Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan padat modal,

padat karya dan teknologi serta memiliki resiko kecelakaan kerja 2,5 kali lebih

besar dibandingkan institusi atau industry lainnya, sehingga persyaratan K3

merupakan sesuatu yang harus ada dalam manajemen kegiatan di suatu rumah

sakit. Kegiatan pelayanan kesehatan yang menggunakan peralatan penunjang

medis berteknologi tinggi mempunyai resiko tinggi dalam peningkatan

kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja seperti penggunaan obat berbahaya,

tindakan diagnostic, terapi maupun rehabilitative apabila tidak dikendalikan

dengan baik (Aditama, 2010).

Penyelenggaraan pelayanan radiologi baik itu radiologi umum maupun

radiologi diagnostic telah banyak dilaksanakan di berbagai instansi

penyelenggara pelayanan kesehatan, baik dari instansi penyelenggara kesehatan

sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta hingga instansi

penyelenggara kesehatan berskala besar seperti rumah sakit. Perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat dewasa ini memungkinkan untuk

menggunakan radiasi baik radiasi pengion dan non pengion sebagai alat untuk

mendeteksi berbagai penyakit (Kepmenkes 1014/Menkes/SK/XI/2008).

Kecelakaan radiasi merupakan keadaan yang tidak normal akibat tidak

terkendalinya sumber radiasi baik secara langsung maupun tidak langsung dapat

membahayakan kesehatan, jiwa dan harta benda. Ciri dari kecelakaan radiasi

yaitu medan radiasi yang tinggi atau terjadinya pelepasan zat radioaktif yang
tidak dapat dikendalikan dalam jumlah cukup besar sehingga berdampak serius

atau dapat menyebabkan kematian (Bapeten, 2003).

Efek dari radiasi tergantung dari beberapa factor yaitu dose ekivalen

yang diterima, dose rate, jumlah dan luas area terpajan dan jaringan yang

terkena. Sekecil apapun radiasi yang diterima akan berpengaruh karena akan

terakumulasi dalam tubuh. Sel manusia secara alami mempunyai kemampuan

untuk memperbaiki diri bila ada kerusakan yang terjadi, namun hal itu juga

tergantung dari seberapa parah kerusakan yang diderita. Berdasarkan hal itu

maka dosis radiasi kecil yang diberikan secara berkala akan menimbulkan efek

yang berbeda dengan radiasi yang diberikan sekaligus dalam dosis besar

(Taspirin, 2009).

Keselamatan dan kesehatan kerja adalah salah satu upaya perlindungan

yang ditujukan kepada potensi bahaya agar para pekerja dan semua orang yang

berada di lingkungan kerja dalam keadaan selamat, aman dan sehat. Potensi

bahaya dapat berasal dari mesin, lingkungan kerja, sifat pekerjaan, cara kerja

dan proses produksi. Dalam pengertian luas, K3 mengarah pada pengendalian

bahaya dan resiko bahaya untuk mengurangi atau meminimalkan injury ataupun

accident, promosi kesehatan dan pemeliharaan derajat tertinggi dari fisik,

mental dan kesejahteraan social pada pekerja, pencegahan terhadap efek buruk

terhadap kesehatan yang disebabkan kondisi pekerjaan, perlindungan pada

pekerja dalam lingkungan kerja yang beresiko pada kesehatan, dan adaptasi

pekerjaan terhadap manusia (Anugrah, 2009)

Menurut Ramli (2010) risk assessment adalah upaya untuk menghitung

besarnya suatu resiko dan menetapkan apakah resiko tersebut dapat diterima
atau tidak. Pada praktiknya, risk assessment mengamati tempat kerja untuk

mengidentifikasi peralatan, situasi dan proses, yang dapat menimbulkan

kerusakan, khususnya pada manusia. Setelah identifikasi, dibuat evaluasi

kemungkinan dan keparahan resiko, kemudian menentukan langkah yang

efektif untuk mencegah atau mengendalikan kerugian yang terjadi (CCOSH,

2006)

Rumah Sakit Ibu Anak (RSIA) Putri Surabaya adalah rumah sakit

khusus Obstetri dan Ginekologi yang berada di Surabaya yang telah berdiri

sejak 09 September 1999 dimana salah satu fasilitas penunjang pelayanan di

dalamnya adalah Unit Radiologi. Unit Radiologi RSIA Putri dalam kegiatan

operasional dilaksanakan oleh 2 orang Radiolog dan 2 orang dokter secara

bergantian.

Untuk menghindari terjadinya kecelakaan kerja maupun PAK perlu

dilakukan identifikasi bahaya pada kegiatan radiologi. Dengan adanya

identifikasi bahaya diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan bukan

hanya bagi radiolog dan dokter tetapi juga untuk pasien dan pengunjung RSIA

Putri. Kemudian dapat dilakukan analisis resiko untuk mengetahui tingkat

resiko sehingga dapat diterapkan penanggulangannya.

Sebelumnya memang Belum pernah dilakukan penilaian resiko di Unit

Radiologi RSIA Putri. Selain itu berdasarkan observasi awal dan wawancara

dari peneliti kepada salah seorang Radiolog di sana, peneliti mendapatkan

informasi awal bahwa terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan K3 yang

kurang memenuhi standart yang telah ditetapkan.


1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan :

Bagaimana Risk assessment terhadap Unit Radiologi RSIA Putri Surabaya

sebagai upaya kesehatan dan keselamatan kerja.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis resiko keselamatan dan kesehatan kerja pada Unit Radiologi

di RSIA Putri Surabaya

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi bahaya di Unit Radiologi RSIA Putri Surabaya

b. Menilai resiko pada Unit Radiologi di RSIA Putri Surabaya

c. Mengendalikan resiko pada Unit Radiologi di RSIA Putri Surabaya

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

a. Dapat mengimplementasikan ilmu yang didapat terutama tentang

Risk Assessment di Rumah Sakit

b. Mendapatkan pengalaman, wawasan dan pengetahuan baru setelah

melakukan penelitian

1.4.2 Manfaat Bagi Perusahaan

Dapat memberikan masukan dan pertimbangan untuk

meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja dalam upaya

meminimalkan resiko yang ada pada Unit radiologi.


1.4.3 Manfaat Bagi Peneliti Lain

Menambah referensi dan memberikan pengetahuan wacana

terkait materi informasi mengenai penerapan Risk Assessment di tempat

kerja.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2.1.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang

sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih

dikenal dengan singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan

kerja. Menurut Milyandra (2009)Istilah keselamatan dan kesehatan

kerja, dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang

pertama mengandung arti sebagai suatu pendekatan ilmiah (scientific

approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan

atau suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu

keselamatan dan kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu

terapan(applied science)

Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari

pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya

bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan,

maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat

dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu

pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko

kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 )

2.1.2 Ruang Lingkup Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja

dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis

dalam hal cara/metode kerja, proses kerja dan kondisi yang bertujuan

untuk :

1. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat

pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental

maupun kesejahteraan sosialnya.

2. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja

yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.

3. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam

pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-

faktor yang membahayakan kesehatan.

4. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan

yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya.

2.1.3 Dasar Hukum

Pemberlakuan K3 untuk seluruh Perusahaan di Indonesia wajib

mematuhi Undang-undang dan Peraturan-peraturan yang telah

ditetapkan/dikeluarkan/ diberlakukan mengenai Kesehatan dan

Keselamatan Kerja yang terangkum sebagai berikut :

1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa

Setiap Warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan. Atas dasar pasal tersebut maka telah disusun

:
a. UU No.1 th.1951 tentang Pernyataan berlakunya UU Kerja th. 1948

No.12

b. UU No.3 th.1969 tentang Persetujuan Konvensi ILO no.120

mengenai Higiene dalam Perniagaan dan Kantor-kantor

c. UU No.14 th.1969 tentang Pokok-Pokok mengenai Tenaga Kerja

sebagai pelaksanaan dari Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 tersebut di

Pasal 9 UU No.14 th.1969 yang menyatakan Setiap tenaga kerja

berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan,

pemeliharaan moril kerja serta perlakukan sesuai dengan harkat dan

martabat manusia dan moral agama dan di pasal 10 menyatakan

Pemerintah membina perlindungan kerja yang mencakup :

1. Norma keselamatan kerja

2. Norma kesehatan kerja

3. Norma kerja

4. Pemberian ganti kerugian, perawatan, dan rehabilitasi dalam hal

kecelakaan kerja

2. Undang-undang no.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, cakupan

materinya termasuk masalah kesehatan kerja.

3. Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

Permenkes No. 453/Menkes/Per/XI/1992 tentang Persyaratan

Keselamatan Lingkungan Rumah Sakit.

5. Permenaker No. 5/Menaker/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja


2.2 Pengertian Radiasi

Radiasi adalah gelombang atau partikel berenergi tinggi yang berasal

dari sumber alami atau sumber yang sengaja dibuat oleh manusia. Salah satu

potensi bahaya yang dapat ditimbulkan oleh pemanfaatan radiasi pengion

adalah timbulnya efek radiasi baik yang bersifat non stokastik, stokastik dan

efek genetic. Efek tersebut dapat berupa Radiation Sickness, penyakit

keganasan sampai penyakit yang timbul pada keturunannya.

Radiasi pengion yang penting dalam kedokteran nuklir meliputi sinar-X

dan electron yang dihasilkan oleh alat elektrik dan sinar alfa, beta dan gama

yang dipancarkan oleh zat radioaktif.

2.3 Radiologi

2.3.1 Pengertian Radiologi

Radiologi adalah cabang atau spesialisasi kedokteran yang

berhubungan dengan study dan penerapan berbagai teknologi pencitraan

untuk diagnosis dan mengobati pasien. Pencitraan dapat menggunakan

sinar x, USG, CT Scan, Tomography Emisi Positron (PET), dan MRI.

Pencitraan tersebut menciptakan gambar dari konfigurasi dalam dari

sebuah objek padat, seperti bagian tubuh manusia, dengan menggunakan

energy radiasi.

2.3.2 Desain Ruangan Radiologi

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam instalasi ruangan

radiologi sebelum bangunan didirikan diantaranya.


Lokasi bangunan

Lokasi ruangan radiologi sedapat mungkin jangan terganggu oleh

kegiatan sekitarnya

Letak ruangan

Upayakan pemasangan pesawat dekat dengan ruang emergency dan

jauhkan dari aktivitas ramai

Desain ruangan

Panjang 4 meter, lebar 3 meter, tinggi 2.8 meter. Ukuran tersebut

tidak termasuk ruang operator dan kamar ganti pasien

Tebal dinding

Tebal dinding suatu ruangan radiologi sedemikian rupa sehingga

penyerapan radiasinya setara dengan penyerapan radiasi dari timbal

setebal 2 mm.

Tebal dinding yang terbuat dari beton dengan rapat jenis 2,35 gr/cc

adalah 15 cm. Tebal dinding yang terbuat dari bata dengan plester

adalah 25 cm

Pintu dan Jendela

Pintu serta lobang-lobang yang ada di dinding ( missal lobang stop

kontak dll ) harus di beri penahan-penahan radiasi yang setara

dengan 2 mm timbal. Di depan pintu ruangan radiasi harus ada

lampu merah menyala ketika meja control pesawat dihidupkan.

2.4 Manajement Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Bagian Radiologi

2.4.1 Kesehatan dan keselamatan Kerja di bagian radiologi


Keselamatan kerja radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk

menciptakan kondisi agar dosis radiasi pengion yang mengenai manusia

dan lingkungan hidup tidak melampaui nilai batas yang ditentukan.

Radiasi adalah risiko berbahaya yang dikenal baik dilingkungan

rumah sakit dan usaha penanggulangannya sudah dilakukan. Rumah sakit

sebaiknya mempunyain petugas yang bertanggung jawab (safety officer)

atas keamanan daerah sekitar radiasi dan perlindungan bagi petugasnya.

2.4.2 Ketentuan Umum Pencegahan

1) Tempatkan pasien pada tempat yang terpisah atau bersama pasien lain

dengan infeksi aktif organisme yang sama dan tanpa infeksi lain.

2) Melaksanakan kewaspadaan universal.

3) Perawatan lingkungan yaitu dengan membersihkan setiap hari peralatan

dan permukaan lain yang sering tersentuh oleh pasien.

4) Peralatan perawatan pasien gunakan terpisah satu sama lain, jika terpaksa

harus digunakan satu sama lain secara bersama maka peralatan tersebut

harus selalu dibersihkan dan didesinfeksi sebelum digunakan pada yang

lain.

Tindakan yang harus dilakukan :

1) Tempatkan pasien pada ruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan

ruang kerja lainnya.

2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah bekerja pada air yang mengalir

atau alcuta.
3) Menggunakan alat pelindung kerja seperti masker, gaun pelindung dan

sarung tangan.

4) Melakukan tindakan desinfeksi, dekontaminasi dan sterilisasi, terhadap

berbagai peralatan yang digunakan, meja kerja, lantai dan lain-lain

terutama yang sering tersentuh oleh pasien.

5) Melaksanakan penanganan dan pengolahan limbah dengan cara yang

benar, khususnya limbah infeksi.

6) Memberikan pengobatan yang adekuat pada penderita.

2.4.3 Tindakan Proteksi Radiasi

Tindakan proteksi radiasi yang dilakukan tentunya merupakan

tindakan proteksi radiasi terhadap paparan radiasi sinar X, jadi

merupakan tindakan proteksi radiasi eksterna, karena sumber radiasi

berada di luar tubuh manusia. Sebelum menerangkan apa yang dimaksud

dengan tindakan proteksi radiasi eksterna terlebih dahulu perlu

diterangkan mengenai pengertian, filosopi / falasah dan tujuan proteksi

radiasi. Proteksi radiasi atau fisika kesehatan dan keselamatan radiasi

adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik

kesehatan yang perlu diberikan kepada seseorang atau kelompok orang

terhadap kemungkinan diperolehnya akibat negatif dari radiasi

pengion. Adapun filosofi / falsafah proteksi radiasi adalah analisa atau

perhitungan untung rugi yang harus mencakup keuntungan yang harus

diperoleh oleh masyarakat bukan hanya oleh sesorang atau kelompok .

Dengan demikian perlu diperhitungkan anatara resiko dan manfaat dari

kegiatan yang menggunakan peralatan dan atau sumber radiasi pengion.


Untuk proteksi radiasi ditentukan bahwa manfaat haruslah jauh lebih

besar daripada resiko yang mungkin diperoleh oleh pekerja radiasi dan

masyarakat. Untuk maksud tersebut filosofi / falsafah proteksi radiasi

menyatakan bahwa setiap pemanfaatan zat radioaktif dan atau sumber

radiasi pengion lainnya :Hanya didasarkan pada azas manfaat dan

justifikasi. yang berarti harus ada izin pemanfaatan dari BAPETEN (

Badan Pengawas Tenaga Atom ).Semua penyinaran harus diusahakan

serendah-rendahnaya ( As Low As Reasonable Achievable ALARA )

dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial dan

dosis equivalent yang diterima seseorang tidak boleh melampaui Nilai

Batas Dosis ( NBD ) yang telah ditetapkan. Adapun tindakan proteksi

radiasi eksterna adalah tindakan untuk mengupayakan agar tingkat

paparan radiasi yang diterima pekerja radiasi menjadi serendah mungkin.

Untuk maksud tersebut perlu diperhatikan faktor-faktor utama proteksi

radiasi yaitu : factor waktu, factor jarak dan factor penahan radiasi

(perisai).

2.5 Langkah Langkah Kesehatan dan Keselamatan Kerja

2.5.1 Upaya untuk melindungi pekerja radiasi serta masyarakat umum dari

ancaman bahaya radiasi

1. Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan radiasi

tidak melebihi batas-batas yang dianggap aman.

2. Melengkapi setiap ruangan radiasi dengan perlengkapan proteksi

radiasi yang tepat dalam jumlah yang cukup.


3. Melengkapi setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena

bidang pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi dengan alat

monitor radiasi.

4. Memakai pesawat radiasi yang memenuhi persyaratan keamanan

radiasi.

5. Membuat dan melaksanakan prosedur bekerja dengan radiasi yang

baik dan aman.

2.5.2 Paparan Radiasi

Besarnya paparan radiasi yang masih dianggap aman di ruangan

radiasi dan daerah sekitarnya tergantung kepada pengguna ruangan

tersebut. Untuk ruangan yang digunakan oleh pekerja radiasi besarnya

paparan 100 mR/minggu. Untuk ruangan yang digunakan oleh selain

pekerja radiasi besarnya paparan 10 mR/minggu.

2.5.3 Perlengkapan Proteksi Radiasi

Pakaian proteksi radiasi (APRON) harus disediakan di setiap

ruangan radiologi dalam jumlah yang cukup dan ketebalan yang setara

dengan 0,35 mm timbal. Begitu juga dengan sarung tangan timbal yang

harus disediakan di setiap ruangan fluoroskopi konvensional.

2.5.4 Alat Monitor Radiasi

Film Badge
Setiap pekerja radiasi dan/ atau pekerja lainnya yang karena bidang

pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi diharuskan

memakai filkm badge setiap memulai pekerjaannya setiap hari.

Film badge dipakai pada pakaian kerja pada daerah yang diperkirakan

paling banyak menerima radiasi atau pada daerah yang dianggap

mewakili penerimaan radiasi atau pada daerah yang dianggap mewakili

penerimaan dosis seluruh tubuh seperti dada bagian depan atau panggul

bagian depan.

Survey Monitor

Di unit radiologi harus disediakan alat survey meter yang dapat

digunakan untuk mengukur paparan radiasi di ruangan serta mengukur

kebocoran alat radiasi.

2.5.5 Pesawat Radiasi

a. Kebocoran tabung

Tabung pesawat rontgen (tube) harus mampu menahan radiasi

sehingga radiasi yang menembusnya tidak melebihi 100 mR per jam

pada jarak 1 meter dari focus pada tegangan maksimum

b. Filter

Filter radiasi harus terpasang pada setiap tabung pesawat

c. Diafragma Berkas Radiasi

Diafragma berkas radiasi pada suatu pesawat harus berfungsi

dengan baik. Ketebalan diafragma minimal setara dengan 2 mm


timbal. Posisi berkas sinar diafragma berhimpit dengan berkas

radiasi.

d. Peralatan Fluoroskopi

Tabir fluoroskopi harus mengandung gelas timbal dengan ketebalan

yang setara dengan 2 mm timbal untuk pesawat rontgen berkapasitas

maksimum 100 KV atau 2,5 mm timbal untuk pesawat rontgen

berkapasitas maksimum 150 KV. Karet timbal yang digantungkan

pada sisi tabir fluoroskopi harus mempunyai ketebalan setara

dengan 0,5 timbal dengan ukuran 45x45 cm.

Tabung pesawat rontgen dengan tabir fluoroskopi harus

dihubungkan secara permanen dengan sebuah stop kontak otomatis

harus dipasang untuk mencegah beroperasinya pesawat apabila

pusat berkas radiasi tidak jatuh tepat di tengah-tengah tabir

fluoroskopi. Semua peralatan fluoroskopi harus dilengkapi dengan

tombol sesudah waktu penyinaran terlampaui. Penyinaran akan

berakhir jika pengatur waktu tidak di reset dalam jangka waktu satu

menit.

2.5.6 Kalibrasi Pesawat Rontgen

Pesawat rontgen harus di kalibrasi secara berkala terutama untuk

memastikan Penunjukan angka- angkanya sesuai dengan keadaan

yang sebenarnya.

2.5.7 Dosis Radiasi yang diterima oleh pekerja

Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seseorang pekerja

radiasi didasarkan atas rumus dosis akumulasi:


D = 5 ( N-18) rem

D: dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi

selama masa kerjanya

N: Usia pekerja radiasi yang bersangkutan dinyatakan dalam tahun

18: Usia minimum seseorang yang diizinkan bekerja dalam medan radiasi

dinyatakan dalam tahun.

Jumlah tertinggi penerimaan dosis rata-rata seorang pekerja radiasi

dalam jangka waktu 1 tahun adalah 5 rem. Jumlah tertinggi penerimaan

dosis rata-rata seorang pekerja radiasi dalam jangka waktu 13 minggu ialah

1,25 rem. Sedangkan untuk wanita hamil 1 rem. Jumlah dosis tertinggi

penerimaan dosis rata-rata seorang pekerja radiasi dalam jangka waktu satu

minggu adalah 0,1 rem.

2.5.8 Prosedur Kerja di Ruangan Radiasi

1. Menghidupkan lampu merah yang berada di atas pintu masuk ruang

pemeriksaan.

2. Berkas sinar langsung tidak boleh mengenai orang lain selain pasien

yang sedang diperiksa.

3. Pada waktu penyinaran berlangsung, semua yang tidak

berkepentingan berada di luar ruangan pemeriksaan, sedangkan

petugas berada di ruang oprator. Kecuali sedang menggunakan

fluoroskopi maka petugas memakai pakaian proteksi radiasi.

4. Waktu pemeriksaan harus dibuat sekecil mungkin sesuai dengan

kebutuhan.
5. Tidak menyalakan fluoroskopi apabila sedang ada pergantian kaset.

6. Menghindarkan terjadinya pengulangan foto.

7. Apabila perlu ada pasien dipasang gonad shield.

8. Ukuran berkas sinar harus dibatasi dengan diafragma sehingga

pasien tidak menerima radiasi melebihi dari yang diperlukan.

9. Apabila film atau pasien memerlukan penopang atau bantuan,

sedapat mungkin gunakan penopang atau bantuan mekanik. Jika

tetap diperlukan seseorang untuk membantu pasien atau memegang

film selama penyinaran maka ia harus memakai pakaian proteksi

radiasi dan sarung tangan timbal serta menghindari berkas sinar

langsung dengan cara berdiri di samping berkas utama.

10. Pemriksaan radiologi tidak boleh dilakukan tanpa permintaan dari

dokter.

2.6 Pengawasan Kesehatan

Pengawasan kesehatan ini dimaksudkan untuk menentukan apakah

keadaan kesehatan pekerja radiasi sesuai dengan tugas yang akan dilakukan

dan untuk mengetahui apakah ada pengaruh radiasi pada kesehatan pekerja

radiasi tersebut selama bekerja dengan radiasi. Keharusan pemeriksan

kesehatan ini tidak hanya bagi mereka yang bekerja di Batan atau industri

lain yang menggunakan sumber radiasi pengion akan tetapi juga bagi

pekerja radiasi dalam bidang medik dan telah diatur dengan Peraturan

Menteri Kesehatan RI nomor 172/Men Kes/PER/III/91. Selain untuk

memantau keadaan kesehatan pekerja radiasi, pemeriksaan kesehatan juga

penting bagi penguasa Instalasi Atom, jika dikemudian hari ada pekerja
radiasi yang menggugat bahwa sakit yang dideritanya adalah diakibatkan

oleh radiasi yang diterimanya (Medico-legal), walaupun resiko sakit akibat

radiasi ini sangat kecil. Peraturan mengenai pengawasan kesehatan antara

lain :

1. Penguasa Instalasi Atom wajib melakukan pemeriksaan kesehatan

terhadap calon pekerja radiasi, sekali setahun bagi pekerja radiasi dan

pekerja radiasi yang akan memutuskan hubungan kerja dengan

Instalasi Atom.

2. Pemeriksaan kesehatan khusus harus dilaksanakan apabila dosis

radiasi yang diterima pekerja radiasi melampaui nilai seperti yang

tercantum dalam peraturan mengenai pembatasan dosis dan diterima

dalam jangka waktu yang singkat.

3. Seluruh hasil pemeriksaan kesehatan harus dicatat dalam kartu

kesehatan dan kartu ini harus disimpan untuk jangka waktu sekurang-

kurangnya 30 tahun sejak bekerja dengan radiasi. Di dalam kartu

kesehatan harus ada keterangan tentang sifat pekerjaan dan alasan

pemberian pemeriksaan kesehatan khusus.

4. Perlengkapan pertolongan pertama pada kecelakaan radiasi harus

tersedia di daerah kerja yang isinya tergantung pada jenis kecelakaan

yang mungkin terjadi, jenis radiasi, jenis kontaminasi pada tubuh

manusia.
BAB III

KERANGKA KONSEP

Identifikasi pekerjaan di
Unit Radiologi

Hazard identification

Risk characterization
Risk
comunication

Control option Legal consideration

Tindak Lanjut

Keterangan :

= diteliti

= tidak diteliti
BAB 4

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

mempelajari factor resiko keselamatan dan kesehatan kerja pada Unit Radiologi

di RSIA Putri Surabaya. Berdasarkan desainnya penelitian ini merupakan

penelitian observasional, karena hanya melakukan pengamatan tanpa

melakukan perlakuan terhadap sampel. Berdasarkan waktu, penelitian ini

termasuk dalam cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan dengan

pengamatan terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya berkaitan dengan

factor resiko keselamatan dan kesehatan kerja.

B. Lokasi dan waktu penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada pekerja di unit radiologi RSIA Putri

Surabaya

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan dalam kurun waktu September Desember 2017

C. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh pekerja di Unit Radiologi RSIA Putri

Surabaya yaitu sebanyak 5 orang. Sampel adalah seluruh pekerja yang bekerja
secara aktif di Unit Radiologi RSIA Putri Surabaya. Cara pengambilan sampel

adalah total sampling.

D. Variabel, Cara Pengukuran dan Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara


Penelitian Pengukuran
1 RISIKO 1) Resiko Awal Observasi dan

Melakukan perhitungan resiko wawancara

dengan rumus : Nilai likelihood

x severity

dan membandingkan dengan

matriks penilaian risiko dengan

kriteria sebagai berikut :

a. Peringkat risiko rendah

(low risk) : nilai 1-4

b. Peringkat risiko sedang

(moderate risk) :

nilai 5-14

c. Peringkat risiko tinggi

(high risk) : nilai 15-25


2 KEMUNGKINAN/ Tingkat kemungkinan Wawancara

LIKELIHOOD (likelihood) adalah

kemungkinan terjadi bahaya

yang dapat menyebabkan

kecelakaan kerja dan PAK

bagi pekerja di unit Radiologi

dari suatu aktifitas dengan

menggunakan nilai kategori

yaitu :

1. Nilai 1 : Kemungkinan

terjadi sangat kecil

(kecuali pada keadaan

yang luar biasa), tidak

pernah terjadi, pernah

terjadi sekali dalam

setahun.

2. Nilai 2 : pernah terjadi

insiden atau aspek

bahaya terjadi setiap

bulan. Biasanya terjadi

namun kemungkinan

terjadi tetap ada

3. Nilai 3 : pernah terjadi

insiden atau aspek


bahaya terjadi setiap

minggu. Kemungkinan

terjadi bahaya kecil atau

merupakan suatu

kebetulan

4. Nilai 4 : pernah terjadi

insiden atau aspek

bahaya terjadi lebih dari

sekali per minggu.

Kemungkinan terjadi

bahaya pada suatu

keadaan tertentu

5. Nilai 5 : pernah terjadi

setiap hari atau aspek

bahaya terjadi setiap hari

di area tertentu. Sangat

mungkin terjadi.

3 Penilaian Risiko Tingkat keparahan (Severity) Wawancara

adalah suatu besaran dampak

kerugian kesehatan yang terjadi

pada unit radiologi

1. Nilai 1: tidak terjadi

cidera, kerugian kecil


2. Nilai 2 : Cidera ringan

dan kerugian sedang.

3. Nilai 3 : Cidera sedang,

perlu penanganan medis

dan kerugian finansial

besar

4. Nilai 4 : Cidera berat

lebih dari satu orang,

kerugian besar dan

gangguan produksi

5. Nilai 5 : Fatal lebih dari

satu orang meninggal,

kerugian sangat besar dan

dampak luas yang

berdampak panjang,

terhentinya seluruh

kegiatan

4 Penilaian Melakukan penilaian Wawancara

Pengendalian pengendalian yang dilakukan

untuk mengurangi risiko, Cara

yang digunakan dalam

melakukan penilaian

pengendalian berdasarkan
pedoman penilaian (Kontrol)

yang ada pada

tinjauan pustaka.

Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

4.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer

a. Observasi

Observasi lapangan dilakukan secara langsung untuk mengetahui

sumber bahaya dengan melihat, mendengar, mengamati dan mencatat

semua kegiatan dan keadaan ditempat kerja unit radiologi dengan

menggunakan lembar observasi dan checklist yang dibuat oleh peneliti

sebagai panduan untuk menemukan ketidaksesuaian.

b. Wawancara

Melakukan wawancara langsung berupa pertanyaan pada pekerja di

Unit radiologi terkait potensi bahaya dan upaya pengendalian yang telah

dilaksanakan di Unit Radiologi dengan menggunakan lembar wawancara.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang bersumber dari benda tertulis

seperti buku, sejarah perusahaan, struktur organisasi, daftar pemeriksaan

dan dokumen perusahaan yang diperoleh dari RSIA Putri Surabaya.


4.5.2 Instrumen Pengumpulan Data

Cara yang dilakukan peneliti dalam melakukan pengumpulan data yaitu

dengan melalui 3 teknik yaitu, observasi, wawancara dan brainstorming. Observasi

langsung menggunakan instrumen berupa lembar observasi dan checklist tentang

potensi bahaya dan upaya pengendalian bahaya di Unit Radiologi. Teknik

wawancara akan menggunakan daftar wawancara berupa daftar pertanyaan pada

sumber terkait, sedangkan untuk brai

4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif, kemudian

hasilnya akan disajikan dalam bentuk narasi dan tabulasi. Pengolahan dan analisis

data akan dihubungkan dengan teori dan peraturan terkait tentang penilaian risiko

sebagai upaya pengendalian sehingga dapat mengetahui dan mempelajari hasil

penilaian risiko di Unit Radiol

Anda mungkin juga menyukai