Anda di halaman 1dari 35

LIBRARY MANAGER

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DATE SIGNATURE


DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT
JANUARI 2013

TEKNIK AUTOPSI FORENSIK

OLEH

Maria Teresa Wea 0808013579

Maria Victoria Seran 0808013580

PEMBIMBING

dr. Arkipus Pamuttu

KONSULEN

dr. Berti Julian Nelwan, M.Si, Sp.PA, DFM, Sp.F

DISUSUN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


PADA BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013

1
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Maria Teresa Wea 0808013579

Maria Victoria Seran 0808013580

Telah menyelesaikan referat dengan judul Teknik Autopsi Forensik dalam rangka
menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Januari 2013

Supervisor Pembimbing

dr. Berti Julian Nelwan M.Si, Sp.PA, DFM, Sp.F dr. Arkipus Pamuttu

2
DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL............................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
BAB 2. ISI............................................................................................................................ 3
2.1 PENGERTIAN AUTOPSI .............................................................................................. 3
2.2 JENIS JENIS AUTOPSI ............................................................................................. 3
2.2.1 Autopsi Klinik .................................................................................................... 3
2.2.2 Autopsi Forensik Medikolegal ........................................................................ 4
2.3 Dasar hukum pelaksanaan Autopsi ................................................................................ 5
2.4 Persiapan Sebelum Tindakan Autopsi ............................................................................ 6
2.5 Perlengkapan Untuk Autopsi .......................................................................................... 7
2.6 Pemeriksaan Luar ............................................................................................................ 8
2.7 Teknik Autopsi ................................................................................................................ 10
2.7.1 Teknik Virchow .................................................................................................. 11
2.7.2 Teknik Rokitansky .............................................................................................. 11
2.7.3 Teknik Letulle ..................................................................................................... 11
2.7.4 Teknik Ghon ....................................................................................................... 12
2.8 Pemeriksaan Dalam ......................................................................................................... 13
2.9 Insisi ................................................................................................................................ 19
2.10 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................................ 27
2.11 Perawatan Mayat Setelah Autopsi ................................................................................ 29
BAB 3 PENUTUP ................................................................................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Pada zaman dahulu orang Mesir tidak menggunakan tubuh orang mati untuk

mempelajari perjalanan suatu penyakit, organ tubuh pada mayat hanya dipakai

untuk diawetkan. Orang Yunani dan Indian melakukan kremasi tanpa dilakukan

pemeriksaan; bangsa Romawi, Cina, dan Muslim menganggap tabu untuk

memotong tubuh manusia. Pada abad pertengahan, pembedahan mayat tidak

diijinkan.1

Pembedahan mayat untuk pembelajaran dilakukan pertama kali pada tahun

300 SM oleh Herophilus dan Erasistratus, ilmuwan Alexandria. Namun yang

pertama kali menemukan adanya hubungan antara tanda dan gejala pada pasien

adalah ilmuwan Yunani, Galen dari Pergamum. Ini merupakan perkembangan

yang signifikan yang mengarah ke autopsi dan mematahkan pandangan lama

untuk pengembangan ilmu kedokteran.1

Kelahiran kembali anatomi terjadi selama Renaissance, dikerjakan oleh

Andreas Vesalius ( De humani corporis fabrica, 1543) yang membuat mungkin

untuk menentukan penyakit berdasarkan anatomi normal. Leonardo da Vinci

membedah 30 mayat dan menulis kelainan anatomi. Begitu juga Michaelangelo

yang melakukan beberapa pembedahan. Pada awal abad ke 13, Frederick II

meminta dua tubuh korban eksekusi kriminal setiap dua tahun untuk dikirim ke

sekolah kedokteran. Antonio Benivieni, pada abad ke 15 melakukan 15 autopsi

4
untuk menentukan sebab kematian dan secara signifikan memiliki hubungan

antara gejala dan apa yang ditemukan. 1

Autopsi berkembang oleh Giovanni Morgagni, bapak Patologi modern,

yang pada tahun 1761 mendeskripsikan apa yang bisa dilihat dengan mata

telanjang. Pada penelitiananya yang besar On the Seats and Causes of Diseases

as Investigated by Anatomy, ia membandigkan gejala dan observasi pada 700

pasien dengan temuan anatomis pada pemeriksaan tubuh. 1

Oleh Karl van Rokitansky dari Vienna (1804-1878), autopsi dengan mata

telanjang mencapai puncaknya. Rokitansky menggunakan mikroskop dan terbatas

oleh teori humoralnya. Seorang ahli patologi Jerman, Rudolf Virchow (1821-

1902), yang memperkenalkan doktrin selular, perubahan-perubahan pada sel

merupakan dasar untuk memahami suatu penyakit pada patologi dan autopsi.

Autopsi modern sudah diperluas termasuk penerapan berbagai ilmu dan

semua instrument dari spesialisasi dasar ilmu modern. Pemeriksaan diperluas

bahwa struktur sel terlalu kecil untuk dilihat kecuali dengan menggunakan

mikroskop elektron.1

5
BAB 2

ISI

2.1 Pengertian Autopsi

Secara etimologis, autopsi berasal kata dari Auto yang artinya sendiri dan

Opsis yang artinya melihat.1-3 Yang dimaksudkan dengan autopsi adalah

pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari pemeriksaan terhadap bagian

luar maupun bagian dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau

adanya cedera, melakukan interpretasi atas penemuan penemuan tersebut,

menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab akibat antara kelainan

kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.3

2.2 Jenis jenis Autopsi

Berdasarkan tujuannya autopsi digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu autopsi

klinik dan autopsi forensik atau autopsi medikolegal.3

2.2.1 Autopsi klinik; dilakukan terhadap mayat seseorang yang menderita

penyakit, dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Jenis autopsi

ini mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan.

Adapun tujuan dilakukan autopsi klinik adalah 3,4 :

Menentukan sebab kematian yang pasti

Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan

sesuai dengan diagnosis post-mortem

Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan

diagnosis klinis dan gejala gejala klinik

6
Menentukan efektifitas pengobatan

Mempelajari perjalanan lazim suatu proses penyakit

Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter

2.2.2 Autopsi Forensik atau Medikolegal; dilakukan terhadap mayat seseorang

berdasarkan peraturan perundang undangan. Untuk melakukan autopsi

forensik ini, diperlukan suatu surat permintaan pemeriksaan atau pembuatan

Visum et Repertum (VeR) dari pihak yang berwenang, dalam hal ini pihak

penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseorang yang

menghalang halangi dilakukannya autopsi forensik, yang bersangkutan

dapat dituntut berdasarkan undang undang yang berlaku.2

Adapun tujuan dilakukannya autopsi forensik adalah :

Membantu dalam hal penentuan identitas mayat

Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian

serta memperkirakan saat kematian

Mengumpulkan serta mengenali benda benda bukti untuk

penentuan identitas benda penyebab serta identitas pelaku kejahatan

Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam

bentuk visum et repertum

Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam

penentuan identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah

7
2.3 Dasar Hukum Pelaksanaan Autopsi

Aspek hukum yang terkait dengan autopsi antara lain; pihak yang berhak

meminta VeR, dasar hukum autopsi forensik, barang bukti, dan menentukan saat

kematian.

Pihak yang berhak meminta VeR adalah; penyidik (KUHAP I butir 1, 6, 7,

120, 133, PP RI No 27 Th 1983) yakni pejabat polisi negara RI tertentu sekurang-

kurangnya berpangkat PELDA (AIPDA) serta berpangkat bintara dibawah

PELDA (AIPDA). Selanjutnya penyidik pembantu (KUHAP I Butir 3,10, PP RI

No 27 Th 1983) yaitu pejabat polisi Negara RI tertentu yang sekurang-kurangnya

berpangkat SERDA polisi ( BRIPDA). Selain itu Provos berdasarkan UU No I

Darurat Th 1958, Keputusan Pangab No Kep/04/P/II/1984. Terakhir adalah hakim

pidana (KUHAP 180).

Dasar hukum autopsi forensik adalah KUHAP 133, KUHAP 134, KUHP

222, Reglemen pencatatan sipil Eropa 72, Reglemen pencatatan sipil Tionghoa,

STBL 1871/91, UU RI No 23 Th 1992 Pasal 70.

Dasar hukum yang berkaitan dengan barang bukti berdasarkan KUHAP 42,

yakni barang bukti harus diperiksa oleh dokter untuk dicatat kemudian dilaporkan

dalam VeR; barang bukti setelah diperiksa diserahkan kepada penyidik

secepatnya dengan disertai surat tanda penerimaan yang ditanda-tangani oleh

penyidik.

Untuk menentukan saat kematian berdasarkan PP No 18 th 1981, yakni

secara konvensional; seseorang telah meninggal dunia apabila keadaan insane

yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,

8
pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti. Khusus untuk

transplantasi; saat kematian ditentukan oleh dua dokter yang tidak ada hubungan

dengan dokter yang melakukan transplantasi dan penentuan kematian di RS

modern menggunakan EEG, yaitu alat yang mencatat aktivitas otak.

2.4 Persiapan Sebelum Tindakan Autopsi

Sebelum memulai autopsi, ada beberapa hal yang penting untuk

dipersiapkan yaitu sebagai berikut :

Pertama, kelengkapan surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan

dilakukan. Dalam hal autopsi forensik, perhatikan apakah surat permintaan atau

pembuatan Visum et Repertum telah ditandatangani oleh pihak penyidik yang

berwenang untuk autopsi forensik, mutlak dilakukan pemeriksaan lengkap yang

meliputi pembukaan seluruh organ tubuh dan pemeriksaan seluruh organ.3

Kedua, pastikan mayat yang akan diautopsi benar-benar adalah mayat

yang dimaksudkan dalam surat yang bersangkutan dalam hal ini surat permintaan

VeR. Dalam hal autopsi forensik, perhatikan terhadap mayat yang akan diperiksa

telah dilakukan identifikasi oleh pihak yang berwenang berupa penyegelan

dengan label polisi yang diikatkan pada ibu jari kaki mayat. Hal ini untuk

memenuhi ketentuan mengenai penyegelan barang bukti. Label dari polisi ini

memuat antara lain nama, alamat, tanggal kematian, dan sebagainya yang harus

diteliti apakah sesuai dengan data data yang tertera dalam Surat Permintaan

Pemeriksaan.3

9
Ketiga, kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya

kematian selengkap mungkin. Pada kasus autopsi forensik, informasi mengenai

kejadian yang mendahului kematian, keadaan pada TKP dapat memberi petunjuk

bagi pemeriksaan serta dapat membantu menentukan jenis pemeriksaan khusus

yang mungkin diperlukan. Kurang atau tidak terdapatnya keterangan keterangan

tersebut di atas dapat mengakibatkan terlewat atau hilangnya bukti bukti yang

penting, misalnya saja tidak diambilnya cairan empedu, padahal korban kemudian

ternyata adalah seorang pecandu narkoba.3

Keempat, periksa kelengkapan alat - alat yang diperlukan sepanjang

pelaksanaan autopsi. Untuk melakukan autopsi yang baik, tidaklah diperlukan alat

alat yang mewah, namun tersedianya beberapa alat tambahan kiranya perlu

mendapat perhatian yang cukup.3

2.5 Perlengkapan Untuk Autopsi

Untuk melakukan suatu autopsi yang baik, diperlukan alat alat sebagai

berikut3 :

Kamar autopsi

Meja autopsi

Peralatan autopsi

Peralatan untuk pemeriksaan tambahan

Peralatan tulis menulis dan fotografi

10
2.6 Pemeriksaan Luar

Pemeriksaan yang dilakukan pada pemeriksaan luar dimulai dari

pemeriksaan label pada jempol kaki mayat yang berasal dari pihak kepolisian.

Gunting pada tali pengikat, simpan bersama berkas pemeriksaan. Catat warna,

bahan, dan isi label selengkap mungkin. Sedangkan label rumah sakit, untuk

identifikasi di kamar zenazah, harus tetap ada pada tubuh mayat.3

Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta kondisi (ada tidaknya

bercak/pengotoran) dari penutup mayat. Mencatat jenis/bahan, warna, corak, serta

kondisi (ada tidaknya bercak/pengotoran) dari bungkus mayat. Catat tali

pengikatnya bila ada. Mencatat pakaian mayat dengan teliti mulai dari yang

dikenakan di atas sampai di bawah, dari yang terluar sampai terdalam. Pencatatan

meliputi bahan, warna dasar, warna dan corak tekstil, bentuk/model pakaian,

ukuran, merk penjahit, cap binatu, monogram/inisial, dan tambalan/tisikan bila

ada. Catat juga letak dan ukuran pakaian bila ada tidaknya bercak/pengotoran atau

robekan. Saku diperiksa dan dicatat isinya.3

Mencatat perhiasan mayat, meliputi jenis, bahan, warna, merek, bentuk

serta ukiran nama/inisial pada benda perhiasan tersebut. Mencatat benda di

samping mayat. Mencatat perubahan tanatologi : Lebam mayat; letak/distribusi,

warna, dan intensitas lebam..3

Kaku mayat; distribusi, derajat kekakuan pada beberapa sendi, dan ada

tidaknya spasme kadaverik.

Suhu tubuh mayat; memakai termometer rektal dam dicatat juga suhu

ruangan pada saat tersebut.

11
Pembusukan.

Lain-lain; misalnya mumifikasi atau adiposera.

Mencatat identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa/ras, perkiraan

umur, warna kulit, status gizi, tinggi badan, berat badan, disirkumsisi/tidak, striae

albicantes pada dinding perut. Mencatat segala sesuatu yang dapat dipakai untuk

penentuan identitas khusus, meliputi rajah/tatoo, jaringan parut, kapalan, kelainan

kulit, anomali dan cacat pada tubuh.3

Memeriksa distribusi, warna, keadaan tumbuh, dan sifat dari rambut.

Rambut kepala harus diperiksa, contoh rambut diperoleh dengan cara memotong

dan mencabut sampai ke akarnya, paling sedikit dari 6 lokasi kulit kepala yang

berbeda. Potongan rambut ini disimpan dalam kantungan yang telah ditandai

sesuai tempat pengambilannya.

Memeriksa mata, seperti apakah kelopak terbuka atau tertutup, tanda

kekerasan, kelainan. Periksa selaput lendir kelopak mata dan bola mata, warna,

cari pembuluh darah yang melebar, bintik perdarahan, atau bercak perdarahan.

Kornea jernih/tidak, adanya kelainan fisiologik atau patologik. Catat keadaan dan

warna iris serta kelainan lensa mata. Catat ukuran pupil, bandingkan kiri dan

kanan.

Mencatat bentuk dan kelainan/anomali pada daun telinga dan hidung.

Memeriksa bibir, lidah, rongga mulut, dan gigi geligi. Catat gigi geligi dengan

lengkap, termasuk jumlah, hilang/patah/tambalan, gigi palsu, kelainan letak,

pewarnaan, dan sebagainya. Bagian leher diperiksa jika ada memar, bekas

12
pencekikan atau pelebaran pembuluh darah. Kelenjar tiroid dan getah bening juga

diperiksa secara menyeluruh.

Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan. Pada pria dicatat kelainan

bawaan yang ditemukan, keluarnya cairan, kelainan lainnya. Pada wanita dicatat

keadaan selaput darah dan komisura posterior, periksa sekret liang sanggama.

Perhatikan bentuk lubang pelepasan, perhatikan adanya luka, benda asing, darah

dan lain-lain. Perlu diperhatikan kemungkinan terdapatnya tanda perbendungan,

ikterus, sianosis, edema, bekas pengobatan, bercak lumpur atau pengotoran lain

pada tubuh.3

Bila terdapat tanda-tanda kekerasan/luka harus dicatat lengkap. Setiap luka

pada tubuh harus diperinci dengan lengkap, yaitu perkiraan penyebab luka, lokasi,

ukuran, dan lain lain. Dalam luka diukur dan panjang luka diukur setelah kedua

tepi ditautkan. Lokalisasi luka dilukis dengan mengambil beberapa patokan,

antara lain : garis tengah melalui tulang dada, garis tengah melalui tulang

belakang, garis mendatar melalui kedua puting susu, dan garis mendatar melalui

pusat. Pemeriksaan ada tidaknya patah tulang, serta jenis/sifatnya.3

2.7 Teknik Autopsi

Terdapat empat teknik autopsi dasar yang dikenal dalam pembedahan mayat

namun pada umumnya setiap teknik autopsi hanya memiliki sedikit perbedaan

atau merupakan modifikasi dari empat teknik autopsi dasar tersebut. Perbedaan

terutama dalam hal pengangkatan keluar organ, baik dalam hal urutan

13
pengangkatan maupun jumlah atau kelompok organ yang dikeluarkan pada satu

waktu, serta bidang pengirisan pada organ yang diperiksa.

Adapun keempat teknik autopsi dasar tersebut adalah sebagai berikut3-7 :

2.7.1 Teknik Virchow

Teknik ini mungkin merupakan teknik autopsi yang tertua. Setelah

dilakukan pembukaan rongga tubuh, organ organ dikeluarkan satu persatu dan

langsung diperiksa. Dengan demikian kelainan kelainan yang terdapat pada

masing masing organ dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar

beberapa organ yang tergolong dalam satu sistim menjadi hilang. Dengan

demikian, teknik ini kurang baik bila digunakan pada autopsi forensik, terutama

pada kasus penembakan dengan senjata api dan penusukan dengan senjata tajam,

yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah serta dalamnya penetrasi yang

terjadi.

2.7.2 Teknik Rokitansky

Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan

beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ organ tersebut dikeluarkan

dalam kumpulan kumpulan organ (en bloc). Teknik ini jarang dipakai karena

tidak menunjukkan keunggulan yang nyata atas teknik lainnya. Teknik ini pun

tidak baik digunakan untuk autopsi forensik.

2.7.3 Teknik Letulle

Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma dan perut

dikeluarkan sekaligus (en masse). Kepala diletakkan di atas meja dengan

permukaan posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar para aorta

14
diperiksa, aorta dibuka sampai arcus aortae dan Aa. Renales kanan dan kiridibuka

serta diperiksa.

Aorta diputus di atas muara arteri renalis. Rectum dipisahkan dari sigmoid.

Organ urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat

pada dua tempat dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat

dilepaskan. Esofagus dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung

dipertahankan. Vena cava inferior serta aorta diputus di atas diafragma dan

dengan demikian organ leher dan dada dapat dilepas dari organ perut.

Dengan pengangkatan organ organ tubuh secara en masse ini, hubungan

antar organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh.

Kerugian teknik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu, serta agak sukar

dalam penanganan karena panjangnya kumpulan organ organ yang dikeluarkan

sekaligus.

2.7.4 Teknik Ghon

Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan

bersama hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan

organ (bloc).

Saat ini berkembang teknik autopsi yang merupakan modifikasi dari teknik

Letulle. Organ tidak dikeluarkan secara en masse, tetapi dalam 2 kumpulan.

Organ leher dan dada sebagai satu kumpulan, organ perut serta urogenital sebagai

kumpulan yang lain, setelah terlebih dahulu usus diangkat mulai dari perbatasan

duodenojejunal sampai perbatasan rectosigmoid.

15
Gambar 1. Skema Perbedaan Teknik Autopsi

(Diambil dari kepustakaan no.3)

2.8 Pemeriksaan Dalam3-8

Pada pemeriksaan dalam, organ tubuh diambil satu persatu dengan hati-hati

dan dicatat:

1. Ukuran : Pengukuran secara langsung adalah dengan menggunakan pita

pengukur. Secara tidak langsung dilihat adanya penumpulan pada batas

inferior organ. Organ hati yang mengeras juga menunjukkan adanya

pembesaran.

2. Bentuk. Ada deformitas yang terjadi atau tidak.

3. Permukaan : Pada umumnya organ tubuh mempunyai permukaan yang

lembut, berkilat dengan kapsul pembungkus yang bening. Carilah jika

terdapat penebalan, permukaan yang kasar , penumpulan atau kekeruhan.

4. Konsistensi: Diperkirakan dengan cara menekan jari ke organ tubuh

tersebut.

5. Kohesi: Merupakan kekuatan daya regang anatar jaringan pada organ itu.

Caranya dengan memperkirakan kekuatan daya regang organ tubuh pada saat

16
ditarik. Jaringan yang mudah teregang (robek) menunjukkan kohesi yang

rendah sedangkan jaringan yang susah menunjukkan kohesi yang kuat.

6. Potongan penampang melintang: Disini dicatat warna dan struktur permukaan

penampang organ yang dipotong. Pada umumnya warna organ tubuh adalah

keabu-abuan, tapi hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah darah yang terdapat

pada organ tersebut. Warna kekuningan, infiltrasi lemak, lipofisi, hemosiferin

atau bahan pigmen bisa merubah warna organ. Warna yang pucat merupakan

tanda anemia.

Struktur organ juga bisa berubah dengan adanya penyakit. Pemeriksaan

khusus juga bisa dilakukan terhadap sistem organ tertentu, tergantung dari dugaan

penyebab kematian.

Insisi pada masing-masing bagian-bagian tubuh yaitu :

1. Dada :

a) Seksi Jantung :

Jantung dibuka menurut aliran darah : pisau dimasukkan ke vena kava

inferior sampai keluar di vena superior dan bagian ini dipotong. Ujung pisau

dimasukkan melalui katup trikuspidalis keluar di insisi bilik kanan dan bagian

ini dipotong. Ujung pisau lalu dimasukkan arteri pulmonalis dan otot jantung

mulai dari apeks dipotong sejajar dengan septum interventrikulorum.

Ujung pisau dimasukkan ke vena pulmonalis kanan keluar ke vena pulmonalis

kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau dimasukkan melalui katup mitral

keluar di insisi bilik kiri dan bagian ini dipotong. Ujung pisau kemudian

dimasukkan melalui katup aorta dan otot jantung dari apeks dipotong sejajar

17
dengan septum inetrventrikulorum. Jantung sekarang sudah terbuka, diperiksa

katup, otot kapiler, chorda tendinea, foramen ovale, septum interventrikulorum.

Arteri koronaria diiris dengan pisau yang tajam sepanjang 4-5 mm mulai

dari lubang dikatup aorta. Otot jantung bilik kiri diiris di pertengahan sejajar

dengan epikardium dan endokardium, demikian pula dengan septum

interventrikulorum.

b) Paru-paru :

Paru-paru kanan dan kiri dilepaskan dengan memotong bronkhi dan

pembuluh darah di hilus, setelah perkardium diambil. Vena pulmonalis dibuka

dengan gunting, kemudian bronkhi dan terakhir arteri pulmonalis. Paru-paru

diiris longitudinal dari apeks ke basis.

Tulang dada diangkat dengan memotong tulang rawan iga 1 cm dari

sambungannya dengan cara pisau dipegang dengan tangan kanan dengan

bagian tajam horizontal diarahkan pada tulang rawan iga dan dengan tangan

yang lain menekan pada punggung pisau. Pemotongan dimulai dari tulang

rawan iga no. 2. Tulang dada diangkat dan dilepaskan dari diafragma kanan

dan kiri kemudian dilepaskan mediastinum anterior. Rongga paru-paru

diperiksa adanya perlengketan, darah, pus atau cairan lain kemudian diukur.

Kemudian pisau dengan tangan kanan dimasukkan dalam rongga paru-

paru, bagian tajam tegak lurus diarahkan ke tulang rawan no.1 dan tulang

rawan dipotong sedikit ke lateral, kemudian bagian tajam pisau diarahkan ke

sendi sternoklavikularis dengan menggerak-gerakkan sternum, sendi

dipisahkan. Prosedur diulang untuk sendi yang lainnya.

18
Mediastinum anterior diperiksa adanya timus persistens. Perikardium

dibuka dengan Y terbalik, diperiksa cairan perikardium, normal sebanyak

kurang lebih 50 cc dengan warna agak kuning. Apeks jantung diangkat, dibuat

insisi di bilik dan serambi kanan diperiksa adanya embolus yang menutup

arteri pulmonalis. Kemudian dibuat insisi di bilik dan serambi kiri. Jantung

dilepaskan dengan memotong pembuluh besar dekat perikardium.

2. Perut

a) Esofagus-Lambung-Doudenum-Hati

Semua organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Esofagus

diikat ganda dan dipotong. Diafragma dilepaskan dari hati dan esofagus dan

unit tadi dapat diangkat. Sebelum diangkat, anak ginjal kanan yang biasanya

melekat pada hati dilepaskan terlebih dahulu.

Esofagus dibuka terus ke kurvatura mayor, terus ke duodenum. Perhatikan

isi lambung, dapat membantu penentuan saat kematian. Kandung empedu

ditekan, bulu empedu akan menonjol kemudian dibuka dengan gunting ke arah

papila Vater, kemudian dibuka ke arah hati, lalu kandung empedu dibuka.

Perhatikan mukosa dan adanya batu.

Buluh kelenjar ludah diperut dibuka dari papila Vater ke pankreas.

Pankreas dilepaskan dari duodenum dan dipotong-potong transversal. Hati :

perhatikan tepi hati, permukaan hati, perlekatan, kemudian dipotong

longitudinal. Usus halus dan usus besar dibuka dengan gunting ujung tumpul,

perhatikan mukosa dan isinya, cacing.

b) Ginjal, Ureter, Rektum, dan Kandung Urine:

19
Organ tersebut di atas dikeluarkan sebagai satu unit. Ginjal dengan suatu

insisi lateral dapat diangkat dan dilepaskan dengan memotong pembuluh darah

di hilus, kemudian ureter dilepaskan sampai panggul kecil. Kandung urine dan

rektum dilepaskan dengan cara memasukkan jari telunjuk lateral dari kandung

urine dan dengan cara tumpul membuat jalan sampai ke belakang rektum.

Kemudian dilakukan sama pada bagian sebelahnya. Tempat bertemunya kedua

jari telunjuk dibesarkan sehingga 4 jari kanan dan kiri dapat bertemu,

kemudian jari kelingking dinaikkan ke atas dengan demikian rektum lepas dari

sakrum. Rektum dan kandung urine dipotong sejauh dekat diafragma pelvis.

Anak ginjal dipotong transversal. Ginjal dibuka dengan irisan longitudinal

dari lateral ke hilus. Ureter dibuka dengan gunting sampai kandung urine,

kapsul ginjal dilepas dan perhatikan permukaannya. Pada laki-laki rektum

dibuka dari belakang dan kandung urine melalui uretra dari muka. Rektum

dilepaskan dari prostat dan dengan demikian terlihat vesika seminalis. Prostat

dipotong transversal, perhatikan besarnya penampang.

Testis dikeluarkan melalui kanalis spermatikus dan diiris longitudinal,

perhatikan besarnya, konsistensi, infeksi, normal, tubuli semineferi dapat

ditarik seperti benang.

c) Urogenital Perempuan :

Kandung urine dibuka dan dilepaskan dari vagina. Vagina dan uterus

dibuka dengan insisi longitudinal dan dari pertengahan uterus insisi ke kanan

dan ke kiri. Ke kornu. Tuba diperiksa dengan mengiris tegak lurus pada jarak 1

- 1,5 cm. Ovarium diinsisi longitudinal.

20
Pada abortus provokatus kriminalis yang dilakukan dengan menusuk ke

dalam uterus, seluruhnya : kandung urine, uterus dan vagina, rektum difiksasi

dalam formalin 10% selama 7 hari, setelah itu dibuat irisan tegak lurus pada

sumbu rektum setebal 1,25 cm, kemudian semuanya direndam dalam alkohol

selama 24 jam. Saluran tusuk akan terlihat sebagai noda merah, hiperemis. Dari

noda merah ini dibuat sediaan histopatologi.

Usus halus dipisahkan dari mesenterium, usus besar dilepaskan,

duodenum dan rektum diikat ganda kemudian dipotong. Limpa : dipotong di

hilus, diiris longitudinal, perhatikan parenkim, folikel, dan septa.

3. Leher

Lidah, laring, trakea, esofagus, palatum molle, faring dan tonsil dikeluarkan

sebagai satu unit. Perhatikan obstruksi di saluran nafas, kelenjar gondok dan

tonsil. Pada kasus pencekikan tulang lidah harus dibersihkan dan diperiksa adanya

patah tulang.

4. Kepala

Kulit kepala diiris dari prosesus mastoideus kanan sampai yang kiri

dengan mata pisau menghadap keluar supaya tidak memotong rambut terlalu

banyak. Kulit kepala kemudian dikelupas ke muka dan ke belakang dan

tempurung tengkorak dilepaskan dengan menggergajinya. Pahat dimasukkan

dalam bekas mata gergaji dan dengan beberapa ketukan tempurung lepas dan

dapat dipisahkan. Durameter diinsisi paralel dengan bekas mata gergaji. Falx

serebri digunting dibagian muka. Otak dipisah dengan memotong pembuluh darah

dan saraf dari muka ke belakang dan kemudian medula oblongata. Tentorium

21
serebri diinsisi di belakang tulang karang dan sekarang otak dapat diangkat.

Selaput tebal otak ditarik lepas dengan cunam. Otak kecil dipisah dan diiris

horisontal, terlihat nukleus dentatus. Medula oblongata diiris transversal,

demikiaan pula otak besar setebal 2,5 cm. Pada trauma kepala perhatikan adanya

edema, kontusio, laserasi serebri.

5. Tengkorak Neonatus :

Kulit kepala dibuka seperti biasa, tengkorak dibuka dengan menggunting

sutura yang masih terbuka dan tulang ditekan ke luar, sehingga otak dengan

mudah dapat diangkat.

2.9 Insisi

Insisi dilakukan hingga mencapai kedalamaan setebal kulit saja. Insisi

berbentuk huruf I merupakan insisi yang paling ideal. Insisi I dimulai di bawah

tulang rawan krikoid di garis tengah sampai prosesus xifoideus kemudian 2 jari

paramedian kiri dari pusat sampai simfisis, dengan demikian tidak perlu

melingkari pusat. Atas indikasi kosmetik insisi Y tidak dianjurkan. Insisi

melalui lekukan suprastenal menuju simfisis pubis, lalu dari lekukan

suprasternal ini dibuat sayatan melingkari bagian leher.3,4

22
Gambar 2. Skin Insisi (diambil dari kepustakaan no.5)

Gambar 3. Skin Insisi (diambil dari kepustakaan no.9)

Pada beberapa keadaan tertentu, diperlukan berbagai prosedur khusus

dalam tindakan otopsi, antara lain : insisi Y, insisi pada kasus dengan kelainan

leher, tes emboli udara, tes apung paru, tes pada pneumothorax, dan tes

alphanaphthylamine.4

1. Insisi Y

Insisi Y, tidak dilakukan semata-mata untuk alasan kosmetik, sehingga

jenazah yang sudah diberi pakaian, tidak memperlihatkan adanya jahitan setelah

dilakukan bedah mayat. Ada dua macam insisi Y, yaitu :

23
a) Insisi yang dilakukan dangkal (shallow incision) yang dilakukan pada tubuh

pria.

Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah tulang selangka dan sejajar

dengan tulang tersebut, kiri dan kanan, sehingga bertemu pada bagian

tengah (incisura jugularis).

Lanjutkan sayatan, dimulai dari incisura jugularis ke arah bawah tepat di

garis pertengahan sampai ke sympisis os pubis menghindari daerah

umbilikus.

Kulit daerah leher dilepaskan secara hati-hati sampai ke rahang bawah;

tindakan ini dimulai dari sayatan yang telah dibuat pertama kali.

Dengan kulit daerah leher dan dada bagian atas tetap utuh, alat-alat

dalam rongga mulut dan leher dikeluarkan.

Tindakan selanjutnya sama dengan tindakan pada bedah mayat yang

biasa.

b) Insisi yang lebih dalam (deep incision), yang dilakukan untuk kaum wanita.

Buat sayatan yang letaknya tepat di bawah buah dada, dimulai dari

bagian lateral menuju bagaian medial (proc. Xiphoideus); bagian lateral

disini dapat dimulai dari ketiak, ke arah bawah sesuai dengan arah garis

ketiak depan (linea axillaris anterior), hal yang sama juga dilakukan

untuk sisi yang lain (kiri dan kanan).

Lanjutkan sayatan ke arah bawah seperti biasa, sampai simphisis os

pubis, dengan demikian pengeluaran dan pemeriksaan alat-alat yang

24
berada dalam rongga mulut, leher, dan rongga dada lebih sulit bila

dibandingkan dengan insisi Y yang dangkal.

2. Insisi pada Kasus dengan Kelainan di Daerah Leher

Buat insisi I, yang dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah

seperti biasa, sampai ke simpisis os pubis.

Buka rongga dada, dengan jalan memotong tulang dada dan iga-iga.

Keluarkan jantung, dengan menggunting mulai dari v.cava inferior,

v.pulmonalis, a.pulmonalis, v.cava superior dan terakhir aorta.

Buka rongga tengkorak, dan keluarkan organ otaknya.

Dengan adanya bantalan kayu pada daerah punggung, maka daerah leher

akan bersih dari darah, oleh karena darah telah mengalir ke atas ke arah

tengkorak dan ke bawah, ke arah rongga dada; dengan demikian

pemeriksaan dapat dimulai.

Insisi ini dimaksudkan agar daerah leher dapat bersih dari darah, sehingga

kelainan yang minimalpun dapat terlihat; misalnya pada kasus pencekikan,

penjeratan, dan penggantungan. Prinsip dari teknik ini adalah pemeriksaan daerah

dilakukan paling akhir.

3. Tes emboli udara

Buat sayatan I, dimulai dari incisura jugularis, ke arah bawah sampai

ke symphisis pubis,

Potong rawan iga mulai dari iga ke-3 kiri dan kanan, pisahkan rawan iga

dan tulang dada keatas sampai ke perbatasan antara iga ke-2 dan iga ke-3,

25
Potong tulang dada setinggi perbatasan antara tulang iga ke-2 dan ke-3,

Setelah kandung jantung tampak, buat insisi pada bagian depan kandung

jantung dengan insisi I, sepanjang kira-kira 5-7 sentimeter; kedua ujung

sayatan tersebut dijepit dan diangkat dengan pinset (untuk mencegah air

yang keluar)

Masukkan air ke dalam kandung jantung, melalui insisi yang telah dibuat

tadi, sampai jantung terbenam; akan tetapi bila jantung tetap terapung, maka

hal ini merupakan pertanda adanya udara dalam bilik jantung,

Tusuk dengan pisau organ yang runcing, tepat di daerah bilik jantung kanan,

yang berbatasan dengan pangkal a. Pulmonalis, kemudian putar pisau itu 90

derajat; gelembung-gelembung udara yang keluar menandakan tes emboli

hasilnya positif,

Bila tidak jelas atau ragu-ragu, lakukan pengurutan pada a. Pulmonalis,

ke arah bilik jantung, untuk melihat keluarnya gelembung udara,

Bila kasus yang dihadapi adalah kasus abortus, maka pemeriksaan

dengan prinsip yang sama, dilakukan mulai dari rahim dan berakhir pada

jantung,

Semua yang disebut di atas adalah untuk melakukan tes emboli

pulmoner, untuk tes emboli sistemik, pada prinsipnya sama, letak

perbedaannya adalah pada tes emboli sistemik tidak dilakukan

penusukan ventrikel, tetapi sayatan melintang pada a. Coronaria sinistra

ramus desenden, secara serial beberapa tempat, dan diadakan

pengurutan atas nadi tersebut, agar tampak gelembung kecil yang keluar,

26
Dosis fatal untuk emboli udara pulmoner 150-130 ml, sedangkan untuk

emboli sistemik hanya beberapa ml.

Emboli udara, baik yang sistemik maupun emboli udara pulmoner, tidak

jarang terjadi.Pada emboli sistemik udara masuk melalui pembuluh vena yang ada

di paru-paru, misalnya pada trauma dada dan trauma daerah mediastinum yang

merobek paru-paru dan merobek pembuluh venanya.

Emboli pulmoner adalah emboli yang tersering, udara masuk melalui

pembuluh-pembuluh vena besar yang terfiksasi, misalnya pada daerah leher

bagian bawah, lipat paha atau daerah sekitar rahim (yang sedang hamil); dapat

pula pada daerah lain, misalnya pembuluh vena pergelangan tangan sewaktu

diinfus, dan udara masuk melalui jarum infus tadi. Fiksasi ini penting, mengingat

bahwa tekanan vena lebih kecil dari tekanan udara luar, sehingga jika ada robekan

pada vena, vena tersebut akan menguncup, hal ini ditambah lagi dengan

pergerakan pernapasan, yang menyedot.

4. Tes Apung Paru-paru

Keluarkan alat-alat dalam rongga mulut, leher dan rongga dada dalam

satu kesatuan, pangkal dari esophagus dan trakea boleh diikat.

Apungkan seluruh alat-alat tersebut pada bak yang berisi air.

Bila terapung lepaskan organ paru-paru, baik yang kiri maupun yang

kanan.

Apungkan kedua organ paru-paru tadi, bila terapung lanjutkan dengan

pemisahan masing-masing lobus, kanan terdapat lima lobus dan kiri dua

lobus.

27
Apungkan semua lobus tersebut, catat yang mana yang tenggelam dan

mana yang terapung.

Lobus yang terapung diambil sebagian, yaitu tiap-tiap lobus 5 potong

dengan ukuran 5 mm x 5 mm, dari tempat yang terpisah dan perifer.

Apungkan ke 25 potongan kecil-kecil tersebut, bila terapung, letakkan

potongan tersebu pada dua karton, dan lakukan penginjakan dengan

menggunakan berat badan, kemudian dimasukkan kembali ke dalam air.

Bila terapung berarti tes apung paru positif, paru-paru mengandung

udara, bayi tersebut pernah dilahirkan hidup.

Bila hanya sebagian yang terapung, kemungkinan terjadi pernafasan

partial, bayi tetap pernah dilahirkan hidup.

Tes apung paru-paru dikerjakan untuk mengtahui apakah bayi yang

diperiksa itu pernah hidup. Untuk melaksanakan test ini, persyaratannya sama

dengan test emboli udara, yakni mayatnya harus segar. Cara melakukan tes apung

paru-paru:

Tes Pada Pneumothoraks

Buka kulit dinding dada pada bagian yang tertinggi dari dada, yaitu

sekitar iga ke 4 dan 5 ( udara akan berada pada tempat yang tertinggi ),

Buat kantung dari kulit dada tersebut mengelilingi separuhnya dari

daerah iga 4 dan 5 ( sekitar 10 x 5 cm )

Pada kantung tersebut kemudian diisi air, dan selanjutnya tusuk dengan

pisau, adanya gelembung udara yang keluar berarti ada pneumothorax;

dan bila diperiksa paru-parunya, paru-paru tersebut tampak kollaps,

28
Cara lain; setelah dibuat kantung , kantung ditusuk dengan spuit besar

dengan jarum besar yang berisi air separuhnya pada spuit tersebut; bila

ada pneumothorax, tampak gelembung-gelembung udara pada spuit tadi.

Pada trauma di daerah dada, ada kemungkinan jaringan paru robek,

sedemikian rupa sehingga terjadi mekanisme ventil di mana udara yang masuk

ke paru-paru akan diteruskan ke dalam rongga dada, dan tidak dapat keluar

kembali, sehingga terjadi kumulasi udara, dengan akibat paru-paru akan kolaps

dan korban akan mati. Diagnosa pneumothorax yang fatal semata-mata atas dasar

test ini, bila test ini tidak dilakukan, diagnosa sifatnya hanya dugaan. Cara

melakukan test ini adalah sebagai berikut:

5. Tes Alpha Naphthylamine

Kertas saring Whatman direndam dalam larutan alpha-naphthylamine,

dan keringkan dalamoven, hindari jangan sampai terkena sinar matahari,

Pakaian yang akan diperiksa, yaitu yang diduga mengandung butir-butir

mesiu, dipotong dan di atasnya diletakkan kertas saring yang telah diberi

alpha-naphthylamine,

Di atas kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine tadi ditaruh

lagi kertas saring yang dibasahi oleh aquadest,

Keringkan dengan cara menyeterika tumpukan tersebut, yaitu kain yang

akan diperiksa, kertas yang mengandung alpha-naphthylamine dan kertas

saring yang basah,

29
Test yang positif akan terbentuk warna merah jambu (pink colour), pada

kertas saring yang mengandung alpha-naphthylamine; bintik-bintik

merah jambu tadi sesuai dengan penyebaran butir-butir mesiu pada

pakaian. Test ini dilakukan untuk mengetahui adanya butir-butir mesiu

khususnya pada pakaian korban penembakan.

Setelah otopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam

rongga tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan

otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak. Jahitkan kembali tulang dada dan

iga yang dilepaskan pada saat membuka rongga dada. Jahitkan kulit dengan rapi

menggunakan benang yang kuat, mulai dari dagu sampai ke daerah simfisis. Atap

tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan menjahit otot

temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi. Bersihkan tubuh

mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada pihak keluarga.

2.10 Pemeriksaan Penunjang3,10

Pada otopsi juga dilakukan prosedur laboratorium yaitu :

1. Sediaan histopatologi dari masing-masing organ.

Dari tiap organ diambil sediaan sebesar 2 x 2 x1 cm kubik dan difiksasi

dalam formalin 10%.Organ yang diambil adalah: paru-paru, hati, limpa, pankreas,

otot jantung, arteri koronaria, kelenjar gondok, ginjal, prostat, uterus, korteks

otak, basal ganglia dan dari bagian lain yang menunjukkan adanya kelainan.

2. Pemeriksaan toksikologi

Lambung dan isinya.

30
Seluruh usus dan isinya dengan membuat sekat dengan ikatan-ikatan

pada pada usus setiap jarak sekitar 60 cm.

Darah, yang berasal dari sentral (jantung) dan yang berasal dari perifer

(v. jugularis; a.femoralis, dan sebagainya), masing-masing 50 ml dan

dibagi dua, yang satu diberi bahan pengawet dan yang lain tidak diberi

bahan pengawet.

Hati, sebagai tempat detoksifikasi , diambil sebanyak 500 gram.

Ginjal, diambil keduanya yaitu pada kasus keracunan logam berat

khususnya atau bila urine tidak tersedia.

Otak, diambil 500 gram. Khusus untuk keracunan chloroform dan

sianida, dimungkinkan karena otak terdiri dari jaringan lipoid yang

mempunyai kemampuan untuk meretensi racun walaupun telah

mengalami pembususkan.

Urine, diambil seluruhnya. Karena pada umunya racun akan diekskresikan

melalui urine, khususnya pada test penyaring untuk keracunan narkotika,

alkohol dan stimulan.

Empedu, diambil karena tempat ekskresi berbagai racun.

Pada kasus khusus dapat diambil: jaringan sekitar suntikan, jaringan otot,

lemak di bawah kulit dinding perut, rambut, kuku dan cairan otak.

Prinsip pengambilan sampel pada kasus keracunan adalah diambil

sebanyak-banyaknya setelah kita sisihkan untuk cadangan dan untuk pemeriksaan

histopatologik. Pada pemeriksaan intoksikasi, digunakan alkohol dan larutan

garam jenuh pada sampel padat atau organ. NaF 1% dan campuran NaF dan Na

31
sitrat digunakan untuk sampel cair. Sedangkan natrium benzoate dan phenyl

mercuric nitrate khusus untuk pengawet urine.

3. Pemeriksaan bakteriologi.

Dalam hal ada dugaan sepsis diambil darah dari jantung dan sediaan limpa

untuk pembiakan kuman. Permukaan jantung dibakar dengan menempelkan spatel

yang dipanaskan sampai merah, kemudiaan darah jantung diambil dengan tabung

injeksi yang steril dan dipindah dalam tabung reagen yang steril. Permukaan

limpa dibakar dengan cara tersebut di atas dan dengan pinset dan gunting yang

steril diambil sepotong limpa dan dimasukkan dalam tabung reagen yang steril

dan kedua tabung dikirim ke laboratorium bakteriologi.

4. Sediaan apus bagian korteks otak, limpa dan hati.

Mungkin perlu dilakukan untuk melihat parasit malaria. Sediaan hapus

lainnya adalah dari tukak sifilis atau cairan mukosa.

5. Darah dan cairan cerebrospinalis diambil untuk pemeriksaan analisa

biokimia.

6. Pemeriksaan urine dan feces.

7. Usapan vagina dan anus, utamanya pada kasus kejahatan seksual.

8. Cairan uretra.

2.11 Perawatan Mayat Setelah Autopsi3

Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan kembali ke dalam

rongga tubuh. Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan

otak dikembalikan ke dalam rongga tengkorak.

32
Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka

rongga dada. Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat mulai dari

bawah dagu sampai ke daerah simfisis.

Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan

menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.

Bersihkanlah tubuh mayat dan darah sebelum mayat diserahkan kembali kepada

pihak keluarga.

33
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa :

Autopsi merupakan suatu pemeriksaan terhadap tubuh mayat yang terdiri dari

pemeriksaan luar maupun pemeriksaan dalam.

Tujuan autopsi : menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera,

melakukan interpretasi atas penemuan penemuan tersebut serta mencari

sebab akibat antara kelainan kelainan yang ditemukan dengan penyebab

kematian

Ada dua jenis autopsi yaitu autopsi klinik dan autopsi forensik.

Autopsi forensik atau medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik yang

tertuang dalam Surat Permintaan Visum et Repertum.

Ada empat teknik dasar autopsi / pengeluaran organ yaitu teknik Virchow,

teknik Rokitansky, teknik Letulle dan teknik Ghon. Teknik yang sekarang

paling sering digunakan adalah teknik modifikasi Letulle.

Cara insisi yang dikenal dalam autopsi adalah insisi Y dan insisi I.

Selain pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam, pemeriksaan laboratorium

juga dibutuhkan jika ada indikasi khusus.

Setelah pembedahan selesai, setiap organ dikembalikan ke dalam tubuh sesuai

letak anatominya, kemudian tubuh dijahit sesuai garis insisi menggunakan

teknik jelujur.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. The Autopsy Past And Present dalam
Autopsy Pathology A Manual And Atlas 2nd Edition. Philadelphia :
Saunders;2009.Hal.1-11

2. Sadelman HC. The Autopsy dalam Kobilinsky L: editor : Forensic Medicine.


New York : Chelsea House Publisher;2007.Hal. 28 34
3. Tim Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik.
Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FKUI;2010.Hal.1 45

4. Shepherd R. The Autopsy dalam Simpsons Forensic Medicine 12th Edition.


London : Arnold Hodder Headline Group;2003.Hal.34 5

5. Sheaff MT, Hopster DJ. General Inspection and Initial Stages of Evisceration
dalam Post Mortem Technique Handbook 2nd Edition. London :
Springer;2005.Hal.56 81

6. ----------------------------------. Evisceration Technique dalam Post Mortem


Technique Handbook 2nd Edition. London : Springer;2005.Hal 82 110

7. Ludwig J. Principles of Autopsy Techniques. Immediate, and Restricted


Autopsies, and Other Special Procedures dalam Handbook of Autopsy Practice
3rd Edition. New Jersey : Human Press;2002.Hal.3

8. Finkbeiner WE, Ursell PC, Davis RL. Basic Postmortem Examination dalam
Autopsy Pathology A Manual And Atlas 2nd Edition. Philadelphia :
Saunders;2009.Hal.34-55

9. Collins KA, Hutchins GM. An Introduction To Autopsy Technique : Step-by-


Step Diagram. College of American Pathologists : Advancing
Excellence;2005.Hal.1-22

10. Mozayani A. Toxicology in The Crime Laboratory. In: Mozayani A,


Noziglia C, editors. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and
Practice. New Jersey: Humana Press; 2006.p.249-264

35

Anda mungkin juga menyukai