Anda di halaman 1dari 12

Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pengelolaan Zakat, Infaq, Shadaqah

Dosen Pengampu;
AJI DAMANURI, M.E.I.

Disusun Oleh :

KURNIAWATI JAYARINI (210210088)


ANI ROHMAH (210210090)

JURUSAN SYARIAH
PRODI MUAMALAH (SM.D)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga makalah yang berjudul Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh dapat
diselesaikan sebagai salah satu tugas Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqoh.
Dalam menyusun makalah ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Aji Damanuri, M. E. I;
2. Rekan-rekan yang telah membantu dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari ada kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka kami mengharap
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga menjadi
manfaat bagi pembaca.

Ponorogo, 11 Maret 2013

Penyusun

ABSTRAK

Zakat merupakan jalinan persekutuan antara lain yang miskin dan yang kaya. Melalui
zakat, persekutuan tersebut diperbaharui setiap tahun dan terus- menerus. Zakat merupakan
instrument religious yang membantu perseorangan dalam masyarakat untuk menolong
penduduk miskin yang tidak mampu menolong dirinya sendiri agar kemiskinan dan
kesengsaraan hilang dari masyarakat.
Organisasi pengelolaan zakat terdapat dua jenis, yaitu Organisasi pengelola zakat yang
dibentuk pemerintah yang disebut BAZ dan Organisasi pengelola zakat atas prakarsa
masyarakat yang disebut LAZ.
Secara umum, struktur lembaga tersebut terdiri atas bagian penggerak dana, bagian keuangan,
bagian pendayagunaan, dan bagian pengawasan. Dilihat daritugas pokok tersebut, ruang
lingkup manajemen organisasi pengelolaan zakat mencakup perencanaan, pengumpulan,
pendayagunaan, dan pengendalian.

KATA KUNCI : Pengelolaan Zakat Infaq Shodaqoh ( menghimpun, mendayagunakan,


dan menyalurkan dana zakat kepada mereka yang membutuhkan )

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kondisi nasional pendiri lembaga pengelolaan zakat sebenarnya adalah untuk
memenuhi kemaslahatan, dimana semua komponen bangsa dituntut untuk berpartisipasi
dalam pembangunan. Demikian pula dengan umat Islam merupakan salah satu komponen
bangsa yang wajib ikut serta dalam mengisi dan melanjutkan usaha-usaha pembangunan itu.
Bahkan umat Islam merupakan komponen dominan dan potensial dalam mengisi
pembangunan tersebut. Perintah islam menganjurkan tuntunan operasional mengenai
bagaimana perintah itu dilakukan.
Salah satu kendala yang banyak dihadapi oleh umat islam dalam pembangunan tersebut
ialah keterbatasan biaya. Biaya yang paling dominan dalam pembangunan bukanlah dana
yang besar dari bantuan pihak lain, melainkan dana yang digali dari potensi sendiri berupa
pemberdayaan potensi ekonami umat atau bangsa.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Pengelolaan ZIS dalam Undang-Undang zakat no.23 tahun 2011 ?
2. Seberapa besar potensi ZIS dan Apa kebijakan Nasional terhadap ZIS?
3. Bagaimanan Lembaga pengelolaan ZIS, dan apa saja kendala Pengelolaan ZIS?
4. Apa saja Bidang-Bidang Zakat dan Bagaimana Contoh pengelolaan ZIS?

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pengelolaan ZIZ dan Undang-Undang tentang ZIZ


Secara umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 berbicara mengenai, Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Penunaian zakat merupakan
kewajiban bagi umat Islam yang mampu sesuai dengan syariat Islam. Zakat merupakan
pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat,
dan penanggulangan kemiskinan[1] . Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil guna,
zakat harus dikelola secara melembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah, kemanfaatan,
keadilan, kepastian hukum, terintegrasi, dan akuntabilitas sehingga dapat meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan zakat.
Selama ini pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat sehingga perlu diganti. Pengelolaan zakat yang diatur dalam Undang-
Undang ini meliputi kegiatan perencanaan, pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan. Dalam upaya mencapai tujuan pengelolaan zakat, dibentuk Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) yang berkedudukan di ibu kota negara, BAZNAS provinsi, dan
BAZNAS kabupaten/kota. BAZNAS merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang
bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. BAZNAS
merupakan lembaga
yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.[2]
Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
LAZ wajib melaporkan secara berkala kepada BAZNAS atas pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit syariat dan keuangan. LAZ
selama ini hidup dan diakui ditengah masyarakat banyak, tanpa perlu menjadi ormas 3 . Zakat
wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Pendistribusian dilakukan
berdasarkan skala prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan
kewilayahan. Zakat dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan
fakir miskin dan peningkatan kualitas umat apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Selain menerima zakat, BAZNAS atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya. Pendistribusian dan pendayagunaan infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan
peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi dan harus dilakukan pencatatan dalam pembukuan
tersendiri. Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS dibiayai dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara dan Hak Amil. Sedangkan BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil,
serta juga dapat dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

B. Potensi Zakat dan Kebijakan Nasional tentang Pengelolaan ZIS


Potensi Zakat
Zakat merupakan salah satu instrumental dalam mengentaskan kemiskinan karena
masih banyak lagi sumber dana yang bisa dikumpulkan seperti infak, shodaqoh, wakaf,
wasiat, hibah serta sejenisnya. Sumber dana-dana tersebut merupakan pranata keagamaan
yang memiliki kaitan secara fungsional dengan upaya pemecahan masalah kemiskinan dan
kepincangan sosial. Dana akan merupakan potensi besar yang dapat didayagunakan bagi
upaya penyelamatan nasib puluhan juta rakyat miskin di Indonesia yang kurang dilindungi
oleh system jaminan sosial yang terprogam dengan baik.
Melalui zakat, persekutuan antara yang miskin dan yang kaya tersebut diperbaharui
setiap tahun secara terus menerus, oleh karena itu, zakat seharusnya dapat mengambil
peranan signifikan dalam kesejahteraan sosial. Agar zakat dapat memainkan peranannya
secara berarti, sejumlah ilmuwan menyarankan bahwa zakat seharusnya menjadi suplemen
pendapatan yang permanen hanya bagi orang yang tidak mampu untuk menghasilkan
pendapatan yang cukup melalui usaha- usahanya sendiri dan untuk kepentingan yang lain.
Zakat dapat digunakan untuk menyediakan pelatihan dan modal unggulan agar mereka
dapat membentuk usaha- usaha kecil dan pada akhirnya mereka dapat berusaha secara
mandiri.[3]
Ditinjau dari system ekonomi Islam, zakat sebagai salah satu instrument fiscal untuk
mencapai tujuan keadilan social ekonomi dan distribusi kekayaan dan pendapatan, secara
aklamasi dipandang sebagai
bagian tak terpisahkan dari falsafah moral Islam dan didasarkan pada komitmen yang pasti
terhadap persaudaraan kemanusiaan.
Zakat merupakan perwujudan sumber keuangan dari komitmen sosio ekonomi yang
penting dari umat Islam untuk memenuhi kebutuhan semua orang tanpa meletakkan seluruh
beban ke atas pundak perbendaharaan publik yang tanpa disadari telah dilakukan sosiolisme
dan Negara kesetahteraan secular sekalipun. Lebih lanjut dijelaskan bahwa zakat yang
dilaksanakan sebagi tindak rasional dapat menjamin kepentingan masa pendek dan masa
panjang.

Kebijakan Nasional tentang Pengelolaan ZIS


Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-Undang No. 38 tahun 1999
tentang pengelolaan Zakat dengan Keputusan Menteri Agama (KMA) No.581 tahun 1999
tentang Pelaksanaan Undang-Undang
No.38 tahun 1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan
Haji No. D / 291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Meskipun harus
diakui dalam peraturan-peraturan tersebut masih banyak kekurangan yang sangat mendasar,
misalnya tidak dijatuhkanya sanksi bagi muzakki yang melalaikan kewajibannya (tidak mau
berzakat), tetapi undang-undang tersebut mendorong upaya pembentukan lembaga
pengelolaan zakat yang amanah, kuat dan dipercaya
oleh masyarakat.[4] Sedangkan badan pengelolaannya baru sempat dibentuk pada tanggal 17
Januari 2001 dengan Keputusan Presiden RI nomor 38 tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat
Nasional.[5] Pengelolaan zakat berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum
dalam masyarakat sehingga perlu diganti dengan Undang- Undang zakat no.23 tahun 2011.

C. Lembaga Pengelolaan ZIS dan Kendala Pengelolaan ZIS


Lembaga Pengelolaan ZIS
Semua ulama sependapat bahwa, keterlibatan imam (pemerintah) dalam pengelolaan
zakat merupakan suatu kewajiban ketatanegaraan. Keterlibatan para penguasa dalam
pengumpulan dan pembagian zakat berangsur- angsur berkurang, antara lain disebabkan
karena keengganan
kaum muslimin sendiri untuk menyerahkannya dengan alasan adanya penguasa- penguasa
yang tidak islami. Dan tidak mustahil disebabkan juga
karena keengganan penguasa- penguasa itu sendiri untuk melaksanakan tugas- tugas tersebut
dengan berbagai pertimbangan.
Pemerintah wajib mengadakan suatu badan yang dinamakan AMALAH yang bertugas
untuk mengurusi zakat. Pemerintah dapat mempunyai hak memaksa dan dapat menjatuhkan
sangsi haruslah berdasarkan Undang- Undang yaitu, rumusan rumusan yang disahkan oleh
presiden dengan mendapat persetujuan dewan persetujuan rakyat. [6]
Di Indonesia sejak akhir 1990an, telah dirintis upaya upaya terwujudnya system
pengelolaan zakat melalui bermacam- macam usaha
dan berbagai cara akan tetapi baru pada tanggal 23 September 1999 dapat diwujudkan dalam
bentuk Undang- Undang. Organisasi Pengelolaan zakat
terdiri dari Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah ( Pasal 6 ayat 1) dan Lembaga
Amil Zakat yang dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah (Pasal7 ayat1).
Sedangkan Lembaga Amil Zakat adalah Institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya
dibentuk atas prakarsa dari masyarakat dan oleh masyarakat.[7]
Pada pasal 2 Kep. Menag. No.581 tahun 1999 bahwa, BAZ mulai dari nasional sampai
dengan kecamatan terdiri atas unsur ulama, kaum cendekiawan, tokoh masyarakat, tenaga
profesional dan wakil pemerintah.
Perbedaan BAZ Nasional dan BAZ Profesional adalah BAZ Nasioanl mempuntyai tugas
untuk menyelenggarakan komunikasi informasi dan edukasi pengelolaan zakat sedangkan
BAZ Daerah bertugas pelaksana dan perencanaan pengumpulan pendistribusian dan
pendayagunaan zakat. Kehadiran BAZ di era sekarang sungguh sangat membantu masyarakat
muslim surplus untuk melaksanakan kewajiban ibadahnya dan sekaligus menjaga hak muslim
defisit.
Dalam menjalankan program kegiatannya, seluruh organisasi amil zakat tersebut
seharusnya menganut konsepsi dasar manajemen yang dibedakan dalam tiga aspek, yaitu
cakupan menejemen, unsure dan fungsi manajemen, dan orientasi manajemen. Selain itu,
kegiatan pengelolaan
dalam seluruh organisasi amil zakat tersebut, seharusnya berdasarkan atas sekurangnya empat
prinsip yaitu, independen, netral, tidak disriminatif, dan tidak berpolitik praktis.
Sebagai sebuah lembaga public yang mengelola dana masyarakat, BAZ dan LAZ harus
memiliki system akuntansi dan manajemen keuangan yang baik dan menimbulkan manfaat
bagi organisasi, dan oleh karena itu pula maka sudah selayaknya BAZ dan LAZ menejemen
terbuka. Artinya mereka secara sadar mengembangkan hubungan timbal balik selaku
pengelola dana zakat dengan masyarakat selaku pembayar zakat. Semua program kegiatan
yang telah dilakukan harus disampaikan kepada publik, sebagai bagian dari
pertanggungjawaban dan transparansi pengelolaan. [8]
Kinerja organisasi pengelola zakat selayaknya harus dapat diukur. Keterukuran kinerja
manajemen organisasi ini dapat diketahui dari operasionalisasi tiga prinsip atau paradigma
yang dianutnya. [9]

Kendala Pengelolaan ZIS


Terdapat banyak hal- hal yang menghambat terhadap optimalisasi pendayagunaan zakat
antara lain :[10]
1. Tidak adanya persepsi antar ulama. Mereka bersilang pendapat apakah zakat itu termasuk
dalam bidang taabudi sebagaimana sholat atau puasa ataukah dalam bidang sosial.
2. Ada sebagian ulama yang beranggapan bahwa zakat itu sekedar ritual ceremonial, tidak ada
kaitannya dengan ekonomi sosial juga dengan pengentasan kemiskinan.
3. Banyak orang awam yang menganggap bahwa sumber- sumber zakat ya itu- itu saja. Yaitu,
sumber- sumber zakat yang berada di tanah Arab pada zaman unta dahulu, bahkan banyak
yang menganggap bahwa zakat itu ya zakat fitrah itu saja.
4. BAZ dan BAZDA itu tidak resmi pemerintah sehingga tidak berwibawa, tidak mempunyai
hak memaksa, sehingga tidak efektif.
5. Anggaran pengelolaan zakat tidak masuk dalam APBN dan APBD karena BAZ bukan Badan
resmi pemerintah.
6. Aparat pengelola zakat tidak pegawai negri tapi tenaga swasta kurang efektif, gajinya sangat
rendah. Bahkan disebagian besar
daerah-daerah tidak mempunyai aparat pengelola zakat, yang ada hanya pengurus Badan
Amil Zakat, yang tidak sempat memikirkan pengelolaan zakat secara optimal, karena
pengurus pengelola zakat merupakan pekerjaan (tugas) sambilan, pekerjaan nomor dua atau
nomor tiga.

D. Bidang- Bidang Zakat dan Contoh Pengelolaan Zakat


Dalam mengumpulkan dana zakat, infaq, shadaqah BAZ mengirimkan pemberitahuan
kepada muzaki untuk menyetorkan zakatnya disertai dengan Pedoman Perhitungan Zakat.
Dalam hal ini, BAZ bisa membantu muzaki menghitung zakatnya. BAZ menerima zakat dari
muzaki dengan menerbitkan formulir bukti setor zakat. BAZ juga menerima setoran zakat,
ditampung dalam rekening BAZ pada bank- bank pemerintah dan swasta yang ditunjuk dan
juga melalui unit pengumpulan zakat.
Zakat yang sudah dibayarkan pada BAZ bisa digunakan sebagai bilangan pengurang
bagi penghasilan terkena pajak dari wajib pajak
bersangkutan. Dana yang dikumpulkan BAZ disalurkan dalam berbagai bidang garapan
seperti pemenuhan kebutuhan dasar, dana juga digunakan untuk dana kesehatan. Sedangkan
untuk tujuan pemberdayaan dana juga disalurkan untuk menganggulangi biaya pendidikan
serta kegiatan pelatihan ketrampilan siap guna dan pengembangan profesi serta
pengembangan perpustakaan beasiswa tunas bangsa dan pendidikan alternative terpadu.[11]
Sementara itu, pada sector pemberdayaan ekonomi umat dana disalurkan dalam bentuk
bantuan modal kerja, pinjaman kredit, bantuan manajemen, konsultasi usaha, bantuan sarana
kerja serta pembinaan usaha strategis. Dalam pengelolaan zakat, pengumpulan dan
pendistribusian zakat merupakan dua hal yang sama pentingnya. Namun al-Quran lebih
memperhatikan masalah pendistribusiannya. Hal ini mungkin disebabkan pendistribusian
mencakup pula pengumpulan. Apa yang akan didistribusikan jika tidak ada sesuatu yang
harus lebih dahulu dikumpulkan atau diadakan.
Tugas penting lain dari lembaga pengelola zakat adalah melakukan sosialisasi tentang
zakat kepada masyarakat secara terus menerus dan berkesinambungan melalui berbagai
forum dan media. Seperti khotbah
jumat, majelis talim, seminar, diskusi dan lokakarya melalui media surat kabar majalah,
radio, internet, maupun televisi.[12] Dengan sosialisasi yang baik dan optimal diharapkan
masyarakat muzakki akan semakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga zakat yang
kuat, amanah, dan terpercaya. Materi sosialisasi antara lain berkaitan dengan kewajiban
zakat, hikmah dan fungsinya, harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, cara menghitung
zakat yang mudah serta cara menyalurkannya.
Sebagai contoh pengelolaan zakat yang dilakukan oleh salah satu lembaga pengelolaan
zakat yaitu Lembaga Amil Zakat Baitul Maal Muamalat dengan program pemberdayaan yang
mencakup[13] :
1. Bina Ekonomi Terpadu (BETER), yaitu program pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin
(mikro) dengan dengan membiayai usaha produktif secara terpadu.
2. Bina Sosial, yaitu pola pembinaan masyarakat miskin dalam bentuk bantuan sandang, pangan,
dan papan.
3. Bina Pendidikan, yaitu pola pembinaan masyarakat dalam bentuk bantuan biaya pendidikan.
4. Bina Kesehatan, yaitu pembinaan masyarakat miskin dalam bentuk pemberian bantuan
pemeriksaan kesehatan secara lansung maupun tidak langsung.
PENUTUP

Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk meningkatkan keadilan,


kesejahteraan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan. Pengelolaan zakat yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999, kiranya sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan hukum masyarakat, yang kemudian diganti dengan undang-undang nomor 23
tahun 2011.
Zakat merupakan salah satu instrumental dalam mengentaskan kemiskinan karena masih
banyak lagi sumber dana yang bisa dikumpulkan seperti infak, shodaqoh, wakaf, wasiat,
hibah serta sejenisnya.
Di Indonesia sejak akhir 1990an, telah dirintis upaya upaya terwujudnya system
pengelolaan zakat melalui bermacam- macam usaha dan berbagai cara akan tetapi baru pada
tanggal 23 September 1999 dapat diwujudkan dalam bentuk Undang- Undang. Organisasi
Pengelolaan zakat terdiri dari Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Yang bertugas menyelenggarakan komunikasi informasi dan edukasi pengelolaan zakat serta
sebagai pelaksana dan perencanaan pengumpulan pendistribusian dan pendayagunaan zakat.

DAFTAR PUSTAKA

Hamid Abdul dan Saebani Ahmad Beni, Fiqh Ibadah, Bandung : Pustaka Setia, 2009
Khasanah Umrotul, Menajemen ZAKAT MODERN, Malang: UIN-MALIKI PRESS,
2010
Susetyo Heru, Selamatkan Gerakan Zakat, Jakarta : Komas, 2012
Hafidhuddin Didin, ZAKAT DALAM PEREKONOMIAN MODERN, Jakarta: GEMA
INSANI, 2002
Hadi Permana Sjechul, FORMULA ZAKAT Menuju Kesejahteraan Sosial, Surabaya:
CV. Aulia, 2005
Mufraini Arief, Akuntansi dan Manajemen Zakat, Jakarta : Kencana Prenada Media
Grup, 2008
[1] K.H Abdul Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Fiqh Ibadah, ( Bandung : Pustaka Setia,
2009 ), 205
[2] M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, ( Jakarta : Kencana Prenada Media
Grup, 2008 ), 145
3
Heru Susetyo, Selamatkan Gerakan Zakat, ( Jakarta : Komas, 2012 ), 20

[4] Didin Hafidhuddin, ZAKAT DALAM PEREKONOMIAN MODERN (Jakarta: GEMA


INSANI, 2002) 124-126
[5] Sjechul Hadi Permana, FORMULA ZAKAT Menuju Kesejahteraan Sosial ( Surabaya: CV.
Aulia, 2005) 362
[6] Ibid., FORMULA ZAKAT Menuju Kesejahteraan Sosial, 362-364
[7] Ibid., 365
[8] Ibid., manajemen zakat modern, 66-67
[9] Ibid., manajemen zakat modern, 74
[10] Ibid., formula zakat menuju kesejahteraan social, 356-358
[11] Ibid., manajemen zakat modern, 86-87
[12] Didin Hafiluddin, Zakat dalam perekonomian modern (Jakarta: Gema Insani, 2002), 132
[13] M. Arief Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat, ( Jakarta : Kencana Prenada Media
Grup, 2008 ),145

Anda mungkin juga menyukai