Kecacingan
Abstrak
Kecacingan adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit cacing. Parasit cacing yang sering menyebabkan
infeksi kecacingan adalah kelompok Soil Transmitted Helminths (STH). Terjadinya penyakit kecacingan diawali dari
tertelannya telur cacing atau masuknya larva infektif menembus kulit yang kemudian berkembang menjadi dewasa pada
usus manusia. Cacing dewasa bertelur di usus manusia, kemudian telur keluar bersamaan dengan feses dan akan
berkembang di tanah. Higiene yang belum memadai merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi
kecacingan. Faktor yang dapat mempengaruhi tertelannya telur cacing berkaitan dengan kuku yang panjang dan tidak
terawat. Kuku dapat menjadi tempat melekatnya berbagai kotoran yang mengandung mikroorganisme salah satunya telur
cacing yang dapat terselip dan tertelan ketika makan. Hal ini diperberat dengan perilaku tidak terbiasa mencuci tangan
menggunakan sabun sebelum makan, tidak menggunakan alas kaki ketika bermain, dan kebiasaan menghisap jari sewaktu
tidur. Infeksi STH memiliki angka kejadian yang tinggi. Penegakkan diagnosis kecacingan ini dapat dilakukan melalui
pemeriksaan feses sebagai gold standard, akan tetapi dapat pula didukung oleh pemeriksaan lain yang dapat
memperkirakan resiko kemungkinan infeksi tersebut, yakni pemeriksaan serologi dan pemeriksaan kuku. Pemeriksaan dini
untuk menegakan diagnosis penting untuk dilakukan, pada beberapa penelitian, telah ditemukan telur cacing pada kotoran
kuku yang dapat dijadikan diagnosis awal dalam menegakan infeksi kecacingan.
Korespondensi: Nurul Sahana Rahmadhini, alamat Jl. H. Endro Suratmin gg. Merdeka 2 no. 66 Sukarame Bandar Lampung,
Hp 082121217866, email nurul_sahana@yahoo.com
sebagai pemeriksaan gold standard untuk dilakukan oleh Puba pada tahun 2005 di Medan
menegakan diagnosis infeksi kecacingan. diperoleh hasil positif Ascaris lumbricoides pada
Pemeriksaan feses dapat dilakukan secara kuku siswa sebesar 25%. Ditemukan juga Ascaris
makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan lumbricoides pada kuku siswa yang diteliti oleh
makroskopis dilakukan untuk menilai warna, Rahayu pada tahun 2006 di Malang sebanyak
konsistensi, jumlah, bentuk, bau dan ada- 65,22%.12,13
tidaknya mukus. Pada pemeriksaan ini juga Prevalensi kontaminasi Ascaris
dinilai ada tidaknya gumpalan darah yang lumbricoides juga terjadi di Lampung.
tersembunyi, lemak, serat daging, empedu, sel Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
darah putih dan gula. 9 Trilusiani pada tahun 2013 dan Wintoko pada
Pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk tahun 2014 pada salah satu sekolah di Bandar
memeriksa parasit dan telur cacing. Lampung menunjukan bahwa pevalensi Ascaris
Pemeriksaan mikroskopis terdiri dari dua lumbricoides pada kuku tangan siswa sebesar
pemeriksaan yaitu pemeriksaan kualitatif dan 21,5 dan 88,2%. 10,14,15
kuantiatif. Pemeriksaan kualitatif dapat Tingginya kontaminasi tangan oleh cacing
dilakukan dengan berbagai cara seperti Ascaris lumbricoides disebabkan adanya lapisan
pemeriksaan secara natif (direct slide), hialin yang tebal dan lapisan albuminoid yang
pemeriksaan dengan metode apung, modifikasi berbenjol-benjol kasar sehingga berfungsi untuk
merthiolat iodine formaldehyde, metode melindungi isi telur. Telur cacing parasit spesies
selotip, metode konsentrasi, teknik sediaan lainnya tidak memiliki lapisan albuminoid
tebal dan metode sedimentasi formol ether sehingga telur mudah mengalami kerusakan,
(ritchie). Pemeriksaan kuantitatif dikenal selain itu juga jumlah telur yang dihasilkan oleh
dengan dua metode yaitu metode stoll dan Ascaris lumbricoides cukup banyak jika
metode katokatz.10 dibandingkan dengan spesies cacing parasite
Selain pemeriksaan mikroskopis feses, lainnya.5,16
terdapat juga pemeriksaan antibodi, deteksi Perbedaan prevalensi kejadian
antigen dan diagnosis molekular dengan kecacingan juga dipengaruhi oleh jumlah telur
menggunakn Polymerase Chain Reaction (PCR). pada tanah di lokasi penelitian berbeda, bila
Serodiagnosis dapat menjadi pemeriksaan jumlah telur di tanah banyak maka intensitas
pilihan dalam mendiagnosis infeksi STH. akan meningkat. Dari data beberapa penelitian
Kekurangan pemeriksaan ini adalah bersifat yang mengkaitan infeksi kecacingan diperiksa
invasif (seperti dengan pengambilan spesimen melalui tangan dan kuku, didapat hasil yang
darah), antibodi tetap terdeteksi setelah positif ditemukannya telur cacing pada kotoran
penatalakasanaan dan terdapat kemungkinan kuku, sehingga pemeriksaan kuku dapat
terjadinya reaksi silang dengan nematoda dilakukan untuk mendiagnosis infeksi
lainnya.11 kecacingan. 17,18
Larva Ascaris lumbricoides dapat Prinsip dari pemeriksaan ini sama dengan
ditemukan di sputum atau spesimen aspirasi prinsip pemeriksaan mikroskopik pada
lambung sebelum telur cacing ditemukan di pemeriksaan feses, namun untuk pengambilan
feses. Berbagai sumber telah melaporkan sampel diambil dari potongan dan swab kuku
bahwa tanah, debu, tangan, jari kuku, air dan lalu diperiksa dibawah mikroskop. Pemeriksaan
sayuran dapat menjadi penyebab transmisi STH. kuku ini dapat dilakukan dengan menggunakan
Tempat yang menjadi transmisi STH dapat metode sedimentasi. Spesimen kotoran kuku
dijadikan pemeriksaan pendukung dalam dimasukan dalam suatu tabung dan
mendiagnosis infeksi kecacingan, termasuk jari ditambahkan 30 ml larutan KOH 10% kemudian
kuku.9 Beberapa peneliti telah menggunakan didiamkan selama 24 jam, lalu dimasukan ke
pemeriksaan kuku untuk melihat kontaminasi tabung reaksi. Bahan tersebut kemudian
telur cacing pada kuku tangan anak dan disentrifuse pada kecepatan 2500 rpm selama 5
menunjukan terdapat hasil positif. Penelitian menit. Sedimen lalu diambil dan diteteskan
tersebut diantaranya adalah penelitian yang pada kaca objek dan diperiksa dibawah
mikroskop. Pemeriksaan ini hanya untuk Maret 2015, disitasi tanggal Oktober 2015
memastikan keberadaan telur cacing atau larva [Internet]. Tersedia di
dan dapat dilakukan untuk menegakan http://dinkes.probolinggokab.go.id/?mod=
diagnosis awal atau mencari resiko terkena posting&id=23
penyakit infeksi.8,19 5. Supali T, Margono SS, Abidin SAN.
Nematoda Usus. Buku Ajar Parasitologi
Ringkasan Kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Balai
Infeksi STH memiliki angka kejadian yang Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
tinggi. Penegakkan diagnosis kecacingan ini Indonesia; 2009.
dapat dilakukan melalui pemeriksaan feses 6. Onggowaluyo JS. Parasitologi Medik I
sebagai gold standard. Akan tetapi, dapat pula Helmintologi, EGC: Jakarta; 2002.
dilakukan pemeriksaan lain yang dapat 7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Eardhani
memperkirakan resiko kemungkinan infeksi IW, Setiawulan W. Kapita Selekta
yang dapat mendukung, yakni pemeriksaan Kedokteran. Edisi ke-3. Jakarta: Media
serologi dan pemeriksaan kuku. Pemeriksaan Aesaulapius Fakultas Kedokteran
dini untuk menegakan diagnosis penting untuk Universitas Indonesia; 2000.
dilakukan. Pada beberapa penelitian, telah 8. Eryani D, Fitriangga A, Kahtan MI.
ditemukan telur cacing pada kotoran kuku yang Hubungan Personal Hygine dengan
dapat dijadikan diagnosis awal dalam Kontaminasi telur Soil Transmitted
menegakan infeksi kecacingan. Helmints pada Kuku dan Tangan Siswa SDN
Pemeriksaan kuku dengan hasil telur 07 Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak
cacing yang positif berkaitan dengan personal [Tesis]. Universitas Tanjungpura, Fakultas
Higiene yang kurang baik sebagai risiko Kedokteran, Pontianak; 2014.
terjadinya infeksi ini. Kuku yang panjang dan 9. Maguire JH. Intestinal Nematodes
tidak terawat dapat memungkinkan telur cacing (Roundworms). Dalam: Mandell GL,
menempel yang kemudian tertelan masuk Bennett JE, Dolin R. Mandell, Douglas, and
kedalam mulut dan saluran pencernaan. Bennetts. Principles and Practice of
Simpulan Infectious Diseases. Edisi ke-7.
Pemeriksaan kuku dapat dijadikan Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier;
pemeriksaan penunjang yang mendukung 2010.
pemeriksaan feses dalam mendiagnosis 10. Swierczynski G, Milanesi B. The search for
kecacingan. parasites in fecal specimens; 2010. [disitasi
tanggal 30 Oktober 2015]. Tersedia dari:
Daftar Pustaka http://www.atlas-
1. Mascarini, SL. Prevention of Soil- protozoa.com/microscope-exam-ed.php
transmitted Helminth Infection. J Glob 11. Knopp S, Mgeni A, Khamis S, Steinmann P,
Infect Dis. 2011, 3(2):175182. Stothard J, Rollison D, et al. Diagnosis of
2. Bethony J, Brooker S, Albonico M, Geiger Soil-Transmitted Helminths in the Era of
SM, Loukas A, Diemert D, et al. Soil- Preventive Chemotherapy: Effect of
Transmitted Helminth Infections: Multiple Stool Sampling and Use of
Ascariasis, Trichuriasis, and Hookworm. Different Diagnostic Techniques. PLoS Negl
Lancet. 2006, 367(9521):1521-32. Trop Dis. 2008; 2 (11): e331(1-8).
3. Pullan RL, Smith JL, Jasrasaria R, Brooker 12. Purba J. Pemeriksaan Telur Cacing pada
SJ. Global numbers of infection and disease Kotoran Kuku dan Hygiene Siswa Sekolah
burden of soil transmitted helminth Dasar Negeri 106160 Tanjung Rejo
infections in 2010. Parasit Vectors. 7(37). Kecamatan Percut Sei Tuan [Skripsi].
4. Hermawan S. Upaya Dinkes Dalam Medan: Universitas Sumatera Utara; 2005.
Menurunkan Angka Kecacingan Di 13. Rahayu SE. Keberadaan Telur Cacing
Kabupaten Probolinggo Tahun 2015 parasit pada Siswa SD di Sekitar Instalasi
[Internet]. 2015 [diperbarui tanggal 10 Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terpadu Kota