Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal ( fase syok) sampai fase
lanjut 1,2,3.
Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga terlatih dan
terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat dikelola oleh suatu tim
trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak, bedah plastik, bedah thoraks, bedah
umum), intensifis, spesialis penyakit dalam, ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan
psikologi1.
Penderita luka bakar memerlukan perawatan secara khusus karena luka bakar
berbeda dengan luka tubuh lain. Hal ini disebabkan karena pada luka bakar terdapat
keadaan seperti: ditempati kuman dengan patogenitas tinggi, terdapat banyak jaringan
mati, mengeluarkan banyak air, serum dan darah, terbuka untuk waktu yang lama (mudah
terinfeksi dan terkena trauma), memerlukan jaringan untuk menutup.
Berbagai karakteristik unik dari luka bakar membutuhkan intervensi khusus yang
berbeda. Hal tersebut dipengaruhi oleh penyebab luka bakar dan bagian tubuh yang
terkena. Luka bakar yang mengenai daerah genitalia mempunyai risiko yang lebih besar
untuk terjadinya infeksi dibandingkan dengan luka bakar yang ukuran/luasnya sama pada
bagian tubuh yang lain. Luka bakar yang mengenai tangan dan kaki dapat mempengaruhi
kapasitas fungsi pasien (produktifitas/kemampuan kerja) sehingga memerlukan teknik
penanganan yang berbeda dengan bagian tubuh lain.
Delapan puluh persen kecelakaan yang menyebabkan luka bakar terjadi dirumah
dan biasanya terjadi karena kelalaian. Ini sering terjadi pada anak-anak atau pekerja yang
berhubungan dengan api. Baik pada daerah yang mudah terjadi kebakaran seperti di
dapur, kasus-kasus demikian masih sering didapati.
Kadang-kadang dokter dihadapkan dengan kasus luka bakar yang berkaitan
dengan penganiayaan yang memerlukan pemeriksaan untuk kepentingan visum et
repertum. Tetapi kadang-kadang kalangan penyidik juga memerlukan bantuan dokter
sehubungan dengan kasus kematian (diduga) karena luka bakar. Pengetahuan luka bakar
secara klinis dalam menetapkan luka bakar ante mortal dan menentukan luas luka bakar
dan lain-lain, serta pengetahuan yang cukup mengenai pemeriksaan pada korban yang
meninggal karena luka bakar diperlukan agar visum yang sampai ke tangan kalangan
penegak hukum dapat memberi arahan dan pegangan dalam mengambil keputusan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KULIT


Kulit merupkan pelindung tubuh. Luas kulit orang dewasa adalah 1,5-2 m 2,
tebalnya 1,5-5mm. Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama
yaitu lapisan epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis.4

2.1.1 Lapisan Epidermis


Epidermis merupakan bagian kulit paling luar. Ketebalan epidermis berbeda-beda
pada berbagai bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter pada telapak tangan
dan telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada kelopak
mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis melekat erat
pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat makanan dan cairan
antar sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding kapiler dermis ke dalam
epidermis. Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :4
a. Stratum corneum
Merupakan lapisan epidermis paling atas, dan menutupi semua lapisan epiderma
lebih ke dalam. Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel pipih, tidak memiliki
inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan sangat sedikit
mengandung air.

b. Stratum lucidum
Disebut juga lapisan barrier, terletak tepat di bawah lapisan tanduk, dan
dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk dengan lapisan berbutir. Lapisan
bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil, tipis dan bersifat
translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya). Lapisan ini sangat
tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki. Proses keratinisasi bermula
dari lapisan ini.

c. Stratum granulosum
Tersusun oleh sel-sel keratinosit, berbentuk kumparan yang mengandung butir-
butir dalam protoplasmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini
paling jelas pada kulit telapak tangan dan kaki.

d. Stratum spinosum
Disebut juga lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan
perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan
saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-
filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal,
tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel berkisar antara bulat ke bersudut
banyak (polygonal), dan makin ke arah permukaan kulit makin besar ukurannya.
Di antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus yang berguna untuk peredaran
cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di
bagian lapis taju yang lebih dalam, banyak yang berada dalam salah satu tahap
mitosis. Kesatuan-kesatuan lapisan taju mempunyai susunan kimiawi yang khas;
inti-inti sel dalam bagian basal lapis taju mengandung kolesterol, asam amino dan
glutation.

e. Stratum germinativum atau stratum basale


Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak
(silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel
torak ini ergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis
yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina
basalis cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demoepidermal dan fungsi-
fungsi vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak
melalui mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya
menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear
cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.

2.1.2 Lapisan Dermis


Lapisan dermis berada di bawah lapisan epidermis dan lebih tebal daripada
lapisan epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian
yaitu:4
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis yang berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian yang menonjol ke arah subkutan yang berisi serabut-
serabut penunjang misalnya: serabut kolagen, elastin, dan retikulin.

2.1.3 Lapisan Hypodermis


Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat longgar
berisi sel lemak. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa yang berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan
getah bening.4

2.2 LUKA BAKAR


2.2.1 DEFINISI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase
lanjut.1,2,3
2.2.2 ETIOLOGI
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat
dipicu atau diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas
kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan menyebabkan luka
bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit. Pada anak, kurang lebih 60% luka bakar
disebabkan oleh air panas yang terjadi pada kecelakaan rumah tangga, dan umumnya
merupakan luka bakar superfisial, tetapi dapat juga mengenai seluruh ketebalan kulit
(derajat tiga).1
Penyebab luka bakar lainnya adalah pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia. Bahan kimia ini bisa berupa asam atau basa kuat. Asam kuat
menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi protein, dan rasa nyeri yang hebat. Asam
hidrofluoida mampu menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan toksisitas
sistemik yang fatal, bahkan pada luka yang kecil sekalipun. Alkali atau basa kuat yang
banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain cairan pemutih pakaian, berbagai cairan
pembersih. Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan jaringan
mengalami nekrosis yang mencair. Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam
lebih kuat daripada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami dehidrasi
dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru timbul belakangan sehingga
penderita sering terlambat datang untuk berobat dan kerusakan jaringan sudah meluas.1

2.2.3 KLASIFIKASI LUKA BAKAR


Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu, lamanya pajanan suhu tinggi,
adekuasi resusitasi, dan adanya infeksi pada luka. Selain api yang langsung menjilat
tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Bahan baju yang paling
aman adalah yang terbuat dari bulu domba (wol). Bahan sintetis seperti nilon dan dakron,
selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket
sehingga memperberat kedalaman luka bakar.

Kedalaman luka bakar di deskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu luka bakar
derajat I, II, atau III:1,3
1. Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan banyak jaringan
untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam
5-7 hari. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan keluhan nyeri
dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar derajat I adalah sunburn.

2. Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun masih
terdapat epitel sehat yang bisa menjadi dasar regenerasi dan epitelisasi. Jaringan
tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal
rambut. Dengan adanya jaringan yang masih sehat tersebut, luka dapat sembuh
dalam 2-3 minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang berisi
cairan eksudat dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya meningkat,
disertai rasa nyeri.

3. Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ atau jaringan
yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan epitel yang dapat
menjadi dasar regenerasi sel. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam,
dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat. Tidak
ada bula dan tidak teras nyeri.

2.2.4 BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR


Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan kesehatan
pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya trauma inhalasi juga
akan mempengaruhi berat luka bakar.
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada
beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:1,3,6
a. Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka bakar
hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
b. Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan,
paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%.
Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya
permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena
perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10
untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
c. Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di
kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan
pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh
pada anak dapat menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso

dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.


o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap tungkai
dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage of body
surface area affected by burns in children.

2.2.5 PEMBAGIAN LUKA BAKAR3


1. Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat II: luas luka bakar lebih dari 25%
b. Derajat III: luas luka nakar lebih dari 10% atau terdapat di daerah muka, kaki,
tangan.
c. Luka bakar disertai trauma jalan nafas atau jaringan lunak luas, atau fraktura.
d. luka bakar akibat listrik.
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Derajat II: luas luka bakar lenih dari 15-25%
b. Derajat III: kurang dari 10%, kecuali muka, kaki, tangan.
3. Luka bakar ringan, derajat II : luas luka bakar kurang dari 15%.
2.2.6 PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR1
Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler dibawahnya,
area sekitarnya, dan area yang jauh sekalipun akan rusak dan menyebabkan
permeabilitasnya meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapilar ke interstisial
sehingga terjadi udem dan bula yang mengandung banyak elektrolit. Kerusakan kulit
akibat luka bakar menyebabkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan
penguapan. Kedua penyebab ini dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan
intravaskuler.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh
masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat,
tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-
pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meningkat.
Sel darah yang didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Pada kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terhirup. Udem
laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda
keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang
berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat
meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi
serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan
meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini
sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami
trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit penderita sendiri,
juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan
rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak
yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang berasal
dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman
Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease
dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar.
Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman
memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan
granulasi membentuk nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas
dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering
dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menadi nekrotik,
akibatnya, luka bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan
menimbulkan trombosis.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel
pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut
hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek.
Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur.
Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis
dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stres atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang
sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling atau stress
ulcer. Aliran darah berkurang ke lambung berkurang, sehingga terjadi iskemia mukosa.
Bila keadaan ini berlanjut, dapat timbul ulkus akibat nekrosis mukosa lambung.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan
protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi
dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein
dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat
badan menurun.

2.2.7 FASE PADA LUKA BAKAR2


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar,
yaitu:
1. Fase akut/syok
Pada fase ini, terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit. pada
kasus luka bakar, terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan diikuti dengan
ekstravasasi cairan dari intravaskular kejaringan interstisial. Keseimbangan tekanan
hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat yang
akhirnya menyebabkan gangguan perfusi sel (syok).
cedera inhalasi merupakan penyebab kematian utama Pada kebakaran ruang tertutup
atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena
gas, asap atau uap panas yang terhirup. Udem laring yang ditimbulkannya dapat
menyebabkan hambatan jalan napas.
2. Fase sub akut
Terjadi kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan proses inflamasi disertai eksudasi protein plasma
dan infeksi yang menimbulkan sepsis.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut, kontraktur dan
deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan akibat proses inflamasi yang
hebat dan berlangsung lama.

2.2.8 PEMBAGIAN ZONA KERUSAKAN JARINGAN2


1. Zona koagulasi
Jaringan rusak irreversibel saat terjadi trauma luka bakar. Merupakan daerah yang
langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat pengaruh cedera termis,
hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah
kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di
daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit
dan leukosit, sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti
perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini
berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera dan mungkin berakhir dengan
nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi
tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi
yang diberikan, zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau
berubah menjadi zona kedua bahkan zona pertama.

2.2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG3


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah

2.2.10 PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR1,3,5


1. Pertolongan Pertama
a. Jauhkan dari sumber trauma
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh,misalnya dengan
menyelimuti dan menutupi bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyala.
pertologan setelah setelah sumber panas dihilangkan adalah merendam daerah luka
bakar dalam air atau menyiramnya dengan air mengalir selama kurang lebih 15
menit. Upaya ini bertujuan untuk menghentikan proses koagulasi protein sel di
jaringan yang terpajan suhu tinggi yang akan terus berlangsung walaupun api telah
dipadamkan, sehingga destruksi tetap meluas.
b. Bebaskan jalan nafas
1. Buka baju
2. Lendir dihisap
3. Trakeostomi dilakukan bila ada keraguan akan jalan nafas.
c. Pada luka bakar berat, selain penanganan umum dilakukan resusitasi segera bila
penderita menunjukkan syok.
d. Perbaiki sirkulasi ( pasang infus RL/NaCl)
e. Bila ada dugaaan keracunan CO segera diberikan oksigen murni.

2. Terapi cairan
terapi cairan bertujuan memperbaiki sirkulasi dan mempertahankannya. Indikasi
pemberian cairan :
a. Luka bakar derajat 2 atau 3 > 25%
b. Tidak dapat minum
Terapi cairan dihentikan bila intake oral dapat menggantikan parenteral.
Dengan adanya terapi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan stabilisasi pasien
secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi
bedah seawal mungkin.
Terapi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara
untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
1. Menurut EVANS
a. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
b. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
Keduanya merupakan pengganti cairan yang hilang akibat udem. Plasma
diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh dan
meninggikan tekanan osmosis sehingga mengurangi perembesan keluar
dan menarik kembali cairan yang keluar
c. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan diberikan 2.000 cc
glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
2. Menurut Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL (RL)
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

3. Obat-obatan
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi, yang banyak
dipakai adalah golongan aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada
infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan hasil dan uji kepekaan kuman.
Untuk mengatasi nyeri, beri opiat melalui intravena dalam dosis rendah yang bisa
menghasilkan analgesia yang adekuat namun tanpa disertai hipotensi. Selanjutnya
diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/ toksoid.

4. Nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan
sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian
nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT). Kebutuhan Nutrisi penderita luka bakar:
a. Minuman
1. Segera setelah peristalsis menjadi normal
2. Sebanyak 25mL/kgBB/hari
3. Sampai diuresis sekurang-kurangnya mencapai 30 mL/jam
b. Makanan
1. segera setelah dapat minum tanpa kesulitan
2. Sedapat mungkin 2500kalori/hari
3. Sedapat mungkin mengandung 100-150 gr/hari
c. Sebagai tambahan diberikan setiap hari
1. Vitamin A, B, dan D
2. Vitamin C 500 mg
3. Fe sulsat 500 mg

4. Penangan lokal
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut dapat diharapkan sembuh sendiri asal
dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak karena infeksi. Perlu
dilakukan pencegahan infeksi. Pada luka lebih dalam perlu diusahakan secepat mungkin
membuang jaringan kulit yang mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya
tinggi sampai mencapai dasar jaringan mati. Pemakaian obat topikal berfungsi untuk
membuat luka bebas infeksi, mengurangi nyeri, bisa menembus eskar dan mempercepat
epitelisasi. Jenis obat yang dianjurkan seperti golongan silver sulfadiazine (SSD) dan
yang terbaru MEBO (moist exposure burn ointment) dalam bentuk larutan, salep atau
krim. Antiseptik yang dipakai adalah yodium povidon/ nitras argenti 0,5%. Kompres
nitras-argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam.
Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi, yang banyak
dipakai adalah golongan pseudomonas. Bila ada infeksi, antibiotik diberikan berdasarkan
hasil dan uji kepekaan kuman. selanjutnya diberikan pencegahan tetanus berupa ATS dan/
toksoid.

5. Terapi pembedahan pada luka bakar


a. Eskarotomi
Dilakukan pada luka bakar derajat tiga yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh
karena pengerutan keropeng dan pembengkakan yang terus berlangsung dapat
mengakibatkan penjepitan yang membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa
mati. Tanda dini penjepitan adalah nyeri, kehilangan daya rasa sampai kebas pada
ujung-ujung distal.
Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang membuka
keropeng sampai penjepitan terlepas.
b. Eksisi tangensial
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)
yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 3-7) pasca cedera
termis.
c. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Kulit yang digunakan dapat berupa kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia
lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien
(autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft
adalah paha, bokong dan perut.

2.2.11 PROGNOSIS2
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan
luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain
itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut
menentukan kecepatan penyembuhan.

2.2.12 KOMPLIKASI2
a. Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
SIRS adalah suatu bentuk respon klinik yang bersifat sistemik terhadap berbagai
stimulus klinik berat. Respon ini merupakan dampak dari pelepasan mediator-
mediator inflamasi (proinflamasi) yang mulanya bersifat fisiologik dalam proses
penyembuhan luka, namun oleh karena pengaruh beberapa faktor predisposisi
dan faktor pencetus, respon ini berubah secara berlebihan (mengalami
eksagregasi) dan menyebabkan kerusakan pada organ-organ sistemik.
menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan kegagalan organ terkena
menjalankan fungsinya
b. Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS)
MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Kerusakan pada
organ-organ sistemik tersebut menyebabkan disfungsi dan berakhir dengan
kegagalan organ menjalankan fungsinya.
c. Sepsis
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil kultur
darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis.
BAB III
KESIMPULAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan
radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas
tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal ( fase syok) sampai fase
1,2,3
lanjut. Luka bakar dalam perjalannya melewati beberapa fase antara lain yaitu fase
Akut/syok, fase Sub-akut, fase Lanjut.

Tidak semua pasien luka bakar dilakukan terapi cairan, indikasi pemberian terapi
cairan jika, luka bakar derajat 2 atau 3 > 25% pada orang dewasa, luka bakar di daerah
wajah dengan trauma inhalasi dan tidak dapat minum, sedangkan pada anak-anak dan
orang tua > 15% .

Selain itu pada kasus luka bakar tidak semuanya harus dilakukan perawatan di
rumah sakit, adapun kriteria pasien yang perlu dirawat luka bakar derajat 2 lebih dari
20% pada dewasa dan lebih dari 10% pada anak, derajat 2 pada muka, tangan, kaki dan
perineum, derajat 3 lebih dari 20% pada orang dewasa dan setiap derajat 3 pada anak,
luka bakar yang disertai trauma visera, tulang dan jalan nafas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de


Jong W, editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2012. h. 103-110.
2. Moenadjat Y. Luka Bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2003.
3. Reksoprodjo, S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Tanggerang :
Binarupa Aksara; 2009
4. Bisono, David S. Kulit. Dalam : Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010. h.
395-396.
5. IKABI. Advanced Trauma Life Support (ATLS) edisi ke-7. Chicago.
American College of Surgeons;2004. h 255-263

Anda mungkin juga menyukai