Anda di halaman 1dari 8

PORTOFOLIO

KASUS ETIK
Pemberian Antibiotik Mahal dan Tidak Sesuai Indikasi

Oleh:
dr. Saskia ramadhani

PENDAMPING

dr. Wiji Kusbiyah

dr. Fonyta Sugianto

1
Portofolio Kasus

No. ID dan Nama Peserta : dr Saskia Ramadhani


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Soedomo Trenggalek
Topik : Kasus ETIK : Pemberian Antibiotik Mahal dan Tidak Sesuai Indikasi

Tanggal Presentasi: Pendamping:


29 November 2016 dr. Fonyta Sugianto
dr. Wiji Kusbiyah
Obyektif Presentasi:
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi: Pemberian Antibiotik Mahal dan Tidak Sesuai Indikasi

Tujuan: Mengetahui Bagaimana Aspek Etik Dan Medikolegal Kasus


Bahan bahasan Tinjauan Riset Kasus Audit
Pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan diskusi E-mail Pos
membahas
Data utama untuk bahan diskusi

KASUS
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus
Abadi menilai penggunaan dan pemberian antibiotik di Indonesia saat ini saat
mengkhawatirkan. Penyalahgunaan antibiotik selain berdampak pada tingginya biaya
kesehatan, juga dianggap dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Fenomenanya saat ini yang terjadi dokter di Indonesia sangat mudah memberikan
antibiotik. Pada dasarnya itu adalah bentuk penyalahgunaan," ujar Tulus kepada CNN
Indonesia, Selasa (1/9)
Tulus mengatakan, tindakan pemberian antibiotik terhadap konsumen yang
mengidap penyakit secara tidak tepat merupakan bentuk pelanggaran kode etik
profesi. Lebih lanjut, Tulus menuturkan, salah satu kasus yang pernah dilaporkan ke
lembaganya, terjadi pada pengidap Demam Berdarah di salah satu rumah sakit di DKI
Jakarta. Ia menjelaskan, berdasarkan ketentuan, pasien tersebut tidak diperbolehkan
mengkonsumsi antibiotik sebagai obat penyembuhnya. Alhasil, selain berdampak
pada lamanya penyembuhan, biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien menjadi lebih
besar.
Tulus menyatakan, ada tiga hal yang sebenarnya terjadi dalam kasus
penyalahgunaan obat, khususnya antibiotik dalam dunia kedokteran. Menurut Tulus,
Dokter terlalu mudah memberikan antibiotik dan tidak menjelaskan secara
detail dan langsung kepada pasien soal manfaat dari antibiotik tersebut
terhadap proses penyembuhan penyakit.
"Kami juga menemukan bahwa konsumen dalam hal ini pasien terkadang tidak

2
melaksanakan anjuran dari dokter untuk menghabiskan antibiotik, padahal itu harus
dihabiskan," ujarnya. Contoh lain yang terjadi di Indonesia adalah terjadinya
penjualan secara bebas antibiotik di beberapa apotik-apotik maupun rumah sakit. Hal
tersebut membuat pengawasan terhadap peredaran dan dampak dari penggunaan
tersebut menjadi lebih sulit.
Berdasarkan informasi yang diterima dari Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia (FFUI), pada tahun 2050 diperkirakan 10 juta orang per tahun meninggal
karena infeksi bakteri yang resisten terhadap antibiotik di seluruh dunia.
Seperempat diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Contoh lain yang
terjadi di Indonesia adalah terjadinya penjualan secara bebas antibiotik di beberapa
apotik-apotik maupun rumah sakit. Hal tersebut membuat pengawasan terhadap
peredaran dan dampak dari penggunaan tersebut menjadi lebih sulit.
Berdasarkan informasi yang diterima dari Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia (FFUI), pada tahun 2050 diperkirakan 10 juta orang per tahun meninggal
karena infeksi bakteri yang resisten terhadap antibiotik di seluruh dunia.
Seperempat diantaranya terjadi di negara-negara berkembang.

Daftar Pustaka:

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150901170600-20-75969/ylki-dokter-suka-beri-
antibiotik-mahal-yang-beratkan-pasien/

Hasil pembelajaran:
1. Tinjauan Bioetik
2. Definisi dan Klasifikasi Bioetik
3. Tinjauan Kode Etik Kedokteran Indonesia

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio Kasus Etik

3
Tinjauan Bioetik
a. Beneficience

Prinsip ini digunakan ketika kondisi pasien dalam keadaan yang wajar atau umum,
tidak gawat darurat, dan seperti pada banyak pasien lainnya. Hal-hal yang mendasari
kaidah Beneficence adalah mencegah terjadi kerugian, menghilangkan kondisi
penyebab kerugian, berbuat baik, memberikan keseimbangan antara biaya-resiko-
keuntungan. Prinsip-prinsip yang terkandung antara lain :
Prinsip ini digunakan ketika kondisi pasien dalam keadaan yang wajar atau umum,
tidak gawat darurat, dan seperti pada banyak pasien lainnya. Hal-hal yang mendasari
kaidah Beneficence adalah mencegah terjadi kerugian, menghilangkan kondisi
penyebab kerugian, berbuat baik, memberikan keseimbangan antara biaya-resiko-
keuntungan. Prinsip-prinsip yang terkandung antara lain :
1. Mengutamakan Alturisme (menolong tanpa pamrih, rela berkorban)
2. Manjamin nillai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/ Keluarga/sesuatu yang tidak hanya sejauh menguntungkan
dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan/manfaat lebih banyak daripada keburukan
5. Parternalisme bertanggungjawab
6. Menjamin kehidupan-baik minimal manusia
7. Minimalisasi akibat buruk
8. Menghargai hak hak pasien secara keseluruhan
9. Mengembangkan profesi secara terus menerus
10. Memberika obat berkhasiat namun murah

b. Non Malficience

Prinsip ini digunakan ketika kondisi pasien dalam keadaan gawat darurat dan
dibutuhkan suatu intervensi medik dalam rangka penyelamatan nyawanya. Hal-hal
yang mendasari kaidah Non-Maleficence adalah jangan menyakiti, jangan
memperburuk keadaan, tidak boleh berbuat jahat ataupun membuat pasien menderita,
tindakan yang merugikan tidak selalu dianggap tingakan yang buruk. Prinsip-prinsip
yang terkandung antara lain:
1. Menolong pasien emergency
2. Tidak melakukan euthansia
3. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek

4
4. Tidak mengobati secara tidak proporsional
5. Mencegah pasien dari bahaya
6. Tidak membahayakan kehidupan pasien dari kelalaian
7. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan

c. Justice
Prinsip ini digunakan ketika dalam konteks membahas hak orang lain selain diri
pasien itu sendiri. Hak orang lain ini khususnya mereka yang sama atau setara dengan
pasien dalam mengalami gangguan kesehatan. Hal-hal yang mendasari kaidah Justice
adalah keadilan dalam memberikan perlakuan, pengobatan kepada setiap pasien tanpa
memandang unsur-unsur SARA (suku, ras, agama, antar golongan), pembagian atau
penyaluran sumbangan kepada setiap pasien sesuai dengan kebutuhan mereka.
Prinsip-prinsip yang terkandung antara lain:
1. Memberlakukan segala sesuatu secara universal
2. Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama
3. Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accesibility, availability, quality)
4. Menghargai hak hukum pasien
5. Menghargai hak orang lain
6. Menjaga kelompok rentan (yang paling merugikan)
7. Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status sosial, dll

d. Autonomy
Prinsip ini digunakan ketika berkaitan dengan hak-hak pasien kondisi pasien dewasa,
yang berkerpribadian matang untuk mengambil jalan hidupnya. Tidak berlaku untuk
orang yang mengidap sakit jiwa, idiot, ataupun sadarkan diri. Kaidah Autonomy selalu
berkaitan erat dengan informed consent (surat untuk melakukan tindakan medik). Hal-
hal yang mendasari kaidah Autonomy adalah Autonomy bermaksud menghendaki,
menyetujui, membenarkan, membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri.
Prinsip-prinsip yang terkandung antara lain:
1. Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien
2. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif)
Berterus terang
3. Menghargai privasi
4. Menjaga rahasia pasien
5. Menghargai rasionalitas pasien
6. Melaksanakan informed conse
7.Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri
8. Tidak mengintervensi atau menghalangi Autonomy pasien
9. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk

5
keluarga pasien sendiri

1. Tinjauan Etik dan Medikolegal


KODEKI pasal 3, yang menyebutkan bahwa dalam melakukan pekerjaan kedokterannya,
seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya
kebebasan dan kemandirian profesi
Dalam pasal tersebut dijelaskan
1. Secara sendiri atau bersama-sama menerapkan pengetahuan dan ketrampilan
kedokteran dalam segala bentuk.
2. Menerima imbalan selain dari pada yang layak, sesuai dengan jasanya, kecuali
dengan keikhlasan dan pengetahuan dan atau kehendak pasien.
3. Membuat ikatan atau menerima imbalan dari perusahaan farmasi/obat, perusahaan
alat kesehatan/kedokteran atau badan lain yang dapat mempengaruhi pekerjaan dokter.
4. Melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung untuk mempromosikan
obat, alat atau bahan lain guna kepentingan dan keuntungan pribadi dokter.
Hal-hal yang dilarang dalam pasal 3 adalah :

a. Menjual contoh obat (free sample) yang diterima cuma-cuma dari perusahaan farmasi.
b. Menjuruskan pasien untuk membeli obat tertentu karena dokter yang bersangkutan
telah menerima komisi dari perusahaan farmasi tertentu.

c. Mengijinkan penggunaan nama dan profesi sebagai dokter untuk kegiatan pelayanan
kedokteran kepada orang yang tidak berhak, misalnya dengan namanya melindungi
balai pengobatan yang tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah.

d. Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tanpa indikasi yang jelas,
karena ingin menarik pembayaran yang lebih banyak.

e. Kunjungan ke rumah pasien atau kunjungan pasien ke kamar praktek hendaklah


seperlunya saja supaya jangan menimbulkan kesan seolaholah dimaksudkan untuk
memperbanyak imbalan jasa. Hal ini perlu diperhatikan terutama oleh dokter
perusahaan yang dibayar menu rut banyaknya konsultasi.

f. Melakukan usaha untuk menarik perhatian umum dengan maksud supaya praktek
lebih dikenal orang lain dan pendapatannya bertambah.
Misalnya mempergunakan iklan atau mengizinkan orang lain mengumumkan
namanya dan atau hasil pengobatannya dalam surat kabar atau media massa lain.

g. Meminta dahulu sebagian atau seluruh imbalan jasa perawatan/pengobatan, misalnya

6
pada waktu akan diadakan pembedahan atau pertolongan obstetri.

h. Meminta tambahan honorarium untuk dokter-dokter ahli bedah/kebidanan kandungan,


setelah diketahui kasus yang sedang ditangani ternyata sulit, dimana pasien yang
bersangkutan berada pada situasi yang sulit.

i. Menjual nama dengan memasang papan praktek di suatu tempat padahal dokter yang
bersangkutan tidak pernah atau jarang datang ke tempat tersebut, sedangkan yang
menjalankan praktek sehari-harinya dokter lain bahkan orang yang tidak mempunyai
keahlian yang sama dengan dokter yang namanya terbaca pada papan praktek.

j. Mengekploitasi dokter lain, dimana pembagian prosentasi imbalan jasa tidak adil.

k. Merujuk pasien ke tempat sejawat kelompoknya, walaupun di dekat tempat


prakteknya ada sejawat lain yang mempunyai keahlian yang diperlukan.
KESIMPULAN
Dokter di Indonesia sangat mudah memberikan antibiotik. Pada dasarnya adalah
bentuk penyalahgunaan dan pelanggaran. Dalam hal ini melanggar pasal 3 kode etik
kedokteran indonesia dan kaidah bioetik.
Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan indikasi dapat menimnulkan
resistensi terhadap kuman yang nantinya akan menimbulkan hal yang fatal, selain itu
mahalnya harga antibiotik dinilai merugikan pasien.
Kaidah bioetik yang dilanggar dalam kasus ini adalah :
a. Mengusahakan agar kebaikan/manfaat lebih banyak daripada keburukan
b. Minimalisasi akibat buruk
c. Memberika obat berkhasiat namun murah
Sedangkan dalam pasal 3, kasus ini melanggar poin
a. Membuat ikatan atau menerima imbalan dari perusahaan farmasi/obat,
perusahaan alat kesehatan/kedokteran atau badan lain yang dapat
mempengaruhi pekerjaan dokter

b. Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tanpa indikasi yang jelas,
karena ingin menarik pembayaran yang lebih banyak.

7
Daftar Pustaka
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20150901170600-20-75969/ylki-dokter-
suka-beri-antibiotik-mahal-yang-beratkan-pasien/
http://www.luk.staff.ugm.ac.id/atur/sehat/Kode-Etik-Kedokteran.pdf
http://dokumen.tips/documents/makalah-bioetika-kedokteran-pbl-blok-1.html#

Anda mungkin juga menyukai