Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesempatan dan kesehatan kepada kami, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan
tuntas . Tidak lupa juga kami berterima kasih kepada dosen pengajar kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Dalam makalah ini kami membahas tentang EPILEPSI. Kami selaku penyusun makalah ini
berharap semoga makalah ini dapat dipergunakan atau dapat bermanfaat bagi orang lain. Apabila
ada salah kata atau salah penulisam, mohon dimaafkan sebesar besarnya.

Semoga makalah ini dapat diterima di masyarakat, dan dapat membantu mahasiswa lain untuk
mengenal tentang EPILEPSI

Jakarta, 12 oktober 2017

20
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 2

BAB I
Pendahuluan ................................................................................................................................. 3

BAB II
Pembahasan........................................................................................................................................ 5

A. Definisi Epilepsi ..................................................................................................................... 5

B. Definisi obat anti epilepsi ................................................................................... 7

C. Klasifikasi bangkitan epilepsy 8

D. Mekanisme terjadinya epilepsy .. 9

E. Penggolongan obat anti epilepsy 10

F. Mekanisme kerja obat anti epilepsy ....18

BAB III
Kesimpulan dan Saran.......................................................................................................................20

Daftar Pustaka...................................................................................................................................... 22

20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Epilepsi atau penyakit ayan merupakan manifestasi klinis berupa muatan listrik yang
berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan kejang berulang. Lepasnya muatan listrik
yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan serta pengiriman impuls dalam/dari
otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu.
Secara umum masyarakat di Indonesia salah mengartikan penyakit epilepsi.
Akibatnya, penderita epilepsi sering dikucilkan. Padahal, epilepsi bukan termasuk penyakit
menular, bukan penyakit jiwa, bukan penyakit yang diakibatkan ilmu klinik, dan bukan
penyakit yang tidak bisa disembuhkan.
Umumnya ayan mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran, luka
kepala, pitam otak (stroke), tumor otak, alkohol. Kadang-kadang, ayan mungkin juga karena
genetika, tapi ayan bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum
diketahui.
Sedangkan, Antiepilepsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati
bangkitan epilepsi. Bromida, obat pertama yang digunakan untuk terapi epilesi telah ditinggalkan
karema ditemukan berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek
antikonvulsi spesifik, yang berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya.
Pengetahuan masyarakat yang kurang tentang penyakit epilepsi atau ayan dan
antiepilepsi, maka dari itu melatarbelakangi penulis menyusun makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian epilesi?
2. Bagaimana mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi?
3. Bagaimana penggolongan obat antiepilepsi?
4. Bagaimana mekanisme kerja obat antiepilepsi?
5. Bagaimana efek samping dan perhatian obat antiepilepsi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari epilesi.
2. Untuk mengetahui mekanisme terjadinya bangkitan epilepsi.
3. Untuk mengetahui penggolongan obat antiepilepsi.

20
4. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat antiepilepsi.
5. Untuk mengetahui efek samping dan perhatian obat antiepilepsi.

BAB II

PEMBAHASAN

20
A. Definisi Epilepsi

Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf
pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episode singkat (disebut bangkitan berulang
atau recurrent seizure) dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini
biasanaya disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik
dan disertai gambaran letupan EEG (abnormal dan eksesif).

Bangkitan epilepsi merupakan fenomena klinis yang berkaitan dengan letupan listrik
atau depolarisasi abnormal yang eksesif, terjadi di suatu fokus dalam otak yang
menyebabkan bangkitan paroksismal. Fokus ini merupakan neuron epileptic yang sensitive
terhadap rangsang disebut neuron epileptic. Neuron inilah yang menjadi sumber bangkitan
epilepsi.

Letupan depolarisasi di dapat terjadi di daerah korteks. Penjalaran yang terbatas di


daerah korteks akan menimbulkan bangkitan parsial misalnya epilepsi focal Jackson; letupan
depolarisasi tersebut dapat menjalar ke area yang lebih luas dan menimbulkan konvulsi
umum (epilepsi umum: generalized epilepsy). Letupan depolarisasi di luar korkeks
motorik antara lain di luar sensorik, pusat sub kortikal, menimbulkan gejala aura
prakonvulsi antara lain adanya penghiduan bau wangi-wangian, gangguan proksismal
terhadap kesadaran/kejiwaan; selanjutnya penjalaran ke daerah korteks motorik
menyebabkan konvulsi. Berdasarka temapat asaal letupan depolarisasi, jenis bangkitan dan
penjalaran depolarisasi tersebut, dikenal berbagai bentuk epilepsi.

Gejala Epilepsi antara lain:

1. Mata yang terbuka saat kejang.

2. Tubuh yang menjadi kaku selama beberapa detik. Ini bisa diikuti dengan gerakan-
gerakan ritmis pada lengan dan kaki atau tidak sama sekali.

3. Otot-otot pada tubuh terutama lengan, kaki, dan badan bagian atas berkedut.

4. Otot tubuh tiba-tiba menjadi relaks sehingga penderita jatuh tanpa kendali.

5. Gerakan ritmis berangsur-angsur lambat sebelum akhirnya berhenti.

20
6. Penderita epilepsi kadang-kadang mengeluarkan suara-suara atau berteriak saat
mengalami kejang-kejang.

7. Mengompol.

8. Kesulitan bernapas untuk beberapa saat, sehingga badannya terlihat pucat atau bahkan
membiru.

9. Dalam sebagian kasus, kejang menyeluruh membuat penderita benar-benar tidak


sadarkan diri.

10. Setelah sadar, penderita terlihat bingung selama beberapa menit atau jam.

Pada dasarnya, epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :

A. Bangkitan Umum ( Epilepsi Umum) yang terdiri dari


1. Bangkitan Tonik-klonik (Epilepsi Grand mal)
2. Bangkitan Lena (Epilepsi Petit mal atau absences)
Bangkitan Lena tidak khas (Atypical absence)
3. Bangkitan mioklonik (Epilepsi Mioklonik)
4. Bangkitan klonik
5. Bangkitan tonik
6. Bangkitan atonik
7. Bangkitan infantil (Spasme infantil)

B. Bangkitan parsial atau focal atau local (Epilepsi parsial atau fokal)
1. Bangkitan parsial sederhana
2. Bangkitan parsial kompleks
3. Bangkitan parsial yang berkembang mejadi bangkitan umum misalnya bangkitan tonik-klonik,bangkitan tonik
atau bangkitan klonik saja. Epilepsi Psikomotor atau epilepsi lobus temporalis merupakan bangkitan parsial
kompleks atau bangkitan parsial yang berkembang menjadi epilepsi umum bilafokusnya terletak di lobus
temporalis anterior.

B. Definisi obat Antiepilepsi


Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi. Golongan obat
ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Bromida, obat pertama yang digunakan untuk terapi epilepsi telah di tinggalkan karena ditemukanya
berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki efek antikonvulsi spesifik, yang

20
berarti efek antikonvulsinya tidak berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di Indonesia fenobarbital
ternyata masih digunakan, walaupun di luar negeri obat ini mulai banyak di tinggalkan. Fenitoin
(difenilhidantoin), sampai saat ini masih tetap merupakan obat utama antiepilepsi. Di samping
itukarbamazepin yang relatif lebiih baru makin banyak digunakan, krena dibandingkan denganf enobarbital
pengaruhnya terhadap perubahan tingkah laku maupun kemampuan kognitif lebih kecil.
Epilepsi (dari bahasa Yunani Kuno Epilepsia) adalah gangguan neurologis umum kronis yang
ditandai dengan kejang berulang tanpa alasan. Ini adalah tanda-tanda kejangsementara dan / atau gejala dari
aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron diotak. Sekitar 50 juta orang di seluruh dunia
memiliki epilepsi, dengan hampir 90% dari orang-orang yang di negara-negara berkembang.Epilepsi lebih
mungkin terjadi pada anak-anak muda, atau orang di atas usia 65 tahun,namun dapat terjadi setiap saat.
Epilepsi biasanya dikontrol, tapi tidak sembuh, denganpengobatan, meskipun operasi dapat dipertimbangkan
pada kasus yang sulit. Namun, lebih dari30% orang dengan epilepsi tidak memiliki kontrol kejang bahkan
dengan obat terbaik yang tersedia. Tidak semua sindrom epilepsi seumur hidup - beberapa bentuk terbatas
pada stadium tertentu dari masa kanak-kanak. Epilepsi tidak harus dipahami sebagai gangguan tunggal,
tetapilebih sebagai sindrom dengan gejala jauh berbeda tetapi semua yang melibatkan aktivitas
listrik episodik abnormal di otak.Epilepsi adalah sebuah kondisi otak yang dicirikan dengan kerentanan
untuk kejang berulang(peristiwa serangan berat, dihubungkan dengan ketidaknormalan pengeluaran elektrik
dari neuron pada otak). Kejang merupakan manifestasi abnormalitas kelistrikan pada otak yang
menyebabkan perubahan sensorik, motorik, tingkah laku.

C. Klasifikasi Bangkitan Epilepsi


1. Bangkitan umum toknik klonik (grand mal)
Merupakan jenis bangkitan yang paling dramatis, terjadi pada 10% populasi epilepsi.
Terdiri atas 3 fase : fase toknik, fase klonik dan fase pasca kejang.
2. Bangkitan lena (petit-mal) / abscence
Bangkitan lena terjadi secara mendadak (10-45 detik). Manifestasi klinis: berupa
kesadaran menurun sementara, namun kendali atas fostur tubuhmasih baik(pasien tidak
jatuh), biasanya disertai automatisme (geraka-gerakan berulang), maka berkedip
gerakan-gerakan eksteremitas berulang, gerakan mengunyah. Terjadi sejak masa kanak-
kanak (4-8 tahun). Remisi spontan 60-70% pasien pada masa remaja. Seringkali disertai
oleh bangkiatan sekunder.
3. Bangkitan lena aptikal
Manifestasi klinisnya berupa perubahan postural terjadi lebih lambat dan lebih lama,
biasanya disertai retardasi mental. Lebih refrakter terhadap terapi.
4. Bangkitan mioklonik

20
Berupa kontraksi otot sebagian/seluruh tubuh yang terjadi secara cepat dan mendadak .
mioklonik dapat terlihat pada berbagai jenis bangkitan seperti : bangkitan umum tonik-
klonik, bangkitan parsial, bangkitan umum tipe abscence dan spasme infantil.
5. Bangkitan atonik
Klinis : tiba-tiba kehilanagan tonus otot postural sehingga seringkali jatuh tiba-tiba.
Sering terjadi pada anak-anak.
6. Spasme infantil
Terjadi pada usia 4-8 bulan. Manifestasi klinisnya berupa kontraksi leher, batang tubuh
dan ekstremitas simetris bilateral; ada frakmentasi serangan kejang/terputus.faktor
pencetus: infeksi , tbc, hiperglikemia, hipoglikemia, kelainan metabolisme. Sebagian
besar tidak responsif terhadap terapi, dan retardasi mental tidak dapat dicegah dengan
terapi.
7. Bangkitan parsial sederhana
Dapat menyebabkan gejala-gejala motorik, sensorik, otonom dan psikis tergantung
korteks serebri yang aktivasi, namun kesadaran tidak terganggu: penyebaran cetusan
listrik abnomal minimal, pasien masih sadar.
8. Bangkitan parsial kompleks
Penyebaran cetusan listrik yang abnormal lebih banyak. Biasanya terjadi pada lobus
temporal karena lobus ini rentan terhadap hipoksia/infeksi. Klinis: ada tanda
peringatan/aura yang disertai oleh perubahan kesadaran ; diikuti oleh automatisme,
yakni gerakan otomatis yang tidak disadari seperti menjilat bibir, menelan, menggaruk,
berjalan, yang biasanya berlangsung selam 30-120 detik. Kemudian, biasanya pasien
kembali norma yang disertai kelelahan selama beberapa jam.
9. Kejang deman pada neonatus
Adalah kejang pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun tanpa disertai kelainan neurologis,
bersifat umum dan singkat (< 15 menit) terjadi bersamaan dengan demam, hanya terjadi
1x 24 jam,. Anak-anak dengan infeksi susunan saraf pusat atau kejang tanpa demam
sebelumnya tidak dapat disebut menderita kejang demem.
10. Status epileptikus
Yaitu suatu bangkitan yang etrjadi berulang-ulang. Pasien belum sadar setelah epesode
pertama , serangan berikutnya sudah di mulai. Merupakan suatu kegawat daruratan. Ada
berbagai jenis status epileptikus, tapi yang paling sering adalah jenis status epileptikus
umum, tonik-klonik. Dapat disebabkan penghentian terapi yang mendadak, terapi yang
tidak memadai, penyakit-penyakit dalam otak (ensefalitis, tumor dalam otak, kelainan
serebrovaskular), keracunan alkohol. Efek yang ringan dengan gangguan kesadaran
yang singkat.

20
D. Mekanisme Terjadinya Bangkitan Epilepsi

Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi yang timbul kadang-kadang, secara tiba-
tiba, berlebihan dan cepat; letupan ini menjadi bangkitan umumbila neuron normal
disekitarnya terkena pengaruh letupan tersebut.

Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya


cetusanlistrik tersebut akan melampui inhibisi neuron disekitarnya, kemudian menyebar
melalui hubungan sanapis kotiko-kortikal. Tidak ada gejala klinis yang tampak, abnormalitas
Eeg tetap terekam pada periode antar kejang. Kemudian, cetusan korteks tersebut menyebar
ke korteks kontateral melalui jalur hemister dan jalur nukleus sub korteks. Gejala klinis
tergantung pada bagian otak yang teraksitasi misalnya salivasi, midriasis, takikardi. Aktivitas
subkorteks akan diteruskan kembali ke fokus korteks asalnya sehingga akan meningkatkan
aktivitas eksitasi dan terjadinya penyebaran cetusan listrik ke neuron-neuron spinal melaui
jalur kortispinal dan retikulospinal sehingga menyebabkan kejang tonik-klonik umum yang
berulang dan akhirnya timbul kelelahan neuron pada fokus epilepsi dan menimbulkan
paralisis dan kelelahan pascaepilepsi.

Sedangkan mekanisme dasar terjadinya bangkitan parsial meliputi dua fase:

1. Fase inisiai terdiri atas letupan potensial aksi frekuensi tinggi yang melibatkan peranan
kanal ion Ca++ dan Na+ serta hiperpolarisasi yang dimediasi oleh reseptor GABA atau
ion K+.
2. Fase propagasi. Dalam keadaan normal, penyebaran depolarisasi akan dihambat oleh
neuron-neuron inhibisi di sekitarnya yang mengadakan hiperpolarisasi. Namun pada fase
propagasi terjadi peningkatan K+ intrasel (yang mendepolarisasi neuron disekitarnya)
akumulasi Ca++ pada ujung akhir pre sinaps (meningkatkan pelepasan neurotrasmitor)
serta mengeduksi reseptor eksitasi NMDA dan meningkatkan ion Ca++ sehingga tidak
terjadi inhibisi oleh neuron-neuron disekitarnya. Kemudian akan dilanjutkan dengan
penyebaran dari korteks hingga spinal , sehingga dapat menyebabkan epilepsi
umum/epilepsi sekunder.

E. Pengolongan Obat Anti Epilepsi

20
Antiepilepsi digolongkan dalam 5 golongan kimiawi, yakni hidantoin, barbiturat,
oksazolidindion, suksimid dan asetil urea. Akhir-akhir ini karbamazepin dan asam valproat
memegang peran penting dalam terapi pengobatan epilepsi.

Farmakokinetik obat antiepilepsi. Sebagian besar obat antiepilepsi dimetabolisme di


hati, kecuali vigabatrin dan gabapentin yang dieliminasi oleh sekresi ginjal.

Berikut golongan kimiawi antiepilepsi:

1. Golongan Hidantoin
Dalam golongan hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi, fenitoin (Difenilhidatoin),mefinitoin
dan etotoin dengan fenotoin sebagai prototipe.

a. Fenitoin
Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis epilepsy, kecuali bangkitan lena. Adanya
gugus fenil atau aromatic lainnya pada atom C penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-
klonik, sedangkan gugus alkilbertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin dan
barbiturat, tetapi tidak padafenitoin. Adanya gugus metal pada atom N akan mengubah spectrum
aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N dimetilisasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan
metabolit tidak aktif.
b. Farmakologi fenitoin
Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.Dosis toksik
menyebabkan eksitasi dan dosis letal menimbulkan rigditas deserebrasi.Sifat antikonvulsi fenitoin
didasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagianlain otak. Efek stabilitasi
membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan membran sellainnya yang juga mudah
terpacu misalnya sel sistem konduksi jantung. Fenitoin mempengaruhiperpindahan ion melintasi
membran sel, dalam hal ini khususnya dengan menggiatkan pompano + neuron.

c. Farmakokinetik fenitoin
Absorbsi fenitoin yang diperlukan berlangsung lambat, 10% daridosis oral diekskresikan
melalui tinja dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapaidalam 3-12 jam. Bila dosis
muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosisterbagi antara 8-12 jam, kadar
efektif plasma akan tercapai dalam 24 jam. Pemberian fenitoinmengendap di tempat suntikan kira-
kira 5 hari, dan absorbs berlangsung lambat. \ Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh
albumin plasma kira-kira 90%. Pada orangsehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat
kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal, penyakit

20
hati atau penyakit hepatorenal danneonatus fraksi bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien
epilepsi, fraksi bebas berkisarantara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga
kerjanya bertahan lebihlama tetapi mula kerja lebih lambat dari fenobarbital.

d. Interaksi Obat Fenition


Kadar fenition dalam plasma akan meninggi bila diberikan bersama kloramfenikol, disulfiram,
INH, simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide tertentu, karna obat-obat tersebut mengambat
biotransformasi fenition, sedangkan sulfisoksazol, fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan

mempengaruhi ikatan protein plasma fenitoin sehingga meninggikan juga kadarnya dalam
plasma. Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan, diduga karena
teofilin meningkatkan biotransformasi fenitoin juga mengurangi absorpsinya

e. Intoksikasi dan efek sampingfenitoin


1) Susunan Saraf Pusat
Efek samping fenitoin tersering ialah diplopia, ataksia, vertigo, nistagmus, sukar bebicara
(slurred speech) disertai gejala lain, misalnya tremor, gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan mental
yang sifatnya berat, ilusi, halusinasi sampai psikotik. Defisiensi folat yang cukup lama
merupakan factor yang turut berperan dalam terjadinyagangguan mental.efek samping SSP lebih
sering terjaadi dengan dosis melebihi 0,5 g sehari.

2) Saluran Cerna Dan Gusi.


Nyeri ulu hati, anoreksia, mual dan muntah terjadi karena fenitoin bersifat alkali. Ploriferasi
epitel dan jaringan ikat gusi dapat terjadi pada penggunaan kronik, dan menyebabkan
hyperplasia pada 20% pasien .

3) kulit
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien, lebih sering pada anak dan remaja yaitu
berupa ruam morbiliform. Beberapa kasus diantaranya disertai hiperpireksia, eosinofilia,
dan terjadi ruam kulit sebaiknya pemberian obat dihentikan, dan diteruskan kembali dengan
berhati-hati bila kelainan kulit telah hilang. Pada wanita muda, pengobatan fenitoin secara
kronik menyebabkan keratosis dan hirsutisme, karena meningkatnya aktivitas korteks
suprarenalis.

4) Lain-Lain.

20
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus atau hepatitis, anemia megaloblastik (antara
lain akibat defisiensi folat) atau kelainan darah jenis lain,pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin
bersifat teratogenik.kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat kongnital meningkat menjadi 3
kali, bila ibunya mendapatkan terapi fenitoin selama trimester pertama kehamilan. Cacat
congenital yang menonjol ialah keiloskisis dan palatoskisis. Pada kehamilan lanjut, fenitoin
menyebabkan abnormalitas tulang pada neonatus. Pengunaan fenitoin pada wanita hamil tetap

diteruskan berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan


cacat pada anak sedangkan tidak semua ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat.

f. Indikasi,
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan tonik-klonik dan bangkitan persial atau fokal.
Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai penggunaan fenobarbital karena batas
keamanan yang sempit, efek samping dan efek toksik, sekalipun ringantetapi cukup mengganggu
terutama pada anak.Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan aritmia jantung.
Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT) untuk meringankan konvulsinya dan
bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra piramidal iatrogenic.

g. Sediaan Dan Posologi.


Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai garam Nadalam bentuk kapsul 100 mg dan
tablet kunyah 30 mg untuk pemberian oral, sedangkan sediaan suntik 100mg/2ml. Disamping itu
juga tersedia bentuk sirup dengan takaran 125mg/5ml.Harus diperhatikan agar kadar plasma
optimal, yaitu berkisar antara 10-20g/ml. kadardibawahnya kurang efektif untuk pengendalian
konvulsi, sedangkan jika kadar lebih tinggi akan bersifat toksik. Dosis fenitoin selalu harus
disesuaikan untuk masing-masing individu, patokan kadar terapi antara 10-20g/ml bukan
merupakan angka mutlak karena beberapa pasien menunjukan efektivitas fenitoin yang baik pada
kadar 8g/ml, sedangkan pada pasien lain,nistagmus sudah terjadi pada kadar 15g/ml. Untuk
pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan dosis penunjang antara 300-
400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis awal sama dengan dosis dewasa,
sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal 1/3 dosis dewasa, dosis penunjang ialah 4-8
mg/kgBB sehari, maksimum 300mg. Dosis awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian.

20
2. Golongan Barbiturat
Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat antikonvulsidan yang
biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting barbiturates). Disini dibicarakan efek

antiepilepsi prototip barbiturate yaitu fenobarbital dan pirimidon yang strukturkimia nya mirip
dengan barbiturate.Sebagai antiepilepsi fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy. Barbiturat
menghambattahap akhir oksidasi mitokondria,sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi

tinggi.Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach, dan untuk
repolarisasimembrane sel neuron setelah depolarisasi.

a. Fenobarbital
Fenobarbital, asam 5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organik pertama yang
digunakan dalam pengobatan antiepilepsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas bangkitan dan
menaikkan ambang rangsang. Dosis efektifnya relatif rendah. Efek sedatif, dalam hal ini dianggap
sebagai efek samping, dapat diatasi dengan pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek
antikonvulsinya.

Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk mengendalikan
epilepsy disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 10-40g/ml. Kadar plasma diatas
40g/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pemberian fenobarbital harus secara
bertahap guna mencegah kemungkinan meningkatnya frekuensi bangkitan kembali, atau malahan
bangkitan status epileptikus. Interaksi fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena
frnobrbital meningkatkan aktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat akan
menyebabkan kadar fenobarbital meningkat 40%.

3. Golongan Oksazolidindion
a. Trimetadion
Trimetadion ( 3,5,5 trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak oleh
suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat analgetik dan
hipnotik.

b. Farmakodinamik Trimetadion
Trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga transmisi impuls berurutan
dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak terganggu.Trimetadion memulihkan EEG abnormal
pada bagkitan lena.

20
c. Farmakokinetik Trimetadion
Trimetadion per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke berbagai cairan
badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan demetilasi yang menghasilkan
didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4, dion ). Senyawa ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan
lena, tetapi efek antikonvulsi nya lebih lemah.

d. Intoksikasi dan efek samping


Intoksikasi dan efek samping trimetadion yangbersifat ringan berupa sedasi hemeralopia,
sedang yang bersifat lebih berat berupa gejala pada kulit, darah, ginjal dan hati. Gejala intoksikasi
lebih sering ttimbul pada pengobatan kronik. Sedasi berat dapat diatasi dengan amfetamin tanpa
mengurangi efek antiepilepsinya, bahkan sesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena. Efek
samping pada kulit berupa ruam morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat lagi berupa
dermatitis eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah berupa neutropenia ringan, tetapi
anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan fungsi ginjal dan hati, berupa syndromenefrotik dan
hepatitis, dapat menyebabkan kematian.

e. Indikasi
Indikasi utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai komponenbangkitan
bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran EEG dan meniadakankelainan EEG akibat
hiperventilasi maksimal pada 70% pasien. Bangkitan lena yang timbul padaanak umumnya sembuh
menjelang dewasa. Dalam kombinasi dengan trimetadion, efek sedasifenobarbital dan primidon
dapat memberat. Sebaiknya jangan dikombinasikan denganmefenitoin, sebab gangguan pada darah
dapat bertambah berat.Penghentian terapi trimetadion harus secara bertahap karena bahaya
eksaserbasi bangkitandalam bentuk epileptikus, demikian pula obat lain yang terlebih dulu
diberikan.

f. Kontraindikasi
Trimetadion di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia, penyakit hati, ginjal dan
kelainan n.opticus.

4. Golongan Suksinimid

Antiepilepsi golongan suksinimid yang digunakan di klinik adalah etosuksimid,metsuksmid dan


fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan, terungkap bahwaspectrum antikonvulsi etosuksimid

20
sama dengan trimetadion. Sifat yang menonjol darietosuksimid dan trimetadion adalah mencegah
bangkitan konvulsi pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat antipentilentetrazol terkuat, merupakan
obat yang paling selektif terhadap bangkitan lena.

Etosuksimid Etosuksimid di absorbs lengkap melalui saluran cerna. Setelah dosis tunggal
oral,diperlukan waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam plasma. Distribusimerata ke

segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa dengan kadar plasma. Efek samping yang sering
timbul ialah mual, sakit kepala, kantuk dan ruam kulit. Gejala yanglebih berat berupa agranulositosis
dan pansitopenia. Dibandingkan dengan trimetadion.etosuksimid lebih jarang menimbulkan diskrasia
darah, dan nefrotoksisitas belum pernahdilaporkan, sehingga etosuksmid umumnya lebih disukai dari
pada Trimetadion.Etosuksimid merupakan obat terpilih untuk bangkitan lena. Terhadap bangkitan lena
padaanak, efektivitas etosuksimid sama dengan trimetadion, 50-70 % pasien dapat
dikendalikanbagkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan bangkitan
akinetik.Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks dan bangkitan tonik-klonik umum
atau pasien kejang dengan kerusakan organik otak yang berat.

5. Karbamazepin

Karbamazepin pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia,kemudian ternyata


bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan tonik-klonik. Saat ini,karbamazepin merupakan antiepilepsi
utama di Amerika Serikat.Karbamazepin memperlihatkan efek analgesic selektif, misalnya pada tabes
dorsalis danneuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Atas perhitungan untung-
rugikarbamazepin tidak dianjurkan untuk nyeri ringan.Efek samping dari karbamazepin dalam
pemberian obat jangka lama ialah pusing,vertigo, ataksia, diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi
baangkitan dapat meningkat akibat dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan efek
samping sangat luas, makapada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan pemeriksaan nilai basal
dari darah danmelakukan pemeriksaan ulangan selama pengobatan.Fenobarbital dan fenitoin dapat
meningkatkan kadar karbamazepin, dan biotransformasikarbamazepin dapat dihambat oleh eritromisin.
Konversi primidon menjadi fenobarbital ditingkatkan oleh karbamazepin,sedangkan pemberian
karbamazepin bersama asam valproatakan menurunkan kadar asam valproat.

Dosis anak di bawah 6 tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari. Dosis dewasa : dosis
awal 2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara bertahap. Dosis penunjang

20
berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30 mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini
umumnya tercapai kadar terapi dalam serum 6-8g/ml.

6. Golongan Benzodiazepin

a. Diazepam
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-
metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau
agak kekuningan yang tidak larut dalam air. Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine
dibagikedalam empat kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :

1) Benzodiazepin ultra short-acting


2) Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam. Termasuk didalamnya
triazolam, zolpidem dan zopiclone.
3) Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam.
Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.
4) Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam. Termasuk didalamnya
flurazepam, diazepam dan quazepam.

Dipasaran, diazepam tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagaidosis
sediaan. Beberapa nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid,Valium, Validex dan
Valisanbe, untuk sediaan tunggal dan Neurodial, Metaneurondan Danalgin, untuk sediaan
kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan tablet.

b. Mekanisme kerja
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron
GABA.Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang
tinggiterutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil.
Padareseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas
farmakologi berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan
adanyainteraksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan
inikerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan
terbukasehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel.

20
Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel bersangkutan dan
sebagai akibatnya,kemampuan sel untuk dirangsang berkurang.

c. Profil farmakokinetika
1) Waktu paroh Diazepam 20-40 jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada variasi subyek.
Waktu paroh meningkat pada mereka yang lanjut usia dan bayi neonatus serta penderita
gangguan liver. Perbedaan jenis kelamin juga harus dipertimbangkan.
2) Volume Distribusi : Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga meningkat
padamereka yang lanjut usia.
3) Waktu untuk mencapai plasma puncak : 0,5 2 jam.
4) Distribusi dalam Darah : Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8 danDMDZ
1,7.Ikatan Protein : Diazepam 98 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi secaraluas.
Menembus sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI.
5) Jalur metabolisme : Oksidasi Dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa produk
metabolismenya bersifat aktif sebagai depresan SSP.
6) Metabolit klinis yang signifikan : Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam dan oksazepam.
7. Antiepilepsi lain
a. asetazolamid
b. vigabatrin
c. lamotrigin
d. gabapentin
e. tiagabin
f. zonisamid
g. levetirasetam

F. Mekanisme kerja obat antiepilepsi

Pada prinsipnya, obat antiepilepsi bekerja untuk menghambat proses inisiasi dan
penyebaran kejang. Namun, umumnya obat antiepilepsi lebih cenderng bersifat membatasi
proses penyebaran kejang daripada mencegah prosesinisiasi. Dengan demikian secara umum
ada dua mekanisme kerja, yakni : peningkatan inhibisi dan penurunan eksitasi yang

kemudian memodifikasi konduksi ion : Na+,Ca2+,K+, dan Cl- atau aktivitas


neuroransmitor, meliputi :

20
1. Inhibisi kanal Na+ pada membran sel akson.
Contoh : fenition dan karbamazepin (pada dosis terapi), fenobarbital dan asam valproat
(dosis tinggi), lamotrigin topiramat, zonisamid.
2. Inhibisi kanal Ca2+ tipe T pada neuron talamus (yang berperan sebagai pace-maker untuk
membangkitkan cetusan listrik umum di korteks).
Contoh : etosuksimid, asam valproat, dan clonazepam.
3. Peningkatan inhibisi GABA
4. Penurunan Ekssitasi glutamat
DIAGNOSIS :
- Pasien di diagnosis epilepsi jika mengalami serangan kejang secara berulang.
- Untuk menentukan jenis epilepsinya, selain dari gejala , diperlukan berbagai obat
diagnostic , yaitu EEG, CT-scan, MRI,lain lain.

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. KESIMPULAN

20
Dari pemaparan diatas mengenai Epilepsi dapat kami simpulkan bahwa epilepsi adalah
manifestasi klinis berupa muatan listrik yang berlebihan di sel-sel neuron otak berupa serangan
kejang berulang. Lepasnya muatan listrik yang berlebihan dan mendadak, sehingga penerimaan
serta pengiriman impuls dalam/dari otak ke bagian-bagian lain dalam tubuh terganggu Umumnya
ayan mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses kelahiran, luka kepala, pitam otak
(stroke), tumor otak, alkohol. Kadang-kadang, ayan mungkin juga karena genetika, tapi ayan
bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya tetap belum diketahui.

Epilepsi, juga merupakan nama untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf
pusat yang timbul spontan dan berulang dengan episode singkat (disebut bangkitan berulang atau
recurrent seizure) dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang. Bangkitan ini
biasanaya disertai kejang (konvulsi), hiperaktivitas otonomik, gangguan sensorik atau psikik
dan disertai gambaran letupan EEG (abnormal dan eksesif).

Letupan depolarisasi di dapat terjadi di daerah korteks. Penjalaran yang terbatas di daerah
korteks akan menimbulkan bangkitan parsial misalnya epilepsi focal Jackson; letupan
depolarisasi tersebut dapat menjalar ke area yang lebih luas dan menimbulkan konvulsi umum
(epilepsi umum: generalized epilepsy). Letupan depolarisasi di luar korkeks motorik antara lain
di luar sensorik, pusat sub kortikal, menimbulkan gejala aura prakonvulsi antara lain adanya
penghiduan bau wangi-wangian, gangguan proksismal terhadap kesadaran/kejiwaan; selanjutnya
penjalaran ke daerah korteks motorik menyebabkan konvulsi. Berdasarka temapat asaal letupan
depolarisasi, jenis bangkitan dan penjalaran depolarisasi tersebut, dikenal berbagai bentuk
epilepsy. Secara umum epilepsy digolongkan menjadi dua, yaitu epilepsy yang bersifat parsial
dan bersifat keseluruhan dengan mekanisme dan organ yang diserang yang berbeda.

Antikonvulsi digunakan terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi. Golongan obat ini
lebih tepat dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain..
Mekanisme dasar terjadinya bangkitan umum primer adalah karena adanya cetusan listrik
tersebut akan melampui inhibisi neurn disekitarnya, kemudian menyebar melalui hubungan
sanapis kotiko-kortikal.

Antiepilepsi digolongkan dalam 5 golongan kimiawi, yakni hidantoin, barbiturat,


oksazolidindion, suksimid dan asetil urea. Dari kelima kelompok obat tersebut akhir-akhir ini
karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam terapi pengobatan epilepsi.

20
3.2. SARAN

Dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu kami menyarankan agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya dapat :

1. Menggunakan kaidah bahasa dan EYD yang baik dan benar


2. Menggunakan sumber informasi berupa jurnal atau buku referensi yang lebih beragam
3. Menggunakan contoh kasus penyakit Epilepsi yang terjadi di masyarakat
4. Menampilkan presepsi dan penanganan kebanyakan orang, mengenai penyakit epilepsi

DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit Salemba Medika. Jakarta.

http://www.alodokter.com/epilepsi/gejala

20
http://www.psychologymania.com/2012/12/obat-anti-epilepsi.html

http://akhmadrahmadi2103.blogspot.co.id/2012/10/makalah-farmakologi-obat-antikonvulsi.html

20

Anda mungkin juga menyukai