Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM PERNAFASAN RESPIRATORY DISTRESS

NEWBORN ( RDN ) DI RUANG PERAWATAN ANAK ( PERINATOLOGY )


RSUD SAWERIGADING PALOPO TAHUN 2016

OLEH :

ASMA SURIANI S.Kep


03.2015.023

PRECEPTOR LAHAN PRECEPTOR INSTITUSI

( JUSRIANA S. S.Kep, Ns) ( FATIMAH TAMRIN S.Kep. Ns )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES ) KURNIA JAYA

PERSADA PALOPO PROGRAM PROFESI NERS

TAHUN 2016 / 2017


BAB 1
KONSEP PENYAKIT
A. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga disebut Respiratory
Distress Syndrome (RDS) biasa juga disebut Hyaline Membrane Disease (HMD) Adalah
gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue
(>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir
sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS menurut Bernard et.al (2009) apabila onset akut, ada infiltrat bilateral pada
foto thorak, tekanan arteri pulmonal =18mmHg dan tidak ada bukti secara klinik adanya
hipertensi atrium kiri, adanya kerusakan paru akut dengan PaO2 : FiO2 kurang atau sama
dengan 300, adanya sindrom gawat napas akut yang ditandai PaO2 : FiO2 kurang atau
sama dengan 200,disebut sebagai RDS Respiratory Distress Syndrome Adalah gangguan
pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60
x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada
48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai
dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah
melalui PDA (Stark 2011).
Menurut Petty dan Asbaugh (2010), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan
sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang
menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya gambaran
infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis, kongesti vascular,
perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory distress
syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang terjadi
terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan sulit
mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas. Istilah-istilah Hyaline
Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan RDS (Bobak,
2007).
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru. RDS dikatakan sebagai
hyalin membrane diseaser (Suriadi dan Yulianni, 2006).
B. Anatomi Dan Fisiologi
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak sedemikian rupa
sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum. Oleh karenanya, masing-
masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh jantung dan pembuluh-pembuluh
besar serta struktur-struktur lain dalam mediastinum. Masing-masing paru-paru
berbentuk konus dan diliputi oleh pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam
rongga pleuranya sendiri, dan hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis.
Masing-masing paru-paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk
ke leher sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat
hilus pu]\lmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan saraf
ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit lebih besar
dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura horisontalis menjadi 3
lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior. Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh
fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus superior dan inferior.
Paru paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang bercabang
dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus. Proses ini
terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga sekitar usia 8 tahun sampai
jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya berkembang, walaupun janin
memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas sepanjang trimester kedua dan ketiga.
Ketidak matangan paru paru akan mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru
lahir sebelum usia24 minggu yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus,
ketidakmatangan sistem kapiler paru paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan.
Upaya pernapasan pertama seorang bayi berfungsi untuk:
1. Mengeluarkan cairan dalam paru.
2. Mengembangkan jaringan alveolus paru paru untuk pertama kali.
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan aliran
darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu kehamilan dan
jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -34 minggu kehamilan.
Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan
dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli
akan kolaps setiap saat setelah akhir setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit
bernapas. Peningkatan kebutuhan energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak
oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang
sebelumnya sudah terganggu.
Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru parunya. Pada saat
bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar
dari paru paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria kehilangan
keuntungan dari kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru basah dalam jangka
waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru paru dikeluarkan dari paru dan
diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus paru paru akan berkembang
terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.
C. Etiologi
Penyebab utama terjadinya RDN atau RDS adalah defesiensi atau kerusakan
surfaktan. Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu:
1. Premature (Usia gestasi dibawah 32 minggu)
2. Asfiksia perinatal
3. Maternal diabetes,
4. Bayi prematur yang lahir dengan operasi caesar
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
2. Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengembangan
kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih
belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan
mengalami sesak nafas.
3. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam
proteinaceous filtrat serum (saringan serum protein), di fagosit oleh makrofag.
4. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
5. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
6. Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai
sejak kehamilan minggu ke-22, semakin muda usia kehamilan, maka semakin besar
pula kemungkinan terjadi RDS.
D. Manifestasi Klinis
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh
tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat
gejala klinis yang ditujukan. Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli,
edema, dan kerosakan sel dan selanjutnya menyebabkan kebocoran serum protein ke
dalam alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Gejala klinikal yang timbul yaitu :
adanya sesak nafas pada bayi prematur segera setelah lahir, yang ditandai dengan takipnea
(> 60 x/menit), pernafasan cuping hidung, grunting, retraksi dinding dada, dan sianosis,
dan gejala menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir.
Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu:
1. Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara.
2. Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran udara
terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer menutupi bayangan jantung dengan
penurunan aerasi paru.
3. Alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru terlihat lebih opaque dan
bayangan jantung hampir tak terlihat, bronchogram udara lebih luas. keempat, seluruh
thorax sangat opaque (white lung) sehingga jantung tak dapat dilihat.
Tanda dan gejala yang muncul dari RDS adalah:
1. Pernapasan cepat
2. Pernapasan terlihat parodaks
3. Cuping hidung
4. Apnea
5. Murmur
6. Sianosis pusat
E. Pemeriksaan Penunjang / Diagnostik
1. Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi diaphragma dengan
overdistensi duktus alveolar.
2. Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3. Data laboratorium
4. Profil paru,
a. Untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan amnion (untuk janin yang
mempunyai predisposisi RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35
minggu Tingkat phosphatydylinosito
b. Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2 kurang dari 60 mmHg,
saturasi oksigen 92% 94%, pH 7,31 7,45
c. Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release potassium dari sel alveolar
yang rusak.
F. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2007) dan Surasmi,dkk (2009) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
1. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling sering dan bila
bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
2. Pantau selalu tanda vital
3. Jaga kepatenan jalan nafas
4. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal) Jika bayi mengalami apneu
5. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
6. Bila terjadi kejang segera periksa kadar gula darah
7. Pemberian nutrisi adekuat Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen
lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas.
Menajemen spesifik atau menajemen lanjut :
a. Gangguan nafas ringan
beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut Transient Tacypnea of the Newborn
(TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa
kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
b. Gangguan nafas sedang
1) Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
2) Bayi jangan diberi minum
3) Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
kemungkinan besar sepsis.
Suhu aksiler <> 39C
Air ketuban bercampur mekonium
4) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban pecah dini
(> 18 jam) .
5) Bila suhu aksiler 34- 36,5 C atau 37,5-39C tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal ulangi
tahapan tersebut diatas.
6) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam Apabila
bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah 2 jam,
terapi untuk kemungkinan besar sepsis
7) Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi o2secara
bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat
menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara pemberian minum
8) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan
tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan .

c. Gangguan nafas berat


1) Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis
lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas
sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras dengan
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.
Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru
c. Fenobarbital
d. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
e. Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian
dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam pengobatan
RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber alami misalnya
manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan
buatan .
G. Komplikasi Penyakit
1. Komplikasi jangka pendek dapat terjadi :
a. kebocoran alveoli : Apabila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinikal hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Jangkitan penyakit karena keadaan penderita yang memburuk dan adanya
perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni. Infeksi dapat timbul kerana
tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi terbanyak
pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
2. Komplikasi jangka panjang
Dapat disebabkan oleh keracunan oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru,
memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen yang menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik yang
disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu
menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin
A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
b. Retinopathy prematur Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi
yang berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial,
dan adanya infeksi.

BAB II.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesa :
a. Data Demografi
Nama
Usia : bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu.
Jenis Kelamin
Suku / Bangsa
Alamat
a. Keluhan Utama :
Pasien dengan RDS didapatkan keluhan seperti sesak, mengorok ekspiratori,
pernapasan cuping hidung, lemah, lesu, apneu, tidak responsive, penurunan bunyi
napas.
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada pasien RDS, biasanya akan diawali dengan tanda-tanda mudah letih, dispnea,
sianosis, bradikardi, hipotensi, hipotermi, tonus otot menurun, edema terutama di
daerah dorsal tangan atau kaki, retraksi supersternal/ epigastrik/ intercosta, grunting
expirasi. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Perlu ditanyakan apakah pasien mengalami prematuritas dengan paru-paru yang
imatur (gestasi dibawah 32 minggu), gangguan surfactan, lahir premature dengan
operasi Caesar serta penurunan suplay oksigen saat janin saat kelahiran pada bayi
matur atau premature, atelektasis, diabetes mellitus, hipoksia, asidosis
d. Riwayat Maternal
Meliputi riwayat menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan placenta, placenta previa, tipe dan lama persalinan, stress fetal atau
intrapartus, dan makrosomnia (bayi dengan ukuran besar akibat ibu yang memiliki
riwayat sebagai perokok, dan pengkonsumsi minuman keras serta tidak
memperhatikan gizi yang baik bagi janin).
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang terkena penyakit -penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab kelahiran premature / Caesar sehingga menimbulakan
membrane hyialin disease.
f. Riwayat psikososial
Meliputi perasaan keluarga pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya serta bagaimana perilaku keluarga pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap bayinya.
g. Status Infant saat Lahir
Prematur, umur kehamilan
Apgar score, apakah terjadi aspiksia
Apgar score adalah : Suatu ukuran yang dipakai untuk mengevaluasi keadaan
umum bayi baru lahir.
Bayi premature yang lahir melalui operasi Caesar
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit),
pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung,
sianosis dan pucat, hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan
sentakan dagu. Pada awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan
menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan dapat
dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi kardiovaskuler. Penilaian
fungsi respirasi meliputi:
a. Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada bayi. Takhipneu
tanpa tanda lain berupa distress pernafasan merupakan usaha kompensasi terhadap
terjadinya asidosis metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,
diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik. Frekuensi nafas yang
sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada hipotermi, kelelahan dan depresi SSP
yang merupakan tanda memburuknya keadaan klinik.
b. Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping hidung, retraksi
dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi jalan nafas dan penyakit alveolar.
Anggukan kepala ke atas, merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan
terjadi gangguan mekanik usaha pernafasan.
c. Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat berbercak
(mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan teraba dingin.
d. Kardiovaskuler
Frekuensi jantung dan tekanan darahAdanya sinus tachikardi merupakan respon
umum adanya stress, ansietas, nyeri, demam, hiperkapnia, dan atau kelainan
fungsi jantung
Kualitas nadi Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui volume
dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan tidak teraba pada satu sisi
menandakan berkurangnya aliran darah atau tersumbatnya aliran darah pada
daerah tersebut. Perfusi kulit kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya
bercak, pucat dan sianosis.
e. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan dengan cara:
Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan sedikit ekstremitas
dibandingkan jantung kemudian tekan telapak tangan atau kaki tersebut selama 5
detik, biasanya tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat akan
menghilang 2-3 detik
Perfusi pada otak dan respirasiGangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh
gelisah diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak selain terjadi
penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan otot, kejang dan dilatasi pupil.
3. ADL (Activity daily life)
a. Nutrisi :
Bayi dapat kekeurangan cairan sebagai akibat bayi belum minum atau menghisap
b. Istirahat tidur
Kebutuhan istirahat terganggu karena adanya sesak nafas ataupun kebutulan nyaman
tergangu akibat tindakan medis
c. Eliminasi
Penurunan pengeluaran urine
4. Pemeriksaan penunjang
a. Foto rontgen thorak
Pola retikulo granular difus bersama bromkogram udara yang saling tumpang
tindih
Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat, inflasi paru buruk.
Kemungkinan terdapat kardiomegali bila sistem lain juga terkepa (bayi dari ; ibu
diabetes, hipoksia, gagal jantung kongestif)
Bayangan timus yang besar
Bergranul merata pada bronkogram udara, yang menandakan penyakit berat jika
terdapat pada beberapa jam pertama.
b. Pemeriksa darah
Asidosis metabolik
PH menurun (N : PH 7,35- 7,45)
Penurunan Bicarbonat (N : 22-26 meg/L)
PaCO2 Normal (N : 35-45 mmHg)
Peningkatan serum K
Asidosis respiratorik
PH menurun (N : PH 7,35-7,45)
Peningkatan PaCO2 (N : 35-45 mmHg)
Penurunan PaO2 (N : 80-100 mmHg)
Imatur lecithin / sphingomylin (L/S)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi surfaktan
dan ketidakstabilan alveolar)
2. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler- alveolar
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnose Tujuan Intervensi
Keperawatan (NOC) (NIC)
1 Kerusakan Setelah dilakukan Monitor Respirasi (3350) :
pertukaran gas asuhan keperawatan1. Monitor rata-rata irama, kedalaman dan
b.d perubahan selama 5x 24 jam, usaha untuk bernafas.
membran pertukaran gas 2. Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
kapiler-alveoli pasien menjadi penggunaan otot bantu dan retraksi
efektif, dengan dinding dada.
Batasan kriteria : 3. Monitor suara nafas, saturasi oksigen,
karakteristik : sianosis
- Takikardia Status Respirasi : 4. Monitor kelemahan otot diafragma
- Hiperkapnea Ventilasi (0403) : 5. Catat onset, karakteristik dan durasi
- Iritabilitas - Pasien batuk
- Dispnea menunjukkan 6. Catat hasil foto rontgen
- Sianosis peningkatan
- Hipoksemia ventilasai dan Terapi Oksigen (3320) :
- Hiperkarbia oksigenasi adequat 1. Kelola humidifikasi oksigen sesuai
- Abnormal frek, berdasarkan nilai peralatan
irama, AGD sesuai 2. Siapkan peralatan oksigenasi
kedalaman nafas parameter normel 3. Kelola O2 sesuai indikasi
- Nafas cuping pasien 4. Monitor terapi O2 dan observasi tanda
hidung - Menunjukkan fungsi keracunan O2
paru yang normal
dan bebas dari Manajemen Jalan Nafas (3140) :
tanda-tanda distres Bersihkan saluran nafas dan pastikan
pernafasan airway paten
Monitor perilaku dan status mental
pasien, kelemahan , agitasi dan konfusi
Posisikan klien dgn elevasi tempat tidur
Bila klien mengalami unilateral penyakit
paru, berikan posisi semi fowlers
dengan posisi lateral 10-15 derajat /
sesuai tole-ransi
5. Monitor efek sedasi dan analgetik pada
pola nafas klien

Manajemen Asam Basa (1910) :


1. Kelola pemeriksaan laboratorium
2. Monitor nilai AGD dan saturasi
oksigen dalam batas normal
2 Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas (3140) :
efektif b.d tindakan 1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi
imaturitas keperawatan selama leher ektensi jika memungkinkan.
(defisiensi ..x 24 jam 2. Posisikan klien untuk memaksimalkan
surfaktan dan diharapkan pola ventilasi dan mengurangi dispnea
ketidak-stabilan nafas efektif denga 3. Auskultasi suara nafas
alveolar). kriteria hasil : 4. Monitor respirasi dan status oksigen

Batasan Status Respirasi : Monitor Respirasi (3350) :


karakteristik : Ventilasi (0403) : 1. Monitoring kecepatan, irama,
- Bernafas - Pernapasan pasien kedalaman dan upaya nafas.
mengguna-kan 30-60X/menit. 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada,
otot pernafasan - Pengembangan retraksi dada dan alat bantu pernafasan
tambahan dada simetris. 3. Monitor adanya cuping hidung
- Dispnea - Irama pernapasan 4. Monitor pola nafas : bradipnea,
- Nafas pendek teratur takipnea, hiperventilasi, respirasi
- Pernafasan rata-- Tidak ada retraksi kusmaul, apnea
rata < 25 atau > dada saat bernapas 5. Monitor adanya lelemahan otot
60 kali permenit- Inspirasi dalam diafragma
tidak ditemukan 6. Auskultasi suara nafas, catat area
- Saat bernapas tidak penurunan dan ketidak adanya ventilasi
memakai otot napas dan bunyi nafas
tambahan
- Bernapas mudah
- Tidak ada suara
napas tambahan
3 Hipotermia b.d Setelah dilakukan Pengobatan Hipotermi (3800) :
berada di tindakan 1. Pindahkan bayi dari lingkungan yang
lingkungan yang keperawatan selama dingin ke dalam lingkungan / tempat
dingin ..x 24 jam yang hangat (didalam inkubator atau
hipotermia tidak lampu sorot)
Batasan terjadi dengan 2. Segera ganti pakaian bayi yang dingin
karakteristik : kriteria : dan basah dengan pakaian yang hangat
- Penurunan suhu dan kering, berikan selimut.
tu-buh di bawah Termoregulasi 3. Monitor gejala dari hopotermia : fatigue,
ren-tang normal Neonatus (0801) : lemah, apatis, perubahan warna kulit
- Pucat - Suhu axila 36-37 C4. Monitor status pernafasan
- Menggigil - RR : 30-60 X/menit5. Monitor intake dan output
- Kulit dingin - Warna kulit merah
- Dasar kuku muda
sianosis - Tidak ada distress
- pengisian kapiler respirasi
lambat - Tidak menggigil
- Bayi tidak gelisah
- Bayi tidak letargi
D. EVALUASI
Evaluasi yang dilakukan mengacu kepada tujuan yang diharapkan :
1. Pertukaran gas menjadi efektif,
2. Menunjukkan fungsi paru yang normal dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan.
3. Ventilasi/oksigenasi adekuat untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
4. Jalan nafas kembali efektif.
5. Pola nafas kembali efektif.
6. Tidak ada distress respirasi.
7. Bayi tidak menggigiL.
8. Bayi tidak gelisah.
9. Bayi tidak letargi

DAFTAR PUSTAKA
Hidayat. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Medical Record Rumah Sakit Muhammadiyah. 2014.
Nughoro. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Dalam. Yogyakarta :
Nuha Medika
Wilkinsom dkk. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawata. Jakarta : EGC
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
NANDA International. Nanda International: Nursing Diagnoses 2009-2011. USA:Willey
Blackwell Publication, 2009

Anda mungkin juga menyukai