Sebelum abad ke-20 perlawanan dipimpin oleh raja atau bangsawan. Pangeran
Diponegoro (bangsawan), Teuku Umar (bangsawan), Sultan Hasanuddin (raja), Si
Singamagaraja IX (raja). Karena perlawanan bertumpu pada kharisma pemimpin, maka
tatkala pemimpin tewas atau tertangkap, perlawanan akan berhenti. Sesudah abad ke-
20 perjuangan dipimpin oleh golongan terpelajar (cendekiawan). Pemberian
kesempatan bagi pribumi untuk mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah Belanda
pada awal abad ke-20 dimaksudkan untuk memperoleh tenaga kerja murah, namun
justru melahirkan golongan cendekiawan yang kemudian memimpin perjuangan
melawan kolonialisme Belanda. Mereka adalah Sutomo, Suardi Suryaningrat, Soekarno,
Moh. Hatta, Sahrir, dan lain-lain. Karena perjuangan melalui organisasi modern
menerapkan sistem kaderisasi, maka meski pemimpin tertangkap dan dipenjara,
perlawanan tetap berlanjut.