Anda di halaman 1dari 9

v

Apakah Yayasan Keagamaan Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah?


Apakah sebuah yayasan keagamaan berhak memiliki sebidang tanah dengan status
kepemilikan Hak Milik? Apa dasar hukumnya? Apabila diperbolehkan, bagaimana
prosesnya? Terima kasih.
Jawaban :

Untuk mengetahui apakah sebuah yayasan keagamaan berhak memiliki sebidang tanah dengan status
kepemilikan hak milik atau tidak, terlebih dahulu kita perlu mengetahui status kedudukan yayasan keagamaan
itu sendiri.

Yayasan merupakan badan hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan
Atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UU 28/2004). Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan (UU Yayasan) disebutkan:

Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan
diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan
kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota.
Dari bunyi pasal tersebut dapat kita ketahui bahwa yayasan keagamaan merupakan badan hukum yang
kekayaannya dipisahkan dan diperuntukkan untuk tujuan keagamaan. Kita ambil contoh gereja, M. Yasin, S.H.,
M.H. dalam tulisannya yang berjudul Gereja sebagai Pemohon Informasi Publik mengatakan bahwa dilihat dari
sifatnya, badan hukum dapat dibagi dua, yaitu badan hukum publik dan badan hukum privat. Dalam lingkup
badan hukum privat inilah gereja (kerkgenootschappen) dapat dikategorikan sebagai badan hukum.

Masih bersumber dari tulisannya, Yasin mengatakan bahwa menurut Victorius MH Randa Puang (2012),
kedudukan gereja atau perkumpulan gereja sebagai badan hukum sering tidak diketahui atau dipahami, termasuk
kalangan Kristen dan Katholik. Status gereja sebagai badan hukum sudah melekat sejak zaman Belanda, yakni
Pasal 1 Staatblad Tahun 1927 No. 156. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan
Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah (PP 38/1963) menetapkan antara
lain badan-badan keagamaan sebagai pihak yang berhak mendapat hak milik atas tanah. Berangkat dari pijakan
hukum itu, Randa Puang menyimpulkan bahwa gereja mempunyai hak milik atas tanah. Hak gereja itu diperkuat
pula dengan Keputusan Dirjen Agraria dan Transmigrasi No. 1/Dd-AT/Agr/67 untuk badan-badan gereja
Katholik, dan Keputusan Dirjen Agraria dan Transmigrasi No. 22/HK/1969 untuk badan-badan gereja
Protestan.

Berikut adalah badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah yang dimaksud dalam Pasal 1
PP 38/1963:

a. Bank-bank yang didirikan oleh Negara (selanjutnya disebut Bank Negara);

b. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasar atas Undang-Undang No.


79 Tahun 1958 (Lembaran-Negara tahun 1958 No. 139);

c. Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar


Menteri Agama;

d. Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri
Kesejahteraan Sosial

Dari pengaturan pasal tersebut, jelas kiranya bahwa yayasan keagamaan seperti yang Anda tanyakan adalah
badan hukum yang berhak memiliki sebidang tanah dengan status kepemilikan hak milik. Lebih lanjut, Pasal 4
PP 38/1963 menyatakan:

Badan-badan keagamaan dan sosial dapat mempunyai hak milik atas tanah yang
dipergunakan untuk keperluan-keperluan yang langsung berhubungan dengan usaha
keagamaan dan sosial.

Untuk menjawab pertanyaan Anda berikutnya mengenai proses penerbitan sertipikat hak milik atas nama
yayasan keagamaan, kami berasumsi bahwa tanah yang mau dimiliki oleh yayasan keagamaan tersebut
sebelumnya belum bersertipikat sehingga untuk memperoleh hak miliknya adalah melalui permohonan hak
dengan melakukan pendaftaran tanah untuk pertama kali.
Sepanjang penelusuran kami, kami tidak menemukan prosedur khusus penerbitan sertipikat hak milik atas tanah
bagi yayasan keagamaan. Akan tetapi, pada umumnya pensertipikatan tanah (pendaftaran tanah untuk pertama
kali) itu merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (PP
Pendaftaran tanah).Mengenai hal ini Anda dapat simak artikel Pengurusan Sertifikat Tanah dan
Bagan/Proses/Prosedur Pembuatan Sertipikat Tanah.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

1. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat
Mempunyai Hak Milik atas Tanah

4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

5. Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi No. 1/Dd-AT/Agr/67

6. Keputusan Direktur Jenderal Agraria dan Transmigrasi No. 22/HK/1969

JAKARTA. Direktur utama Rumah Sakit Sumber Waras Abraham Tejanegara mengatakan,
tidak ada kerugian negara dalam proses jual beli sebagian lahan RS Sumber Waras dengan
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Justru, ia menilai negara diuntungkan dalam proses jual beli rumah sakit tersebut.

BACA JUGA :

KPK janji umumkan hasil investigasi Sumber Waras


Awal mula kecurigaan BPK di Sumber Waras

"Kalau kami dibilang merugikan negara, apa yang kami rugikan? Tanah sesuai NJOP (nilai
jual objek pajak), Rp 25 miliar (harga bangunan) enggak dibayar, belum ongkos-ongkos yang
lain, ini kan bukan pemerintah yang bayar. Jadi kami tidak merasa merugikan negara, malah
menguntungkan," ujar Abraham di RS Sumber Waras, Tomang, Jakarta Barat, Sabtu (16/4).

Menurut Abraham, Pemprov DKI secara bersih hanya membayar harga lahan Rp 755 miliar.
Semua urusan administrasi terkait penyerahan lahan diurus oleh RS Sumber Waras.
"Semua surat-menyurat balik nama dutanggung oleh RS Sumber Waras. Tidak ada satupun
dari (Pemprov) DKI," kata Abraham.

Ia menyebut, Pemprov DKI telah benar membayar harga sesuai NJOP Tahun 2014 senilai Rp
20 juta. Sebab, dalam sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan lahan tersebut berada
di Jalan Kiai Tapa, bukan Jalan Tomang Utara yang NJOP-nya Rp 7 juta.

"Ini sertifikat RS Sumber Waras atas nama Yayasan Kesehatan Sumber Waras berkedudukan
di Jakarta, luasnya 36.410 meter persegi, dan alamatnya Jalan Kiai Tapa. Di dalam sertifikat
juga ada surat ukur yang menyatakan (alamatnya) di Jalan Kiai Tapa," kata Abraham sambil
menunjukkan sertifikat HGB lahan tersebut.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mendapat temuan pengadaan tanah RS


Sumber Waras yang dinilai tidak melewati proses pengadaan memadai. Nilai kerugiannya
diindikasi sebesar Rp 191 miliar.

BPK menilai, lahan seluas 3,6 hektar yang dibeli Pemprov DKI itu tidak memenuhi syarat
yang dikeluarkan Dinas Kesehatan DKI. Selain itu, lahan tersebut tidak siap bangun karena
tergolong daerah banjir dan tidak ada jalan besar.

Tak hanya itu, BPK menyebut, nilai jual obyek pajak (NJOP) dari lahan yang dibeli Pemprov
DKI sekitar Rp 7 juta per meter. Namun, DKI malah membayar NJOP sebesar Rp 20 juta.
(Nursita Sari)

a. Sertifikat Hak Milik (SHM)

Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah jenis sertifikat dengan kepemilikan hak penuh atas lahan
atau tanah oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling
kuat atas lahan atau tanah yang bersangkutan karena tidak ada lagi campur tangan atau pun
kemungkinan kepemilikan oleh pihak lain.

Hak Milik itu sendiri adalah hak yang bersifat turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang
dapat dimiliki orang atas tanah di mana tanah tersebut masih memiliki fungsi sosial. Hak
milik dapat diperjualbelikan atau pun dijadikan jaminan atau agunan atas utang dan apabila
sudah diadministrasikan dengan baik, maka Anda sebagai pemilik tanah mendapatkan bukti
kepemilikannya yang berupa SHM.

Status Hak Milik juga tidak terbatas waktunya seperti jika Anda hanya memiliki Sertifikat
Hak Guna Bangunan (SHGB) yang akan dibahas selanjutnya. Melalui SHM, pemilik dapat
menggunakannya sebagai bukti kuat dan sah atas kepemilikan tanah. Jadi apabila terjadi
masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum.
SHM juga dapat menjadi alat yang kuat untuk transaksi jual-beli maupun penjaminan kredit
atau pembiayaan perbankan. SHM hanya diperuntukkan bagi Warga Negara Indonesia
(WNI).
Hak Milik atas lahan dan bangunan yang dibuktikan oleh SHM masih dapat hilang atau
dicabut karena tanahnya dimaksudkan untuk kepentingan negara, penyerahan sukarela
pemiliknya ke negara, ditelantarkan, atau karena tanah tersebut bukan dimiliki oleh WNI.

b. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)

Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah jenis sertifikat di mana pemegang sertifikat
tersebut hanya dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk mendirikan bangunan atau
keperluan lain dalam kurun waktu tertentu, sementara kepemilikan lahannya dipegang oleh
negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) memiliki batas waktu tertentu, biasanya 20
sampai 30 tahun, dan dapat diperpanjang. Setelah melewati batas waktunya, Anda sebagai
pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB tersebut.

Hak Guna dapat diartikan sebagai hak atas pemanfaatan atas tanah atau bangunan misalnya
mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam
jangka waktu tertentu. Hak Guna ini yang dapat diperpanjang jangka waktunya, dan dapat
pula digunakan sebagai tanggungan serta dapat dialihkan. Pemegang Hak Guna harus
memberikan pemasukan ke kas negara berkaitan dengan Hak Guna yang dimilikinya. Apabila
Hak Guna sudah diadministrasikan dengan baik maka pemegang hak mendapatkan bukti
kepemilikan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).

Lahan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) diperbolehkan untuk dimiliki orang asing
atau non Warga Negara Indonesia. Lahan dengan status HGB ini biasanya berupa lahan yang
dikelola oleh pihak pengembang (developer) seperti perumahan atau apartemen, dan kadang
juga untuk gedung perkantoran. Jika Anda membeli rumah, perlu diperiksa terlebih dahulu
status sertifikatnya, jika SHGB maka Anda tidak punya kuasa atas tanah tersebut dan tidak
dapat mewariskannya ke keturunan Anda. Namun, SHGB tetap dapat dijadikan agunan untuk
mengajukan pinjaman ke bank.

c. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)

SHSRS dapat dikaitkan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal atau rumah susun
yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Pengaturan kepemilikan bersama
dalam satuan rumah susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas benda tak
bergerak yang menjadi objek kepemilikan di luar unit seperti taman dan lahan parkir.

d. Girik

Girik sebenarnya bukan merupakan sertifikat kepemilikan atas tanah melainkan jenis
administrasi desa untuk pertanahan yang menunjukkan penguasaan atas lahan untuk
keperluan perpajakan. Di dalam girik tertera nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena jual-
beli maupun waris. Girik harus ditunjang dengan bukti lain misalnya Akta Jual Beli atau
Surat Waris. Jika yang Anda pegang adalah girik, maka sangat disarankan untuk segera
mengurus sertifikat untuk lahan Anda.

e. Akta Jual Beli (AJB)

AJB sebenarnya juga bukan sertifikat melainkan perjanjian jual-beli dan merupakan salah
satu bukti pengalihan hak atas tanah sebagai akibat dari jual-beli. AJB dapat terjadi dalam
berbagai bentuk kepemilikan tanah, baik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik.
Bukti kepemilikan berupa AJB biasanya sangat rentan terjadinya penipuan AJB ganda, jadi
sebaiknya segera dikonversi menjadi Sertifikat Hak Milik.

8 Desember 2015,

JAKARTA, ARRAHMAHNEWS.COM Badan Pemeriksa Keuangan menyerahkan hasil


audit investasi pembelian Rumah Sakit Sumber Waras kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi kemarin. BPK menuduh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama bersalah membeli 3,6
hektare senilai Rp 755 miliar lahan Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat itu pada
2014.

Basuki alias Ahok punya dalih untuk mematahkan tuduhan itu. Bagaimana fakta sebenarnya?
Berikut ini dokumen dan keterangan-keterangan yang dimuat Koran Tempo edisi 8 Desember
2015.

Lokasi Salah

BPK: Lokasi lahan Sumber Waras bukan di Jalan Kiai Tapa, tapi di Jalan Tomang Utara.

Ahok: Lokasi tanah Sumber Waras seluas 3,6 hektare itu berada di Jalan Kyai Tapa, Grogol,
Jakarta Barat bukan di Jalan Tomang.

FAKTA: Berdasarkan sertifikat Badan Pertanahan Nasional pada 27 Mei 1998, tanah itu
berada di Jalan Kiai Tapa. Statusnya hak guna bangunan nomor 2878.

NJOP Keliru

BPK: Karena letaknya di Jalan Tomang Utara, basis pembelian lahan Sumber Waras
memakai nilai jual obyek pajak jalan itu Rp 7 juta per meter persegi.

Ahok: Penentu NJOP Sumber Waras adalah Direktorat Jenderal Pajak Kementerian
Keuangan yang menyebutkan pajak lahan itu mengikuti NJOP Jalan Kiai Tapa.

FAKTA: Faktur yang ditandatangani Satrio Banjuadji, Kepala Unit Pelayanan Pajak Daerah
Grogol menyebutkan tanah itu di Jalan Kyai Tapa dengan NJOP sebesar Rp 20,7 juta.

Kerugian

BPK: Pembelian lahan Sumber Waras merugikan negara Rp 191 miliar karena ada tawaran
PT Ciputra Karya Utama setahun sebelumnya sebesar Rp 564 miliar.

Ahok: Tawaran Ciputra itu ketika nilai jual obyek pajak belum naik pada 2013. Pada 2014,
NJOP tanah di seluruh Jakarta naik 80 persen.

FAKTA: Berdasarkan data SIM PBB-P2 dari Direktorat Jenderal Pajak, NJOP lahan Sumber
Waras yang ditentukan pada 2013 naik dari Rp 12,2 juta sedangkan pada 2014 Rp 20,7 juta.
Pembelian tanpa kajian

BPK: Pembelian lahan Sumber Waras kurang cermat karena tanpa kajian dan perencanaan
yang matang.

Ahok: Dibahas dan disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

APBD 2014: Pembelian tercantum di KUA-PPAS 2014 perubahan yang ditandatangani


empat pimpinan DPRD 2014-2019: Ferrial Sofyan, Triwisaksana, Boy Bernadi Sadikin, dan
Lulung Lunggana. (ARN)

Sumber: Gentaloka

https://arrahmahnews.com/2015/12/08/telak-dokumen-ini-mematahkan-tuduhan-bpk-kepada-
ahok-terkait-sumber-waras/

Moderamen Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) mengeluarkan surat pengembalaan tentang
kepemilikan tanah dan bangunan RumahSakit Umum (RSU) Kabanjahe yang telah menjadi
pergumulan GBKP selama 16 tahun lamanya.

Moderamen berharap agar seluruh jemaat GBKP ikut mendoakan serta melakukan sosialisasi
agar pengembalian RSU segera terwujud dalam waktu dekat. Hal itu disampaikan Sekretaris
Umum Moderamen GBKP, Pdt Rehpelita Ginting STh MMin ketika ditemui Wartawan
perihal Surat Pengembalaan tentang Kepemilikan GBKP atas Tanah dan Bangunan RSU
Kabanjahe, Jumat (29/7) di kantornya Jalan Pala Bangun 66 Kabanjahe.
Menurut Pdt Rehpelita, sejak penyerahan Rumah Sakit Zending oleh NZG kepada GBKP,
rumah sakit tersebut dipergunakan pemerintah untuk pelayanan kesehatan karena pada waktu
itu belum ada rumah sakit di Kabanjahe.

Dalam perkembangannya, pihak pemerintah daerah telah menambah bangunan diatas tanah
tersebut tanpa koordinasi dengan GBKP, bahkan saat ini sampai tidak mengakui tanah
tersebut adalah milik GBKP. Pada hal kepemilikan tanah dan bangunan RSU Kabanjahe
terdaftar dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan No.119 atas nama GBKP. Dalam surat
pengembalaan tersebut dituliskan tentang upaya Moderamen GBKP pada Tahun 2000 lalu
untuk meningkatkan Sertifikat Hak Guna Bangunan tersebut menjadi Sertifikat Hak Milik
atas nama GBKP. Namun sampai sekarang belum membuahkan hasil walaupun dari seluruh
persyaratan yang diperlukan untuk proses tersebut sudah dipenuhi GBKP.

Hal ini disebabkan karena diatas tanah milik GBKP tersebut ada bangunan yang didirikan
oleh Pemkab Karo. Oleh sebab itulah diperlukan surat keterangan dari Pemkab Karo tentang
kepemilikan bangunan tersebut dalam rangka penerbitan Sertifikat Hak Milik GBKP namun
hingga sekarang surat keterangan tersebut belum diberikan Pemkab Karo.

Sementara pihak Badan Pertanahan Kabupaten Karo sebenarnya tidak mempunyai alasan
untuk tidak menerbitkan Sertifikat Hak Milik atas nama GBKP karena tidak ada keberatan
tertulis dari pihak Pemkab Karo sendiri.
Dalam surat pengembalaan tersebut juga diutarakan tentang amanah keputusan Sidang
Sinode GBKP XXXV tahun 2015 dan SKMS GBKP 2015 yang berharap agar tanah Rumah
Sakit Umum Kabanjahe kembali ke pangkuan GBKP dan Badan Pertanahan mengeluarkan
sertifikat hak milik atas nama GBKP.

Surat pengembalaan tersebut juga menekankan bahwa Aksi Damai ini tidak akan
mengganggu proses pelayanan kesehatan dan kepegawaian yang selama ini sudah berjalan di
Rumah Sakit Umum Kabanjahe, tutur Hamba Tuhan pemikir dan senior GBKP ini.

Diharapkan dengan kembalinya tanah Rumah Sakit Umum Kabanjahe kepada GBKP maka
kita mendorong pemerintah daerah Karo untuk mengupayakan Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Karo yang lebih baik dan lengkap.

Moderamen mengharapkan partisipasi seluruh Jemaat GBKP untuk ikut ambil bagian
bersama-sama dalam Aksi damai yang diselenggarakan dari tanggal 8 s/d 12 Agustus 2016
dengan titik kumpul di Sekolah Masehi kompleks GBKP Kabanjahe Kota mulai pukul 09.00
wib pagi.Kegiatan Aksi damai ini merupakan partisipasi dan tanggung jawab jemaat dalam
mendukung pelayanan lembaga gereja GBKP bagi bangsa dan masyarakat Karo khususny
jemaat gereja GBKP dimanapun berada di seantero nusantara, pungkas Rehpelita. (lin)

Anda mungkin juga menyukai