A. IDENTITAS
1. Nama : Ny. K
2. Umur : 32 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : S1
6. Pekerjaan : Swasta
7. Alamat : Sayung, Demak
8. Status : Menikah
9. Nama Suami : Tn. M
10. Tanggal Masuk : 25- 10- 2017
11. Masuk Jam : 14.00 WIB
12. Ruang : Kamar Bersalin
B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 25 Oktober 2017 pukul 17.00
WIB.
1. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan keluhan nyeri, kram dan sakit yang tiba-tiba di perut bagian
bawah.
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien G1P0A0 usia 32 tahun hamil 7 minggu (tes kehamilan dengan urin tanggal
20 Oktober (+), HPHT tanggal 3 Septermber 2017), datang dengan keluhan tiba-tiba
nyeri perut dan kram bagian bawah, menjalar sampai pinggang disertai keringat
dingin (-), riwayat pingsan (-), keluar darah pervaginam (-) prongkolan (-), pusing
dan lemes sejak 10 hari yang lalu. Pasien sudah memeriksakan diri ke dokter
kandungan lain 1 minggu yang lalu dan di diagnosis KET, namun pasien menolak
untuk rawat inap dengan alasan ingin mencari second opinion.
3. Riwayat Haid Sebelum Terjadi Gangguan Haid
- Menarche : 12 tahun
- Siklus haid : 28 hari
- Lama haid : 6 hari
- Dismenore :+
- HPHT : 03 09 - 2017
4. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB
5. Riwayat Obstetri
I : GI, hamil sekarang
6. Riwayat Perkawinan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang. Usia pernikahan 1
tahun.
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Suami pasien bekerja sebagai wiraswasta, istri bekerja sebagai pegawai swasta.
Kesan ekonomi : biaya kesehatan ditanggung sendiri oleh BPJS Non PBI.
8. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi : disangkal
- Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat DM : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Present
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign
Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
TB : 160 cm
BB : 77 kg
2. Status Internus
- Kepala : Mesocephale
- Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : Discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)
- Telinga : Discharge (-),
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir pucat (-), lidah kotor (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, benjolan abnormal (-)
- Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Redup
Batas atas jantung :ICS II linea sternalis sinistra
Batas pinggang jantung :ICS III linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah jantung : ICS V linea sternalis dextra
Batas kiri bawah jantung : ICS V 2 cm medial linea midclavicularis
sinistra
Auskultasi : suara jantung I dan II murni, reguler, suara tambahan
(-)
- Paru :
Inspeksi : Hemithorax dextra dan sinistra simetris
Palpasi : Stem fremitus dextra dan sinistra (+), nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler
- Abdomen :
Inspeksi : sedikit cembung, striae gravidarum (-), linea nigra
(+), bekas operasi (-)
Palpasi : nyeri tekan (+)
Perkusi : pekak sisi (+) pekak alih (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal
- Extremitas :
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+
Reflek patologis -/- -/-
Akral dingin +/+ +/+
3. Status Ginekologi
- Abdomen
Inspeksi : sedikit cembung, striae gravidarum (+)
Palpasi : tidak ditemukan pembesaran uterus, nyeri tekan abdomen (+).
- Genitalia:
A. Pemeriksaan Luar
lendir (-), darah (-), luka parut (-) , varices (-), oedem vagina (-), hemoroid (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium Darah : (tgl 25 Oktober 2017 Jam 14.00 WIB)
Hb : 11.1 g/dL
Hematokrit: 35,8 %
Eritrosit : 3.790.000 /uL
Lekosit : 7.700 /uL
Trombosit : 293.000 /uL
LED : jam 42 mm/jam
1 jam 79 mm/jam
Lain-lain : Golongan darah B, Rhesus (+)
BT : 2`00``
CT : 5`30``
Glukosa sewaktu : 187 mg/dL
2. Pemeriksaan serologis : HbsAg (-)
3. Ureum : 16 mg/dl
4. Creatinin : 0.7 mg/dl
5. Tes kehamilan kualitatif (+)
E. RESUME
Pasien G1P0A0 usia 32 tahun hamil 7 minggu (tes kehamilan dengan urin tanggal 20
Oktober (+), HPHT tanggal 3 Septermber 2017), datang dengan keluhan tiba-tiba nyeri perut
dan kram bagian bawah, menjalar sampai pinggang disertai keringat dingin (-), riwayat
pingsan (-), keluar darah pervaginam (-) prongkolan (-), pusing dan lemes sejak 10 hari
yang lalu. Pasien sudah memeriksakan diri ke dokter kandungan lain 1 minggu yang lalu dan
di diagnosis KET, namun pasien menolak untuk rawat inap dengan alasan ingin mencari
second opinion.
1. Riwayat Kehamilan Kini
HPHT : 03 09 - 2017
HPL : 10 06 - 2018
Umur Kehamilan : 7 minggu (diperiksa di RSISA tgl 25 Agustus 2017)
2. Status Present :
Keadaan Umum : pasien tampak lemas
Vital Sign : Tensi : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,50C
3. Status Internus : Mata conjungtiva anemis (+/+), mata cekung (-), bibir tampak
pucat, turgor kulit masih baik, akral dingin (-),
Abdomen :
Inspeksi : perut cembung (+), linea nigra (+), striae gravidarum (-)
Palpasi : nyeri tekan (+), tidak teraba massa abnormal, tidak teraba fundus
uteri, TFU tidak dapat ditentukan
Perkusi : pekak sisi (+), pekak alih (+)
Auskultasi : bising usus (+) normal, DJJ belum dapat dideteksi
4. Status Ginekologi :
Dengan pemeriksaan VT ditemukan :
- Vulva : tidak ada kelainan, fluxus (-), fluor (-)
- Vagina : tidak ada kelainan
- Portio : portio teraba tebal. nyeri goyang portio (-), cavum douglas
teraba menonjol
- OUE/OUI : tertutup
- Adneksa : tidak teraba massa
- Parametrium : nyeri tekan (-)
5. Pemeriksaan penunjang :
o USG Kandungan
Uterus besar, tak tampak GS intrauterine, cenderung ada GS ekstrauterine di
regio adneksa kiri ukuran diameter sekitar 2.02 cm sesuai dengan usia hamil 5
minggu 5 hari disertai fluid collections di cavum douglass dan morison pouch,
sesuai dengan gambaran kehamilan ektopik terganggu.
F. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Kehamilan Ektopik Terganggu
Abortus Imminens
Radang panggul akut
Adneksitis
Torsi kista ovarii
Colic ureter
Appendicitis akut
G. DIAGNOSA KERJA
Pasien 32 tahun G1P0A0 hamil 7 minggu dengan KET
H. PROGNOSA
Kehamilan : Ad malam
I. PLAN
Initial Plan Diagnostic :
Pemeriksaan USG abdomen
Test HCG-
Pungsi cavum douglas
Pemeriksaan Hb
Inital Plan Therapeutic :
1) Motivasi pasien untuk dirawat inap
2) Pengawasan : KU, vital sign, Hb, PPV
3) Perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan yang cukup (Ringer laktat,
dekstrosa 5%, garam fisiologis) dan transfuse darah
4) Bila keadaan umum sudah membaik segera konsul untuk dilakukan laparotomi
guna mencari sumber perdarahan untuk kemudian menghentikan perdarahan.
5) Sisa-sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat
6) Pemberian terapi post operatif (antibiotik, analgetik, vit.C, vit.B Complex, Sulfas
ferosus, transfusi jika diperlukan)
7) Pemantauan KU, vital sign, Hb post operasi
J. EDUKASI
a. Memberitahukan keadaan pasien dan kehamilannya kepada pasien & keluarganya
b. Memberitahukan dan menjelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada ibu, yaitu
tindakan laparotomi (pembedahan)
c. Sebelum pasien pulang, lakukan konseling dan nasihat mengenai prognosis
kesuburannya. Mengingatkan akan meningkatnya risiko kehamilan ektopik
selanjutnya, konseling dan penyediaan metode kontrasepsi
d. Memberitahukan untuk melakukan kontrol 1 minggu setelah keluar dari rumah
sakit).
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pendahuluan
B. Kehamilan Normal
Pada kehamilan normal, telur yang sudah dibuahi akan melalui tuba
falopi menuju ke uterus. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi,
mulailah pembelahan zigot. Dalam 3 hari terbentuk kelompok sel yang
sama besarnya dan disebut stadium morula. Dalam ukuran yang sama ini
hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstitialis tuba
(bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus ke arah kavum uteri oleh arus
serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Dalam
kavum uteri, hasil konsepsi mencapai stadium blastula. Blastula dilindungi
oleh simpai yang disebut trofoblas, yang mampu menghancurkan dan
mencairkan jaringan. Ketika blastula mencapai rongga rahim, jaringan
endometrium dalam keadaan sekresi. Jaringan endometrium ini banyak
3
Blastula dengan bagian yang berisi massa sel dalam (inner-cell mass)
akan masuk ke dalam desidua, menyebabkan luka kecil yang kemudian
sembuh dan menutup lagi. Pada saat nidasi terkadang terjadi sedikit
perdarahan akibat luka desidua (tanda Hartman). Nidasi terjadi pada
dinding depan atau belakang uterus (korpus), dekat pada fundus uteri.
Blastula yang berimplantasi pada rahim akan mulai tumbuh menjadi
janin.1
Pada kehamilan ektopik, telur yang sudah dibuahi berimplantasi dan
tumbuh di tempat yang tidak semestinya. Kehamilan ektopik paling sering
terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu kehamilan ektopik
juga dapat terjadi di ovarium, rongga abdomen, atau serviks.3
4
interstitialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus tetapi
jelas bersifat ektopik.1
D. Epidemiologi
5
kehamilan ektopik menjadi komplikasi yang serius dari kehamilan,
terhitung sebesar 11% kematian maternal terjadi di Amerika Serikat.2
Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan
ektopik pada tahun 1987 ialah 153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di
antara 26 persalinan.1,5
Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur
antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan
ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0-14,6%.1
Sekurangnya 95 % implantasi ektopik terjadi di tuba Fallopii. Di tuba
sendiri, tempat yang paling sering adalah pada ampulla, kemudian
berturut-turut pada pars ismika, infundibulum dan fimbria, dan pars
intersisialis. Implantasi yang terjadi di ovarium, serviks, atau cavum
peritonealis jarang ditemukan.2
E. Faktor Risiko
6
3. Kerusakan dari saluran tuba
Faktor dalam lumen tuba1:
1. Endosalpingitis dapat menyebabkan lumen tuba menyempit atau
membentuk kantong buntu akibat perlekatan endosalping.
2. Pada Hipoplasia uteri, lumen tuba sempit dan berkeluk-keluk dan
hal ini disertai gangguan fungsi silia endosalping.
3. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat
menjadi sebab lumen tuba menyempit.
a) Migrasi luar ovum yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri
atau sebaliknya. Hal ini dapat memperpanjang perjalanan telur
yang dibuahi ke uterus, pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat
menyebabkan implantasi prematur.
b) Fertilisasi in vitro.
F. Patologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada
dasarnya sama dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi
secara kolumner atau interkolumner. Implantasi secara kolumner yaitu
telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan
telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur
7
mati secara dini dan kemudian diresorpsi. Pada nidasi secara interkolumner
telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi
tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis
menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan
merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas.1
8
robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke
arah ostium tuba abdominale. Perdarahan yang berlangsung terus
menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba,
berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan
biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars
interstitialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama
yang menyebabkan ruptur ialah penembusan villi koriales ke dalam
lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi
secara spontan atau karena trauma ringan. Darah dapat mengalir ke
dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila ostium tuba
tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah
dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum
dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum
tersebut. Jika janin hidup terus, dapat terjadi kehamilan
intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba,
tetapi bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan
dan kerusakan yang diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat
diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektpik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan
9
bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke
jaringan sekitarnya misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum,
dasar panggul dan usus.
10
3. Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis
kehamilan tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg,
yakni 1:
a. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
b. Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c. Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum
ovary proprium
d. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding
kantong janin
Diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi
oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada
kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda
dengan akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula
mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture,
ditemukan benjolan dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium
yang mengandung darah, vili korialis dan mungkin juga selaput
mudigah. 1
4. Kehamilan servikal
Kehamilan servikal juga sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan
tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus,
serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian.
Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya
diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil
konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga
untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis. 1
Paalman dan Mc ellin (1959) membuat kriteria klinik sebagai
berikut 1:
11
a. Ostium uteri internum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoservik
d. Perdarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri,
sehingga terbentuk hour-glass uterus
H. Gambaran Klinik
Gambaran klinik kehamilan tuba yang belum terganggu tidak khas dan
penderita maupun dokter biasanya tidak mengetahui adanya kelainan
dalam kehamilan, sampai terjadinya abortus tuba atau ruptur tuba.5
12
95% penderita. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin,
sehingga dapat bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami
amenore karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Tanda-tanda kehamilan muda seperti nausea dilaporkan oleh 10-25%
kasus.5
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering
disampaikan ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, walaupun
kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba
tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan
ini juga masih harus dipastikan dengan alat bantu diagnostik yang lain
seperti ultrasonografi (USG) dan laparoskopi.5
Mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan berakhir dengan
abortus atau ruptur yang disertai perdarahan dalam rongga perut, maka
pada setiap wanita dengan gangguan haid dan setelah diperiksa
dicurigai adanya kehamilan ektopik harus ditangani dengan sungguh-
sungguh menggunakan alat diagnostik yang ada sampai diperoleh
kepastian diagnostik kehamilan ektopik karena jika terlambat diatasi
dapat membahayakan jiwa penderita.5
13
menurun dan nadi meningkat serta perdarahan yang lebih banyak dapat
menimbulkan syok, ujung ekstremitas pucat, basah dan dingin. Rasa
nyeri mula-mula terdapat dalam satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke
dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau
keseluruh perut bawah dan bila membentuk hematokel retrouterina
menyebabkan defekasi nyeri.1
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada
kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin dan
berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan dari
uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi
perdarahan ditemukan dari 51-93%. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan Hcg (human chorionic gonadotropin).1
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan rongga
perut. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri
bila digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba.5
Pada abortus tubabiasanya teraba dengan jelas suatu tumor di samping
uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak.
Hematokel retouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglas.1
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik
terganggu jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas,
tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut
tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini
dapat terjadi apabila perdarahan pada kehamilan ektopik yang
terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan yang demikian, alat
bantu diagnostik sangat diperlukan untuk memastikan diagnosis.5
I. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik
belum terganggu demikian besarnya sehingga sebagian besar penderita
mengalami abortus tuba atau ruptur ruba sebelum keadaan menjadi jelas.
14
Alat bantu diagnostik yang dapat digunakan ialah ultrasonografi (USG),
laparoskopi atau kuldoskopi.1
Anamnesis : haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu, dan
kadang-kadang terdapat gejala subyektif kehamilan muda.1 Nyeri
abdominal terutama bagian bawah dan perdarahan pervaginam pada
trimester pertama kehamilan merupakan tanda dan gejala klinis yang
mengarah ke diagnosis kehamilan ektopik. Gejala-gejala nyeri abdominal
dan perdarahan pervaginam tidak terlalu spesifik atau juga sensitif.2
Pemeriksaan umum : penderita tampak kesakitan dan pucat. Pada
perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan. Pada
jenis tidak mendadak perut bagian bawah hanya sedikit menggembung dan
nyeri tekan.1 Kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak dapat
didiagnosis secara tepat semata-mata atas adanya gejala-gejala klinis dan
pemeriksaan fisik.2
Pemeriksaan ginekologi : tanda-tanda kehamilan muda mungkin
ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat
diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba
tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum
Douglas yang menonjol dan nyeri-raba menunjukkan adanya hematokel
retrouterina. Suhu kadang-kadang naik sehingga menyukarkan perbedaan
dengan infeksi pelvik.1
Hampir semua kehamilan ektopik didiagnosis antara kehamilan 5 dan
12 minggu. Identifikasi dari tempat implantasi embrio lebih awal dari pada
kehamilan 5 minggu melampaui kemampuan teknik-teknik diagnostik
yang ada. Pada usia kehamilan 12 minggu, kehamilan ektopik telah
memperlihatkan gejala-gejala sekunder terhadap terjadinya ruptur atau
uterus pada wanita dengan kehamilan intrauteri yang normal telah
mengalami pembesaran yang berbeda dengan bentuk dari kehamilan
ektopik.2
Pemeriksaan laboratorium : pemeriksaan hemoglobin dan jumlah sel
darah merah berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik
15
terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut.
Pada kasus tidak mendadak biasanya ditemukan anemia, tetapi harus
diingat bahwa penurunan hemoglobin baru terlihat setelah 24 jam.1
Perhitungan leukosit secara berturut menunjukkan adanya perdarahan bila
leukosit meningkat (leukositosis). Untuk membedakan kehamilan ektopik
dari infeksi pelvik dapat diperhaikan jumlah leukosit. Jumlah leukosit
yang lebih dari 20.000 biasanya menunjukkan infeksi pelvik.1
Penting untuk mendiagnosis ada tidaknya kehamilan. Cara yang paling
mudah ialah dengan melakukan pemeriksaan konsentrasi hormon human
chorionic gonadotropin (-hCG) dalam urin atau serum. Hormon ini dapat
dideteksi paling awal pada satu minggu sebelum tanggal menstruasi
berikutnya. Konsentrasi serum yang sudah dapat dideteksi ialah 5 IU/L,
sedangkan pada urin ialah 2050 IU/L.6 Tes kehamilan negatif tidak
menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena
kematian hasil konsepsi dan degenerasi trofoblas menyebabkan human
chorionic gonadotropin menurun dan menyebabkan tes negatif.1 Tes
kehamilan positif juga tidak dapat mengidentifikasi lokasi kantung
gestasional. Meskipun demikian, wanita dengan kehamilan ektopik
cenderung memiliki level -hCG yang rendah dibandingkan kehamilan
intrauterin.6
Kuldosentesis : ialah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
terdapat darah dalam kavum Douglas. Cara ini sangat berguna untuk
membuat diagnosis kehamilan ektopik terganggu. Teknik kuldosentesis
yaitu :
- Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
- Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
- Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks
posterior ditampakkan
- Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan
dengan semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
16
Hasil positif bila dikeluarkan darah berwarna coklat sampai hitam yang
tdak membeku atau berupa bekuan-bekuan kecil.
Hasil negatif bila cairan yang dihisap berupa :
- Cairan jernih yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal
atau kista ovarium yang pecah.
- Nanah yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau
radang appendiks yang pecah (nanah harus dikultur).
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan
membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
17
Gambar 3. USG kehamilan ektopik 6
J. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi.
Dalam tindakan demikian beberapa hal perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan yaitu1 :
1. kondisi penderita saat itu
2. keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
3. lokasi kehamilan ektopik
4. kondisi anatomik organ pelvis
18
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan
konservatif yaitu hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Apabila kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik
dilakukan salpingektomi.
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu
pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama
ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.
Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan
apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum
terjadi ruptur pada tuba.
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal dilakukan
pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena lebih dari 75%
kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari tuba. Prosedur ini
dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan menstabilisasi tuba. Satu
insisi linier dibuat diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan
dikeluarkan dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang
ada harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah kerusakan
lebih jauh pada mukosa. Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus
dilakukan, karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan
perdarahan postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi
intralumen. Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus,
jahitan harus diperhatikan hanya dilakukan untuk mendekatkan lapisan
serosa dan lapisan otot dan tidak ada tegangan yang berlebihan.
19
Gambar 4. Salpingostomi7
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan sebagai
satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan dengan
mengangkat bagian implantasi. Tujuan lainnya adalah dengan merestorasi
arsitektur normal tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit
dipertimbangkan untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang
berdekatan harus diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk
menghindari terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan
seromuskuler dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba mengalami
ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan harus segera
diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan pasien pada
keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius. Insisi suprapubik
Pfannenstiel dapat digunakan, dan tuba yang meregang diangkat.
Mesosalping diklem berjejer dengan klem Kelly sedekat mungkin dengan
tuba. Tuba kemudian dieksisi dengan memotong irisan kecil pada
myometrium di daerah cornu uteri, hindari insisi yang terlalu dalam ke
20
myometrium. Jahitan matras angka delapan dengan benang absorable 0
digunakan untuk menutup myometrium pada sisi reseksi baji. Mesosalping
ditutup dengan jahitan terputus dengan menggunakan benang absorbable.
Hemostasis yang komplit sangat penting untuk mencegah terjadinya
hematom pada ligamentum latum.
B. Medisinalis
Saat ini dengan adanya tes kehamilan yang sensitif dan ultrasonografi
transvaginal, memungkinkan kita untuk membuat diagnosis kehamilan
ektopik secara dini. Keuntungan dari ditegakkannya diagnosis kehamilan
ektopik secara dini adalah bahwa penatalaksanaan secara medisinalis dapat
dilakukan. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntungan yaitu kurang
invasif, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi, mempertahankan
fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta memperpendek waktu
penyembuhan.
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampularis tuba yang belum pecah
pernah dicoba ditangani menggunakan kemoterapi untuk menghindari
tindakan pembedahan. Kriteria kasus yang diobati dengan cara ini ialah:
1. Kehamian di pars ampularis tuba belum pecah
2. Diameter kantong gestasi 4cm
3. Perdarahan dalam rongga perut 100 ml
4. Tanda vital baik dan stabil
21
diobati, satu kasus dilakukan salpingektomi pada hari ke-12 karena gejala
abdomen akut, sedangkan 5 kasus berhasil diobati dengan lain.1
Efek samping yang timbul tergantung dosis yang diberikan. Dosis yang
tinggi akan menyebabkan enteritis hemoragik dan perforasi usus, supresi
sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen, alopesia,
dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas. Pada dosis rendah akan
menimbulkan dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar reversibel,
supresi sumsum tulang sementara. Pemberian MTX biasanya disertai
pemberian folinic acid (leucovorin calcium atau citroforum factor) yaitu
zat yang mirip asam folat namun tidak tergantung pada enzim dihydrofolat
reduktase. Pemberian folinic acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal
dan mengurangi efek MTX pada sel-sel tersebut. Sebelumnya penderita
diperiksa dulu kadar hCG, fungsi hepar, kreatinin, golongan darah.
Pada hari ke-4 dan ke-7 setelah pemberian MTX, kadar hCG diperiksa
kembali. Bila kadar hCG berkurang 15% atau lebih, dari kadar yang
diperiksa pada hari ke-4 maka MTX tidak diberikan lagi dan kadar hCG
diperiksa setiap minggu sampai hasilnya negatif atau evaluasi dapat
dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal setiap minggu. Bila
kadar hCG tidak berkurang atau sebaliknya meningkat dibandingkan kadar
hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya, maka diberikan
MTX 50 mg/m2 kedua.
Stoval dan Ling pada tahun 1993 melaporkan keberhasilan metoda ini
sebesar 94,3%. Selain dengan dosis tunggal, dapat juga diberikan
multidosis sampai empat dosis atau kombinasi dengan leucovorin 0,1
mg/kgBB.
Kontraindikasi pemberian MTX absolut adalah ruptur tuba, adanya
penyakit ginjal atau hepar yang aktif. Sedangkan kontraindikasi relatif
adalah nyeri abdomen.
22
K. Prognosis
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun
dengan diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Hellman dkk.,
(1971) melaporkan 1 kematian diantara 826 kasus, Wilson dkk., (1971)
melaporkan 1 kematian diantara 591 kasus. Akan tetapi bila pertolongan
terlambat angka kematian dapat tinggi. Sjahid dan Martohoesodo (1970)
mendapatkan angka kematian 2 dari 120 kasus. Sedangkan Tardjiman
dkk., (1973) mendapatkan angka kematian 4 dari 138 kehamilan ektopik.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik
bersifat bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan antara 0-14,6%. Untuk perempuan dengan
jumlah anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis dan sebelumnya perlu mendapat persetujuan
suami dan isteri.1
23
DAFTAR PUSTAKA
24