: 85 - 89
ISSN 1978-1873
ABSTRACT
Namalycastis rhodochorde is a new species polychaete of infaunal Sei Kakap estuarine habitats.
The studied were done by hand collecting methods from May-October 2007 in Sei Kakap mangrove forest.
The result has collected 45 individual (43 female and 2 male) which consist of 31 (68.89%) immature and 14
(31.11%) mature individual. The body length and weight of each individual was between 22.2-149.3 cm and
1.45-63.74 g respectively. The habitat was characterized by muddy-clay, low salinity and high organic carbon
content.
1. Pendahuluan
Estuaria merupakan ekosistem yang dinamis, kondisi fisik dan kimia yang cepat berubah
membutuhkan adanya strategi adaptasi spesifik bagi semua organisme yang hidup di dalamnya. Kandungan
bahan organik tinggi, perubahan salinitas, suhu dan oksigen adalah beberapa contoh karakteristik lingkungan
estuaria. Tumbuhan dan hewan tertentu saja yang mampu hidup dalam kondisi tersebut antara lain
mangrove dan cacing polychaeta. Estuaria menjadi habitat beberapa polychaeta karena kemampuannya
hidup pada kondisi salinitas yang lebar (euryhalin) dan berubah-ubah1).
Polychaeta dapat cepat merespon pertambahan bahan organik dan suhu timggi, selain itu juga
mampu hidup pada kondisi oksigen rendah2). Cacing yang umum dijumpai di habitat estuaria dalah famili
Nereididae yang hidup membenahkan diri dalam lumpur (infauna). Pada rantai makanan di estuaria,
polychaeta dapat berperan sebagai pakan alami ikan dan udang3; 4).
Sei Kakap yang merupakan bagian dari estuaria Sungai Kapuas memiliki hutan mangrove yang
didominasi oleh tumbuhan nipah (Nypa sp.) yang menjadi habitat salah satu anggota Nereididae yaitu cacing
nipah (5). Kondisi hutan mangrove nipah di wilayah ini mulai dikonversi menjadi pemukiman, pergudangan dan
telekomunikasi.
Hilangnya tumbuhan nipah yang merupakan habitat spesifik cacing nipah akan berdampak pada
keberlanjutan populasi cacing nipah. Pemanfaatan cacing ini oleh masyarakat Pontianak dan sekitarnya
sebagai umpan pancing juga akan menjadi faktor pemicu penurunan populasinya. Cacing ini memiliki harga
jual yang relatif tinggi di pasar tradisional mendorong banyaknya penggalian di alam. Harga cacing nipah
hidup berkisar antara Rp. 6.000-25.000 per ekor dengan berat antara 5-50 gram.
N. rhodochorde yang ditemukan di hutan mangrove Sei Kakap termasuk spsies baru6), oleh sebab
itu potensinya ini belum banyak diketahui. Aspek-aspek biologi cacing ini juga masih belum banyak diungkap.
Penelitian ini mencoba mengetahui karakteristik morfologi dan habitat cacing nipah. Informasi ini diharapkan
dapat menjadi data awal untuk mengetahui aspek-aspek biologi cacing nipah secara lengkap.
2. METODE PENELITIAN
2.1. Tempat dan waktu
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan hutan mangrove Kecamatan Sei Kakap pada bulan Mei -
Oktober 2007. Lokasi penelitian terletak pada posisi geografis 0,0 02,5240,0 03,016 LS dan 10909,49
110910,00 2BT. Pengamatan morfologi cacing nipah dilakukan di Laboratorium Biologi FMIPA dan
Analisis tanah di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura.
Cacing juga dapat dibedakan berdasarkan warna khususnya pada individu mature, perbedaan ini
tidak dijumpai pada individu immature. Cacing nipah betina memiliki dua pola warna, betina immature
berwarna merah muda yamg akan berubah menjadi merah tua seiring dengan proses ke arah maturitas.
Pada satu tubuh betina yang mengalami regenerasi memiliki dua bagian warna, warna bagian yang baru
terbentuk umumnya berwarna merah cerah seperti warna betina immature.
160
140
Panjang & Bobot Tubuh
120
100
80
60
40
Panjang Tubuh (cm)
20
Bobot Tubuh (g)
0
1
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
41
43
45
Jumlah Individu
Gambar 1. Ukuran panjang dan bobot tubuh cacing nipah di Kawasan Hutan Mangrove Sei Kakap
Segmen pertama (prostomium) dengan lekukan longitudinal berbentuk segitiga sampai segiempat.
Pada prostomim terdapat antenna pendek, palpus terletak agak ke tengah dengan ujung tumpul dengan dua
bagian bersambungan. Cacing nipah memiliki dua pasang mata berukuran kecil berwarna hitam yang akan
tampak jelas dan membesar pada saat musim reproduksi6). Selama penelitian tidak ditemukan spesimen
cacing nipah yang memiliki mata, diduga saat penelitian cacing nipah tidak pada musim memijah. Segmen
kedua (peristomium) memiliki cirrus tentakel pendek sebanyak empat pasang, satu pasang di anterodorsal
memiliki ukuran lebih panjang sedangkan yang terletak dibagian posterodorsal lebih pendek. Rahang
berwarna hitam dengan bagian ujung agak tumpul.
Parapodia (kaki) ada pada kedua sisi tubuh, pada satu sisi memiliki tipe biramus (bercabang dua),
masing-masing memiliki cirrus dorsal yang panjang dan acicula. Parapodia pada bagian posterior seperti
daun tersusun rapat. Dorsal cirri berbentuk mirip tabung pada bagian tengah tubuh dan memipih ke arah
bawah. Cirrus ventral kecil, berbentuk sigitiga dengan ujung membulat dan memipih dari bagian anterior ke
arah posterior.
Seta hanya terdiri atas berkas neuroseta sedangkan notoseta tidak ada. Seta supra-neuroacicula,
tipe sesquigomph spiniger terutama pada kumpulan seta postacicula. Tipe seta heterogomph falcigers ada
pada berkas seta preacicula. Seta pada bagian sub-neuroacicula hanya bertipe heterogomph falciger. Seta
berwarna keemasan sedangkan acicula berwarna hitam. Pygidium (segmen akhir) dengan ukuran segmen
lebih kecil dan terdapat cirrus anal yang terletak di bagian ventrolateral
mempengaruhi organisme tanah. Nilai pH yang diukur antara 6,07-6,10. Kondisi ini sangat dipengaruhi oleh
banyaknya bahan organik yang terdekomposisi.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Parameter Fisik-kimia Tanah Hutan Mangrove Sei Kakap
Ulangan
No. Parameter (satuan) Rata-rata
I II
1 Salinitas (ppt) 10,00 14,00 12,00
2 Suhu (C) 27,67 27,00 27.33
3 pH tanah 6,07 6,10 6.08
4 C-organik Tanah (%) 13,42 21,52 17.47
5 C-organik Pelepah Nipah (%) 39,75 43,50 41.62
6 C-organik Cacing (%) 53,89 54,38 54.13
7 Pasir (%) 2,07 1,76 1.91
8 Lumpur (%) 71,23 72,46 71.84
9 Liat (%) 26,70 25,77 26.23
Bahan organik tanah dapat diketahui dengan mengukur kandungan karbon organik. Hasil
pengukuran kandungan karbon organik tanah berkisar antara 13,42 - 21,52% (Tabel 1), nilai ini tergolong
tinggi. Nilai karbon organik tinggi disebabkan tingginya proses dekomposisi bahan organik yang berasal dari
proses pembusukan. Kondisi lokasi dengan kerapatan pohon nipah memungkinkan bahan organik yang
terbentuk akan terakumulasi dan tidak terbawa ke luar lokasi oleh pasang surut air laut.
Kandungan karbon organik yang tinggi dalam jaringan tumbuhan nipah terkait erat dengan tingginya
kandungan karbon organik tanah. Hasil pengukuran kandungan karbon organik dalam jaringan tumbuhan
nipah antara 39,75-43,50% (Tabel 1). Nilai ini tergolong tinggi, karbon organik jaringan tumbuhan nipah
menjadi penyumbang tingginya kandungan karbon organik dalam tanah. Karbon organik tinggi dalam tubuh
cacing nipah merupakan akumulasi karbon organik yang berasal dari karbon organik tanah dan jaringan
tumbuhan nipah. Hasil pengukuran kandungan karbon organik dalam tubuh cacing nipah antara 53,89
54,38% (Tabel 1).
Bahan organik dalam tanah juga berkorelasi dengan ukuran partikel tanah11). Tekstur tanah di lokasi
penelitian tergolong lumpur dengan sedikit liat, hal ini berhubungan dengan kondisi topografi lokasi yang
landai sehingga memungkinkan pengendapan labih tinggi. Hasil pengukuran tekstur tanah di lokasi penelitian
sebagai berikut fraksi pasir antara 1,76% - 2,07%, lumpur antara 71,23 - 72,46% dan liat antara 25,77 -
26,70% (Tabel 1). Tekstur tanah dengan fraksi lumpur dengan sedikit liat umumnya memiliki kandungan
bahan organik yang tinggi11).
4. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan: (1) N. rhodochorde berwarna merah sampai merah muda,
panjang tubuh cacing nipah antara 22,2-149,3 cm dan bobot 1,45-63,74 g dengan 31 immature dan 14
individu immature. Diameter tubuh hampir sama pada bagian anterior sampai median, memipih dan mengecil
sampai posterior dengan pertambahan panjang lebih cepat dari bobot tubuh. Tipe seta sesquigomph spiniger
dan heterogomph falcigers; (2) Habitat yang cacing nipah berupa tanah dengan kandungan karbon organik
tinggi salinitas rendah, suhu rendah dan tekstur berupa lumpur. Cacing nipah (N. rhodochorde) lebih
menyukai tanah dengan kandungan karbon organik tinggi hasil proses dekomposisi jaringan tumbuhan nipah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arvanitidis, C., Koutsoubas, C., Dounas, C. and Eleftheriou, A. 1999. Annelid fauna of Mediterranean
lagoon (Gialova lagoon, South West Greece): Community structure in a severely fluctuating
environment. J. Mar. Biol. Ass. U.K. 79: 849-856.
2. Levin, L.A. 1998. Polychaetes as environmental indicator: response to low oxygen and organic
enrichment. Abstract of 6th International Polychaete Conference. Brazil, 2 7 Agustus 1998.
3. Olive, P.J.W. 1999. Polychaete aquaculture and polychaete science: a mutual synergism. Hydrobiologia
402: 175-183.
4. Batista, F.M., Costa, P.F., Ramos, A., Passos, A.M., Ferreira, P.P. and Fonseca. L.C.2003. Production
of the ragworm Nereis diversicolor (O.F. Muller, 1776), fed with a diet for gilthead seabream Sparus
auratus L., 1758: survival, growth, feed utilization and oogenesis. Bol. Inst. Esp. Oceanograf. 19:447-451
5. Junardi. 2007. Struktur populasi dan preferensi habitat cacing nipah (Namalycastis cf. indica) di
Perairan Sei Kakap Kalimantan Barat. [Laporan Penelitian]. Pontianak: Universitas Tanjungpura.
6. Glasby, C.J., Miura, T., Nishi, E. and Junardi. 2007. A new species of Namalycastis (Polychaeta:
Nereididae: Namanereidinae) from the shores of South-east Asia. The Beagle, Rec. Mus. Art. Gall.
Norht.Terr. 23:21-27.
7. Krebs C.J. 1989. Ecological Methodology. New York: Harper Collins Publishers.
8. Beesley, P.L., Ross, G.J.B. and Glasby, C.J. 2000. Polychaetes and allies: The Southern synthesis.
Fauna of Australia vol. 4A. Polychaeta, Myzostomida, Pogonophora, Echiura, Sipuncula. Melbourne:
SCIRO.
9. Glasby, C.J. 1999. The Namanereidinae (Polychaeta:Nereididae). Part 1. Taxonomy and phylogeny.
Rec. Aus. Mus. Supp. 25:1-129.
10. Wu, B.L., Ruiping, S. and Yang, D.J. 1985. The Nereidae (Polychaetous Annelid) of Chinese Coast.
China Ocean Press. Beijing.
11. Wood, M.S. 1987. Subtidal ecology. Australia. Edward Arnold Pty. Ltd.