Anda di halaman 1dari 1

Strategi perlawanan bangsa Indonesia sampai abad 20

Sebelum abad ke-20 perlawanan masih bersifat kedaerahan. Masing-masing pemimpin


mempertahankan wilayah kekuasaannya. Sesudah abad ke-20 sudah bersifat nasional,
yaitu perjuangan tidak lagi bersifat nasionalisme sempit, namun perjuangan ditujukan
untuk mencapai Indonesia Merdeka. Munculnya kata Indonesia sebagai identitas
bangsa menyatukan berbagai suku, agama, dan budaya yang ada di Nusantara untuk
bersatu padu mengusir penjajah.

Sebelum abad ke-20 perlawanan dipimpin oleh raja atau bangsawan. Pangeran
Diponegoro (bangsawan), Teuku Umar (bangsawan), Sultan Hasanuddin (raja), Si
Singamagaraja IX (raja). Karena perlawanan bertumpu pada kharisma pemimpin, maka
tatkala pemimpin tewas atau tertangkap, perlawanan akan berhenti. Sesudah abad ke-
20 perjuangan dipimpin oleh golongan terpelajar (cendekiawan). Pemberian
kesempatan bagi pribumi untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah Belanda
pada awal abad ke-20 dimaksudkan untuk memperoleh tenaga kerja murah, namun
justru melahirkan golongan cendekiawan yang kemudian memimpin perjuangan
melawan kolonialisme Belanda. Mereka adalah Sutomo, Suardi Suryaningrat, Soekarno,
Moh. Hatta, Sahrir, dan lain-lain. Karena perjuangan melalui organisasi modern
menerapkan sistem kaderisasi, maka meski pemimpin tertangkap dan dipenjara,
perlawanan tetap berlanjut.

Sebelum abad ke-20 perjuangan berbentuk perlawanan fisik, melalui peperangan.


Pertempuran secara frontal menimbulkan banyak korban jiwa bagi kedua pihak.
Sesudah abad ke-20 perjuangan melalui organisasi pergerakan nasional. Upaya
mencapai kemerdekaan dilakukan dengan cara-cara modern, misalnya lewat media
massa, demo, pemogokan buruh/pegawai, atau mengirimkan wakil-wakil di dewan
rakyat (volksraad), serta menggalang dukungan politik dari dunia luar.
Sebelum abad ke-20 perlawanan berpusat di desa-desa atau di pedalaman karena kota-
kota yang merupakan pusat perniagaan dikuasai Belanda dan didirikan benteng.
Sesudah abad ke-20 pusat perjuangan di kota-kota. Organisasi pergerakan yang
berkedudukan di kota-kota besar melakukan kritik, agitasi massa, dan menentang
berbagai kebijakan pemerintah kolonial Belanda.

Anda mungkin juga menyukai