujuan
1. Umum : Sebagai media penambah wawasan dan pengetahuan
2. Khusus : Mengetahui karakteristik efusi pleura dalam menegakkan
penyebab efusi pleura sehingga efusi pleura dapat
ditatalaksana dengan baik.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Efusi pleura merupakan keadaan di mana cairan menumpuk di dalam rongga
Pleura (Simanjuntak, 2014).
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viseral dan perietal merupakan penyakit primer yang jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain
(Smletzer & Bare,2002).
Efusi Pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam
rongga pleura (Price & Wilson, 2006).

B. Klasifikasi
Efusi pleura menurut Morton (2012) dibagi menjadi 2 :
1. Efusi Pleura Transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa pleura tidak
terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik yang
mempengaruhi produksi dan absorbs cairan pleura seperti (gagal jantung
kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik dan dyalisis peritoneum).
2. Efusi Pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang
rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam
paru terdekat. Kriteria efusi pleura Eksudat :
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5.
b. Rasio cairan pleura dengan dehidrogenase laktat (LDH) lebih dari
0,6.
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum.

C. Etiologi
Rongga pleura yang normal mengandung sekitar 10 ml cairan, yang
mewakili keseimbangan antara kekuatan hidrostatik dan onkotik dalam
pembuluh pleura visceral dan parietal, dan drainase limfatik yang luas. Efusi
pleura terjadi akibat dari gangguan keseimbangan ini.
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu proses penyakit yang
mendasari yang mungkin paru atau nonpulmonary asal dan dapat bersifat akut

3
atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura luas, efusi pleura sebagian
disebabkan oleh gagal jantung kongestif, pneumonia, keganasan, atau emboli
paru. Mekanisme berikut berperan dalam pembentukan efusi pleura :
1. Perubahan permeabilitas membran pleura (misalnya, radang, keganasan,
emboli paru).
2. Penurunan tekanan onkotik intravaskular (misalnya, hipoalbuminemia karena
sindrom nefrotik atau sirosis).
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan vaskuler (misalnya, trauma,
keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, hipersensitivitas obat, uremia,
pankreatitis).
4. Peningkatan kapiler tekanan hidrostatik dalam sirkulasi sistemik dan/ paru
(misalnya, gagal jantung kongestif, vena superior syndrome cava).
5. Penurunan tekanan di rongga pleura, karena ketidakmampuan paru-paru
untuk sepenuhnya memperluas selama inspirasi, yang dikenal sebagai "paru-
paru terperangkap" (misalnya, atelektasis yang luas karena bronkus terhalang
atau kontraksi dari fibrosis).
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk obstruksi
duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma).
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui sistem
limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, peritoneal dialisis).
8. Gerakan cairan dari edema paru seluruh pleura visceral.
9. Peningkatan terus-menerus dalam pleura tekanan onkotik cairan dari efusi
pleura yang ada, menyebabkan akumulasi cairan lebih lanjut.
Hasil bersih dari pembentukan efusi adalah mendatarkan atau inversi
diafragma, disosiasi mekanis dari visceral dan parietal pleura, dan cacat ventilasi
restriktif yang diukur dengan tes fungsi paru.
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan sebagai transudat atau eksudat,
berdasarkan mekanisme pembentukan cairan dan kimia cairan pleura. Transudat
hasil dari ketidakseimbangan dalam tekanan onkotik dan hidrostatik, sedangkan
eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau penurunan drainase limfatik.
Dalam beberapa kasus, cairan pleura mungkin memiliki kombinasi karakteristik
transudative dan eksudatif (Rubins, 2016).

D. Patofisiologi

4
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 10-20 cc. Cairan di
rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh
pleura parientalis dan absorbsi oleh pleura viceralis. Keadaan ini dapat
dipertahankan karena adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatis pleura
parientalis sebesar 9 cm H2O dan tekanan koloid osmotic pleura viceralis.
Namun dalam keadaan tertentu, sejumlah cairan abnormal dapat terakumulasi di
rongga pleura. Cairan pleura tersebut terakumulasi ketika pembentukan cairan
pleura lebih dari pada absorbsi cairan pleura, misalnya reaksi radang yang
meningkatkan permeabilitas vaskuler. Selain itu, hipoprotonemia dapat
menyebabkan efusi pleura karena rendahnya tekanan osmotic di kapiler darah
(Alsagaff dan Mukty, 2002).
Menurut Hood Alsagaff dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu Penyakit
Dalam, keadaan normal pada cavum pleura dipertahankan oleh:
a. Tekanan hidrostatik pleura parientalis 9 cm H2O
b. Tekanan osmotik pleura viceralis 10 cm H2O
c. Produksi cairan 0,1 ml/kgBB/hari

Secara garis besar akumulasi cairan pleura disebabkan karena dua hal yaitu:
1. Pembentukan cairan pleura berlebih
Hal ini dapat terjadi karena peningkatan: permeabilitas kapiler
(peradangan, neoplasma), tekanan hidrostatis di pembuluh darah ke
jantung/v.pulmonalis ( kegagalan jantung kiri ), tekanan negatif intrapleura
(atelektasis ).
Ada tiga faktor yang mempertahankan tekanan negatif paru yang
normal ini. Pertama, jaringan elastis paru memberikan kontinu yang
cenderung menarik paru-paru menjauh dari rangka thoraks. Tetapi,
permukaan pleura viseralis dan pleura parietalis yang saling menempel itu
tidak dapat dipisahkan, sehingga tetap ada kekuatan kontinyu yang
cenderung memisahkannya. Kekuatan ini dikenal sebagai kekuatan negatif
dari ruang pleura. Faktor utama kedua dalam mempertahankan tekanan
negatif intra pleura menurut Sylvia Anderson Price dalam bukunya
Patofisiologi adalah kekuatan osmotic yang terdapat di seluruh membran
pleura. Cairan dalam keadaan normal akan bergerak dari kapiler di dalam
pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian di serap kembali melalui
pleura viseralis. Pergerakan cairan pleura dianggap mengikuti hukum
Starling tentang pertukaran trans kapiler yaitu, pergerakan cairan
bergantung pada selisih perbedaan antara tekanan hidrostatik darah yang

5
cenderung mendorong cairan keluar dan tekanan onkotik dari protein
plasma yang cenderung menahan cairan agar tetap di dalam. Selisih
perbedaan absorbsi cairan pleura melalui pleura viseralis lebih besar
daripada selisih perbedaan pembentukan cairan parietalis dan permukaan
pleura viseralis lebih besar daripada plura parietalis sehingga pada ruang
pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa milliliter cairan.
Faktor ketiga yang mendukung tekanan negatif intrapleura adalah kekuatan
pompa limfatik. Sejumlah kecil protein secara normal memasuki ruang
pleura tetapi akan dikeluarkan oleh sistem limfatik dalam pleura parietalis.
Ketiga faktor ini kemudian, mengatur dan mempertahankan tekanan negatif
intra pleura normal.
2. Penurunan kemampuan absorbsi sistem limfatik
Hal ini disebabkan karena beberapa hal antara lain: obstruksi stomata,
gangguan kontraksi saluran limfe, infiltrasi pada kelenjar getah bening,
peningkatan tekanan vena sentral tempat masuknya saluran limfe dan
tekanan osmotic koloid yang menurun dalam darah, misalnya pada
hipoalbuminemi. Sistem limfatik punya kemampuan absorbsi sampai
dengan 20 kali jumlah cairan yang terbentuk.
Pada orang sehat pleura terletak pada posisi yang sangat dekat satu
sama lain dan hanya dipisahkan oleh cairan serous yang sangat sedikit, yang
berfungsi untuk melicinkan dan membuat keduanya bergesekan dengan
mudah selama bernafas. Sedikitnya cairan serous menyebabkan
keseimbangan diantara transudat dari kapiler pleura dan reabsorbsi oleh
vena dan jaringan limfatik di selaput visceral dan parietal. Jumlah cairan
yang abnormal dapat terkumpul jika tekanan vena meningkat karena
dekompensasi cordis atau tekanan vena cava oleh tumor intrathorax. Selain
itu, hypoprotonemia dapat menyebabkan efusi pleura karena rendahnya
tekanan osmotic di kapailer darah. Eksudat pleura lebih pekat, tidak terlalu
jernih, dan agak menggumpal. Cairan pleura jenis ini biasanya terjadi karena
rusaknya dinding kapiler melalui proses suatu penyakit, seperti pneumonia
atau TBC, atau karena adanya percampuran dengan drainase limfatik, atau
dengan neoplasma. Bila efusi cepat permulaanya, banyak leukosit
terbentuk, dimana pada umumnya limfatik akan mendominasi. Efusi yang
disebabkan oleh inflamasi pleura selalu sekunder terhadap proses inflamasi
yang melibatkan paru, mediastinum, esophagus atau ruang subdiafragmatik.
Pada tahap awal, ada serabut pleura yang kering tapi ada sedikit peningkatan
cairan pleura. Selama lesi berkembang, selalu ada peningkatan cairan

6
pleura. Cairan eksudat ini sesuai dengan yang sudah di jelaskan sebelumnya.
Pada tahap awal, cairan pleura yang berupa eksudat ini bening, memiliki
banyak fibrinogen, dan sering disebut serous atau serofibrinous. Pada tahap
selanjutnya akan menjadi kurang jernih, lebih gelap dan konsistensinya
kental karena meningkatkanya kandungan sel PMN. Efusi pleura tanpa
peradangan menghasilkan cairan serous yang jernih, pucat, berwarna
jerami, dan tidak menggumpal, cairan ini merupakan transudat., biasanya
terjadi pada penyakit yang dapat mengurangi tekanan osmotic darah atau
retensi Na, kebanyakan ditemukan pada pasien yang menderita oedem
umum sekunder terhadap penyakit yang melibatkan jantung, ginjal, atau
hati. Bila cairan di ruang pleura terdiri dari darah, kondisi ini merujuk pada
hemothorax. Biasanya hal ini disebabkan oleh kecelakaan penetrasi
traumatik dari dinding dada dan menyobek arteri intercostalis, tapi bisa juga
terjadi secara spontan saat subpleural rupture atau sobeknya adhesi pleural
(Price dan Lorraine, 2005).

E. Manifestasi Klinis
Biasanya manifestasi klinisnya adalah disebabkan oleh penyakit dasar.
Pneumonia akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis,
sementara efusi malignan dapat mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala. Efusi yang luas akan menyebabkan sesak
napas. Area yang mengandung cairan atau menunjukkan bunyi napas minimal
atau tidak sama sekali mengandung bunyi datar, pekak saat perkusi. Suara
egophoni (suara bergema seperti seorang yang hidungnya tersumbat dan terasa
dekat (bindeng)) akan terdengar diatas area efusi. Deviasi trakea menjauhi
tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural yang signifikan.
Bila terdapat efusi pleura kecil sampai sedang, dispnea mungkin saja tidak
ditemukan (Brunner & Suddart, 2001).
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), manifestasi klinis dari efusi pleura
adalah sebagai berikut :
1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan penderita mengalami sesak nafas.
2. Adanya gejala dari penyakit yang menyebabkan efusi pleura seperti demam,
menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus),
subfebril (tuberkolosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
3. Deviasi trakea, yaitu trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan.

7
4. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,
karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang
bergerak dalam pernafasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada
perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan
membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
5. Didapati segitiga Gerland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani di
bagian atas garis Ellis Damoiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi
daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronkhi.
6. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

F. Pemeriksaan Fisik dan Diagnostik


1. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien dengan efusi pleura akan ditemukan:
a. Inspeksi: pencembungan hemithorax yang sakit, ICS melebar,
pergerakan pernafasan menurun pada sisi sakit, mediastinum terdorong
ke arah kontralateral.
b. Palpasi: sesuai dengan inspeksi, fremitus raba menurun.
c. Perkusi: perkusi yang pekak, garis Ellis Damoiseu.
d. Auskultasi: suara nafas yang menurun bahkan menghilang.
2. Diagnostik
a. Rontgen dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial.
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk menggelilingi lobus
paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan
konsolidasi parenkim lobus. Dapat juga menggumpul di daerah para-
mediastinal dan terlihat dalam foto sebagai figura interlobaris. Bisa juga
terdapat secara parallel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai
kardiomegali. Hal lain yang dapat juga terlihat dalam foto dada pada
efusi pleura adalah terdorongnya mediastenum pada sisi yang
berlawanan dengan cairan. Tapi bila terdapat atelektasis pada sisi yang
berlawanan dengan cairan, mediastenum akan tetap pada tempatnya.
Di samping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal
mula terjadinya efusi pleura yaitu bila terdapat jantung yang membesar,
adanya masa tumor, adanya lesi tulang yang destruktif pada keganasan,

8
adanya densitas parenkimynag lebih kerang dpada pneumonia atau abses
paru.
Pemeriksaan dengan ultrasonografi pada pleura dapat menentukan
adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu
sebagai penentuan waktu melakukan aspirasi cairan tersebut, terutama
pada efusi yang terlokalisasi. Demikian juga dengan pemeriksaan CT
Scan dada. Adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan
sekitarnya, sangat memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura.
Hanya saja pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya
masih mahal.

Gambaran Toraks dengan Efusi Pleura

b. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) berguna sebagai sarana untuk
diagnostic maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan pada
penderita dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru di sela iga ke-9 garis aksilaris posterioar dengan memakai jarum
Abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak
melebihi 1.000-1.500cc pada setiap kali aspirasi. Lebih baik
mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus
yang dapat menimbulkan pleural shock (hipotensi) atau edema paru.
Edema paru dapat terjadi karena paru-paru menggembang terlalu cepat.
Komplikasi lain torakosentesis adalah pneumotoraks, ini yang paling
sering, udara masuk melalui jarum), hemotoraks (karena trauma pada
pembuluh darah interkostalis), emboli udara (ini agak jarang terjadi).
Dapat juga terjadi laserasi pleura viseralis, tapi biasanya ini akan sembuh
sendiri dengan cepat. Bila laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan
udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis sehingga terjadi emboli

9
udara. Untuk mencegah emboli udara ini menjadi emboli pulmoner atau
emboli sistemik, penderita dibaringkan pada sisi kiri di bagian bawah,
posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara tersebut dapat
terperangkap di atrium kanan.
Untuk diagnostik cairan pleura dilakukan pemeriksaan:
1) Warna cairan
Biasanya cairan pleura berwarna agak kekuning-kuningan
(serous-xanthochrome). Bila agak kemerah-merahan, ini dapat
terjadi pada trauma, infark paru, keganasan, adanya kebocoran
aneurisma aorta. Bila kuning kehijauan dan agak perulen, ini
menunjukan adanya empiema. Bila merah tengguli, ini
menunjukan adanya abses karena amoeba.
2) Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat
yang perbedaannya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi
<3 >3
(g/dl)
Kadar protein dalam serum <0,5 >0,5
Kadar LDH dalam efusi <200 >200
Kadar LDH dalam efusi per
<0,6 >0,6
kadar LDH dalam serum
Berat jenis cairan efusi <1,016 >1,016
Rivalta Negatif Positif
(dikutip dari Bahar: 2001)

Di samping pemeriksaan tersebut di atas, secara biokimia di


periksakan juga pada cairan pleura:
1) Kadar pH dan glukosa. Biasanya rendah pada penyakit-
penyakit infeksi, arthritis rheumatoid dan neoplasma.
2) Kadar amylase. Biasanya meningkat pada pankreatitis dan
metastasis adenokarsinoma.

c. Sitologi
Pemeriksaan sitologi terhadap cairan pleura amat penting untuk
diagnostik penyakit pleura, terutama bila ditemukan patologis atau
dominasi sel sel tertentu.

10
1) Sel neutrofil: menunjukan adanya infeksi akut
2) Sel limfosit: menunjukan adanya infeksi kronik seperti pleuritis
tuberkulosa atau limfoma malignan.
3) Sel mesotel: bila jumlahnya meningkat adanya infark paru. Biasanya
juga ditemukan banyak sel eritrosit.
4) Sel mesotel maligna: pada mesotelioma.
5) Sel-sel besar dengan banyak inti: pada arthritis rheumatoid.
6) Sel L.E: pada lupus eritematosus sistemik.
d. Bakteriologi
Biasanya cairan pleura steril, tapi kadang-kadang dapat mengandung
mikroorganisme, apalagi bila cairanya purulen. Efusi yang purulen dapat
mengandung kuman-kuman yang aerob ataupun anaerob. Jenis kuman
yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumokokus, E-coli,
Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacter.
e. Biopsi pleura
Pemeriksaan histology satu atau beberapa contoh jaringan pleura
dapat menunjukan 50-75% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkolosa
dan tumor pleura. Komplikasi adalah pneumotoraks, hemotoraks,
penyebarab infeksi atau tumor pada dinding dada.
f. Pendekatan pada efusi yang tidak terdiagnosis
Analisis terhadap cairan pleura yang dilakukan satu kali kadang-
kadang tidak dapat menegakkan diagnosis. Dalam hal ini dianjurkan
asppirasi dan anakisisnya diulang kembali sampai diagnosis menjadi
jelas. Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan
tambahan seperti:
Bronkoskopi, pada kasuskasus neoplasma, korpus alienum dalam
paru, abses paru.
Scanning isotop, pada kasus-kasus dengan emboli paru.
Torakoskop (fiber-optic-pleuroscopy) pada kasus-kasus dengan
neoplasma atau tuberculosis pleura.
(Bahar. 2001).

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), penatalaksanaan dari efusi pleura


adalah sebagai berikut pemeriksaan radiologi (rontgen dada), pada permukaan
didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan > dari 300ml, akan
tampak cairan dengan permulaan melengkung. Mungkin terdapat pergesekan
mediatinum.

11
1. Ultrasonografi
2. Torakosentesis, fungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna, biakan
dan tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara linea aksilaris
anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin
serosa (serotorak), perdarahan (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan)
atau eksudat (hasil radang).
3. Cairan pleural dianalisi dengan kultur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan
asam (untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi
(glukosa,amylase,laktat dehidrogenase (LDH), protein), analisis sitologi
untuk sel-sel malignan, dan Ph
4. Biopsi pleura mungkin juga dilakukan

G. Komplikasi
Menurut Mansjoer (2001), komplikasi dari efusi pleura adalah sebagai berikut :
1. Infeksi
Infeksi merupakan proses invasif oleh mikroorganisme. Pada efusi
pleura invasif mikrooerganisme berasal dari cairan yang menumpuk pada
daerah pleura, sehingga apabila pada pleura terjadi peradangan
mikroorganisme mudah untuk menginvasif.
2. Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase
yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan
viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas
dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan
yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu
dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
3. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembahan paru yang tidak sempurna yang
disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
4. Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan
ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara
perbaikan jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru yang
menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atelektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan baru yang
terserang dengan jaringan fibrosis.

12
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada efusi pleura diantaranya : (Nurarif dan Kusuma, 2015)
1. Tirah baring
Bertujuan untuk menurunkan kebutuhan aksigen karena peningkatan
aktifitas akan meningkatkan kebutuhan oksigen sehingga dypsneu akan
semakin meningkat pula.
2. Thorakosistesis
Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subjektif seperti nyeri,
dyspneu dan lain-lain. Cairan efusi sebanyak 1 11/2 liter perlu di keluarkan
segera untuk mencegah meningkatnya edema paru. Juka jumlah cairan efusi
lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1
jam kemudian
3. Anti biotik
Pemberian anti biotik dilakukan apabila terbukti terdapat adanya infeksi.
Antibiotik diberikan sesuai dengan hasil kultur kuman
4. Pleurodesis
Pada efusi karna keganasan dan efusi rekuren lain, diberikan obat
(tetrasiklin, kalk, dan biomisin) melalui selang interkostalis untuk
melekatkan kedua lapisan pleura dan mencegah cairan terakumulasi
kembali atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian
jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosi.

13
1
I. Pathway
Bakteri, Virus Neoplasma Sindrom Gagal jantung kiri tekanan kapiler
nefrotik asites Obstruksi vena sistemik/pulmonal
Peradangan pleura Infeksi Pembesaran (pada serosis cava superior, tekanan koloid
tumor menyumbat hepatika) dialisis peritonial, osmotik dan pleura
getah bening obstruksi fraktur tekanan intrapleura
Respon Obat
urinarius
Kegagalan aliran protein
Permeabilitas pada sel getah bening Cairan berpindah keluar
membran pleura
Hipoalbuminemia kapiler
Akumulasi cairan dan
Cairan masuk ke protein di rongga pleura
rongga pleura
dari dinding
thorak dan paru Eksudat Efusi pleura Transudat
14

Mendesak diafragma Drainase Ekspansi paru Perubahan tekanan dalam dan


luar paru tidak tercapai
Sesak
Mendesak abdomen Resiko tinggi terhadap
(lambung) tindakan drainase dada Pengembangan paru
Ketidakefektifan pola nafas

Perut terasa begah, mual Terputusnya Adanya luka terbuka Adanya retraksi otot Kompensasi tubuh : kontraksi
sesak ketika makan kontinuitas jaringan bantu pernafasan otot pernafasan

Port de entry
Anoreksia Nyeri Aktivasi saraf simpatis penggunaan energi untuk bernafas

Resiko infeksi
asupan nutrisi Kelelahan dan keletihan
Pelepasan neuro
Gg. Pola
REM ARAS transmitter : norepineprin
Gg. Pemenuhan nutrisi istirahat tidur 7
Intoleransi aktivitas
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
1) Pengkajian Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan
keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pluritis, rasa berat pada
dada dan berat badan menurun. Perlu juga ditanyakan sejak kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk
menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu perlu ditanyakan, apakah klien
pernah menderita penyakit sperti TB paru, pneumonia, gagal
jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk
melihat ada tidaknya kemungkinan faktor predisposisi.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanya apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura
seperti kanker paru, astma, TB paru, dan lain sebagainya.

2) Pengkajian psikososial
Pengkajian perubahan psikologi antara lain apa yang dirasakan klien
terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana
perilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan kepada dirinya.
Pengkajian menurut 11 Pola Gordon :
1. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Mengkaji apakah klien mengetahui faktor penyebab efusi pleura,
dan mengetahui cara menanggulangi.
2. Pola Eliminasi
Retensi urine, BAB tidak teratur , oliguria.
3. Pola Nutrisi Metabolik
Mual muntah, nyeri lambung, berat badan menurun.
4. Pola Aktivitas Latihan
Dispnea, takikardi, disritmia.
5. Pola istirahat Tidur
Insomnia, nocturnal dipsnea.
6. Pola Sensori dan Kognitif
Mengkaji klien tentang adanya nyeri dada.

15
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Mengkaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi dan
cara memandang diri yang salah akan menjadi stressor dalam
kehidupan klien. Misalnya : klien takut dijauhi orang lain karena
penyakitnya.
8. Pola Peran dan Hubungan
Mengakaji bagaimana cara klien menyasuaika kondisinya dengan
orang lain seperti lingkungan keluarga, masyarakat ataupun
lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setelah klien
mengalami serangan efusi pleura.
9. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Aktivitas
Ketakutan dan gelisah.
10. Pola Reproduksi dan Seksualitas
Pada klien efusi pleura, intoleransi aktivitas klien di batasi, sehingga
klien tidak dapat berhubungan intim.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan
Keyakianan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya
merupakan metode penanggulangan stres.

3) Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
a) Wajah pucat.
b) Bentuk dada tidak simetris.
c) Menggunakan otot bantu napas.
d) Gerakan pernapasan ekspansi dada asimetris.
b. Palpasi
a) Pendorongan medrastinum kearah hemithoraks kontra lateral
yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis.
b) Pada taktil fremitus, jika paru kanan mengalami efusi pleura,
maka jika dipalpasi paru kiri terdengar nyaring dan apabila paru
kiri yang terkena efusi pleura maka paru kanan terdengar nyaring.
c. Perkusi
Pada efusi pleura didapat bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sakit sesuai benyaknya akumulasi di rongga pleura.

d. Auskultasi

16
Pada klien dengan efusi pleura bunyi napas tambahan (ronkhi) pada
sisi yang sakit.
4) Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thoraks Pa cairan yang kurang
dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang tampak hanya
berupa penumpukan kostofrenikus. Pada efusi pleura subpulmonal,
meskpun cairan pleura lebih dari 300 cc, frenicocostalis tampak
tumpul dan diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikannya,
perlu dilakukan dengan foto thoraks lateral dari sisi yang sakit
(lateral dekubitus). Foto ini akan memberikan hasil yang
memuaskan bila cairan pleura sedikit. Pemeriksaan radiologi foto
tgoraks juga diperlukan sebagai monitor atas intervensi yang telah
diberikan dimana keadaan keluhan klinis yang membaik dapat lebih
dipastikan dengan penunjang pemeriksaan foto thoraks.
b. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura
melalui biopsi jalur perkutaneus. Biopsy ini dilakukan untuk
mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-kuman penyakit
(biasanya kasus pleuristy tuberculosa dan tumor pleural.
c. Pengukuran Fungsi Paru (spirometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan resio udara residual ke
kapasitas total paru, dan penyakit plural pada tuberculosis kronis
tahap lanjut.
d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang spesifik adalah dengan
memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang intervensi lanjutan.
Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi kemungkinan
penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskopis biasanya dapat berupa cairan
hemorragi, eksudat, dan transudat.
a) Haemorrhagic pleural efusion
Biasanya terjasi pada klien dengan danya keganasan paru atau
akibat infark paru terutama disebabkan oleh tuberculosis.
b) Yellow extidate pleural efusion
Terutama terjadi pada keadaan gagal jantung kongestif, sindrom
nefrotik, hipoalbuminemia, dan perikarditis konstriktif.

17
c) Clear transudate pleural efusion
Sering terjadi pada klien dengan keganasan ekstrapulmoner.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidak efektifan pola nafas b/d penurunan ekspansi paru.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d
metabolisme tubuh meningkat.
3) Resiko infeksi b/d tindakan infasif : drainase.
4) Nyeri b/d terputusnya kontinuitas jaringan.
5) Gangguan pola tidur b/d ketidaknyaman atau nyeri.
6) Intoleransi aktivitas b/d kelemahan.

3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


1. Ketidak efektifan pola Mendemonstrasikan suara nafas Posisikan pasien untuk
nafas b/d penurunan yang bersih, tidak ada sianosis dan memaksimalkan ventilasi
ekspansi paru dyspneu (mampu bernafas dengan pernafasan
mudah, tidak ada prsed lips) Identifikai pasien akan perlunya
Menunjukkan jalan nafas yang pemasangan alat jalan nafas buatan
paten (klien tidak merasa terpekik, Lakukan fisioterapi dada jika perlu
irama nafas, frekuensi nafas Atur intake cairan
dalam rentang normal, tidak ada Monitoring respirasi dan status O2
suara nafas abnormal) Pertahankan jalan nafas paten
TTV dalam rentang normal pertahankan posisi pasien
(tekanan darah : 120/80, nadi : Atur peralatan oksigenasi
pulse kuat ; 60-100/menit, RR : : Monitir aliran O2
16-24 per menit, T : 36,5-37,5 0C) Monitoring TTV
Monitor frekuensi, irama nafas
Monitir pola nafas abnormal
Identifikasi penyebab perubahan
tanda vital

2. Ketidakseimbangan Adanya peningkatan berat badan Kaji adanya alergi makanan


nutrisi kurang dari sesuai denga tujuan
kebutuhan tubuh b/d

18
metabolisme tubuh Berat badan ideal sesuai dengan Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
meningkat tinggi badan menentukan jumlah kalori dan
Mampu mengidentifikasi nutrisi yang di butuhan pasien
kebutuhan nutrisi Anjurkan pasien untuk
Tidak ada tanda tanda mal nutrisi meningkatkan intake Fe
Menunjukkan peningkatan fungsi Anjurkan pasien untuk
pengecapan dari menelan meningkatkan protein dan vitamin
Tidak terjadi penurunan berat c
badan yang berarti Berikan subtansi gula
Yakinkan diet yang di makan
mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih
(sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi
Ajarkan pasien bagaimana
membuat catatan makanan harian
Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapat nutrisi yang di perlukan
3. Resiko infeksi b/d Klien bebas dari tanda dan gejala Mencucitangan sebelum dan
tindakan infasif : infeksi sesudah tindakan keperawatan
drainase Mendeskripsikan proses Menggunakan APD
penularan penyakit, faktor yang Pertahankan lingkungan aseptik
mempengaruhi penularan selama pemasangan alat atau injeksi
Menunjukkan perilaku hidup sehat Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai petunjuk
Tingkatkan intake nutrisi
Monitor tanda tanda gejala infeksi
sistenik dan lokal
Gunakan teknik isolasi
Berikan perawatan kulit pada area
epiderma

19
Inspeksi kondisi luka
Instruksikan pasien untuk minum
antibodi sesuai resep
ajarkan pada keluarga pasien tentang
yanda gejala infeksi
4. Nyeri b/d terputusnya Mampu mengontrol nyeri (tahu Lakukan pengkajian nyeri secara
kontinuitas jaringan penyebab nyeri, mampu komprehensif termasuk lokasi,
menggunakan tehnik karakteristik, durasi, frekuensi,
nonfarmakologi untuk kualitas dan faktor presipitas
mengurangi nyeri, mencari Observasi reaksi nonverbal dari
bantuan) ketidaknyamanan
Melaporkan bahwa nyeri Gunakan teknik komunikasi
berkurang dengan menggunakan terapeutik untuk mengetahui
manajemen nyeri pengalaman nyeri pasien
Mampu mengenali rasa nyaman Kaji kultur yang mempengaruhi
setelah nyeri berkurang respon nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa
lampau
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek intruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Pilih rute pemebrian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri scr teratur
5. Gangguan pola tidur Jumlah jam tidur dlam batas Determinasi efek-efek medikasi
b/d ketidaknyaman normal 6-8 jam/hari terhadap pola tidur
atau nyeri

20
Pola tidur, kualitas dalam batas Jelaskan pentingnya tidur yang
normal. adekuat
Perasaan segar sudah tidur atau Fasilitas untuk mempertahankan
istirahat aktifitas sebelum tidur (membaca)
Mampu mengidentifikasikan hal Ciptakan lingkungan yang nyaman
hal yang meningkatkan tidur Kolaborasi pemberian obat tidur
Diskusikan dengan pasien dan
keluarga tentang teknik tidur pasien
Instruksikan untuk memonitor tidur
pasien
Monotor wakti makan dan minum
dengan waktu tidur
Moitor atau catat kebutuhan tidur
pasien setiap hari dan jam
6. Intoleransi aktivitas Berpartisipasi dalam aktifitas Kolaborasikan dengan tenaga
b/d kelemahan fisik tanpa disertai peningkatan rehabilitasi medik dalam
TD, nadi, dan RR merencanakan program terai yang
Mampu melakukan aktivitas tepat
sehati-hari (ADLs) secara Bantu klien untuk mengidentifikasi
mandiri aktifitas yang mampu di lakukan
Tanda tanda vital normal Bantu untuk memilih aktivitas
Energi vesikomotor konsisten yang sesuai dengan
Level kelemahan kemampuan fisik, psikologi dan
Mampu berpindah : dengan atau sosial
tanpa bantuan alat Bantu untuk mengidentifikasi dan
Status kardiopulmunari adekuat mendapatkan sumber yang
Sirkulasi status baik diperlukan untuk aktifitas yang
Status respirasi : pertukaran gas diinginkan
dan ventilasi adekuat Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
Bantu untuk mengidentifikasi
aktifitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan di waktu luang

21
Bantu pasien atau keluarga untuk
mengidantifikasi kekurangan dalam
beraktifitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motifasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual

22
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan viseral dan perietal merupakan penyakit primer yang jarang
terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu proses penyakit yang mendasari
yang mungkin paru atau nonpulmonary asal dan dapat bersifat akut atau kronis.
Meskipun spektrum etiologi efusi pleura luas, efusi pleura sebagian disebabkan
oleh gagal jantung kongestif, pneumonia, keganasan, atau emboli paru.
Penanganan dari efusi pleura misalnya dengan tirah baring, thorakosistesi,
pemberian anti biotik, dan pleurodesis. Komplikasi dari efusi pleura adalah
infeksi, fibrotoraks, atelektasis, dan fibrosus.

B. Saran
Sebagai tenaga profesional tindakan perawat dalam penanganan masalah
keperawatan khususnya efusi pleura harus dibekali dengan pengetahuan yang
luas dan tindakan yang di lakukan harus rasional sesuai gejala penyakit.

23
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, Hood dan H. Abdul Mukty. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya: Airlangga University Press.

Arief, Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Bahar, Asril. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Ed. 3. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

Brunner & Suddart. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Jakarta:EGC.

Garrido VV, Sancho JF, Blasco H, Gafas AP, Rodrguez EP, Panadero FR, et al. 2006.
Diagnosis and treatment of pleural effusion. Arch Bron-coneumol. 42 (7):349-
72).

Khairani, R., dkk. 2012. Karakteristik Efusi Pleura di Rumah Sakit Persahabatan.
Respir Indo; 32:155-60.

Morton G.P. 2012. Keperawatan Kritis. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 3. Yogyakarta:
Mediaction Jogja.

Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses- Proses


Penyakit. Edisi 6. Volume 1. Jakarta: EGC.

Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.

Rubins, Jeffrey. 2016. Pleural Effusion. Diakses dari :


http://emedicine.medscape.com/article/299959-overview#a6

Simanjuntak, E.S. 2014. Efusi Pleura Kanan Yang Disebabkan Oleh


Carcinomamammae Dextra Metastase Ke Paru. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung: Medula. Volume 2. Nomor 1.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Alih bahasa oleh Agung Waluyo
(dkk). Jakarta : EGC.

Surjanto, Eddy. 2014. Penyebab Efusi Pleura pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit.
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, RS Dr. Moewardi, Surakarta J
Respir Indo Vol. 34 No. 2.

Tobing, Elizabeth M. S, Widirahardjo. 2013. Karakteristik Penderita Efusi Pleura di


RSUP H. Adam Malik Medan 2011. E - Jurnal FK USU volume 1 no 2 tahun
2013.

24

Anda mungkin juga menyukai