Disusun Oleh :
BOBY ADITYA SIHOTANG
210 210 167
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmatNya sehingga penulis menyelesaikan penulisan makalah ini. Adapun tujuan
penulis makalah forensik yang berjudul HANGING ini adalah untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Departemen Kedokteran
Forensik dan Medikolegal FK. UMI RSUD DR. DJASAMEN SARAGIH
PEMATANG SIANTAR.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada pembimbing kami
dr. REINHARD J.D HUTAHAEAN, SH, SpF yang telah banyak membantu
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... i
DAFTAR ISI........................................................................................................ ii
A. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
B. DEFINISI HANGING................................................................................... 1
C. PENYEBAB KEMATIAN PENGGANTUNGAN....................................... 2
D. PEMBAGIAN HANGING............................................................................ 3
E. SIMPUL DAN POSISI.................................................................................. 3
F. PERIODE FATAL.......................................................................................... 4
G. GEJALA/SYMPTOM.................................................................................... 4
H. PENATALAKSANAAN................................................................................ 5
I. GAMBARAN POST MORTEM................................................................... 5
J. ASPEK MEDIKOLEGAL............................................................................. 7
K. PERBEDAAN PENGGANTUNGAN ANTE-MORTEM DAN
POST-MORTEM........................................................................................... 8
L. PERBEDAAN PENGGANTUNGAN BUNUH DIRI DAN
PEMBUNUHAN........................................................................................... 9
KESIMPULAN.................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 12
ii
Hanging
A. Pendahuluan
Salah satu cara bunuh diri yang populer dari zaman dulu hingga sekarang
dengan cara menjerat leher dengan tali dan menggantungkannya ke satu objek.
Begitu pula salah satu cara sederhana menghukum orang sampai mati adalah
dengan cara hukum gantung.
Kematian karena penggantungan pada umumnya bunuh diri, pembunuhan
dengan cara menggantung atau menggantung mayat untuk membuat keadaan
seakan-akan korban gantung diri jarang dijumpai. Tindakan bunuh diri dengan
cara ini sering dilakukan karena dapat dilakukan dimana dan kapan saja dengan
seutas tali, kain, dasi atau bahan apa saja yang dapat melilit leher.
Penggantungan/mati gantung (hanging) adalah suatu keadaan dimana terjadi
konstriksi dari leher oleh alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruh
atau sebagian. Dengan demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan
berat badan sifatnya aktif sehingga terjadi konstriksi pada leher. Keadaan tersebut
berbeda dengan penjeratan, dimana yang aktif (kekuatan yang menyebabkan
konstriksi leher) adalah terletak pada alat penjeratnya.
Sampai sekarang masih sering diperlukan bantuan dokter umum untuk
memeriksa orang yang didapati mati dalam keadaan tergantung. Masalahnya
adalah apakah orang tersebut tergantung karena perbuatannya sendiri (bunuh diri)
atau dibunuh dengan cara menggantung korban atau apakah tidak mungkin korban
digantung sesudah dimatikan untuk menghilangkan jejak pembunuhan. Itulah
urusan utama dokter untuk menjelaskan kepada penyidik dan kalangan pengadilan
mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan korban mati tergantung.
B. Definisi
Hanging adalah suatu bentuk kematian oleh karena asfiksia, akibat
terhalangnya udara masuk ke dalam paru-paru, disebabkan pengikatan pada leher
dan tenaga konstriksi dari tali oleh karena pengaruh dari berat badan sendiri.
1
C. Penyebab Kematian
1. Asfiksia
Kebanyakan kematian pada kasus hanging sebenarnya disebabkan oleh
asfiksia. Mekanisme terjadinya asfiksia :
a) Bila pengikatan di atas kartilago thyroid maka basis lidah akan ditolak ke
atas dan ke belakang terhadap posterior faring, hingga tractus respiratorius
tertutup dan akhirnya terjadi asfiksia.
b) Bila pengikatan di bawah kartilago thyroid maka secara langsung akan
menekan laring dan menimbulkan tanda-tanda asfiksia yang lebih jelas.
c) Konstriksi umum dari jaringan akan menimbulkan penutupan komplit atau
partial dari pembuluh darah besar di leher (arteri carotis communis) dan ini
akan menimbulkan anemia pada otak dan tekanan pada nervus laringeus
hingga akan menimbulkan syok.
2. Venous congestion/Apopleksia
Hal ini disebabkan karena penekanan pada vena jugularis secara sempurna
akibat lilitan tali pada leher sehingga terjadi pembendungan vena di otak
hingga menyebabkan perdarahan di otak.
3. Kombinasi dari asfiksia dan vena congestion (kongesti vena)
Keadaan ini diduga sebagai penyebab kematian yang paling sering, oleh karena
saluran nafas tidak seluruhnya tertutup.
4. Iskemia otak (anoksia) akibat gangguan sirkulasi
Tertekannya arteri carotis dan arteri vertebralis ke otak yang menyebabkan
terhentinya aliran darah otak.
5. Syok/sinkop (syok vagal)
Terjadi akibat penekanan pada nervus vagus dan sinus caroticus yang
menyebabkan vaso inhibisi, sehingga terjadi cardiac arrest (jantung berhenti
berdenyut).
6. Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis
Pada kasus judicial hanging, hentakan yang tiba-tiba pada ketinggian 5-7 kaki,
dengan beban berat badan dapat menyebabkan fraktur atau dislokasi dari
vertebra servikalis bagian atas yang menekan atau merobek spinal cord hingga
menyebabkan kematian yang tiba-tiba.
2
D. Pembagian Hanging
1. Berdasarkan letak simpul/titik gantung, terbagi :
a) Typical Hanging
Merupakan penggantungan tubuh dimana titik gantung (simpul tali) berada
tepat di atas pertengahan tulang occiput (belakang leher), jeratan berjalan
simetris disamping leher dan di bagian depan leher di atas jakun. Dalam
situasi seperti ini kemungkinan penekanan arteri karotis di daerah leher
maksimum dan adanya penekanan pada saluran nafas.
b) Atypical Hanging
Merupakan semua penggantungan tubuh dengan titik gantung (simpul tali)
berada di semua tempat selain daripada di tengah occiput.
2. Berdasarkan sempurna atau tidaknya penggantungan
a) Complete Hanging/penggantungan sempurna, artinya seluruh tubuh
menggantung sempurna.
b) Partial Hanging/penggantungan tidak sempurna, artinya hanya sebagian
tubuh tergantung atau tubuh tergantung dengan posisi duduk, berlutut,
tersandar atau telungkup.
3. Berdasarkan motif dari penggantungan
a) Suicidal Hanging (Gantung diri)
b) Accidental Hanging
c) Homicidal Hanging
3
5% kasus bekas talinya dijumpai di bawah cartilago thyroid
Tempat daripada pengikatan tali di leher, dapat mempengaruhi jumlah dan
onset dari gejala-gejala asfiksia yang timbul. Bila pengikatan di atas cartilago
cricoid, gejala asfiksia akan timbul dalam beberapa detik, dan bila pengikatan
pada laring atau di atas tulang hyoid, gejala asfiksia akan timbul dalam 1-2 menit.
G. Gejala/Symptom
1. Pertama-tama dijumpai kehilangan kemampuan pada sensasi subjektif,
kemudian diikuti oleh :
2. Kehilangan tenaga (loose of power)
3. Halusinasi penglihatan, seperti melihat cahaya
4. Halusinasi pendengaran seperti ada suara ribut-ribut di telinga
5. Kehilangan kesadaran
6. Keadaan tersebut diikuti dengan berhentinya fungsi jantung dan pernapasan.
Oleh karena itu kematian dengan cara hanging dapat digolongkan salah satu
cara kematian yang berlangsung cepat dan tanpa rasa sakit.
Pada kasus judical hanging (hukuman gantung), setelah belitan tali
terpasang di leher, terhukum dijatuhkan dari ketinggian 1,5-2 meter. Kematian
terjadi sangat cepat oleh karena patah atau dislokasi vertebra servikalis no. 3 dan 4
4
dan robekan sumsum tulang belakang/batang otak, bagian yang sangat vital dari
tubuh. Gerakan konvulsi dari tubuh terlihat sebagai anoksia, respirasi berhenti
sedang jantung berdenyut terus kira-kira 10-15 menit.
H. Penatalaksanaan
1. Korban diturunkan
2. Ikatan pada leher dipotong dan jeratan dilonggarkan/dilepaskan
3. Berikan bantuan pernapasan untuk waktu yang cukup lama
4. Lidah ditarik keluar, lubang hidung dan mulut dibersihkan jika banyak
mengandung sekresi cairan
5. Berikan oksigen, lebih baik lagi kalau disertai CO2 5%
6. Jika tubuh korban dingin hangatkan
7. Jika korban mengalami kegagalan jantung kongestif, pertolongan melalui vena
seksi mungkin akan membantu untuk mengatasi kegagalan jantung tersebut.
8. Awasi pasien 12-20 jam karena gejala relaps bisa terjadi.
Dapat timbul efek sekunder dari kasus hanging pada orang yang sudah sembuh,
misalnya :
a) Hemiplegi
b) Amnesia
c) Demensia
d) Cervical
e) Sellulitis
f) Convulsi epileptiform, dan lain-lain.
5
berjalan miring sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang
telinga. Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
Tanda penjeratan tersebut bewarna coklat gelap dan kulit tampak keras
dan berkilat. Pada perabaan kulit terasa seperti perabaan kertas
perkamen, disebut parchmentisasi.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah
telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga.
Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di
sekitarnya.
Jumlah dan tanda penjeratan kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah
atau lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan
ke leher sebanyak 2 kali.
b) Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung.
c) Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang.
d) Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa petekia
tampak pada wajah dan sub konjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan
adanya penekanan pada bagian leher.
e) Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat
simpul tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante morten.
f) Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai.
g) Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam.
h) Urin dan feses bisa keluar.
2. Pemeriksaan Dalam
Cara insisi yang biasa digunakan adalah I shape incision yaitu incisi yang
dimulai dari bawah dagu sampai symphisis pubis dengan membelokkan pisau ke
kiri setentang pusat.
a) Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan perabaan
seperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat tergantung
cukup lama pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera lain.
6
b) Platisma atau otot lain disekitarnya mungkin memar atau ruptur pada beberapa
keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus penggantungan
yang disertai dengan tindakan kekerasan.
c) Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi atau
ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah.
d) Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang
panjang dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra.
Adanya efusi darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya
ante mortem.
e) Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi.
f) Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering terjadi
pada korban hukuman gantung.
g) Paru-paru congestive, oedematous, vena cava penuh dengan darah yang gelap.
h) Jantung kiri kosong.
J. Aspek Medikolegal
1. Apakah kematian disebabkan oleh penggantungan? Pertanyaan ini sering
diajukan kepada dokter pemeriksa dalam persidangan. Hal ini dapat
diperkirakan melalui pemeriksaan seperti di bawah ini :
a) Dengan teliti memeriksa jejas jeratan, baik pada pemeriksaan luar maupun
pemeriksaan dalam.
b) Adanya air liur yang mengalir dari sudut bibir.
c) Tanda-tanda asfiksia post mortem, seperti penonjolan bola mata, lidah dan
perdarahan berupa petekia pada wajah.
2. Apakah penggantungan tersebut merupakan bunuh diri, pembunuhan atau
kecelakaan? Biasanya faktor di bawah ini dapat dijadikan bahan pertimbangan.
a) Penggantungan biasanya merupakan tindakan bunuh diri, kecuali dibuktikan
lain. Usia tidak menjadi masalah untuk melakukan bunuh diri dengan cara
ini. Pernah ada laporan kasus dimana seorang anak berusia 12 tahun bunuh
diri dengan penggantungan.
7
Kecelakaan yang menyebabkan penggantungan jarang terjadi kecuali pada
anak-anak berusia 12 tahun.
b) Cara terjadinya penggantungan
c) Bukti-bukti tidak langsung di tempat kejadian
d) Tanda berupa jejas penjeratan
e) Tanda-tanda kekerasan atau perlawanan
8
10. Air liur ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes
sudut mulut, dengan arah vertikal pada kasus selain kasus penggantungan.
menuju dada. Hal ini merupakan
pertanda pasti penggantungan ante-
mortem.
9
9. Tempat kejadian. Jika kejadian Tempat kejadian. Bila sebaiknya pada
berlangsung di dalam kamar, dimana ruangan ditemukan terkunci dari luar,
pintu, jendela, ditemukan dalam maka penggantungan adalah kasus
keadaan tertutup dan terkunci dari pembunuhan.
dalam, maka pasti kasusnya
merupakan bunuh diri.
10. Tanda-tanda perlawanan, tidak Tanda-tanda perlawanan hampir selalu
ditemukan pada kasus gantung diri. ada kecuali korban sedang tidur, tidak
sadar atau masih anak-anak.
10
KESIMPULAN
1. Hanging adalah suatu bentuk kematian oleh karena asfiksia, akibat
terhalangnya udara masuk ke dalam paru-paru, disebabkan pengikatan pada
leher dan tenaga konstriksi dari tali oleh karena pengaruh dari berat badan
sendiri.
2. Hanging adalah suatu bentuk kematian oleh karena asfiksia, akibat
terhalangnya udara masuk ke dalam paru-paru, disebabkan pengikatan pada
leher dan tenaga konstriksi dari tali oleh karena pengaruh dari berat badan
sendiri.
3. Ada 4 penyebab kematian pada penggantungan, yaitu: 1. Asfiksia, 2.
Iskemia otak akibat gangguan sirkulasi, 3. Vagal reflex, 4. Kerusakan
medulla oblongata atau medulla spinalis.
4. Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik perdarahan pada mata,
muka dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam
mayat pada ujung-ujung anggota gerak akan tampak. Muka korban tampak
sembab, lebih gelap, mata dapat menonjol keluar demikian pula halnya
dengan lidah.
5. Ada beberapa perbedaan antara penggantungan antemortem dan
postmortem. Salah satu contoh adalah tanda jejas jeratan miring, berupa
lingkaran terputus (non-continuous) dan letaknya pada leher bagian atas
merupakan penggantungan antemortem, sedangkan tanda jejas jeratan
berbentuk lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler dan letaknya pada
bagian leher tidak begitu tinggi adalah tipe penggantungan postmortem.
11
DAFTAR PUSTAKA
Amir Amri (2011). Rangkaian ilmu kedokteran forensik, bagian ilmu kedokteran
forensik dan medikolegal fakultas kedokteran USU. Edisi 2. Medan: Ramadhan.
12