Anda di halaman 1dari 10

TARJIH DAN TAARUD AL-ADILLAH

Disusun
Oleh:

AFWAN HELMY SANTOSO 05.03.16.32.57


MHD. ILHAM TOHA PANJAITAN 05.03.16.32.58
NURHALIMA HARAHAP 05.03.16.21.23

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah
ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah dengan judul Tarjih Dan Taarud Al-
Adillah ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Medan, Juni 2017

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................................................................................... ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 1
1. Latar Belakang ................................................................................................................................ 1
2. Rumusan Masalah ........................................................................................................................... 1
3. Tujuan ............................................................................................................................................. 1
BAB II .................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 2
A. Pengertian Tarjih .......................................................................................................................... 2
B. Cara Pengaplikasian Teori Tarjih............................................................................................... 2
1. Teori Tarjih Baina al-Nushush ................................................................................................ 2
2. Teori Tarjih Bain al-Qiyas ....................................................................................................... 3
C. Pengertian Taarud Al-Adillah .................................................................................................. 3
D. Syarat-Syarat Taarud Al Adillah ............................................................................................... 3
E. Metode Penyelesaian Taarud Al Adillah.................................................................................. 4
F. Contoh Nash Hadits Yang Berlawanan ...................................................................................... 5
BAB III................................................................................................................................................... 6
PENUTUP.............................................................................................................................................. 6
KESIMPULAN ....................................................................................................................................... 6

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Islam merupakan agama Rahmatan lil alamin yang dianugrahkan kepada seluruh umat
manusia. Seiring dengan perkembangan zaman, dalam situasi dan kondisi yang berubah-ubah
tentu akan menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai permasalahan-permasalahan yang
timbul di masyarakat, mulai dari masalah pribadi, keluarga, ekonomi, hukum, dan lain-lain.
Disinilah agama Islam terbukti sebagai agama yang mampu menjawab segala permasalahan
dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam hal ini maka para ulama mengeluarkan fatwa-fatwa hukum untuk menyelesaikan
masalah tersebut. Tentu dalam hal penetapan hukum pasti ada banyaknya pertentangan antara
dalil-dalil. Maka dalam masalah ini para ulama menyelesaikannya dalam beberapa metode
penyelesaian. Yang dalam hal itu supaya dapat mewujudkan dalam kemaslahatan dan
mencegah atau menolak berbagai kerusakan bagi umat manusia. Dalam konteks pertentangan-
pertentangan yang terjadi.

2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana penjelasan mengenai Tarjih?
b. Bagaimana penjelasan mengenai Taarudh Al-adillah?
c. Cara menyelesaikan Taaruh Al-adillah!

3. Tujuan
Agar mahasiswa dapat memahami pengertian tarjih, dan taarudh aladillah dengan
baik.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tarjih
Secara etimologi, tarjih berarti menguatkan atau kecenderungan, sedangkan secara
terminologi ada dua pendapat yaitu :

- Menurut ulama Hanafiah: Tarjih adalah memunculkan adanya tambahan bobot pada
salah satu dari dua dalil yang sama (sederajat) dengan tambahan yang tidak berdiri
sendiri.
- Menurut jumhur ulama: Tarjih adalah menguatkan salah satu dalil yang zhanni dari yang
lainnya untuk di amalkan (diterapkan) berdasarkan dalil tersebut.
Dengan demikian, para ulama sepakat bahwa dalil yang rajih (di kuatkan) haruslah di
amalkan, sedangkan dalil yang biasa di sebut majuh (di lemahkan) ini tidak perlu di amalkan.

B. Cara Pengaplikasian Teori Tarjih


Menurut ulama ushul fiqih, cukup banyak metode yang bisa digunakan didalam
pentarjihan, mentarjih dalam dua dalil yang secara lahiriyah bertentangan dan keduanya tidak
mungkin dilakukan penyelesaian melalui dua teori ini yaitu teori at-jumu baina at-ataufiq dan
teori nasakh. Namun cara pentarjihan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu:
1) Teori at-tarjih baina Nushush dan,
2) Teori at-tarjih baina Qiyas.

1. Teori Tarjih Baina al-Nushush


Dalam teori ini terbagi menjadi beberapa bagian yang harus di perhatikan antara
lain yakni:
a. Dari Segi Sanad Imam Asy-Syaukani berpendapat bahwa pentarjihan dapat
dilakukan melalui 42 cara, diataranya dikelompokkan dalam bagian berikut:
- Menguatkan Salah Satu Nash Dari Segi Sanadnya
Cara ini bisa dilakukan melalui penelitian terhadap kualitas perawi hadist,
sedangkan dalam menentukan kepastian dalil, mana yang rojih dan mana yang
marjuh para ahli berbeda pendapat.
b. Dari Segi Matan
Maksudnya di tinjau dari matan adalah teks ayat al-quran, hadis atau ijma.
Menurut al-Amidi ada 51 cara dalam pentarjihan dari segi matan, antanya adalah:
2
2. Teori Tarjih Bain al-Qiyas
Wahab Zuhaili mengelompokkan 17 cara pentarjihan dalam persoalan qiyas yang
dikemukakan dalam 4 kelompok dengan melihat dari beberapa segi, yaitu:
Dari segi Hukum Ashal
Dari segi Hukum Cabang
Dari Segi Illat
Pentarjihan Qiyas Melalui Faktor lain

C. Pengertian Taarud Al-Adillah


Taarudh (berlawanan) menurut arti bahasa ialah pertentangan satu dengan yang lainnya
dan menurut arti syara ialah berlawanan dua buah nash yang kedua hukumnya berbeda dan
tidak mungkin keduanya dilaksanakan dalam satu waktu. Dan Al-adillah ialah jama dari dalil
yang berarti alasan, argumen dan dalil.
Persoalan taarud aladillah dibahas para ulama dalam ilmu Ushul Fiqih ketika terjadinya
pertentangan secara zhahir antara satu dalil dengan dalil lainnya pada derajat yang sama. Secara
terminologi, ada beberapa defenisi yang dikemukakan para ulama Ushul Fiqh tentang taarudh
al-adillah, sebagai berikut:
a. Imam Al-Syaukani, mendefinisikan dengan suatu dalil yang menetukan hukum
tertentu terhadap satu persoalan, sedangkan dalil lain menentukan hukum yang
berbeda dengan hukum tersebut.
b. Kamal Ibnu Al-Humam (790-861H/1387-1456M) dan Al-Taftahzani (w.792 H),
keduanya ahli fiqih Hanafi, mendefenisikannya dengan pertentangan dua dalil yang
tidak mungkin dilakukan pengompromian antara keduanya.
c. Ali Hasaballah ( ahli Ushul Fiqih kontemporer dari Mesir) mendefenisikan dengan
Terjadinya pertentangan hukum yang dikandung satu dalil dengan hukum yang
dikandung dalil lainnya, yang kedua dalil tersebut berada dalam satu derajat.

D. Syarat-Syarat Taarud Al Adillah


Syarat-syarat taarud adalah sesuatu yang ada atau tidak adanya dapat menyebabkan ada
atau tidak adanya pertentangan. Syarat-syarat pertentangan tersebut antara lain:
a. Hukum yang ditetapkan kedua dalil tersebut saling berlawanan, seperti halal dengan
haram, wajib dengan tidak wajib, menetapkan dengan meniadakan.

3
b. Obyek (tempat) kedua hukum yang saling bertentangan tersebut sama. Apabila
obyeknya berbeda maka tidak ada pertentangan. Seperti mengenai akad nikah. Nikah
menyebabkan boleh (halal) nya menggauli istri dan melarang (haram) menggauli ibu
si istri. Dalam hal ini tidak ada pertentangan antara dua hukum yang saling
berlawanan.
c. Masa atau waktu berlakunya hukum yang saling bertentangan tersebut sama. Karena
mungkin saja terdapat dua ketentuan hukum yang saling berlawanan dalam obyek
(tempat) yang sama, namun masa atau waktumya berbeda. Seperti khamr dihalalkan
pada permulaan Islam, namun kemudian diharamkan. Begitu juga dihalalkannya
menggauli istri sebelum dan sesudah haidh dan diharamkannya pada masa haidh.
d. Hubungan kedua dalil yang saling bertentangan tersebut sama. Karena mungkin saja
dua hukum yang saling bertentangan tersebut sama dalam obyek (tempat) dan masa,
namun hubungnannya berbeda. Seperti halalnya menggauli istri bagi suami dan
haramnya menggauli istri tersebut bagi laki-laki selain suaminya.
e. Kedudukan (tingkatan) kedua dalil yang saling bertentangan tersebut sama, baik dari
segi asalnya maupun petunjuk dalilnya. Tidak ada pertentangan antara al-Quran
dengan hadits ahad, karena dari segi asalnya al-Quran adalah qathi sedangkan
hadits ahad dzanni.

E. Metode Penyelesaian Taarud Al Adillah


Perlu dicatat, bahwasannya tidak akan ada pertentangan yang hakiki antara dua ayat atau
dua hadits shahih. Apabila tampak ada pertentangan antara dua nash dari nash-nash ini,maka
sebenarnya ia hanyalah pertentangan yang lahiriyah saja, sesuai dengan yang tampak pada akal
pikiran kita. Ia bukan yang hakiki, karena pembuat hukum Yang Maha Esa lagi Maha
Bijaksana tidak mungkin mengeluarkan suatu dalil yang menghendaki hukum pada satu kasus,
dan mengluarkan dalil lain pada kasus itu juga yang menghendaki hukum yang berbeda dengan
hukum tersebut pada waktu yang sama.
Apabila seorang mujtahid menemukan dua dalil yang bertentangan, maka dia dapat
menggunakan dua cara untuk berusaha menyelesaikannya. Kedua cara itu dikemukakan
masing-masing oleh ulama Hanafiyyah dan ulama Syafiiyyah.

4
F. Contoh Nash Hadits Yang Berlawanan
a. )
(
,

apakah aku tidak memberitahu kamu sekalian tentang sebaik-baik saksi, yaitu seorang yang
memberikan kesaksian sebelum diminta

b. , ,
) (
bahwa sebaik-baik umatku adalah golonganku, kemudian orang-orang sesudah mereka,
kemudian orang-orang sesudah mereka yaitu sekelompok manusia yang memberikan
kesaksian tanpa dimintai, tidak berkhianat dan dapat dipercaya.

Contoh Dalil Yang Berlawanan


Orang-orang yang meninggal dunia diantara kamu dengan meninggalkan istri (hendaklah
para istri itu) menangguhkan dirinya (beridah) empat bulan sepuluh hari.
(QS. Al Baqarah: 234)
Ayat ini memberikan petunjuk bahwa setiap wanita yang ditinggalkan suaminya meninggal
idahnya empat bulan sepuluh hari, baik wanita itu hamil atau tidak hamil. Namun kalau dilihat
dalam firman Allah pada surat lain:

Dan perempuan-perempuan yang hamil waktu idah mereka itu ialah sampai mereka
melahirkan kandungannya. (QS. At Thalaq: 4)
Ayat ini memberikan petunjuk setiap perempuan yang hamil yang suaminya meninggal atau
diceraikan suaminya sedang mereka dalam keadaan hamil maka idahnya sampai melahirkan.

5
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
1. Tarjih berarti menguatkan atau kecenderungan, sedangkan secara terminologi adalah
memunculkan adanya tambahan bobot pada salah satu dari dua dalil yang sama
(sederajat) dengan tambahan yang tidak berdiri sendiri(menurut ulama hanafi), atau
menguatkan salah satu dalil yang zhanni dari yang lainnya untuk di amalkan (diterapkan)
berdasarkan dalil tersebut(menurut jumhur ulama).
2. Didalam cara pentarjihan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu: (1) teori
at-tarjih baina Nushush, dan (2) teori at-tarjih baina Qiyas. Didalam teori tarjih baina
Nushush yang perlu di perhatikan yaitu dari segi sanadnya, dari segi matannya, dari segi
kandungan hukum dan juga dari segi penggunaan faktor (dalil) lain di luar nash.
Sedangkan dalam teori yang ke dua yaitu tarjih baina Qiyas yang perlu di perhatikan yaitu
dari sisi hukum ashal, dari sisi hukum cabangnya, dari sisi illatnya dan juga dari sisi faktor
luar.
3. Taarudh (berlawanan) menurut arti bahasa ialah pertentangan satu dengan yang lainnya
dan menurut arti syara ialah berlawanan dua buah nash yang kedua hukumnya berbeda
dan tidak mungkin keduanya dilaksanakan dalam satu waktu. Dan Aladillah ialah jama
dari dalil yang berarti alasan, argumen dan dalil.
4. Syarat-syarat Taarudh Al adillah:
o Hukum yang ditetapkan oleh kedua dalil tersebut saling berlawanan,
o Obyek (tempat) kedua hukum yang saling bertentangan tersebut sama,
o Masa atau waktu berlakunya hukum yang saling bertentangan tersebut sama,
o Hubungan kedua dalil yang saling bertentangan tersebut sama
o Kedudukan (tingkatan) kedua dalil yang saling bertentangan tersebut sama, baik dari
segi asalnya maupun petunjuk dalilnya.
5. Metode Penyelesaian Taarudh aladillah:
Metode Hanafiyyah Metode Syafiiyyah

1. Nasakh a. Al-Jamu wa Al-Taufiq

2. Tarjih b. Tarjih

6
3. Al-Jamu wa Al-Taufiq c. Nasakh

4. Tasaqut Al-Dalilain d. Tasaqut Al-Dalilain

Anda mungkin juga menyukai