Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya
disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu
atau kedua paru. Bronkopneumonia sebagai penyakit yang menimbulkan gangguan pada
sistem pernafasan, merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak pada alveoli paru.

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di Negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak
diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia,
sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara . Menurut survey kesehatan nasional
(SKN), 2001, 27,6 %, kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di Indonesia disebabkan
oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia.

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas


pneumonia pada anak balita di Negara berkembang. Faktor resiko tersebut adalah :
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak mendapat
imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin A, tingginya
prevalens kolonisai bakteri pathogen di nasofaring, dan tingginya pajanan terhadap polusi
udara (polusi industri atau asap rokok).

Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini dikarenakan
respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik. Tercatat bakteri sebagai
penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak adalah Streptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae.

1
Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita bronkopneumonia berulang atau
bahkan bisa anak tersebut tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Selain
faktor imunitas, faktor iatrogen juga memacu timbulnya penyakit ini, misalnya trauma pada
paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna.1

Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan yang mencolok walaupun ada
berbagai kemajuan dalam bidang antibiotik. Hal di atas disebabkan oleh munculnya
organisme nosokomial (didapat dari rumah sakit) yang resisten terhadap antibiotik. Adanya
organisme-organisme baru dan penyakit seperti AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome) yang semakin memperluas spektrum dan derajat kemungkinan terjadinya
bronkopneumonia ini.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi 2,3


Bronkopneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang terbatas pada
alveoli kemudian menyebar secara berdekatan ke bronkus distal terminalis. Pada
pemeriksaan histologis terdapat reaksi inflamasi dan pengumpulan eksudat yang
dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang
bervariasi. Berbagai spesies bakteri, klamidia, riketsia, virus, fungi dan parasit dapat
menjadi penyebab.
Bronchopneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah
dari parenkim paru yang melibatkan bronkus / bronkiolus yang berupa distribusi
berbentuk bercak-bercak yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing. Bronchopneumonia adalah radang paru-paru
yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan adanya
bercak-bercak Infiltrat.
Bronchopneumina adalah frekuensi komplikasi pulmonary, batuk produktif
yang lama, tanda dan gejalanya biasanya suhu meningkat, nadi meningkat,
pernapasan meningkat.
Bronchopneumonia disebut juga pneumoni lobularis, yaitu radang paru-paru
yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing. Pneumonia adalah
infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru.
Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:
1) Pneumonia lobaris
2) Pneumonia interstisial
3) Bronkopneumonia

Gambar 2.1 Jenis-jenis pneumonia

3
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan
pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga
mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri,virus, jamur dan benda asing.

2.2 Epidemiologi

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama
pada anak di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas
dan mortalitas anak berusia di bawah lima tahun (balita). Diperkirakan hampir
seperlima kematian anak diseluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal
setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survei kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8%
kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem repiratori, terutama
pneumonia.4

Terdapat berbagai faktor risiko yang menyebabkan tingginya angka mortalitas


pneumonia pada anak balita di negara berkembang. Faktor risiko tersebut adalah:
pneumonia yang terjadi pada masa bayi, berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapat imunisasi, tidak mendapat ASI yang adekuat, malnutrisi, defisiensi vitamin

4
A, tingginya prevalens kolonisasi bakteri patogen di nasofaring, dan tingginya
pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap rokok).4

Diagram 2.1 Penyebab kematian anak dibawah 5 tahun menurut WHO 7

2.3 Etiologi

Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju.5

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


Lahir-20 hari Bakteri Bakteri
E. colli Bakteri anaerob
Streptococcus group B Streptococcus group D
Listeria moonocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonia
Ureaplasma urealyticum
Virus
Virus Sitomegalo
Virus Herpes Simpleks
Tabel 1. Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.5

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


3 minggu-3 bulan Bakteri Bakteri
Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenzae
tipe B
Virus Moraxella catharalis
Virus Adeno Staphylococcus aureus

5
Virus Influenza Ureaplasma urealyticum
Virus Parainflueza 1,2,3 Virus
Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


4 bulan-5 tahun Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Neisseria meningitides
Virus Staphylococcus aureus
Virus Adeno Virus
Virus Influenza Virus Varisela-Zoster
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus

Usia Etiologi yang Sering Etiologi yang Jarang


5 tahun-remaja Bakteri Bakteri
Chlamydia pneumoniae Haemophillus influenzae
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Virus Adeno
Virus Epstein-Barr
Virus Influenza

6
Virus Parainfluenza
Virus Rino
Respiratory Syncytial virus
Virus Varisela-Zoster
Sumber: Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit IDAI.
Jakarta:Cetakan Kedua;350-365.5

2.4 Patogenesis 2,3


Proses patogenesis terkait dengan 3 faktor, yaitu imunitas host, mikroorganisme
yang menyerang, dan lingkungan yang berinteraksi. Cara terjadinya penularan
berkaitan dengan jenis kuman, misalnya infeksi melalui droplet sering disebabkan
Streptococcus pneumonia, melalui selang infus oleh Staphylococcus aureus,
sedangkan infeksi pada pemakaian ventilator oleh Enterobacter dan P. aeruginosa.
Pada masa sekarang, terlihat perubahan pola mikrorganisme adanya perubahan
keadaan pasien seperti gangguan kekebalan, penyakit kronik, polusi lingkungan, dan
penggunaan antibiotic yang tidak tepat menimbulkan perubahan karakteristik kuman.
Dijumpai peningkatan pathogenesis kuman akibat adanya berbagai mekanisme
terutama oleh S. aureus, H. influenza dan Enterobacteriaceae serta berbagai bakteri
gram negative.
Patogen mikrobial dapat berasal dari flora orofaringeal termasuk S. pneumonia,
S. pyogens, M. pneumonia, H. influenza, Moraxalla catarrhalis. Kolonisasi bakteri ini
meningi merusak fibronektin, glikoprotein yang melapisi permukaan mukosa.
Fibronektin merupakan reseptor bagi flora normal gram positif orofaring. Hilangnya
fibronektin menyebabkan reseptor pada permukaan sel terpajan oleh bakteri gram
negative. Sumber basil gram negative dapat berasal dari lambung pasien sendiri atau
alat respirasi yang tercemar.
Penyebaran hematogen ke seluruh paru biasanya dengan infeksi S. aureus dapat
terjadi pada pasien seperti pada keadaan penyalahgunaan obat melalui intravena, atau
pada pasien dengan infeksi akibat kateter intravena. Dua jalur penyebaran bakteri ke

7
paru lainya adalah melalui jalan inokulasi langsung sebagai akibat intubasi trakeaatau
luka tusuk dada yang berdekatan denga tempat infeksi yang berbatasan.
Usia merupakan predictor lain yang penting untuk meramalkan
mikroorganisme penyebab infeksi. Chlamidia trachomatis dan virus sisitial
pernafasan sering terdapat pada bayi berusia dibawah 6 bulan. H. influenza pada anak
berusia antara 6 bulan sampai 5 tahun, M. pneumonia dan C. pneumonia pada orang
dewasa muda dan H. influenza serta M. catarrhalis pada pasie lanjut usia dengan
penyakit paru kronis. H. influenza juga lebih sering didapatkan pada pasien perokok.
Bakteri gram negative lebih sering pada pasien lansia. Pseudomonas aeruginosa pada
pasien bronkiektasis, terapi steroid, malnutrisi dan imunisupresi disertai lekopeni.
Bakteri Streptococcus pneumoniae umumnya berada di nasopharing dan
bersifat asimptomatik pada kurang lebih 50% orang sehat. Adanya infeksi virus akan
memudahkan Streptococcus pneumoniae berikatan dengan reseptor sel epitel
pernafasan. Jika Streptococcus pneumoniae sampai di alveolus akan menginfeksi sel
pneumatosit tipe II. Selanjutnya Streptococcus pneumoniae akan mengadakan
multiplikasi dan menyebabkan invasi terhadap sel epitel alveolus. Streptococcus
pneumoniae akan menyebar dari alveolus ke alveolus melalui pori dari Kohn. Bakteri
yang masuk kedalam alveolus menyebabkan reaksi radang berupa edema dari seluruh
alveolus disusul dengan infiltrasi sel-sel PMN.
Proses radang dapat dibagi atas 4 stadium yaitu :

1. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi
akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

8
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian
dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya
penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan
pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.

Gambar 2.2 Tampak alveolus terisi sel darah merah dan sel sel inflamasi (netrofil)

3. Stadium III (3 8 hari)

Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada
stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.

9
Gambar 2.3 Tampak alveolus terisi dengan eksudat dan netrofil

4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Sebagian besar pneumonia timbul melalui mekanisme aspirasi kuman atau


penyebaran langsung kuman dari respiratorik atas. Hanya sebagian kecil merupakan
akibat sekunder dari bakterimia atau viremia atau penyebaran dari infeksi intra
abdomen. Dalam keadaan normal mulai dari sublaring hingga unit terminal adalah
steril. Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, maka
mikroorganisme dapat masuk, berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Paru terlindung dari infeksi dengan beberapa mekanisme :
1. Filtrasi partikel di hidung
2. Pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis
3. Ekspulsi benda asing melalui refleks batuk
4. Pembersihan kearah kranial oleh mukosiliar
5. Fagositosis kuman oleh makrofag alveolar
6. Netralisasi kuman oleh substansi imun lokal
7. Drainase melalui sistem limfatik

2.5 MANIFESTASI KLINIS 2

10
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas
selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 390-400C dan
mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu,
pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di
sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak
akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk
kering kemudian menjadi produktif.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

1. Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut,


retraksi sela iga.
2. Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
3. Perkusi : Sonor memendek sampai beda
4. Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki
basah gelembung halus sampai sedang

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah


yang terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada
auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses
penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.

2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan
infeksi saluran nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi
terus-menerus, sesak, kebiruan sekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang
(pada bayi), dan nyeri dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang
sakit. Pada bayi muda sering menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi,

11
penurunan kesadaran, kejang atau kembung. Anak besar kadang mengeluh nyeri
kepala, nyeri abdomen disertai muntah.

2. Pemeriksaan Fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih besar jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipneu, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.

Pada anak pra sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk
(non produktif / produktif), takipneu dan dispneu yang ditandai dengan retraksi
dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas,
batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi.

Pedoman klinis membedakan penyebab pneumonia, sebagai berikut :

Pemeriksaan Bakteri Virus Mikoplasma

Anamnesis

Umur Berapapun, bayi Berapapun Usia sekolah

Awitan Mendadak Perlahan Tidak nyata

Sakit serumah Tidak Ya, bersamaan Ya, berselang

Batuk Produktif nonproduktif kering

Gejala penyerta Toksik Mialgia, ruam, Nyeri kepala, otot,


tenggorok
organ bermukosa

12
Fisik

Keadaan umum Klinis > temuan Klinis temuan Klinis < temuan

Demam Umumnya 39C Umumnya < 39C Umumnya < 39C

Auskultasi Ronkhi , suara Ronkhi bilateral, Ronkhi unilateral,


mengi. 14
Napas melemah Difus, mengi

Takipneu berdasarkan WHO :

1. Usia < 2 bulan : 60 x/menit

2. Usia 2-12 bulan : 50 x/menit

3. Usia 1-5 tahun : 40 x/menit

4. Usia 6-12 tahun : 28 x/menit

3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah pada pneumonia umumnya didapatkan Lekositosis
hingga > 15.000/mm3 seringkali dijumpai dengan dominasi netrofil pada hitung
jenis. Lekosit > 30.000/mm3 dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia
streptokokus. Trombositosis > 500.000 khas untuk pneumonia bakterial.
Trombositopenia lebih mengarah kepada infeksi virus. Biakan darah merupakan
cara yang spesifik namun hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak-
anak kecil.

4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan
lokasi anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama

13
pada pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan
pada satu atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh
Staphylokokus pneumonia.

Gambar 3 : Foto toraks PA pada pneumonia lobaris: tampak bercak-bercak


infiltrat pada paru kanan

Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.

b. C-Reactive Protein
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin,
terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara
klinis CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor
infeksi dan non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan
profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri.
CRP kadang-kadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.

c. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada


infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi
diagnosis.

d. Pemeriksaan mikrobiologi

Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan


pemeriksaan mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing,
sputum, aspirasi trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak

14
sekali kendalanya, baik dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam
penelitianpun kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi pada
kurang dari 50% kasus.

2.6. KRITERIA DIAGNOSIS

Dasar diagnosis pneumonia menurut Henry Gorna dkk tahun 1993 adalah
ditemukannya paling sedikit 3 dari 5 gejala berikut ini :

1. sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
2. panas badan
3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit
predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

2.7 DIAGNOSIS BANDING

1. Infeksi perinatal/kongenital (pada neonatus)


2. Hyalin membrane disease/HMD (pada neonatus)
3. Aspirasi pneumonia
4. Edema paru
5. Atelektasis
6. Perdarahan paru
7. Kelainan kongenital parenkim paru
8. Tuberkulosis
9. Gagal jantung kongestif
10. Neoplasma
11. Reaksi hipersensitivitas (pneumonitis).1

15
2.8 Penyulit

1. Empiema (paling sering oleh S. Pneumoniae dan S. Aureus


2. Perikarditis
3. Pneumotoraks
4. Pneumatokel
5. Meningitis bakterialis
6. Artritis supuratif
7. Osteomielitis.1

2.9 PENATALAKSANAAN 2,6

1. Penatalaksaan umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah 60 torr
b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan khusus
a. Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada
72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibioti awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi,
takikardi, atau penderita kelainan jantung
b. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi
klinis
Pneumonia ringan amoksisilin 10-25 mg/kgBB/dosis (di wilayah dengan
angka resistensi penisillin tinggi dosis dapat dinaikkan menjadi 80-90
mg/kgBB/hari).

16
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :

a. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
b. Berat ringan penyakit
c. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
d. Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik :

Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam
pertama) menurut kelompok usia.

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :


- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin


- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
c. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and error) maka
harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24 jam sekali
sampai hari ketiga.

17
Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan yang nyata
dalam 24-72 jam ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan
kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya
penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik
tidak efektif)

2.10 Prognosis 1,3

Dengan pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat yang dimulai secara dini
pada perjalanan penyakit tersebut maka mortalitas selama masa bayi dan masa kanak-
kanak dapat di turunkan sampai kurang 1 % dan sesuai dengan kenyataan ini
morbiditas yang berlangsung lama juga menjadi rendah. Anak dalam keadaan
malnutrisi energi protein dan yang datang terlambat menunjukkan mortalitas yang
lebih tinggi.

18
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS
Nama : By.M
Umur : 1 bulan 18 hari
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Pemeriksaan : 11 Desember 2015
Alamat : Jl. Hiu Putih
Ruangan : Flamboyan
MRS :

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien diantar ke IGD RSUD dr.Doris Sylvanus dengan keluhan sesak sejak 2 hari
SMRS. Keluhan sesak baru pertama kali dirasakan, saat sesak timbul terdengar bunyi
ngik-ngik. Pasien tidak dapat berbaring tanpa bantal yang tinggi. Riwayat tersedak
disangkat ibu pasien
Selain itu, ibu pasien mengatakan bahwa pasien batuk. Batuk muncul bersamaan dengan
sesak. Batuk terus-menerus, berdahar (+) namun dahak tidak bisa dikeluarkan, setelah
batuk diakhiri dengan muntah disangkal oleh ibu pasien.
Os menghabiskan 30ml susu formula dalam setiap kali minum susu. Os juga terlihat
tidak ingin berhenti meminum susu, apabila dot dilepas maka os langsung menangis.

19
Os juga mengalami demam, demam muncul sejak 3 hari smrs. Demam muncul
perlahan, demam turun jika os diberi obat penurun panas namun kemudian demam
muncul kembali, kejang (-), menggigi (-), berkeringan dingin (-), mimisan (-), gusi
berdarah (-), keluar cairan dari telinga (-), muntah (-) dan mencret (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak ada

Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Riwayat Antenatal : ANC (-),riwayat jatuh (-), asma (-), infeksi saluran kencing
(-), keputihan (-)
Riwayat Natal : Lahir ditolong oleh bidan, tidak ada penyulit saat
melahirkan
Spontan/tidak spontan : Spontan
Nilai APGAR : 7/8
Berat Badan Lahir : 3000 gram
Panjang Badan Lahir : Lupa
Lingkar Kepala : Lupa
Penolong : Bidan
Tempat : Dirumah pribadi
Riwayat Neonatal :-

Riwayat Perkembangan :
Tiarap :-
Merangkak :-
Duduk :-
Berdiri :-
Berjalan :-
Saat ini : Menangis, tersenyum, bilang aa...aa
Keterangan :

20
Riwayat Imunisasi

Jenis Dasar Ulangan


(Umur dalam hari/bulan) (Umur dalam bulan)
BCG 1 bln - - -
Polio - - - -
Hepatitis B - - - -
DPT - - - -
Campak - - - -
Status imunisasi : Belum lengkap

Makanan (Tulis jenis, kualitas, kuantitas dan umur )

Umur Jenis Makanan Kualitas Kuantitas Keterangan


1 bulan 18 Susu formula 3 botol 120 ml / botol Tidak langsung
hari habis 120 ml

Riwayat Keluarga
Ikhtisar keturunan : (Gambar keluarga tanda keluarga menderita penyakit sejenis)

Keterangan :
: Asma, Stroke
: Sakit BP
Susunan Keluarga

No Nama Umur L/P Jenis


(Thn) Sehat / Sakit (apa) /
Meninggal (Umur/Sebab)

21
1 Bpk. S 50 L Sehat
2 Ny. J 45 P Sehat
3 Bpk. B 55 L Asma, stroke
4 Ny. S 52 P Sehat
5 Tn. F 32 L Sehat
6 Ny. F 20 P Sehat
7 An. M 5 P Sehat
8 By. M 1 bln 18 hr L Sakit BP

Riwayat Sosial Lingkungan


Os tinggal dirumah keluarga dan dihuni sebanyak 8 orang. Rumah yang ditinggali
os dan keluarga terbuat dari beton dan berada didekat hutan, jumlah jendela dirumah
sebanyak 4 buah yaitu berada di ruang tamu sebanyak 1 buah, kamar tidur sebanyak 2
buah dan didapur sebanyak 1 buah.
Hamipr semua laki-laki yang tinggal dirumah merokok. Jika tidur menggunakan
kelambu, kebiasaan memakai masker saat kabut asap. Dirumah tidak ada keluarga yang
menderita batuk lama

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum : Tampak sesak, tampak rewel
Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda vital :

22
- Nadi : 160 x/menit (reguler, isi cukup, kuat angkat)
- Pernafasan : 56 x/menit
- Suhu : 67,4oC
- Berat badan : 4,3 Kg
- Panjang badan : cm
- Lingkar kepala : Tidak diukur
- Lingkar lengan atas : Tidak diukur

Kulit
Warna : Sawo matang
Sianosis : Tidak ada
Hamangioma : Tidak ada
Turgor : Cepat kembali
Kelembebapan : Cukup
Pucat : Tidak ada
Lain-lain : Hiperpigmentasi (-), ikterik (-), eritema (-)

Kepala :
- Bentuk : Mesocephal
- UUB : Belum menutup, tidak cekung
- UUK : Belum menutup, tidak cekung
- Lain-lain : Tidak ada

Rambut :
- Warna : Hitam
- Tebal / tipis : Tipis
- Distribusi : Tidak merata
- Alopesia : Tidak ada

23
- Lain-lain : Tidak ada

Mata
- Palpebra : Edem (-)
- Alis, bulu mata : Hitam, lebat, tidak mudah dicabut
- Konjungtiva : anemis (-/-)
- Sklera : Ikterik (-/-)
- Produksi air mata : Ada
- Pupil : diameter : 3mm / 3mm (Isokor)
- Simetris : Simetris (+/+)
- Refleks cahaya : Langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
- Kornea : Jernih, konjungtivitis (-), eksopthalmus (-)

- Hidung : Dalam batas normal


- Telinga : Dalam batas normal

Leher :
- Kelenjar GB : Tidak ada pembesaran
- Tiroid : Tidak ada pembesaran
- JVP : Tidak ada peningkatan (52 cmH2O)

Thorak :
- Paru-paru
Inspeksi : Simetris (+/+) retraksi (-/-)
Palpasi : Fremitus vocal (+/+)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) ronkhi (+/+) wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra, thrill (-)

24
Perkusi :
Batas atas : ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas kiri : ICS IV linea midclavicula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung S1 terdengar lebih keras di apeks dan S2 di
ICS 2 parasternal kiri dan kanan
S1-S2 tunggal,reguler, murmur (-) gallop (-)

Abdomen :
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal 12x/menit
Palpasi : Hepar/lien tidak teraba
Perkusi : Timpani

Ekstremitas :
Tangan : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Kaki : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)
Pemeriksaan Penunjang :
- Tabel 2.1 Pemeriksaan laboratorium tanggal : 10/12/2015
Indikator Hasil Nilai rujukan
Hb 4.000 10.000
Hematokrit 350.000-550.000
Trombosit 11,0 16.0
Leukosit 150.000 400.000
GDS < 200

- Hasil Foto Thorak

25
Keterangan :
- Tampak simetris hemitoraks kiri dan kanan, inspirasi tidak maksimal, trakea
terlihat dan berada ditengah, deviasi (-)
- Jantung tidak membesar CTR 47%, sudut sinus costophrenikus tajam pada
hemitoraks kiri dan kanan, diafragma normal
- Pulmo : hili normal, corakan bronkovaskular normal, infiltrat (-)
- Kesan : Jantung ukuran normal dan tidak tampak kelainan pada paru

Masalah
Masalah yang didapatkan pada pasien ini adalah nyeri dada, sesak, badan terasa lemas
dan pada pemeriksaan EKG didapatkan segmen dengan ST elevasi.

Diagnosa :
- Simptom : Angina tipikal, dyspnea, hipertensi
- Kausal : Aterosklerosis
- Klinis : STEMI

Terapi :

26
Penatalaksanaan pada pasien ini di IGD adalah pemberian infus NaCL 0,9% 20tpm,
injeksi Streptokinase, injeksi Enoxaparin sodium 2x0.6mg, Captopril 3x6,25mg dan
Isosorbit dinitrat 5mg 3x1.

Follow Up :

12/12/2015 S Nyeri dada (), sesak (), lemas (+),


TD : 92/64 mmHg pusing (+), kaku dileher (+), mual (-),
N : 83x/menit muntah (-), nyeri BAK (+), hematuria (-),
(Regular, Isi cukup, Kuat angkat) intake (+).
RR : 28 x/menit
t : 36,6oC. O Tampak Sakit Sedang, Compos Mentis
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorak : Simetris, retraksi (-)
P : Vesikuler (+/+), Wheezing (-),
Ronkhi (-)
C : S1-S2 tunggal, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral Hangat (+/+), CRT
<2 detik, Edema (+/+)

A Syndrom Koroner Akut / STEMI


1. EKG
P 2. Cek darah lengkap, GDS,
SGOT/SGPT
3. Foto thorak

O2 masker 4 liter, infus NaCL 500cc/24


Terapi jam, Enoxaparin sodium 0,4mg/12 jam,

27
Captopril 12,5 3x1, Clopidrogel 25mg
1x1, Asam salisilat 1x1, Isosorbit
dinitrate 3x1 k/p, Atorvastatin 40mg 1x1,
Sucralfate syr 3Xic dan Bisoprolol
fumarate 2x1/2mg.
13/12/2015 S Nyeri dada (), sesak (), lemas (+),
TD : 112/78 mmHg, pusing (+), kaku dileher (+), demam (+),
N : 92 x/menit mual (-), muntah (-), BAB (-), nyeri BAK
(Regular, Isi cukup, Kuat angkat) (+) intake (+).
RR : 35x/menit O Tampak Sakit Sedang, Compos Mentis
t : 37,7oC. Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorak : Simetris, retraksi (-)
P : Vesikuler (+/+), Wheezing (-),
Ronkhi (+/+).
C : S1-S2 tunggal, murmur (-),
gallop (-).
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral Hangat (+/+), CRT
<2 detik, Edema (+/+)
A Syndrom Koroner Akut / STEMI

P EKG

Terapi Stopper, Furosemide 40mg, Enoxaparin


sodium 0,4mg/12 jam, Captopril 12,5
3x1, Clopidrogel 25mg 1x1, Asam
salisilat 1x1, Isosorbit dinitrate 3x1 k/p,
Atorvastatin 40mg 1x1, Sucralfate syr

28
3xIC, Bisoprolol fumarate 2x1/2 dan
Acetaminophen 1x1.

14/12/2015 S Nyeri dada (), sesak (), lemas (+),


TD : 120/80 mmHg pusing (+), kaku dileher (+), demam (-),
N : 86 x/menit mual (+), muntah (-), BAB (-), nyeri
(Regular, Isi cukup, Kuat angkat) BAK (+) intake (+).
RR : 24x/menit
t : 36,6oC O Tampak Sakit Sedang, Compos Mentis
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thorak : Simetris, retraksi (-)
P : Vesikuler (+/+), Wheezing (-),
Ronkhi (+/+).
C : S1-S2 tunggal, murmur (-),
gallop (-).
Abdomen : Dalam batas normal
Ekstremitas : Akral Hangat (+/+), CRT
<2 detik, Edema (+/+) ()
A Syndrom Koroner Akut / STEMI

P EKG
Terapi Terapi berupa stopper, Furosemide 40mg,
Enoxaparin sodium 0,4mg/12 jam,
Captopril 12,5 3x1, Clopidrogel 25mg
1x1, Asam salisilat 1x1, Atorvastatin
40mg 1x1, Sucralfat syr 3x1C, Bisoprolol
fumarate 2x1/2, Acetaminophen 1x1 dan
bolus D40.

29
30
Tabel 2.7 Daftar penggunaan obat saat perawatan di Flamboyan

Golongan Nama Generik Nama Paten Dosis Indikasi Kontra Indikasi Efek Samping
Blocker Bisoprolo Beta One 2,5mg dan 1. Hipertensi esensial 1. Syok kardiogenik 1. Pusing,mual,
fumarate 5mg 2. Gagal jantung 2. Gagal jantung kls somnolen
3. Angina pektoris IV + inotropik i.v 2. Bradikardi, hipotensi
stabil 3. AV block derajat 3. Rash(kemerahan)
2&3 4. Gatal
4. Bradikardi berat
(<55x/menit)
5. Hipersensitif,
alergi

Captopril Captopril 12,5mg, 1. Gagal jantung 1. Alergi 1. Hiperkalemia


25mg dan kronik (hipersensitif) 2. Reaksi alergi
50mg 2. Kelainan jantung terhadap obat 3. Kemerahan pada kulit
kiri pasca serangan golongan ACE-I 4. Tekanan darah rendah
jantung 2. Pasien tidak (hipotensi)
3. Penyakit ginjal dapat berkemih 5. Gatal
terkait penyakit (anuria) 6. Batuk kering
gula (diabetes) 3. Penyempitan 7. Detak jantung jantung

31
pembuluh darah cepat (takikardi)
ginjal (stenosis 8. Nyeri dada
bilateral arteri
renal)
4. Kehamilan
trimester 2 dan 3
karena berisiko
menyebabkan
kecacatan atau
kematian

Analgesik, Acetaminophen Paracetamol 500mg 1. Meredakan rasa 1. Hipersensitif 1. Penggunaan jangka


Antipiretik sakit (Sakit terhadap obat ini panjang dan dosis besar
kepala, Sakit gigi 2. Penderita dengan dapat menyebabkan
dan Sakit pada gangguan fungsi kerusakan hati
otot) hati yang berat 2. Reaksi hipersensitifitas
2. Menurunkan
demam

32
Trombolitik Clopidrogel CPG 75mg Mengurangi trombus 1. Hipersensitif 1. Konstipasi
pada infark miokard 2. Mengalami 2. Diare
awal, stroke, perdarahan 3. Ulkus peptikum,
penyakit arteri patologis seperti gaster dan duodenum
perifer, dan gejala ulkus peptikum 4. Muntah
koron atau perdarahan 5. Perdarahn gastritis
intrakranial
er akut
Diuretik Furosemid Furosemid 20mg 1. Edema yang 1. Pasien dengan 1. Mual
menyertai payah gangguan 2. Muntah
jantung kongestif, defisiensi 3. Diare
sirosis hati dan kalsium, 4. Rash kulit
gangguan ginjal glomerulonefritis 5. Pruritus
termasuk sindrom akut, insufisiensi 6. Penglihatan kabur
nefrotik renal
2. Hipertensi 2. Wanita hamil
3. Hipersensitif
4. Anuria
5. Ibu menyusui

33
Antikoagulan Enoxaparin Lovenox 20mg, 1. Profilaksis 1. Riwayat 1. Gejala perdarahan
, Antiplatelet sodium 40mg dan gangguan trombositopenia 2. Trombositopenia
60mg tromboembolik selama terapi 3. Hematoma
vena dengan 4. Nekrosis kulit pada
2. Mencegah enoxaparin tempat injeksi
trombosis pada 2. Perdarahan 5. Alergi pada kulit atau
sirkulasi 3. Lesi organik reaksi alergi sistemik
ekstrakorporasi yang cenderung
selama berdarah
hemodialisa 4. Endokarditis
3. Terapi angina tak bakterial akut
stabil & infark 5. Gangguan
miokard pembekuan
darah mayor
6. Stroke
7. Ulkus GI akut

34
Nitrat Isosorbit dinitrat ISDN 1mg,2,5mg, 1. Mencegah sakit 1. Hipersensitif 1. Pusing
5mg, 10mg, dada yang 2. Hipotensi 2. Muka merah
20mg,30mg disebabkan oleh 3. Hipovolemia 3. Pusing
dan 40mg angina 4. Kardiopati 4. Hipotensi postural
2. Gagal jantung obstruktif 5. Takikardi (dapat
kiri hipertrofik terjadi bradikardi
5. Stenosis aorta paradoksikal)
6. Tamponade 6. Mual dan muntah
jantung 7. Diaforesis
7. Perikarditis 8. Gelisah
konstriksi 9. Kedutan otot
8. Stenosis mitral 10. Palpitasi
9. Anemia berat 11. Nyeri perut
10. Trauma kepala 12. Sinkop
11. Perdarahan otak 13. Methemoglobinemia
12. Glaukoma sudut (pemberian jangka
sempit panjang)

35
Statin Atorvastatin Lipitor 20mg 1. Kolesterol tinggi 1. Hipersnsitif 1. Sakit kepala
(kolesterol total, 2. Gangguan hati 2. Nyeri dada
trigliserida atau berat 3. Bengkak pada kaki
kolesterol jahat 3. Wanita hamil 4. Sinusitis
LDL tinggi) atau menyusui 5. Nyeri sendi
2. Penyakit jantung 6. Nyeri punggung
koroner 7. Diare
8. Rasa lemas
9. Nyeri perut
10. Mual

Antasida & Sucralfate Sucralfate syr 500 mg atau Ulkus lambung dan Hipersensitif 1. Konstipasi
Anti ulkus 200 ml duodenum 2. Mulut terasa kering
Gastritis (radang 3. Diare
lambung) kronis 4. Mual
5. Muntah
6. Tidak nyaman diperut
7. Flatulent
8. Pruritus
9. Rash
10. Mengantuk

36
11. Nyeri punggung
12. Sakit kepala
13. Nyeri abdomen,
peritonitis dan infeksi
sekitar kateter
14. Gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit,
hipovolemia dan
hipervolemia
15. Hipotensi dan
hipertensi
16. Kram otot
17. Sindrom
disequilibrium

Asetosal Asam asetil Aspilet 40mg Rheumatoid arthritis Hipersensitif 1. Sistem pencernaan :
salisilat Demam terhadap aspirin Muah, muntah,
Mengatasi nyeri Asma anoreksia, nyeri
Neuralgia Tukak lamn=bung epigastrium, diare,
Mialgia Hemofilia luka erosif dan

37
Sakit kepala Perdarahan ulseratif
Pencegahan penyakit subkutan
berbasis trombosis Trombositopenia 2. Sistem saraf pusat :
dan emboli Pasien dengan Pusing, sakit kepala,
Pencegahan primer terapi antikoagulan gangguan penglihatan
dan sekunder infark reversibel, tinnitus
miokard dan meningitis

3. Sistem hemopoietik :
Trombositopenia dan
anemia (jarang
terjadi)

4. Sistem pembekuan
darah :
Perpanjangan waktu
perdarahan

5. Sistem urine :
Disfungsi ginjal,
gagal ginjal akut,

38
sindrom nefrotik
(jarang terjadi)

6. Reaksi alergi :
Ruam kulit,
bronkospasme, aspirin
triad (kombinasi asma
bronkial, poliposis
hidung kambuhan,
sinus paranasal,
intoleransi asam
asetilsalisilat dan
obat-obatan seri
pirazolinic)

7. Efek samping lain :


Sindrom reye dan
gagal jantung kronis
(penggunaan jangka
panjang)

39
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pasien ini dari anamnesis ditemukan nyeri dirasakan pada dada kiri
menjalar ke leher disertai sesak napas, berkeringat dingin, badan terasa lemas dan
pusing. Keluhan yang dirasakan pasien ini sesuai dengan gejala angina tipikal yang
merupakan gejala dari STEMI.

Pada pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan tanda vital yaitu tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 80 x/menit (reguler, kuat angkat, isi cukup), pernapasan 28x/menit
(cepat dan dangkal) serta suhu 36,5oC disertai badan lemas, keringat dingin dan pusing.
Tidak bisa beraktivitas dengan kombinasi nyeri dada >30 menit dan banyak keringat
pada pasien ini dicurigai kuat adanya STEMI.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien ini yaitu : Leukosit : 13.02 x 103
/uL, Eritrosit : 4.20 x 106 /uL, Hb : 13,5 g/dl, Trombosit : 215 x 106 /Ul, GDS : 110
mg/Dl, Ureum : 31, Creatinin : 0,78, SGOT :32 , SGPT : 37. Dimana pada hasil
laboratorium ini menunjukkan adanya suatu Leukositosis. Hal ini terjadi karena
meningkatnya jumlah leukosit disebabkan oleh naiknya kadar kortisol yang terjadi
selama reaksi stress akut pada infark miokard. Mekanisme perubahan jumlah leukosit
melibatkan interaksi dari saraf, endokrin dan sistem imun. Dimana miokardium
mempunyai saraf aferen untuk menginformasikan adanya iskemia berat dan ancaman
kerusakan miokardium kepada susunan saraf pusat. Selanjutnya hipothalamus akan
merespon dengan meningkatnya sekresi Corticotropin releasing hormone (CRH) yang
akan merangsang kelenjar adrenal untuk meningkatkan sekresi Adeno-corticotropin
hormon (ACTH), yang kemudian akan mengatur jumlah leukosit dalam darah dan
peningkatan nilai kortisol akan menginduksi granulositosis (leukositosis) dan
limfositopenia relatif.

40
Hasil EKG pada pasien ini yaitu : elevasi segmen ST di sadapan segmen ST di
V1,V2,V3,V4 (Anterior). Yang mana terdapat gambaran elevasi segmen ST pada pasien
ini yaitu merupakan diagnostik untuk STEMI.

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan biomarker jantung karena dari hasil
EKG dan klinis pasien menunjukkan adanya elevasi segmen ST dan gejala IMA
sehingga pasien ini segera mendapat terapi reperfusi tanpa bergantung hasil
pemeriksaan biomarker jantung.

Tatalaksana STEMI pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan awal ketika


masuk di IGD yaitu pemasangan infus dan pemasangan monitor observasi. Setelah
diketahui pasien mengalami STEMI, pasien ditatalaksana dengan pemberian injeksi
fibrinolotik dalam waktu <30 menit sejak masuk. Terapi fibrinolitik dapat menurunkan
risiko relatif dalam kematian dirumah sakit sampai 50% jika diberikan jam pertama
onset gejala STEMI. Pasien juga diberikan Captopril (6,25mg) tablet per oral
digunakan untuk pengobatan hipertensi dan gagal jantung. Selain itu, Isosorbit dinitrat
(5mg) tablet sublingual digunakan untuk pasien nyeri dada yang masih berlangsung
saat tiba diruangan gawat darurat. Setelah itu pasien di observasi per 30 menit dan
kemudian pasien dipindahkan ke ICCU.

Prognosis pada pasien ini berdasarkan klasifikasi Killip termasuk dalam kelas I,
karena tidak terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif dengan mortalitas sekitar 6%
kemungkinan mengalami prognosis yang baik. Berdasarkan TIMI risk factor total poin
pada pasien ini adalah 1 poin atau sekitar 1,6% kemungkinan mengalami prognosis
yang baik.

Edukasi pada pasien ini adalah secondary preventif yaitu meliputi : tirah baring,
rutin minum obat, membawa obat ketika bepergian dari rumah, diet rendah garam, olah
raga ringan yang teratur dan medical check up.

41
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan seorang laki-laki berusia 49 tahun yang masuk rumah sakit
dengan keluhan utama nyeri dada. Nyeri datang saat pasien bekerja, nyeri dirasakan
pada dada kiri menjalar ke leher dan punggung kiri, nyeri berlangsung 30 menit dan
berkurang saat beristirahat, disertai sesak nafas badan terasa lemas, keringat dingin
(+),mual (-), muntah (-). Riwayat hipertensi 2 tahun tidak terkontrol.

Pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos


mentis (E4V5M6). Tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80x/menit
(reguler, isi cukup, kuat angkat), pernapasan 28x/menit (cepat dan dangkal) dan
disangkal serta suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan hemithoraks
simetris, tidak ada retraksi dinding dada, auskultasi paru normal pada kedua lapang
paru, auskultasi jantung normal dan pemeriksaan lain dalam batas normal.

Pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium darah lengkap pada 10 desember


2015 didapatkan Leukosit : 13.02x103/uL, Eritrosit : 4.20x106, Hb : 13.5gr/dL,
Trombosit : 215x103/uL, GDS : 110mg/dL, 31, Ureum : Creatinin : 0.78mg/dL, SGOT
: 32, SGPT : 37. Hasil EKG pada pasien ini yaitu : elevasi segmen ST di sadapan
segmen ST di V1,V2,V3,V4 (Anterior). Yang mana terdapat gambaran elevasi segmen
ST pada pasien ini yaitu merupakan diagnostik untuk STEMI.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari


pasien ini ditegakkan diagnosis yaitu Infark Miokard Akut dengan Elevasi segmen ST.
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah stabilisasi pasien dengan pemberian cairan
NaCL 0,9%, diberikan injeksi Sterptokinase dengan waktu <30 menit dan kemudian
diberikan injeksi Enoxaparin sodium 2x0.6mg, Captopril 3x6,25mg dan Isosorbit
dinitrat 5mg 3x1.

42
Prognosis pada pasien ini berdasarkan klasifikasi Killip termasuk dalam kelas I,
karena tidak terdapat tanda-tanda gagal jantung kongestif dengan mortalitas sekitar
6%. Berdasarkan TIMI risk factor total poin pada pasien ini adalah 1 poin atau sekitar
1,6%.

Edukasi pada pasien ini adalah secondary preventif yaitu meliputi : tirah baring,
rutin minum obat, membawa obat ketika bepergian dari rumah, diet rendah garam, olah
raga ringan yang teratur dan medical check up.

43

Anda mungkin juga menyukai