ASUHAN KEPERAWATAN
HORSESHOE KIDNEY
Disusun Oleh:
1. Daniel Herry K ST161007 9. Sri Hartutik ST161034
2. Mujiran ST161025 10. Kunti Maisyaroh ST161019
3. Sri Nurwulan Hesti ST161035 11. Ika Ratnasari ST161015
4. Sri Subekti ST161036 12. Heni Kusrini ST161013
5. Taryadi ST161041 13. Sutrisno ST161040
6. Kurniawan ST161070 14. Sudarmi Agustina ST161037
7. Sutianti ST161039 15. Musarongah ST161028
8. Ony Dwi Baskoro ST161029
1
LAPORAN PENDAHULUAN
ANATOMI FISIOLOGI
2
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dan elektrolit
berupa ekskresi kelebihan air dan elektrolit, mempertahankan keseimbangan
asam basa, mengekskresi hormon, berperan dalam pembentukan vitamin D,
mengekskresi beberapa obat-obatan dan mengekskresi renin yang turut dalam
pengaturan tekanan darah.
3
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks
dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari
kesatuan bagian terminal dari banyak duktus koligen .
2. Mikroskopis
Tiap tubulus ginjal dan glumerulusnya membentuk satu kesatuan
(nefron). Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal terdapat
sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri darikapsula bowman, kapiler
glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dantu bulus
kontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus koligen. (Price,
1995)3) Vaskularisasi ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta
abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis
menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang terletak disebelah
kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid
selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola
interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini
kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995).
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang
membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut
kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini akan
3
dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis,
vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai
vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit
suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit)
lebih dari 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks sedangkan
sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adala
hotoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai
kapasitas intrinsik yang dapatmerubah resistensinya sebagai respon
terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian
mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.
Persarafan pada ginjal Menurut Price (1995) Ginjal mendapat persarafan
dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah
darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal.
B. Fisiologi
Menurut Syaifuddin (1995) Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat
toksik atau racun; mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan
keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan
keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa
metabolisme hasil akhir sari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tiga
tahap pembentukan urine : 1) Filtrasi glomerular Pembentukan kemih dimulai
dengan filtrasi plasma pada glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler
glomerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang
besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti
elektrolit, asam amino, glukosa,dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF =
Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200
ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan
melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi
glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula
bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan
4
yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowmans, tekanan
hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan
kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman
serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh
permeabilitas dinding kapiler. 2) Reabsorpsi. Zat-zat yang difilltrasi ginjal
dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi
langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat
yang sudah difiltrasi. 3) Sekresi-sekresi tubular melibatkan transfor aktif
molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak
substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya
penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam
urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif
natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogendan ion-ion
kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar
dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular perjalanannya kembali jadi, untuk setiap ion natrium yang
diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan
kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular
(CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran
kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa
hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat
mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau
mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis
berat dikoreksi secara theurapeutik.
5
Gambar 3: Horseshoe Kidney tampak lower pole ginjal yang menyatu. Side view
anterior (kiri) dan posterior (kanan)10
D. Epidemiologi
Horseshoe kidney merupakan abnormalitas penyatuan ginjal yang
paling sering (Adalat et al, 2010). Pada 90% kasus, penggabungan ginjal ini
terjadi pada lower poles dan pada 10% kasus terjadi pada upper poles. Pada
6
laki-laki lebih sering terjadi daripada wanita dengan perbandingan 2:1
(OBrien et al, 2008).
E. Etiologi
Berdasarkan penelitian penyebab dan penyakit yang berhubungan
dengan Horseshoe kidney adalah :
a. Congenital Disorder
b. Wilms Tumor
c. Transitional Cell Carcinoma
d. Turner Syndrome
e. Vesicourethral Reflux
Pada Congenital Disorder ada dua teori tentang embrio dari horseshoe
kidney telah diusulkan. Ajaran klasik fusi mekanik berpendapat bahwa
horseshoe kidney terbentuk selama organogenesis, ketika kutub inferior dari
sentuhan ginjal awal, menggabungkan di garis tengah lebih rendah. Teori fusi
mekanik berlaku untuk horseshoe kidney dengan isthmus berserat. Studi lebih
baru mengatakan bahwa fusi abnormal dari jaringan yang berhubungan
dengan isthmus parenchymatous dari beberapa horseshoe kidney adalah hasil
dari peristiwa teratogenik melibatkan migrasi abnormal sel-sel nephrogenic
posterior, yang kemudian bersatu untuk membentuk isthmus. Kejadian
teratogenik mungkin juga berhubungan dengan peningkatan insiden anomali
kongenital terkait dan neoplasias tertentu, seperti tumor Wilms dan tumor
karsinoid terkait dengan isthmus dari horseshoe kidney.
F. Patofisiologi
Perkembangan pembentukan ginjal terjadi pada tiga tahap :
pronephros, mesonephros, dan metanephros. Akhir dari ketiga tahap ini terjadi
kira kira minggu ke lima dari gestasi (Ubetegoyena et al, 2011). Selama
tahap penting dari perkembangan ini, pembentukan ginjal tergantung pada
penyatuan ureteric buds dengan nephrogenic chords. Ginjal bermigrasi dari
pelvis dimana ginjal dibentuk dan naik ke retroperitoneal space pada upper
7
right dan left quadrants. Naiknya ginjal ke retroperitoneal space. secara
normal terjadi pada minggu ke empat sampai ke sembilan selama gestasi . 14,15
Malformasi sering terjadi pada tahap awal pembentukan dan kenaikan
ginjal ke retroperitoneal space. Anomaly dari ginjal ini merupakan akibat dari
interruption dari migrasi normal ginjal. Pada tahap ini, kapsul renal tidak
matur dan ginjal masih terletak di pelvis. Hal ini menyebabkan abnormalitas
pertumbuhan dan perkembangan tulang belakang dan organ - organ di dalam
pelvis sehingga menyebabkan penggabungan dari kedua elemen ginjal yang
disebut sebagai horseshoe kidney.
G. Manifestasi Klinis
Secara normal sepertiga pasien yang menderita horseshoe kidney
asimptomatik, dan kondisi ini hanya dapat terlihat pada pemeriksaan
radiologis (Khan et al, 2011). Ketika gejala itu muncul, bisanya diakibatkan
karena obstruksi, batu, atau infeksi pada saluran kemih (OBrien et al, 2008).
Gejala yang paling sering berhubungan dengan horseshoe kidney adalah
ureteropelvic junction obstruction, yang mana terjadi pada 35% kasus.
Obstruksi ini merupakan akibat dari tingginya insertion point ureter ke pelvis
ginjal, yang disebabkan terhambatnya pengosongan pelvis ginjal. Batu ginjal
terjadi pada 20 60 % pasien. Horseshoe kidney lebih rentan terkena infeksi
hal ini disebabkan karena reflux disease, statis, dan pembentukan batu. Infeksi
terjadi pada sepertiga pasien. Infeksi merupakan hal yang sangat penting
karena dapat menyebabkan kematian pada pasien dengan horseshoe kidney.
Infeksi saluran kemih - biasanya jarang pada anak di bawah 5 tahun
dan tidak mungkin anak laki-laki pada usia berapa pun.
Batu ginjal - jika batu tetap di ginjal, anak Anda mungkin tidak
memiliki gejala. Jika batu melalui saluran kemih maka dapat mengalami
gejala berikut:
Nyeri (sekitar sisi, tepat di atas pinggang)
Kegelisahan
Berkeringat
8
Mual dan / atau muntah
Darah dalam urin
Perubahan frekuensi kencing
Panas dingin
Demam
Urin keruh
Hidronefrosis - terjadi ketika ada obstruksi saluran kemih dan
ginjal membesar dan berpotensi rusak. Gejala hidronefrosis
mungkin termasuk yang berikut:
Massa abdomen
Berat badan miskin
Kencing berkurang
Infeksi saluran kemih
Sekitar sepertiga dari anak-anak dengan ginjal tapal kuda
tidak memiliki gejala.
H. Gambaran Radiologis
a. Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan pencitraan pada traktus urinarius harus dimulai
dengan foto konvensional pada ginjal, ureter dan kandung kemih, yang
sering disebut foto KUB. Foto KUB penting dilakukan sebelum agent
kontras intravena diinjeksikan sehingga tidak mengaburkan struktur yang
mengalami kalsifikasi.
Teknik yang cermat dalam mengambil foto KUB merupakan hal
yang penting, dengan teknik yang benar foto KUB dapat
memvisualisasikan keadaan anomaly ginjal horseshoe kidney. Foto harus
segera dilakukan setelah pasien berkemih dan pada akhir ekspirasi penuh.
Batas atas foto harus meliputi daerah suprarenalis, sementara batas bawah
harus meliputi ramus pubis. Visualisasi ginjal yang baik dibutuhkan factor
pajanan sebesar 70-80 Kvp pada orang dewasa.
9
Gambar 5: Foto polos KUB (Kidney Ureter Bledder) Horseshoe
Kidney23
10
2. Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta
fungsi ginjal, ureter dan blass.
IVU biasanya mengungkapkan temuan klasik terkait dengan
horsedhoe kidney. Temuan awal pada tomogram mungkin dapat terjadi
kesalahan karena seringkali mengesampingkan keberadaan isthmus
anterior. Kelainan abnormal sumbu ginjal dapat dikonfirmasi, seperti yang
terlihat pada foto polos radiologi. Di garis tengah fusi, ginjal simetris,
dengan calyces lebih rendah tampak bersandar ke arah tulang belakang.
Semakin rendah calyces biasanya terputar secara medial (medially
rotated), dan beberapa ahli berpendapat seringkali terjadi malrotasi ureter.
Tampak gambaran extrarenal dan pelebaran pelvis renalis .
11
Gambar 8: Intravena urogram (IVU) menunjukkan horseshoe kidney. Perhatikan
sistem pengumpulan malrotated di kedua sisi. Pole bawah calyx ginjal kanan
terletak di sebelah medial ureter.
12
c. Pemeriksaan USG Abdomen
Ultrasonografi dapat berguna untuk mendiagnosis horseshoe
kidney. Untuk menegakkan diagnosis, temuan ultrasonografi yang paling
penting adalah adanya isthmus dan kesinambungannya dengan kutub yang
lebih rendah. Fitur lain, seperti malrotation dan sumbu ginjal berubah,
mungkin sulit untuk menilai dengan ultrasonografi. Dalam kasus di mana
isthmus terdiri dari jaringan fibrin tipis, midline soft tissue kemungkinan
tidak dapat dinilai.
13
Gambar 11: Ultrasonogram axial abdomen sedikit obliq dari ginjal kanan,
memperlihatkan pole bawah dari ginjal kanan, pole tampak menyilang melalui
tulang belakang, anterior aorta dan vena cava inferior.
14
kidney. Temuan yang terkait lainnya, seperti batu, hidronefrosis, dan
kortikal jaringan parut, yang dapat digambarkan pada sonogram.
Ultrasonografi juga telah berguna dalam diagnosis horseshoe kidney
dalam rahim.
USG abdomen rutin pada pasien ini menunjukkan kondisi-
kondisi ginjal, yaitu: a) ginjal yang terletak di tempat yang lebih rendah
dari normal b) kutub yang lebih rendah dari kedua ginjal menuju ke arah
medial, c) sebuah jembatan jaringan ginjal atau isthmus yang
menghubungkan kedua ginjal. Isthmus tersebut terlihat melewati anterior
aorta abdomen. Seringkali, kutub bawah ginjal sulit divisualisasikan.
Gambar 14: USG abdomen Horshoe kidney. Tampak isthmus melintasi aorta
abdominal.26
15
Gambar 15: Colour doppler gambar menunjukkan Isthmus anterior aorta abdomen
d. Pemeriksaan CT Abdomen
CT Contrast-enhanced (CTCE) scan memiliki tingkat akurasi yang
tinggi dalam menentukan kelainan struktur horseshoe kidney, termasuk
derajat dan fusi, tingkat malrotation, terkait perubahan parenkim ginjal
(misalnya, jaringan parut, penyakit kistik), dan mengumpulkan kelainan
sistem (misalnya, sistem duplex, hidronefrosis). Hal ini juga dapat
digunakan untuk membedakan isthmus parenkim dari isthmus berserat dan
untuk menunjukkan hubungan isthmus dengan struktur sekitarnya.
16
Gambar 16: Axial computed tomography (CT) scan diperoleh melalui
abdomen setelah pemberian intravena bahan kontras. Ginjal Fused yang
terungkap, dengan isthmus parenkim di lower pole ginjal. Perhatikan sistem
pengumpulan malrotated dari ginjal kiri, menghadap anterolateral
18
f. Pemeriksaan MRI Abdomen
MRI memiliki keunggulan dalam menggambarkan rincian
struktural karena kemampuannya untuk mengizinkan pencitraan
multiplanar, tetapi lebih mahal daripada pemeriksaan lainnya. Namun,
keuntungan tambahan dapat diperoleh dengan menggunakan angiografi
MR untuk menggambarkan anatomi pembuluh darah. MRI adalah
modalitas terbaik untuk digunakan dalam mengevaluasi sejauh mana
tumor ginjal yang berhubungan dengan horseshoe kidney.
19
Gambar 30: Posterior technetium-99m methylene diphosphonate nuclear medicine
bone scan menunjukkan temuan insidentil horseshoe kidney.
Terdapat banyak laporan mengenai keberadaan horseshoe kidney.
Kondisi ini didiagnosis secara kebetulan padabone scans, studi 99m Tc-
labeled red blood cell, atau studi kedokteran nuklir lainnya yang diperoleh
untuk alasan lain selain evaluasi horseshoe kidney. Penggunaan
mercaptoacetyltriglycine (MAG-3) dengan diuresis sangat membantu
dalam membedakan bagian non obstruksi dari bagian obstruksi pada
collecting system.
h. Pemeriksaan Histopatologi
Horseshoe kidney adalah anomali fusi paling umum ginjal dan
lebih mendominasi pada laki-laki dan sebagian besar terdeteksi sebagai
temuan insidental pada CT atau pemeriksaan AS. RCC (Renal Cell
Carcinoma) adalah salah satu kanker yang berhubungan dengan
malformasi ini, seperti yang terlihat dalam gambar kasus di bawah.
20
Gambar 31: Hematoxylin dan eosin bernoda slide dari jelas sel ginjal sel
karsinoma (RCC) massa pada kasus horseshoe kidney (b) Pada 300
menunjukkan sel yang jelas dengan batas sel yang menonjol (panah hitam) dan
vaskularisasi (panah kuning).
I. Diagnosis Banding
Ketika divisualisasikan dengan pencitraan penampang (CT atau MRI)
pada dasarnya tidak ada perbedaan. Pada perawatan USG harus diambil untuk
tidak salah mendiagnosis ginjal tapal kuda pada sebuah massa retroperitoneal
garis tengah, atau panjang ginjal yang tidak boleh diabaikan.
Diagnosis banding yang perlu diperhatikan, yaitu:
Cross-fused Renal Ectopia
Kelainan dimana ginjal berada pada posisi abnormal, di luar fossa
renalis. Bisa terdapat pada pelvis, iliaka, abdomen, thoraks, atau bersilangan. 32
Pelvic Kidney
Ketiga gambaran Pelvic Kidney di bawah masing-masing dengan
modalitas Foto BNO, USG Ginekologik dan CT Pelvic. Masing-masing
modalitas memperlihatkan adanya ginjal dalam kavum pelvis.
21
Pemeriksaan Foto Polos Pelvis
Gambar 32: Foto polos pelvis menunjukkan anomaly ginjal pada pelvis pelvis
kidney.
Pemeriksaan USG Abdomen
22
Pemeriksaan CT Abdomen
K. Komplikasi
Sepertiga dari orang dengan ginjal tapal kuda memiliki setidaknya satu
komplikasi lain yang melibatkan sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat
atau sistem genitourinari (yang merupakan organ reproduksi dan sistem urin)
seperti berikut:
Batu ginjal - kristal dan protein yang membentuk batu di ginjal yang dapat
menyebabkan obstruksi saluran kemih.
Hidronefrosis - pembesaran ginjal yang biasanya merupakan hasil dari
obstruksi saluran kemih.
Wilm itu tumor - sebuah embrio (yang baru terbentuk) tumor ginjal yang
biasanya terjadi pada anak usia dini.
23
Kanker ginjal atau penyakit ginjal polikistik
Hidrosefali dan / atau spina bifida
Berbagai kardiovaskular, kondisi pencernaan atau masalah tulang.
24
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA An. D DENGAN HORSESHOE KIDNEY DI RUANG CEMPAKA
RSUD KUSUMA HUSADA SURAKARTA
I. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama : An. D
Tempat/ tgl lahir : Blumbang, 3 Mei 2007
Nama Ayah/ibu : Tn. A/ Ny. S
Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pekerjaan Ibu : IRT
Alamat : Wonogiri
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pendidikan Ayah : SMA
Pendidikan Ibu : SMP
No.RM : 569278
Diagnosa medik : horseshoe-kidney
b. Keluhan Utama
Riwayat kehamilan dan kelahiran : kehamilan dengan keluhan mual
muntah Kelahiran An. D secara spontan
Pre natal :
Selama hamil Ny. S memeriksakan kehamilannya ke bidan kurang lebih
sebanyak 8 kali dan selama kehamilan telah mendapatkan Imunisasi TT
sebanyak 2x
25
Intra natal :
An. D lahir ditolong oleh Bidan, spontan, langsung menangis, Apgar score
8-9-10, BB 2300 gram, Panjang Badan 44 cm, Lingkar dada 27 cm,
lingkar kepala 29 cm, perempuan, kehamilan 36 minggu. Ketuban pecah >
6 jam (7,5 jam), plasenta lahir secara manual, kotiledon lengkap, tidak ada
infark, tidak ada hematom
Paska natal :
An. D dirawat di ruang Cempaka karena demam nyeri pada perut.
c. Riwayat Kesehatan Masa Lampau
Penyakit masa kecil : tidak memiliki riwayat penyakit
Pernah dirawat di RS : tidak pernah dirawat di RS
Obat-obatan yang digunakan : An. D mendapatkan terapi
pengobatan sesuai program dari dokter di ruang Cempaka
Tindakan operasi : belum pernah dilakukan
Alergi : tidak ada
Kecelakaan : belum pernah
Imunisasi : belum mendapatkan imunisasi
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit yang pernah diderita anggota keluarga : masuk angin dan flu
Penyakit yang sedang diderita anggota keluarga : tidak ada
Genogram :
26
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
= Tinggal Serumah
e. Riwayat Sosial
Yang mengasuh : ibu dan ayah
Hubungan dengan anggota keluarga : orangtua
Hubungan dengan teman sebaya : tidak terkaji
Pembawaan secara umum : tidak terkaji
Lingkungan rumah : tidak terkaji
f. Kebutuhan Dasar
Makanan yang disukai dan tidak disukai
a. Selera makan : baik
b. Frekuensi : 3 x/ hari
c. Porsi makan : 1 porsi habis
Alat makan yang digunakan : Sendok dan piring
Pola tidur
a. Kebiasaan sebelum tidur : menonton TV
b. Tidur siang : 2 jam
Mandi : dimandikan keluarga
Aktiitas bermain : tidak bermain saat di RS
Eliminasi : tidak ada kelainan
g. Kesehatan Saat Ini
Diagnosa medis : horseshoe kidney
Tindakan operasi : Tidak dilakukan
27
h. Status Nutrisi
Obat- obatan : RL 20 tpm, Cefotaxime 400 mg/ 12 jam,
Paracetamol 250 mg/ 8 jam
Aktivitas : aktif
Tindakan keperawatan: menimbang BB, monitor TTV, melakukan
manajemen nyeri, pendidikan kesehatan, memberikan terapi obat
Hasil laboratorium : Hematokrit 37, 1 (low), Leukosit 11,6 (high),
Lymfosit 10 (low)
Hasil rontgen : tidak dilakukan
Data tambahan : tidak ada
i. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : sedang, tampak meringis kesakitan
TB/BB : 135 cm/ 38 gr
Lingkar kepala : 40 cm
Mata : sclera tidak ikterik, konjungtiva merah muda
Hidung : bersih, terdapat nafas cuping hidung
Mulut : tidak ada stomatitis
Telinga : tidak ada serumen
Tengkuk : tidak ada kaku kuduk
Leher : ada nyeri saat menelan
Dada : simetris, terdapat retraksi dada dan tulang
subclavikular
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tampak di ICS V
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : pekak
Auskultasi : BJ I dan BJ II murni
Paru-paru :
Inspeksi : terdapat retraksi dada, nafas cuping hidung, RR 62 x/mnt
28
Palpasi : tidak ada krepitasi
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak ada suara ronkhi dan whezing
Perut :
Inspeksi : bersih, datar
Auskultasi : bising usus 20 x/mnt
Palpasi : terdapat nyeri tekan
Perkusi : tympani
Punggung : tidak ada lesi
Genetalia dan anus : bersih
Ekstremitas : tidak ada edema, teraba hangat
Kulit : elastis
Pemeriksaan neurologi: tidak dikaji
Tanda vital : RR 24 x/mnt, N 98 x/mnt, T 380 C
j. Pemeriksaan tingkat perkembangan
Adaptasi sosial : baik
Bahasa : jawa
Motorik halus : tidak ada kelainan
Motorik kasar : tidak ada kelainan
Kesimpulan pemeriksaan perkembangan : tidak ada kelainan
29
MCHC 31-36 pg 33.6 Normal
Leukosit 4.1-10.9 ribu/ul 11.6 High
Tombosit 140-440 ribu/ul 251 Normal
RDW-CV 11.5-14.5 % 13.4 Normal
Gol. Darah O Normal
MPV 0.1-14 ribu/ul 8.4 Normal
Lymfosit 22-40 % 10 Low
b. Terapi medis :
Hari/ Jenis Terapi Dosis Golongan & Fungsi
Tanggal Kandungan
15/6/2017 Cairan IV 20 tpm Cairan dan Mempertahankan
RL elektrolit cairan dan
elektrolit
Obat Paroral
15/6/2017 Obat Parenteral
Cefotaxime 400 mg/12 jam Antibiotik Mencegah infeksi
30
III. ANALISA DATA
No Tgl/Jam Data Fokus Masalah Etiologi Diagnosa
1 15/6/2017 DS: Hipertermi Penyakit Hipertermi b.d
10.00 An. D mengatakan penyakit
merasa panas pada (00007)
tubuhnya
DO:
Akral teraba
hangat
T 380 C
15/6/2017 S: Nyeri akut Agen injury Nyeri akut b.d
10.00 Pasien mengatakan biologi agen injury
nyeri pada perut biologi
P: prose penyakit (000132)
Q: tertusuk
R: perut
S: 6
T: 40 menit
O:
Wajah tampak
meringis
kesakitan
N 98 x/mnt, RR
24 x/mnt
USG (horseshoe
kidney)
31
IV. INTERVENSI
No. Tgl/Jam Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi TTD
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 15/6/2017 Hipertermi b.d NOC: NIC:
10.00 penyakit Termoregulasi (0.8.0.0): Perawatan demam
(00007) Setelah dilakukan (3.7.4.0):
tindakan asuhan 1. Pantau suhu dan
keperawatan selama 3x24 TTV
jam diharapkan suhu 2. Monitor warna
pasien dapat normal kulit dan suhu
dengan kriteria hasil: 3. Dorong konsumsi
Merasa Melaporkan cairan
kenyamanan suhu (5) 4. Ajarkan cara
Peningkatan suhu kompres hangat
kulit (5) 5. Beri obat atau
Sakit kepala (5) cairan IV
Dehidrasi (5) Pengaturan Suhu
Keterangan: (3.9.0.0):
1 : berat 6. Monitor suhu
2 : cukup berat setiap 2 jam
3 : sedang 7. Tingkatkan intake
4 : ringan cairan dan nutrisi
5 : tidak ada adekuat
8. Berikan
pngobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan
32
No. Tgl/Jam Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi TTD
Keperawatan (NOC) (NIC)
2 15/6/2017 Nyeri akut b.d NOC: NIC:
10.00 agen injury Kontrol nyeri (1.6.0.5): Manajemen nyeri
biologi Setelah dilakukan (2.3.8.0):
(000132) tindakan asuhan 1. Lakukan
keperawatan selama 3x24 pengkajian nyeri
jam diharapkan pasien yang
dapat mengontrol nyeri komprehensif
dengan kriteria hasil: yang meliputi
Mengenali kapan lokasi,
terjadinya nyeri (5) karakteristik,
Menggunakan onset/durasi,
tindakan frekuensi,
pengurangan nyeri kualitas,
tanpa analgesik (5) intensitas atau
Melaporkan nyeri beratnya nyeri
yang terkontrol (5) dan faktor
Melaporkan gejala pencetus
yang tidak terkontrol 2. Observasi adanya
pada perawat (5) petunjuk
Menggunakan nonverbal terkait
analgesik yang ketidaknyamanan
direkomendasikan 3. Pilih dan
(5) implementasikan
Keterangan: tindakan yang
1: tidak pernah beragam
2: jarang (misalnya
3: kadang-kadang farmakologi,
4: sering nonfarmakologi,
5: konsisten interpersonal)
33
No. Tgl/Jam Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi TTD
Keperawatan (NOC) (NIC)
untuk
memfasilitasi
penurunan nyeri
sesuai kebutuhan
4. Ajarkan prinsip-
prinsip
manajemen nyeri
5. Ajarkan
penggunaan
teknik
nonfarmakologi
(relaksasi dan
distraksi)
6. Berikan individu
penurun nyeri
yang optimal
dengan peresepan
34
V. IMPLEMENTASI
Tgl/Jam No. Dx Implementasi Respon TTD
15/6/2017 2 Mengkaji respon non verbal S:
10.30 respon nyeri Pasien mengatakan masih
merasakan nyeri
O:
Wajah tampak meringis
kesakitan
11.00 1 Memonitor warna kulit S:
-
O:
Warna kulit sawo matang
13.00 1 Mennganti infus RL S:
Pasien mengatakan mau
untuk diberikan cairan infus
baru
O:
RL terpasang 20 tpm
14.00 2 Mengukur TTV S:
Pasien mengatakan mau
untuk di ukur suhunya
O:
N 98 x/mnt
RR 24 x/mnt
T 37,80C
16/6/2017 2 Mengajarkan teknik S:
08.00 relaksasi Pasie mengatakan mampu
untuk menerapkan teknik
nafas dalam
35
Tgl/Jam No. Dx Implementasi Respon TTD
O:
Pasien tampak menuasai
teknik nafas dalam
09.00 1 Memberikan terapi obat S:
2 Cefotaxime 400 mg Pasien mengatakan mau
Paracetamol 250 mg untuk diberikan obat
O:
Terapi obat masuk sesuai
program
10.30 1 Memonitor suhu S:
Pasien mengatakan tubuhnya
sudah tidak demam
O:
T 370 C
12.30 2 Menganjurkan pasien untuk S:
meningkatkan intake cairan Pasien mengatakan mau
dan nutrisi adekuat untuk makan dan menambah
minumnya
O:
Diit makanan habis 1 porsi
Asupan cairan cukup
13.30 1 Mengukur TTV S:
2 Pasien mengatakan mau
untuk di ukur suhunya
O:
N 90 x/mnt
RR 20 x/mnt
T 370 C
36
Tgl/Jam No. Dx Implementasi Respon TTD
17/6/2017 2 Mengkaji nyeri PQRST S:
08.00 Pasien mengatakan nyeri
pada perutnya sudah
berkurang
P: penyakit
Q: tertusuk
R: perut
S: 4
T: 20 menit
O:
Wajah tampak rileks
09.10 1 Memberikan terapi obat S:
2 Cefotaxime 400 mg Pasien mengatakan mau
Paracetamol 250 mg untuk diberikan obat
O:
Terapi obat masuk sesuai
program
11.30 1 Mengukur TTV S:
2 Pasien mengatakan mau
untuk di tensi
O:
N 92 x/mnt
RR 22 x/mnt
T 370C
13.40 2 Mengajarkan pasien untuk S:
teknik manajemen nyeri non Pasien mengatakan senang
farmakologi distraksi untuk bermain boneka
O:
Tampak bermain boneka
37
VI. EVALUASI
No. Dx Tgl/ Jam Evaluasi TTD
1 15/6/2017 S:
14.00 Pasien mengatakan tubuhnya agak panas
O:
Akral teraba tidak hangat, T 37,80 C
A:
Masalah hipertermi teratasi sebagian
Merasa melaporkan kenyamanan suhu (3)
Peningkatan suhu kulit (3)
Sakit kepala (3)
Dehidrasi (5)
P:
Lanjutkan intervensi
1. Pantau suhu dan TTV
2. Beri obat atau cairan IV
3. Berikan pngobatan antipiretik sesuai kebutuhan
2 15/6/2017 S:
14.00 Pasien mengatakan masih merasakan nyeri
P: penyakit
Q: tertusuk
R: perut
S: 5
T: 20 menit
38
No. Dx Tgl/ Jam Evaluasi TTD
O:
Wajah tampak rileks
O:
N 92 x/mnt, RR 22 x/mnt, T 37,80 C, wajah tampak
meringis, belum mampu mengontrol nyeri, tidak
melaporkan nyerinya terkontrol,
A:
Masalah nyeri akut teratasi sebagian
Mengenali kapan terjadinya nyeri (3)
Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa
analgesik (3)
Melaporkan nyeri yang terkontrol (3)
Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada
perawat (3)
Menggunakan analgesik yang direkomendasikan (5)
P:
Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
pencetus
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal terkait
ketidaknyamanan
3. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
(misalnya farmakologi, nonfarmakologi,
interpersonal) untuk memfasilitasi penurunan nyeri
sesuai kebutuhan
39
No. Dx Tgl/ Jam Evaluasi TTD
4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
5. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi
(relaksasi dan distraksi)
1 16/6/2017 S:
14.00 Pasien mengatakan tubuhnya demamnya menurun
O:
Akral teraba hangat, T 37,80 C, tidak mengeluhkan nyeri
kepala, asupan nutrisi tercukupi
A:
Masalah hipertermi teratasi sebagian
Merasa melaporkan kenyamanan suhu (4)
Peningkatan suhu kulit (3)
Sakit kepala (4)
Dehidrasi (5)
P:
Lanjutkan intervensi
1. Pantau suhu dan TTV
2. Beri obat atau cairan IV
3. Berikan pngobatan antipiretik sesuai kebutuhan
2 16/6/2017 S:
14.00 Pasien mengatakan nyerinya berkurang
P: penyakit
Q: tertusuk
R: perut
S: 4
40
No. Dx Tgl/ Jam Evaluasi TTD
T: 20 menit
O:
Wajah tampak rileks
O:
N 92 x/mnt, RR 22 x/mnt, T 37,8 0C C, tampak
mengkerutkan wajah, dapat mengontrol nyeri,
melaporkan nyerinya terkontrol,
A:
Masalah nyeri akut teratasi sebagian
Mengenali kapan terjadinya nyeri (4)
Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa
analgesik (3)
Melaporkan nyeri yang terkontrol (3)
Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada
perawat (5)
Menggunakan analgesik yang direkomendasikan (5)
P:
Lanjutkan intervensi
1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
pencetus
2. Pilih dan implementasikan tindakan yang beragam
(misalnya farmakologi, nonfarmakologi,
interpersonal) untuk memfasilitasi penurunan nyeri
sesuai kebutuhan
41
No. Dx Tgl/ Jam Evaluasi TTD
3. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
4. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi
(relaksasi dan distraksi)
1 17/6/2017 S:
14.00 Pasien mengatakan tubuhnya tidak demam
O:
Akral teraba tidak hangat, T 370 C, tidak mengeluhkan
nyeri kepala, asupan nutrisi tercukupi
A:
Masalah hipertermi teratasi sebagian
Merasa melaporkan kenyamanan suhu (4)
Peningkatan suhu kulit (4)
Sakit kepala (5)
Dehidrasi (5)
P:
Lanjutkan intervensi
1. Pantau suhu dan TTV
2. Beri obat atau cairan IV
3. Berikan pngobatan antipiretik sesuai kebutuhan
2 17/6/2017 S:
14.00 Pasien mengatakan nyerinya berkurang
P: penyakit
Q: tertusuk
R: perut
S: 4
42
No. Dx Tgl/ Jam Evaluasi TTD
T: 20 menit
O:
Wajah tampak rileks
O:
N 92 x/mnt, RR 22 x/mnt, T 370 C, wajah tampak rileks,
dapat mengontrol nyeri, melaporkan nyerinya terkontrol,
A:
Masalah nyeri akut teratasi sebagian
Mengenali kapan terjadinya nyeri (4)
Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa
analgesik (4)
Melaporkan nyeri yang terkontrol (4)
Melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada
perawat (5)
Menggunakan analgesik yang direkomendasikan (5)
P:
Lanjutkan intervensi
Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif yang
meliputi lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan faktor
pencetus
43
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta: EGC.
Faiz, Omar and Moffat, David. 2012. Anatomy at a Glance. Jakarta: Erlangga
Guyton,C Arthur dan Hall, jhon E. anatomi dan fisiologis ginjalbuku ajar
fisiologi kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC. Halaman 324-326
Ongeti, K. W., Ogengo, J. & Saidi, H. (2011). A horseshoe kidney with partial
duplex systems. International Journal Of Anatomical Variations, 4, 55-
56.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.