Anda di halaman 1dari 89

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di indonesia memiliki berbagai jenis suku dengan kebudayaannya dengan berbagai


macam jenis rumah adat dari setiap daerahnya, salah satunnya adalah rumah adat dari
sumatera selatan , tepatnya rumah limas palembang.

Rumah Adat Palembang / rumah tradisional orang Palembang mempunyai sebutan


Rumah Bari yang benama asli Rumah Limas, pada umumnya berbentuk dasar hampir sama
dengan rumah-rumah adat yang ada di sebagian daerah di Nusantara, yaitu rumah panggung,
dan material yang digunakan pada umumnya dari kayu. Namun , Rumah Adat Palembang
yang berbentuk Rumah panggung secara fungsional memenuhi syarat mengatasi kondisi
rawa dan sungai seperti di Palembang. Letak geografis dari Palembang dibelah oleh sungai
Musi dan dikelilingi ratusan anak sungai, rawa-rawa di sebagian besar wilayah daratannya.
Pada tepian sungai banyak terdapat Rumah Limas yang pintunya menghadab ke sungai, dan
alat transportasi air seperti perahu, kapal dan getek menjadi alat transportasi utama yang
banyak digunakan mayarakat di tepian sungai.

Sebagai salah salah satu dari jenis rumah adat lainnya, rumah limas palembang saat
ini masih ada yang dipertahankan dan juga ada yang sudah berubah fungsi pada bagian
kolong rumah. Akibat dari peristiwa kebakaran besar di permukiman rumah limas, maka
jumlah rumah limas saat ini semakin berkurang , terutama pada rumah limas yang masih
asli,.

Oleh karena itu , perlu diadakannya penelitian dan analis tentang rumah limas itu
sendiri, dari mulai jumlah rumah yang masih bertahan keasliannya ataupun yang telah
mengalami perubahan sampai dengan aktivitas ataupun fungsi rumah itu sendiri.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari makalah ini didapatkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :

Apa saja bagian dan filosofi dari rumah limas?


Berapa jumlah rumah limas yang masih bertahan sekarang?
Apa saja ciri ciri dari rumah limas palembang?

I.III. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah :

Untuk menjelaskan definisi dan ciri karakteristik rumah limas palembang


Sebagai tolak ukur mahasiswa mengenai sejarah arsitektur timur khususnya Rumah
limas palembang

I.IV. MANFAAT

Bagi penulis, penulisan ini memberi manfaat sangat besar, yakni penulis dapat
mengetahui pentingnya ilmu dalam arsitektur khususnya dalam sejarah
perkembangan arsitektur timur, tepatnya di palembang sumatera selatan.
Bagi masyarakat diharapkan dapat dijadikan referensi, pengetahuan, dan informasi
untuk memperluas wawasan bacaan, khususnya teman-teman mahasiswa.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PALEMBANG
1. LETAK GEOGRAFIS
Secara geografis, Palembang terletak pada 25927.99LS 1044524.24BT.
Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km dengan ketinggian rata-rata 8
meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan
Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu di
Palembang juga terdapat Sungai Musi yang dilintasi Jembatan Ampera dan berfungsi
sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah.

Peta eksisting Palembang, Sumatera Selatan

Kota Palembang merupakan dataran rendah yang dipengaruhi oleh air pasang
surut. Daerah yang termasuk dalam kelompok tergenang terus menerus dan
tergenang musiman meliputi luas sekitar 50% dari wilayah kota Palembang.
Perbedaan antara air pasang surut berfluktuasi sekitar 3 s/d 5m. Melihat kondisi
Palembang yang wilayahnya sangat di pengaruhi oleh pasang surut dan sungai
Musi, dapat di mengerti apabila rumah rakyat sebagian besar merupakan rumah
bertiang (panggung) yang terletak di tepi sungai, di atas daerah rawa maupun
terapung di sungai .Rumah tradisional dengan karakter seperti di atas sangat sesuai
serta adaptif dengan lingkungan disekitarnya. dan kesibukan di sungai Musi di masa
lampau.

Gambar 1: Foto udara memperlihatkan daerah Ilir dan daerah Ulu yang dibelah oleh sungai Musi
(Sumber: geogle)

Kota Palembang secara geografis terbagi menjadi dua oleh sungai Musi
menjadi daerah Seberang Ilir dan Seberang Ulu adalah suatu dataran rendah yang
daerahnya selalu digenangi air. Perbedaan kondisi fisik kedua daerah tersebut
mempunyai pengaruh besar dari segi pengembangan wi layah, daerah seberang Ulu
terlihat lebih lambat perkembangannya di bandi ngkan daerah Ilir. Palembang adalah
kota tua yang telah lama dikenal serta mempunyai sejarah panjang sejak jaman
Sriwijaya. Beberapa peninggalan penting yang terdapat diseluruh wilayah kota
adalah : rumah tradisional Palembang yang mempunyai tipikal yaitu Limas, gudang
dan rakit. Rumah tersebut masih banyak di jumpai diperkampungan masyarakat
asli Palembang.

2. SEJARAH RUMAH LIMAS PALEMBANG


Bari dalam sebutannya untuk rumah adat palembang berarti lama / lawas /
kuno (dalam bahasa Palembang) dan bernama Rumah Limas karena bentuk atapnya
yang berbentuk limas. Palembang berlokasi di provinsi Sumatera Selatan adalah
salah satu daerah yang memiliki karakteristik alam yang lekat dengan perairan tawar,
baik itu rawa maupun sungai, ini yang manjadi faktor utama kenapa masyarakat
disana membangun rumah panggung.
Rumah Limas merupakan rumah tradisional khas Provinsi Sumatera Selatan.
Dari namanya, jelaslah bahwa rumah ini berbentuk limas. Bangunannya bertingkat-
tingkat dengan filosofi budaya tersendiri untuk setiap tingkatnya. Tingkat-tingkat ini
disebut masyarakat sebagai bengkilas. Rumah Limas sangat luas dan seringkali
digunakan sebagai tempat berlangsungnya hajatan atau acara adat. Luasnya mulai
dari 400 hingga 1000 meter persegi.
Rumah Adat Palembang yang berbentuk Rumah panggung secara fungsional
memenuhi syarat mengatasi kondisi rawa dan sungai seperti di Palembang. Letak
geografis dari Palembang dibelah oleh sungai Musi dan dikelilingi ratusan anak
sungai, rawa-rawa di sebagian besar wilayah daratannya. Pada tepian sungai banyak
terdapat Rumah Limas yang pintunya menghadab ke sungai, dan alat transportasi air
seperti perahu, kapal dan getek menjadi alat transportasi utama yang banyak
digunakan mayarakat di tepian sungai.

3. KEADAAN SOSIAL BUDAYA


Penduduk Palembang merupakan etnis Melayu dan menggunakan Bahasa
Melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang kini dikenal sebagai
Bahasa Palembang. Namun para pendatang seringkali menggunakan bahasa
daerahnya sebagai bahasa sehari-hari, seperti bahasa Komering, Rawas, Musi dan
Lahat. Pendatang dari luar Sumatera Selatan kadang-kadang juga menggunakan
bahasa daerahnya sebagai bahasa sehari-hari dalam keluarga atau komunitas
kedaerahan. Namun untuk berkomunikasi dengan warga Palembang lain, penduduk
umumnya menggunakan bahasa Palembang sebagai bahasa pengantar sehari-hari.
Selain penduduk asli, di Palembang terdapat pula warga pendatang dan warga
keturunan, seperti dari Jawa, Minangkabau, Madura, Bugis dan Banjar. Warga
keturunan yang banyak tinggal di Palembang adalah Tionghoa, Arab dan India. Kota
Palembang memiliki beberapa wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas
seperti Kampung Kapitan yang merupakan wilayah Komunitas Tionghoa serta
Kampung Al Munawwar, Kampung Assegaf, Kampung Al Habsyi, Kuto Batu, 19
Ilir Kampung Jamalullail dan Kampung Alawiyyin Sungai Bayas 10 Ilir yang
merupakan wilayah Komunitas Arab.

4. LOKASI DAN ORIENTASI


Di kotamadya Palembang, Rumah Limas banyak terdapat pada daerah
perkampungan Palembang lomo yaitu didaerah seberang ilir dan seberang ulu pada
lokasi tertentu. Sedangkan pada wilayah kotamadya Palembang baru dikembangkan
tidak ditemukan rumah Limas lama.

Rumas Limas kebanyakan terletak ditepi sungai yang merupakan anak sungai
dari sungai Musi. Lokasi tersebut dipandang sangat menguntungkan karena orientasi
rumah berkaitan dengan factor sungai dan tidak berkaitan dengan posisi matahari,
karena sungai yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kebutuhan kehidupan
sehari hari pemilik rumah terhadap air bersih dan transpormasi.

Gambar 2: Orientasi Rumah Limas Menghadap Sungai

(Sumber: data lapangan, Penulis)

Gambar3 : Peta Lokasi Rumah Limas Sampel

Sumber : data lapangan, Penulis

Orientasi rumah limas tidak memiliki ketentuan yang pasti (orientasi


mengikuti arah angin), bukan berdasarkan pada arah angina tau posisi lintasan
matahari. Adapun orientasi bangunan rumah limas yang ada pada daerah penelitian
yaitu : orientasi Barat Daya timur laut, Barat Laut Tenggara dan orientasi yang
menghadap kearah Utara Selatan, namun orientasi yang dominan pada daerah
penelitian menghadap ke Barat Laut Tenggara. Arah angin yang dominan pada
Bulan Agustus adalah angin arah Tenggara. rumah limas dibangun menghadap ke
timur atau selatan dengan tujuan mendapatkan limpahan sinar matahari serta
hembusan angin laut di musim kemarau.Setiap bagian rumah saling terhubung oleh
jembatan panggung berjeruji.

5. TATA CARA PEMBANGUNAN RUMAH LIMAS


Pembangunan rumah limas Palembang dimulai dengan upacara yang
diadakan oleh keluarga dari orang yang akan membangun. Upacara mendirikan
rumah ini dilakukan dengan menyembelih hewan ternak seperti ayam atau kambing.

Dalam upacara dilakukan doa-doa dan dilanjutkan dengan pertemuan untuk


menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan pendirian rumah. Sebagai penutup
upacara diadakan acara makan bersama.

Pengumpulan bahan bangunan biasanya sudah disiapkan terlebih dahulu


sebelum atau sesudah upacara. Jika diperkirakan bahan bangunan tersebut cukup,
maka yang berupa kayu harus direndam dalam air mengalir sampai enam bulan.
Sampai pada waktu pembangunannya, bahan tersebut dikeringkan dan dipilih sesuai
dengan elemen konstruksi yang akan digunakan.

Sebelum memulai konstruksi diadakan upacara pendirian tiang dengan


menyembelih hewan ternak seperti kambing atau sapi. Upacara ini dengan
mengundang seluruh tenaga kerja pembangunan rumah besarta masyarakat
sekitarnya.

Masyarakat palembang memilih hari Senin sebagai hari baik dalam memulai
pembangunan rumah. Tempat yang terbaik bagi pendirian rumah adalah lokasi yang
dekat dengan sungai.

Untuk mendirikan rumah, masyarakat menggunakan tenaga perancang yang


memiliki pengetahuan dan adat membangun rumah. Tenaga ini biasanya memiliki
ilmu turun-temurun sebagai ahli dalam bangunan tradisional. Mereka bukan hanya
mengetahui sistem struktur konstruksi dan detail rumah, namun juga bisa memilih
bahan bangunan/kayu yang baik.
6. FILOSOFI RUMAH LIMAS
Nama Limas untuk Rumah Adat berasal dari kata lima dan emas, dengan
mengidentikan emas dengan lima sifatnya yaitu sebagai keagungan dan kebesaran,
rukun damai, adab yang sopan santun, aman, subur sentosa serta makmur sejahtera.

Simbolisasi dari ungkapan ini antara lain diekspresikan dalam bentuk atap
yang sangat curam dan lima tingkatan pada lantai atau kekijing. Bagi pemilik rumah
yang masih memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka
akan membuat lantai rumahnya bertingkat-tingkat untuk menyesuaikan kasta
tersebut.

Kekijing atau undakan menjadi simbol perbedaan garis keturunan asli


masyarakat Palembang. Kijing (undakan) pertama merupakan teras paling rendah
yang ditutup oleh ukiran berbentuk tombak yang dibentangi karpet merah,
merupakan tempat berkumpul golongan Kemas (Kms).

Sedangkan kijing kedua, lebih tinggi dari kijing pertama, memiliki enam
pintu dibentangi karpet hijau merupakan tempat berkumpul para Kiagus (Kgs) dan
Massagus (Mgs). Memasuki kijing ketiga yang kononnya milik golongan Raden dan
keluarganya inilah, nuansa khas Palembang bergitu kental.

Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut
tenggalung. Makna filosofis di balik pagar kayu itu adalah untuk menahan supaya
anak perempuan tidak keluar dari rumah. Bangunan rumah limas biasanya
memanjang ke belakang. Ada bangunan yang ukuran lebarnya 20 meter dengan
panjang mencapai 100 meter. Rumah limas yang besar melambangkan status sosial
pemilik rumah. Biasanya pemiliknya adalah keturunan keluarga Kesultanan
Palembang, pejabat pemerintahan Hindia Belanda, atau saudagar kaya.
7. PEMILIK BANGUNAN DAN POLA PEMUKIMAN

Pada masa kesultanan bentuk dari rumah-rumah tersebut menggambarkan


kelompok-kelompok masyarakatnya. Rumah Limas merupakan tempat tinggal para
pembesar Keraton, Patih, Bupati/Adipati dan para Pangeran. Adanya berbagai
kesamaan diantara keduanya mengingatkan kita pada datangya golongan bangsawan
Jawa ke Palembang pada abad 14 yang memungkinkan tertanamnya pengaruh
budaya Jawa ke daerah baru.
Rumah panggung hanya bisa dihuni oleh penduduk asli. Orang-orang asing
yang boleh tinggal di daratan hanyalah pedagang Arab dan Kapten Cina. Selain itu
orang-orang asing hanya boleh tinggal di rumah rakit, hal ini dengan pertimbangan
bila mereka tidak membayar pajak maka penguasa pada masa itu dapat dengan
mudah mengusir mereka. Di samping orang-orang asing, ada juga penduduk asli
yang tinggal di rumah rakit mereka adalah yang berasal dari golongan bawah
(Sevenhoven 1971).
Diantara masyarakat palembang yang tinggal di rumah rakit, ada yang
menjadi penguasa, atau orang yang dihormati. penguasa tersebut membangun rumah
di daerah daratan dan di tepi sungai. bentuk rumah yang dibangun oleh penguasa
tersebut adalah berbentuk atap limas dan lantai rumah memiliki perbedaan
ketinggian lantai, atau kekijing. perbedaan ketinggian lantai bangunan ini timbul
karena adanya konsep makro-mikro kosmos, yang mengartikan tentang penguasaan
atau adanya perbedaan derajat atau kedudukan dalam masyarakat. pada bagian lantai
yang tinggi adalah yang mereka hormati.

Pola Pemukiman di tepian sungai musi

Kampung Kapitan

Kampung Arab / Al munnawar

Kesultanan Palembang darusalam

Pribumi
8. TATA RUANG DAN FUNGSI

Belakang

Tengah

Depan

Berdasarkan keletakannya rumah limas terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian


depan, bagian tengah, dan bagian belakang. Bagian depan rumah limas merupakan
tempat beristirahat yang dikenal dengan istilah jogan. Pada bagian ini terdapat tangga
naik yang berjumlah 2 buah, yang di sampingnya terdapat tempat air pencuci kaki.
Bentuk dari jogan ada 2 variasi, yaitu berdenah persegi panjang dan berdenah huruf
L. Antara bagian depan dan bagian tengah rumah limas dibatasi oleh dinding kayu.
Untuk memasuki bagian tengah terdapat 2 buah pintu masuk. Di antara kedua pintu
tersebut, umumnya terdapat hiasan berupa jeruji kayu yang memiliki ukiran tembus
yang berfungsi juga sebagai fentilasi.
Bagian tengah rumah limas terdiri dari beberapa kekijing. Antara kekijing I
dan kekijing II dibatasi oleh dinding penyekat yang disebut kiyam. Kiyam ini hanya
terdapat di antara kekijing I dan kekijing II saja, sedangkan pada kekijing-kekijing
berikutnya tidak terdapat penyekat. Tinggi antara masing-masing kekijing pada
umumnya sekitar 30 cm sampai 40 cm.
Pada saat upacara adat, kekijing I berfungsi sebagai tempat kaum kerabat dan
undangan yang masih muda, kekijing II merupakan tempat undangan yang setengah
baya, dan kekijing III dan IV diperuntukkan untuk undangan yang tua-tua dan orang-
orang yang dihormati. Dalam kegiatan sehari-hari kekijing III dan kekijing IV
berfungsi sebagi ruang tidur yang disekat oleh lemari dinding. Pada bagian ini juga
terdapat ruangan yang berfungsi sebagai ruangan serbaguna, di mana kegiatan rumah
tangga seperti menjahit, menenun, atau merenda dilakukan di sini. Selain itu fungsi
dari ruangan ini juga untuk ruang makan dan ruang tamu kerabat dekat wanita atau
anak-anak.
Bagian tengah dan bagian belakang rumah limas dibatasi oleh dinding
penyekat. Bagian belakang berfungsi sebagai dapur. Pada umumnya dapur pada
rumah limas terdiri dari 3 bagian utama, yaitu tempat untuk menyiapkan masakan,
tempat memasak, dan tempat mencuci peralatan masak. Lantai pada bagian belakang
ini lebih rendah dari bagian tengah.

9. BENTUK RUMAH ADAT PALEMBANG / RUMAH LIMAS


Rumah Limas dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan bentuk pada
lantainya, yang pertama Rumah Limas yang dibangun dengan ketinggian lantai
yang berbeda, dan yang kedua Rumah Limas dengan ketinggian lantainya sama atau
sejajar. Rumah Limas yang lantainya sejajar ini kerap disebut rumah ulu.
Jenis rumah limas kedua

Pemilik rumah adat palembang yang masih memerhatikan perbedaan kasta


dalam keturunan adat Palembang, mereka akan membuat lantai bertingkat untuk
menyesuaikan kasta tersebut. Lantai Rumah Limas yang bertingkat itu pada
umumnya dibuat menjadi tiga tingkat sesuai dengan urutan keturunan masyarakat
Palembang, yaitu Raden, Masagus,Kiagus dan Kemas .

Pada umumnya bentuk Bangunan Rumah Limas memanjang ke belakang.


Ukuran bangunan rumah bervariasi ada yang mempunyai lebar sampai 20 meter
dengan panjang mencapai 100 meter. Semakin besar ukuran Rumah Limas atau
rumah adat palembang ini semakin besar dan terpandanglah status sosial sipemilik
rumah tersebut.

10. KEBUDAYA MASYARAKAT


Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,
yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal
yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan
disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau
mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture
juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Budaya internal:
Budaya Palembang terpengaruh oleh budaya Melayu, Jawa, Tionghoa dan
Arab. Bahasa sehari-hari yang dipakai di kota Palembang disebut baso Palembang
atau baso sari-sari. Bahasa ini mengandung unsur kata bahasa Melayu dialek o
seperti apo, cakmano, kemano,siapo dengan unsur kata bahasa Jawa seperti lawang,
wong, banyu dan lain-lain. Bahasa ini berakar pada bahasa Jawa karena raja-raja
Palembang berasal dari Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, dan Kerajaan
Pajang. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Baso Pelembang Alus banyak
persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa.
Atap rumah limas rumah adat Palembang hampir mirip dengan rumah joglo
di Jawa Tengah. Pakaian pengantin Palembang model aesan gede merupakan
percampuran budaya Melayu, Cina dan Jawa. Di Palembang ada juga wayang kulit
yang mirip dengan wayang di Jawa.

Budaya eksternal:
Budaya Palembang dimulai sejak kerajaan Sriwijaya kerajaan maritim
terbesar di nusantara yang mengalami puncak kejayaan pada abad 7 Masehi saat
masa pemerintahan raja Balaputeradewa. Saat itu Palembang merupakan pusat
penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Sriwijaya juga berperan menyebarkan
bahasa Melayu ke seluruh daerah jajahannya di nusantara, Malaysia dan Thailand
selatan. Kemudian Sriwijaya mulai berkurang pengaruhnya pada abad ke-11 karena
diserang kerajaan Cola dari India lalu akhirnya meredup. Warna yang lazim
digunakan dalam rumah tradisional Limas adalah warna emas dan merah. Kedua
warna ini melambangkan zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya dan pengaruh China
di masa lampau.
Terdapat pula nilai nilai yang di terapkan pada rumah limas asli palembang,
yakni :
Nilai Religius :
Nilai religius dalam pendirian rumah limas dapat dilihat dalam pemilihan hari
senin sebagai hari untuk memulai pembangunannya.Nilai ini juga dapat dilihat dalam
ritual-ritual yang diadakan baik ketika mempersiapkan pembangunan, pelaksananaan
pembangunan ataupun ketika bangunan telah selesai dan hendak ditempati.
Pelaksanaan ritual tersebut sangat berkaitan dengan keyakinan.

Nilai religius juga dapat dilihat pada


jumlah anak tangga yang selalu dalam
hitungan ganjil. Mereka meyakini bahwa
jumlah ganjil akan membawa keberkahan
bagi yang menempatinya, dan apabila
berjumlah genap maka keluarga yang
menempati akan mengalami banyak
kesulitan.

Nilai budaya :
Nilai budaya dapat dilihat pada arsitekturnya yang berbentuk rumah
panggung yang terbuat dari kayu.Bentuk rumah panggung dengan bahan-bahan
kayu, nampaknya sebagai penyikapan terhadap kondisi tanahnya yang berupa rawa-
rawa sehingga selalu basah an suhu udara yang panas.Dengan kondisi tanah yang
basah dan linkungan yang panas maka desain rumah berbentuk panggung merupakan
suatu pemecahan yang tepat.

Lantai yang tidak berada langsung


diatas tanah memungkinkan bangunan
tidak akan terendam ketika hujan atau
air pasang. Suhu lingkungan yang
panas juga dapat diminimalisir
dengan bentuk rumah yang cukup
tinggi

11. BAHAN BANGUNAN


Bangunan Rumah Limas memakai bahan dasar dari kayu Unglen atau
Merbau, kayu ini dipilih karena kayu tersebut mempunyai karakteristik tahan akan
air. Dindingnya terbuat dari papan-papan kayu yang disusun tegak. Pada bagian
depan terdapat dua tangga dari kiri dan kanan ada yang saling berhadapan bertemu
jadi satu dibagian ujung atas menuju teras rumah ada juga yang berlawanan arah dari
kiri dan kanan.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut
tenggalung. pagar tersebut mempunyai Makna filosofis untuk mencegah supaya
anak gadis tidak keluar dari rumah. Pintu masuk ke dalam rumah culup unik, terbuat
dari kayu petanang jika dibuka lebar akan menempel pada langit-langit teras. Untuk
menopangnya, digunakan kunci dan pegas. Sedangkan konstruksi atap menggunakan
atap kajang (nipah),sirap.

12. STUKTUR DAN KONSTRUKSI RUMAH LIMAS

Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang yang terbuat dari jenis
kayu unglen yang berjumlah 32 buah atau kelipatannya. Rumah limas Palembang
merupakan rumah panggung yang bagian kolongnya merupakan ruang positif untuk
kegiatan sehari-hari. Ketinggian lantai panggung dapat mencapai ukuran 3 meter.
Untuk naik ke rumah limas dibuatlah dua tangga kayu dari sebelah kiri dan kanan.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut
tenggalung. Makna filosofis dibalik pagar kayu itu adalah untuk menahan supaya
anak perempuan tidak keluar rumah.

Pada bagian lantainya dibuat bertingkat-tingkat atau biasa disebut kekijing


dengan menggunakan kayu jenis tembesu yang berbentuk papan (persegi panjang)
disusun secara horizontal menurut besaran masing-masing ruang. Sementara pada
dinding Rumah Limas dibuat dari kayu jenis merawan yang berbentuk papan, dengan
cara penyusunan dan besaran yang sama dengan papan pada lantai.
Bangunan Rumah Limas sebagai Rumah Adat Palembang memakai bahan
dasar dari kayu Unglen atau Merbau, kayu ini dipilih karena kayu tersebut
mempunyai karakteristik tahan akan air. Dindingnya terbuat dari papan-papan kayu
yang disusun tegak. Pada bagian depan terdapat dua tangga dari kiri dan kanan ada
yang saling berhadapan bertemu jadi satu dibagian ujung atas menuju teras rumah
ada juga yang berlawanan arah dari kiri dan kanan.

PONDASI
Pondasi disesuaikan dengan kondisi alam sekitar yang berawa,
teknisnya menyerupai pondasi cakar ayam. Karena bentuk rumah berupa
panggung maka digunakan pondasi setempat. Tiang cagak berdiri di atas
landasan papan tebal yang disebut tapak-an cagak. Tapak-an cagak yang
saling menyilang dengan balok disebut botek-an. 30-40 cm dengan system
ujung lobang bernama puting dan lobang putting.

TIANG, DINDING/BAGIAN BADAN BANGUNAN


Pemasangan balok lantai (belandar) yang dipasang di atas lanting,
pemasangan tiang (sako) yang diletakkan diatas belandar/alang, dengan
sistem sambungan pen (lanang-batino), dilanjutkan dengan pemasangan
kusen (jenang) yang mempunyai tinggi yang sama dengan sako, dan
sekaligus sebagai penyangga rangka atap. Sako, jenang dihubungkan dengan
balok disebut sento dalam sento pada satu bidang dinding terdiri dari 3atau 4
sento, selain penghubung struktur utama vertikal sento juga berfungsi
sebagai pengikat dinding kayu yang dipasang dengan tersusun vertikal
.Selain fungsi penutup dinding, sento juga berfungsi sebagai penahan gaya
lateral dari bagian badan bangunan terhadap kondisi lingkungan dengan
kecepatan angin yang tinggi .Semua sistem sambungan dengan sistem pen
atau diseping/dicuak untuk menghindari pergeseran tempat, dan untuk
memperkuat sambungan ditambahkan pasak kayu atau bambu. Tiang/sako
terbuat dari bahan kayu tembesu, unglen, penatang dengan dimensi
8cmx8cm sampai dengan10cmx10cm. Dinding yang diapit oleh bingkai kayu
kemudian di pasang pada sento, setelah pemasangan dinding dilakukan
pemasangan pintu dan jendela.

Gambar: Sistem Sambugan Tiang(Sako)


( Lanang Batino) dengan Balok (Se
Gambar: Sistem Sambungan Pen
Gambar : Perletakan Tiang (Sako) dan Kusen

ATAP/BAGIAN ATAS BANGUNAN

Atap berbentuk limas, Kemiringan atap utama 600 dan kemiringan


atap depan100-200 Penutup atap berupa genteng Bela Boulo/genteng
Palembang. Pemasangan balok atas (alang panjang) yang dipasang di atas
sako dan kusen/jenang, kemudian dipasang penyangga atap yaitu gording,
nok dan kasau, serta penutup atapnya adalah daun nipah. Karena sulitnya
pemeliharaan daun nipah, maka saat ini banyak digunakan penutup atas seng
atau bahan penutup atap ringan lainnya. Pemasangan/sistem sambungan
konstruksi atap semua menggunakan sistem sambungan pen (lanang-betino)
dan pemasangan daun nipah dengan diikat tali rotan. Bahan kayu yang di
gunakan adalah kayu seru sebagai kayu yang terkenal dengan kayu yang
mempunyai tegangan tarik yang tinggi dibandingkan dengan kayu-kayu lain.
Dimensi kayu yang digunakan adalah untuk murplat adalah 10cmx12cm,
tiang penyangga atap10cm x10cm, gording 8cm x 8cm, non 8cm x 8cm dan
kasau 3cm x 7cm.
Gambar: Konstruksi Atap

SIMBAR

Sebagai Tumbuhan pelopor yang hidup di pohon tinggi. Sifat ini


dianalogikan dengan masyarakat palembang yang mandiri.

TANDUK KAMBING

Pada atap rumah terdapat hiasan tanduk kambingatau disebut juga


daun pandan, jumlah tanduk menunjukkan tingkat sosial pemilik rumah.

Gambar Tampak Depan rumah limas yang menunjukan Simbar dan Tanduk kambing

TANGGA
Terdapat anak tangga yang berjumlah ganjil yang mempunyai makna
akan membawa keberuntungan bagi yang menempati rumahnya
Langgam Arsitektur (Ornamen)
Gaya (Langgam) Gaya dalam arsitektur lebih banyak berarti corak,
sifat, atau langgam. Corak atau langgam ini dibatasi oleh :
a. Menurut periode waktu dan negaranya
b. Menurut bentuknya
Berbicara tentang gaya atau langgam dalam arsitektur, juga tidak
dapat dipisahkan dengan aliran-aliran sejarah dan perkembangan arsitektur,
adapun aliran-aliran sejarah arsitektur tersebut antara lain aliran klasik
(Arsitektur Klasik) Neo klasik, Tradisianal (Vernacular), Elektisme,
Fungsionalisme, kubisme, futurism, brutalisme, monumental, metabilosme,
neo vernacularisme, dan modern kontemporer.
Ragam hias ornamen pada rumah tradisional Limas merupakan salah
satu bagian tersendiri dari bentuk dan corak rumah tradisional Limas. Selain
berfungsi sebagai hiasan, juga dapat berfungsi sebagai simbol status pemilik
rumah. Ragam hias umumnya memiliki pola dasar yang bersumber dari alam
flora. Ragam hias flora yang berupa sulur-sulur bunga yang menjalar
biasanya menggunakan teknik pahat tiga dimensi yang membentuk lobang
terawang. Bentuk demikian selain makin menampakkan keindahan karena
adanya efek pencahayaan yang dibiaskan juga dapat menyalurkan angin
dengan baik Ornamen corak tumbuhan, umumnya bermotifkan
bunga/kembang, daun yang memiliki arti rejeki yang tidak putus putusnya,
seperti menjalarnya bunga itu, di samping motif yang lainnya.
Ornamen corak alam, umumnya bermotifkan kaligrafi dari
kebudayaan Islam. Penempatan ragam hias ornamen tersebut pada
sambulayang/timpalaja, jendela, anjong, dan lain-lain. Penggunaan ragam
hias ornamen tersebut menandakan bahwa derajat penghuninya tinggi.

13. BAGIAN BAGIAN PADA RUMAH LIMAS


Rumah Limas Rumah tradisional masyarakat Palembang disebut dengan
rumah limas. dengan atapnya berbentuk perisai yang bagian depan dan belakannya
dipangkas hingga membentuk trapesium. Variasinya pada bagian atas atap perisai
diberi atap perisai lain yang sudut kemiringannya lebih tajam. Rumah limas
Palembang merupakan rumah panggung yang bagian kolongnya merupakan ruang
positif untuk kegiatan sehari-hari. Ketinggian lantai panggung dapat mencapai
ukuran 3 meter. Pengaruh arsitektur Belanda membuat ketinggian panggung menjadi
rendah dan kolong menjadi ruang negatif.

Denah bangunan rumah limas berbentuk persegi panjang. Rumah yang


berdiri di atas tiang kayu ini mempunyai lantai yang bertingkat yang disebut dengan
kekijing. Denah dari tiap-tiap kekijing adalah persegi panjang.
Pada umumnya bentuk Bangunan Rumah Limas memanjang ke belakang.
Ukuran bangunan rumah bervariasi ada yang mempunyai lebar sampai 20 meter
dengan panjang mencapai 100 meter. Semakin besar ukuran Rumah Limas semakin
besar dan terpandanglah status sosial sipemilik rumah tersebut. Bentuk rumah limas
sangat khas. Dalam istilah bahasa, limas ada dua suku kata yakni lima dan emas.
Sedangkan ciri khasnya terrletak pada atapnya yang berbentuk limas dan memiliki
tiang atau rumah panggung. Sebenarnya rumah khas Palembang yang termasuk
rumah panggung ini sangat cocok kondisi alam Palembang yang memang sebagian
besar termasuk kawasanperairan.
Biasanya jenis rumah panggung termasuk rumah limas yang didirikan di
pinggir sungai menghadap ke darat, yang dilengkapi ruangan bengkilas, untuk
digunakan saat pemilik menggelar hajatan, kenduri atau pertemuanpertemuan
penting. Sebenarnya, antara rumah panggung dan limas memiliki kemiripan karena
berdiri menggunakan tiang. Hanya saja, rumah panggung tidak ada kijing (undakan).
Sedangkan rumah limas dijumpai hingga 3-4 tingkatan yang memiliki simbol
tertentu.
Umumnya jenis rumah ini, dirancang dengan ukuran besar dan banyak ruang di
dalamnya. Sebagai fungsinya, rumah sebagai tempat tinggal karena di dalamnya
terjadi proses pembentukan watak dan kepribadian penghuninya. Keunikan rumah
limas ini, karena bentuk aslinya sebagai khas rumah adat Palembang. Pada bagian
depan, terdapat dua tangga dengan mode tangga lurus (single flight stairway).
Tangga ini tergolong sederhana, karena terbuat dari kayu tetapi tetap terkesan khas
karena dilengkapi besi berbentuk tombak.

.Ruang
Ruang depan :
Beberapa soko damas Pagar tenggalong Peranginan atau beranda. (Terdapat dua
buah tangga)
Pada ruang bagian depan ini biasanya digunakan sebagai ruang tamu atau
ruangan tunggu yang disebut dengan Pamarekan, dan tingkatan lantainya dinamakan
sebagai Kekijing pertama. sedangkan untuk lantai disebut Bengkilas

Gambar: Soko Damas


jogan berfungsi sebagai tempat para pemuda.
Perbatasan antara jogan dan kijing 3 terdapat lawang kyam/kyam-
kyam/lawang kipas karena bentuknya seperti kipas lipat. fungsinya sebagai
penyekat/dinding penuh tegak. Jika dibuka dinding itu akan menempel hingga langit-
langit,untuk menopangnya digunakan kunci/pegas.
Ruang tengah :
Pada setiap kekijing dilengkapi dua buah jendela (kanan-kirinya).
Kekijing 3 (bengkilas bawah) digunakan untuk para pejabat
Kekijing 4 (bengkilas pucuk) digunakan untuk tempat para datuk maharaja
Pada rumah limas terdapat beberapa kekijing yang pada sisi kanan dan
kirinya terdapat sebuah jendela. Jendela didbuat selebar 60-70 cm.

Gegajah sebagai balairung/amben/balai musyawarah ruang ini merupakan


pusat rumah limas berada pada lantai teratas dan berkedudukan paling terhormat.

Dan tepat berada di bawah atap limas yang ditopang alang sunan dan soko
sunan. Di ruang gegajah terdapat :
Ruang pengkeng
Terletak di kanan-kiri ruang gegajah.
Pintu pengkeng di tambah papan penghalang setinggi 60cm.
Ruang tertutup di kelilingi 4 dinding yang berfungsi sebagai kamar tidur keluarga
atau ruang pengantin, sehingga disebut pengkeng pengantin.
Amben tetuo
Digunakan sebagai tempat pemilik rumah menerima tamu kehormatan seperti
besan dan tempat pelamin pengantin pada saat upacara perkawinan.

Amben keluargo
Berfungsi sebagai ruang keluarga, karena dalam satu rumah dapat dihuni
beberapa keluarga inti.

Ruang pawon/service:
Terdapat ruang tansisisi (garang)
Ruang dapur yang berfungsi untuk kegiatan service. Ruang pawon ini
memiliki ketinggian lantai yang lebih rendah dari ruang gegajah.

14. DENAH Dan KARAKTERISTIK


Denah bangunan rumah limas berbentuk persegi panjang. Rumah yang
berdiri di atas tiang kayu ini mempunyai lantai yang bertingkat yang disebut dengan
kekijing. Denah dari tiap-tiap kekijing adalah persegi panjang. Pada umumnya rumah
limas mempunyai 2 sampai 4 kekijing.
Berdasarkan keletakannya rumah limas terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian
depan, bagian tengah, dan bagian belakang. Bagian depan rumah limas merupakan
tempat beristirahat yang dikenal dengan istilah jogan. Pada bagian ini terdapat tangga
naik yang berjumlah 2 buah, yang di sampingnya terdapat tempat air pencuci kaki.
Bentuk dari jogan ada 2 variasi, yaitu berdenah persegi panjang dan berdenah huruf
L. Antara bagian depan dan bagian tengah rumah limas dibatasi oleh dinding kayu.
Untuk memasuki bagian tengah terdapat 2 buah pintu masuk. Di antara kedua pintu
tersebut, umumnya terdapat hiasan berupa jeruji kayu yang memiliki ukiran tembus
yang berfungsi juga sebagai fentilasi.
Bagian tengah rumah limas terdiri dari beberapa kekijing. Antara kekijing I
dan kekijing II dibatasi oleh dinding penyekat yang disebut kiyam. Kiyam ini hanya
terdapat di antara kekijing I dan kekijing II saja, sedangkan pada kekijing-kekijing
berikutnya tidak terdapat penyekat. Tinggi antara masing-masing kekijing pada
umumnya sekitar 30 cm sampai 40 cm.
Pada saat upacara adat, kekijing I berfungsi sebagai tempat kaum kerabat dan
undangan yang masih muda, kekijing II merupakan tempat undangan yang setengah
baya, dan kekijing III dan IV diperuntukkan untuk undangan yang tua-tua dan orang-
orang yang dihormati. Dalam kegiatan sehari-hari kekijing III dan kekijing IV
berfungsi sebagi ruang tidur yang disekat oleh lemari dinding. Pada bagian ini juga
terdapat ruangan yang berfungsi sebagai ruangan serbaguna, di mana kegiatan rumah
tangga seperti menjahit, menenun, atau merenda dilakukan di sini. Selain itu fungsi
dari ruangan ini juga untuk ruang makan dan ruang tamu kerabat dekat wanita atau
anak-anak.
Bagian tengah dan bagian belakang rumah limas dibatasi oleh dinding
penyekat. Bagian belakang berfungsi sebagai dapur. Pada umumnya dapur pada
rumah limas terdiri dari 3 bagian utama, yaitu tempat untuk menyiapkan masakan,
tempat memasak, dan tempat mencuci peralatan masak. Lantai pada bagian belakang
ini lebih rendah dari bagian tengah.

KARAKTERISTIK RUMAH LIMAS PALEMBANG


1. Berbentuk panggung yang berfungsi untuk melindungi penghuni dari gangguan
alam, binatang buas & kelembaban
2. Atap rumah berbentuk Limas dengan bahan atap genteng yang dihiasi dengan
simbar & tanduk
3. Bahan dominan terbuat dari kayu , dengan lokasi rumah dekat dengan sungai
4. Dilengkapi ornamen-ornamen ukir pada dindingnya
5. Mempunyai perbedaan ketinggian pada lantai, yang menggambarkan perbedaan
status sosial masyarakatnya.

PROSES PEMBANGUNAN DAN KEPERCAYAAN


Pelaksanaan pembangunan biasanya didahului oleh musyawarah antar
pemuka masyarakat setempat dalam kegiatan keselamatan. Pelaksanaan kegiatan itu
biasanya disertai penyembelihan hewan berupa ayam, kambing, atau kerbau. Di
samping untuk sajian sedekahan, bagian kepala hewan tersebut ditanam disudut
bakal rumah tersebut. Makna yang terkandung dari penyembelihan itu dikaitkan
dengan harapan, agar hanya sampai disitu saja darah yang mengalir dan jangan
sampai ada darah lain yang dimintanya. Kegiatan itu biasanya dilaksanakan tepat
pada hari senin yang berarti agar kita ingat pada hari lahirnya nabi Muhammad
SAW.

Setelah upacara diatas selesai dimulailah menggali lubang untuk tiang rumah.
Lubang berukuran 100x100 cm. Digali sedalam 200 cm. Pada masing-masing dasar
lubang tersebut, diletakan sepotong kayu yang bermutu, baik disebut tapakan cagak
dengan tebal 15 cm lebarnya 30 cm dan panjang 80 cm. Ditengah-tengah kayu
tapakan dibuat lubang untuk memasukkan pooteeng cagak, dengan lengges,
tembilang dan kayu skop. Jika tanah perkarangan sangat lembab, alas tiang atau
tapakan cagak diganti dengan botekan cagak, yaitu balok-balok yang besar, panjang
dan tua.

Tiang rumah yang pertama kali di pancangkan adalah cagak iman, letaknya
disudut paling akhir arah kiblat atau barat dengan suatu cara khusus mengikuti tradisi
yang ada. Ukuran panjang tiang-tiang rumah limas disesuaikan dengan tinggi lantai
rumah limas yang disebut bengkilas dan untuk tiang ini di pergunakan kayu bulat
atau persegi. Jika kayu tersebut bulat, maka garis tengahnya 20-30 cm, apabila kayu
persegi dengan ukuran 20x20 cm. Sedangkan garis tengah dari pooteeng cagak sekita
8 cm yang panjangnya disesuaikan dengan tabal tapakan atau botekan cagak.

Sebagaimana layak bangunan yang menggunakan kontruksi rumah panggung,


dibagian rumah depan limas terdapat tangga masuk yang dinamakan tangga kiai-
kemulan muka. Kontruksi dari tangga ini semuanya menggunakan kayu dengan
pasak bambu atau pasek dan jalu untuk mengunci sambungan. Pada bagian atas dari
tiang diberi spreng untuk meletakkan kayu yang dipasang membujur rumah. Ukuran
tebal dan lebarnya sekitar 12x14 cm, panjangnya mengikuti jarak tiang-tiang yang
berada dibawah ruangan keejeng atau pedalian. Melintang diatas kitoo yang dipasang
membujur badan rumah dipasang pula balok kayu yang dinamakan tapakan kitoo,
dengan ukuran tebal dan lebarnya 8x12 cm. Tapakan kitoo dipasang pada tempat-
tempat tertentu sejajar dengan blandar. Blandar, dipasang dengan jarak tertentu
antara satu dengan yang lain berukuran tebal dan lebar 7x10 cm dengan panjang
kebutuhan. Diatas blandar dipasang papan-papan yang telah disugu pada bagian
muka dan belakang, satu sama lainnya diapit sebagai galar rumah. Agar menarik
perhatian disini adalah cara pemasangan berdasarkan jumlah anak tangga yang
dipasang atau digunakan selalu ganjil. Menurut budayawan R.M. Husin Nato Dirajo,
mengapa selalu ganjil karena bilangan ganjil akan membawa berkat bagi si pemilik
atau penunggu rumah. Sebaliknya apabila jumlah anak tangga tersebut genap maka
orang yang akan menempatinya akan mendapat kesulitan atau sukar mendapat
rezeki, misalnya dalam perdagangan akan selalu mengalami kerugian. Selanjutnya
dikatakan, menurut wong palembang cara menghitung tangga akan selalu dimulai
dengan pengucapan tanggo, disusul dengan tangga, kemudian tinggal. Oleh karena
itu bentuk rumah limas dilihat dari segi arsitektur dapat digolongkan pada jenis
bangunan panggung.

Tapakan cagak, botekan cagak, tiang-tiang, kitoo dan tapakan kitoo


merupakan alas bagi sebuah limas. Konstruksi alas ini ditunjang oleh sako-sako di
dalam rumah dan alang panjang berikut alang pendek dibagian atapnya.

Setelah semua blandar-blandar dipasangkan, pemancangan sako-sako dimulai


dengan memasukkan pooteeng sako kedalam lubang-lubang yang telah disediakan
pada tapakan kitoo. Menurut kebutuhan pengolahan sako-sako pada rumah limas
sama dengan pengolahan rumah tradisional lainnnya. Demikian juga dengan
pengolahan alang panjang, alang pendek, sako suran, odor-odor, rambatan leekoos,
alang suran, oosok-oosok, sekoor-sekoor pada odoon-odoon, reng, tookoop, sento,
gedek dan les, kecuali galar yang dipasangkan bertingkat dengan nama bengkilas.
Selain pasak digunakan juga paku buatan orang palembang, sedangkan plafon rumah
limas dinamakan kajang angkop dan gollmat keduanya menunjang rumah disamping
alang panjang dan alang pendek serta dapat menahan debu agar tidak jatuh kedalam
rumah.

Diatas tookoop bangunannya biasanya diberi hiasan yang dibuat dari adukan
semen dan disebut simbar yang di apit oleh beberapa tadook kambeeng (tanduk
kambing) yang telah di sterilisasikan, dan konon kabarnya sebagai penangkal petir.
Untuk penghias ini dikatakan jika hiasan berjumlah dua buah, pada masing-masing
sisi simbar mengingatkan akan kejadian manusia dimuka bumi ini, yaitu adam dan
hawa, jika tiga buah mengingatkan akan kelengkapan akan kekuasaan Allah, yaitu
bulan, bintang, dan matahari, jika empat buah mengingatkan akan kemuliaan empat
orang sahabat Rasulullah, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Ali, jika lima buah
mengingatkan akan rukun islam, jika enam buah mengingatkan akan rukun iman,
jika tujuh buah mengingatkan akan kuasa Allah yang menciptakan tujuh lapis langit
dan tujuh lapis bumi, tujuh macam syurga dan tujuh macam neraka, dan jika dua
puluh lima buah pada satu sisi dari atas ke tookoop cucur atap bawah mengingatkan
akan adanya dua puluh lima orang Nabi pilihan.

Pekerjaan terakhir dalam rangka mendirikan rumah adalah pemasangan galar


dan gedek yang bergandeng dengan sebutan gedek dua lapees. Baik galar atau gedek
terdiri dari papan yang disugu pada bagian belakang, kemudian dirapatkan satu sama
lainnya.

Untuk bagian belakang biasanya didirikan bangunan pawon (dapur). Pada


umumnya panjang dapur tersebut sama dengan lebar rumah, lantainya lebih rendah
sekitar 30-40 cm. Mengenai bagian dapur ini terdapat dua macam yaitu dapur yang
menyatu dengan bagian rumah dan hanya disambung dengan menggunakan atap
yang dinamakan senyawa.

Setelah rumah selesai didirikan, maka pemilik rumah dan keluarganya pindah
kerumah tersebut, pelaksanaan pindah rumah lazimnya dilakukan pada hari senin.
Akan tetapi menurut informan, sebelum rumah tersebut diisi maka akan terlebih
dahulu dialeni oleh tiga orang janda tua yang masih kerabat pemilik rumah. Telah
diadatkan pula bahwa pada pawon terlebih dahulu sebelum kedatangan tiga janda
tersebut harus disediakan beberapa perlengkapan berupa guci berisi air, pendaringan
penuh berisi beras, dan bahan-bahan untuk bumbu dapur. Maka keesokan harinya
diiringi seluruh anggota keluarga masuklah mereka kerumah baru dengan membawa
keperluan sehari-hari, berikut sebilah buluh dan seekor kucing. Setelah rumah
tersebut dihuni, pada hari kamis malam jumat diadakan syukuran sambil beratib.
Melihat bentuk, maka perhatian tertuju kepada sebutan rumah tersebut, yaitu limas
yaitu bentuk atap dari rumah tersebut berbentuk kerucut sisi dinding muka rumah
tertutup bidang atap dari ruang oleh bentang atap berbentuk Atap limas menunjukkan
keindahan dan sekaligus merupakan bentuk utama

Syarat terbentuknya jurai luar, Tentang atap limas mempunyai kemiringan


yang sama yaitu 45-60 derajat. Selain untuk aliran air hujan juga sebagai keindahan
rumah tersebut.
Atap ditutup dengan genteng model (kubah) yaitu genteng berbentuk bambu
yang dibelah dua yang diletakkan secara menekuk atau kait mengait (conis).
Dengan demikian genteng-genteng tersebut berfungsi juga sebagai penahan petir.

Pada tahap pemasangan alang pada atap limas diadakan juga suatu proses
kegiatan upacara yang dinamakan ngeke alang. Menurut informan upacara ini
bertujuan agar rumah dapat membawa kemakmuran, keamanan dan kesentosaan bagi
penghuninya secara turun temurun. Pada saat pelaksanaan pembuatan/pemasangan
atap, disediakan pula pisang mas, tunggul, semangi dan kendi sebagai pelengkap dari
kegiatan upacara tersebut.

Rumah limas Palembang terdiri dari beberapa ruangan. Berikut adalah


ruangan-ruangan yang ada pada rumah Limas. Lantai rumah limas bertingkat-tingkat
dinamakan bengkilas. Menurut informan yang diterima, keekeejeeng adalah
penamaan yang diberikan pada satu papan tebal yang memisahkan antara satu lantai
dengan lantai lainya. Papan tersebut harus dibuat dari satu papan lurus dan tidak
boleh disambung. Bahan yang digunakan adalah kayu unglen setebal 5 cm. rumah
tradisional limas Palembang paling sedikit mempunyai satu bengkilas dan paling
banyak 5 bengkilas. Dalam ruangan ini para tamu didudukan oleh tuan rumah
menurut adat serta martabat masing-masing. Artinya begitu pula bila yang dituakan
maka akan didudukan pada bengkilas paling atas.

Ruangan paling depan, tepatnya didepan lazim disebut pagar tenggalong


biasanya digunakan sebagai ruang tamu atau ruangan tunggu pamarekan. Dinamakan
sebagai keekeejeeng pertama sedangkan untuk lantai disebut bengkilas pertama.
Pada lantai bengkilas kedua terdapat ruangan yang disebut jogan, daerah ini ada yang
mempunyai dinding-dinding lengkap akan tetapi adapula yang hanya mempunyai
dinding sebagian yaitu bagian belakang dan bagian samping. Untuk jogan yang
mempunyai dua bagian, berfungsi sebagai kamar tidur keluarga dan untuk tamu yang
datang ruangan tersebut digunakan sebagai kamar tidur tamu. Ruang jogan berbentuk
huruf L dengan ukuran 2,70x3,20 meter.

Selain bagian-bagian ruangan yang telah diuraikan diatas, maka akan ditemui
bagian-bagian lain yang merupakan ciri khas rumah limas. Bagian depan tampak
sebuah pintu yang disebut lawang kereng, yaitu jalan masuk keruang dalam. Pintu
tersebut dapat diangkat, oleh karena itu disebut pintu kipas (lawang kiyam). Apabila
dalam keadaan terbuka, maka nampaklah isi keseluruhan rumah tersebut. Untuk hari-
hari biasa artinya bukan hari raya atau sedang dilaksanakan kegiatan upacara-
upacara, pada dinding terdapat satu pintu berukuran normal disebut lawang burotan.
Demikian pula bila diperhatikan kiyam tersebut terbagi-bagi seperti jendela yang
dibagi oleh Sembilan tiang berukuran 20 meter. Kiyam tersebut cukup berat bila
diangkat keatas, karena selain digunakan sebagai pintu juga berfungsi sebagai
pelafon.

pada dinding ruang pedalon kiri dan kanan dilengkapi oleh lemari yang
disebut gerobak leket atau gerobak senyawo. Lemari tersebut pada bagian atas atau
seluruh bagian dari atas sampai bawah diberi kaca tembus pandang. Pada bagian
bawah lemari tersebut diberi ukiran dengan motif prado. Di dalamnya terletak
barang-barang porselen seperti piring, mangkok dan sebagainya.

Di dalam ruangan berikutnya terdapat Amben, tepatnya terletak diruang


keluarga. Jika dalam ruangan terdapat sebuah amben, maka dihadapannya terdapat
beeleek jeroo. Baik amben maupun beeleek jeroo dipergunakan sebagai kamar tidur.
Kamar tersebut biasanya berjumlah dua buah dan jika dalam ruangan pedalon itu
tidak terdapat amben, maka ruangan tersebut dinamakan amben pamarekan. Disini
pula tempat keluarga menerima tamu, apabila upacara sedang berlangsung
pemikahan amben tersebut berubah menjadi beeleek penganten. Ruangan tersebut
dilengkapi dengan berbagai hiasan sebagai pelengkap upacara, yang disebut pleeseer,
yang dipasangkan pada bagian atas dinding sebelah dalam amben dibawah ruangan
amben digantungkan gegemboong dalam jumlah yang banyak. Demikian pula pada
dinding sebelah dalam dipasangkan langsee, yaitu lembar kain panjang dan lebarnya
sekitar 250x300 cm dengan motif bunga atau daun beberapa lembar langsee tersebut
dipergunakan sebagai beber yang diletakkan pada sekeliling tempat tidur penganten
tersebut. Diatas Kasur tebal dibentangkan alas kain yang berasal dari negeri siam,
dan pada ulon Kasur, diatas semagee disusunkan bantal-bantal dan pada kedua
tepinya diberi benang emas, sedangkan kain sarung bantal dibuat dari kain senteeng
juga berasal dari negeri yang sama. Dua buah rek yaitu lemari kecil menambah
pelengkap koleksi dari ruangan tersebut. Ruangan berikutnya, yaitu disebelah amben
arah kebelakang ruangan terdapat pangkeeng yaitu kamar yang lebih kecil ukurannya
dari beeleek jeroo yang dipergunakan sebagai kamar tidur remaja putri dalam
keluarga tersebut.
Ruangan dalam yang teratas bengkilas dinamakan ruangan pedalon Nampak
anggun di topang oleh tiang-tiang mulai dari atap rumah terus sampai ketanah.
Konon tiang-tiang tersebut tidak boleh disambung oleh karena ruangan tersebut juga
merupakan tempat utama apabila sedang berlangsung kegiatan upacara adat. Melalui
pintu dinding belakang ruangan pedlaon sebuah rumah limas, akan ditemukan
bangunan belakang yang disebut ruang makan. Satu hal yang tidak ditemukan adalah
ruang atau kamar mandi, karena pada masa lalu masyarakat umumnya
memanfaatkan sungai sebagai sarana tersebut.

RAGAM HIAS

Berdasarkan sejarah arsitektur tradisional rumah limas merupakan


perwujudan rasa keindahan yang dimiliki manusia terhadap alam, lingkungannya.
Motif tumbuh-tumbuhan yang mendominasi bentuk-bentuk ragam hias, merupakan
terjemahan dari nilai-nilai agama dan kepercayaan yang seluruhnya disarikan dalam
suatu karya arsitektur yang harmonis dan anggun.

Dalam pengertian ragam hias adlah sama halnya dengan pengertian tentang
kehidupan dan perkembangan seni ukirnya. Berbicara tentang ragam hias, sepintas
dapat dikatakan bertujuan untuk memperindah saja, baik dalam rumah ataupun pada
tempat-tempat lainya, namun selain daripada berfungsi sebagai nilai estetika ia juga
menampakkan identitas walaupun diolah dalam usaha penonjolan nilan-nilai
tersebut.

Bila diamati dengan cermat, ragam hias dasarnya mengandung unsur pokok,
yaitu ragam hias non-geometris berupa atau perwujudan tumbuh-tumbuhan, jenis
binatang, hewan, manusia dan sebagainya. Sedangkan yang bercorak geometris
berupa unsur-unsur ilmu ukur terdiri dari garis-garis bidang segiempat, ceplok,
tumpul, dan sebagainya. Dari kedua dasar terdapat perbedaan-perbedaan dalam
kreasinya, adapun perbedaan itu terletak pada para seniman lewat keterampilan serta
kreativitas masing-masing.

Berdasarkan sejarah ragam hias sumatera selatan sudah dikenal sejak masa
prasejarah. Dimana pada masa itu ditemukan peninggalan budaya yang mewujudkan
sudah adanya ragam hias, yaitu dengan ditemukannya bukti-bukti arkeologis pada
batuan masa neolithikum, motif-motif seni ukir atau ragam hias telah menunjukan
pada sisi monumental dan simbolis. Artinya masyarakat telah mengenal batu
berpahat yang terdapat pada bangunan dan benda-benda lainnya, misalnya pada
rumah adat, perahu berukir, kayu berukir dan bagian-bagian lainnya yang
menunjukkan lambing atau symbol sebagai penolak bala, mendatangkan
kebahagiaan dan kemakmuran perkembangan selanjutknya yaitu masa kebudayaan
dong son, keterampilan seni ukir makin banyak ragamnya, demikian pula masa
kerajaan sriwijaya seni ragam hias muncul dan berkembang pada kain tenun,
keramik dan sebagainya.

Berdasarkan teknik pengerjaannya ada dua jenis ukiran yaitu ukiran timbul
dan terawang. Hal yang menarik pada rumah limas kedua tipe ukiran tersebut kita
temukan selalu dalam posisi simetris artinya kiri dan kanan selalu sama.

Pewarnaan juga dilakukan terhadap ukiran yang ada, warna-warna yang


dipergunakan antara lain, keemasan, merah hati maroon, kuning, hitam, dan warna
coklat. Sebagai pelengkap dalam ukiran tersebut digunakan pula warna-warna
terang, merah dan prado (emas). Warna tersebut dapat diartikan melambangkan
kehidupan yang kaya dan makmur.

15. KONDISI EKSISTING RUMAH LIMAS PALEMBANG

RUMAH LIMAS YANG BELUM MENGALAMI


PERUBAHAN FUNGSI
RUMAH LIMAS YANG TELAH
BERUBAH FUNGSI

FUNGSI RUANG BAWAH/ KOLONG PANGGUNG RUMAH LIMAS


PALEMBANG SETELAH MENGALAMI PERUBAHAN

Hunian/ kost kostan

Dagang/ Komersil

Home Industri

Campuran ( Hunian dan Dagang)

Gambar : Skema pemanfaatan ruang bawah/ kolong panggung Rumah Limas Palembang

16. GAMBARAN WILAYAH PENELITIAN

TINJAUAN UMUM
Tinjauan Umum Kota Palembang

Kota Palembang adalah salah satu kota di Indonesia, tepatnya di pulau


Sumatera Selatan dan merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Selatan, Palembang
terletak diantara 2 52 sampai 3 5 LS dan 104 37 sampai 104 52BT dengan
ketinggian rata-rata 12 meter diatas permukaan laut. Luas kota Palembang 358,55
2 . Kota Palembang dibagi ke dalam 16 (enam belas) kecamatan dan 107 (seratus
tujuh) kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain: Ilir Timur I, Ilir Timur
II, Ilir Barat I, Ilir Barat II, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, Bukit Kecil, Sukarame,
Sako, Kemuning, Kertapati, Plaju, Gandus, Kalidoni, Alang-alang lebar, dan
Sematang Borang.
Penduduk Palembang merupakan etnis Melayu dan menggunakan bahasa
melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang dikenal sebagai bahasa
Palembang. Agama mayoritas penduduk di Kota Palembang adalah agama Islam.
Tetapi selain itu terdapat pula penganut agama Katolik, Kristen Protestan, Hindu,
Buddha dan Konghucu.Berdasarkan pasal 4 PP No. 23 tahun 1988, tanggal 6
Desember 1988 tentang perubahan batas wilayah Kota Palembang, dinyatakan
bahwa:
a. Sebelah Utara : Dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa
Kenten Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin.
b. Sebelah Selatan : Dengan Desa Bakung Kecamatan Inderalaya Kabupaten Ogan
Komering Ilir dan Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim.
c. Sebelah Timur : Dengan Balai Makmur Kecamatan Banyuasin Kabupaten
Banyuasin
d. Sebelah Barat : Dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten
Banyuasin
Gambar 1.1 Peta Provinsi Sumatera Selatan

Gambar 1.2 Peta Kota Palembang

Sumber: RTRWK Kota Palembang, 2004

TINJAUAN LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini adalah Rumah Limas Palembang yang telah mengalami
perubahan fungsi dan yang masih pada bentuk awal / bentuk asli dari bangunan
tersebut (belum mengalami perubahan Fungsi), yaitu yang berada di Seberang Ulu
dan Seberang Ilir di Kota Palembang. Tepatnya yang berada di Kecamatan Seberang
Ulu I (SU. I), Kecamatan Seberang Ulu II (SU.II), Kecamatan Ilir Barat I (IB.I),
Kecamatan Ilir Barat II (IB.II), Ilir Timur II (IT.II) dan Kecamatan Bukit Kecil (BK)

Gambar : PETA KOTA PALEMBANG


Sumber : RTRWK Palembang, 2004
Gambar 4.3 PETA LOKASI PENELITIAN RUMAH LIMAS YANG MENGALAMI PERUBAHAN FUNGSI

Sumber : Penulis, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota Palembang, 2008)

17. TITIK PERMUKIMAN RUMAH LIMAS PALEMBANG BERDASARKAN


SURVEI PENULIS 2016

Kelurahan 1 Ulu

Rumah Limas milik


Kgs. Jailani
Gambar 4.5 Peta lokasi rumah Limas yang berubah fungsidiKel. 1 Ulu Kec. SU I

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Kelurahan 3-4 ulu

Rumah Limas milik Rumah Limas milik Rumah Limas milik


Edroes Muhammad Nyayu Zaenab Zein H. Salim

Rumah Limas milik


Ibu Yani
Rumah Limas milik
Muhammad Akil

Rumah Limas milik Rumah Limas milik Rumah Limas milik


Kemas Sofyan Kemas Ali Hasanuddin

Gambar 4.6 Peta lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 3-4 Ulu Kec. SU I

Sumber : 5
Kelurahan Survei
ululapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Rumah Limas milik


Kemas Muhammad

Rumah Limas milik


Badrun

Rumah Limas milik


Mgs Hasan
Rumah Limas milik Rumah Limas milik
Rumah Limas milik
Kgs H Muhammad H. Abdullah
H. Rahman

Gambar 4.7 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 5 Ulu Kec. SU I

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Kelurahan 7 ulu

Rumah Limas milik


Rumah Limas milik
Rumah Limas milik Habib Hola
Nyimas
Siti Aisyah

Rumah Limas milik


Rohma
Rumah Limas milik
Syarifudin

Rumah Limas milik Rumah Limas milik


H. Anang Abdul Holik Kgs. Agus Cik

Gambar 4.8 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel 7Ulu Kec. SU I

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Kel 11 ulu

Rumah Limas milik


Amil Luthfi
Tabel 4.1

Gambar 4.10 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 11 Ulu Kec. SU II

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Kel 12 ulu

Rumah Limas milik


kgs Hasanudin
Rumah Limas milik
Kgs. Rasyid Amanah
Rumah Limas milik
Abdurrahman Almukmin

Rumah Limas milik


Anita herawati

Rumah Limas milik


Rokayah

Gambar 4.11 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 12 Ulu

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Kelurahan 13 ulu

Rumah Limas milik


Anita Herawati
Rumah Limas milik abdul
Rahman al munawar

Gambar 4.12 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 13 Ulu

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Kelurahan 14 ulu
Rumah Limas milik
Muhammad Hasan Rumah Limas milik Ahmad
Yunus

Gambar 4.13 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 14 Ulu

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Seberang Ulu

Kelurahan Pemilik Rumah Umur Rumah Tahun


Berubah
I ulu Kgs. Jailani Lebih dari 100 1990
tahun
3-4 Ulu Kemas Sofyan Lebih dari 100 1989
tahun
Hasanudin Lebih dari 100 1988
tahun
Kemas Ali Lebih dari 130 1997
tahun
Muhammad Akil Lebih dari 150 1975
tahun
Yani Lebih dari 150
tahun
Edroes Muhammad Lebih dari 130 2000
tahun
H. Salim Lebih dari 150 1995
tahun
Nyayu Zaenab Zein 200 tahun 1981
5 Ulu H. Abdulah 80 tahun 1989
H. Rahman 85 tahun 1992
Kgs H. Muhammad 120 tahun 1997
Badrun 120 tahun 1990
Kemas Muhammad 150 tahun 2000
Mgs. Hasan 120 tahun 1997
7 Ulu Siti Aisyah 119 tahun 2000
Habib Hola Lebih dari 200 1976
tahun
H. Anang Abdul Lebih dari 100 1990
Holik tahun
Kgs. Agus Cik Lebih dari 100 1990
tahun
Syarifudin 200 tahun 1990
Rohma 300 tahun 1998
Nyimas 300 tahun 1987
11 Ulu Amil Lutfi 350 tahun 1987
12 Ulu Kgs. Rasyid Lebih dari 100 1991
Amanah tahun
Kgs. Hasanudin 500 tahun 1987
Abdurrahman 200 tahun 2000
Almukmin
Rokayah 250 Tahun 1998
Anita Herawati Lbh dari 100 1982
tahun
13 Ulu Abdul Rahman Al 312 Tahun 1980
Munnawar
14 Ulu Muhammad Hasan Lebih dari 100 1996
tahun
Ahmad Yunus Lebih dari 200 2000
thn
Sumber : Survei lapangan, 2016

Kecamatan ilir
Rumah Limas milik
Ida Bayumi

Gambar 4.14 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kec. Ilir Timur II

Data pemilik Rumah Limas Sumber : Google Earth, 2016


Palembang yang berada di Kecamatan Ilir Timur II

No Pemilik Rumah Umur Tahun Fungsi ruang


Rumah berubah bawah /kolong
1. Ida Bayumi Hunian keluarga
Sumber : Survei lapangan, 2016

Kecamatan Bukit Kecil

Rumah Limas milik Rumah Limas milik Rumah Limas milik


Nyayu Nurmala Kgs. Abdul Roni Kgs. Abdul Malik
Ujang
Gambar
Rumah4.15
LimasLokasi
milikrumah Limas yang berubah fungsi di Kec BukitLimas
Rumah kecil-1milik
Nyimas Aminah Kgs. H. Nawar
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Rumah Limas milik Rumah Limas milik


Kgs. K Zein Syukri R.A Arifin Ali Rumah Limas milik
Ahmad Yusran

Rumah Limas milik


Cek Hamid
Rumah Limas milik Rumah Limas milik Rumah Limas milik
Raden Tin Muhammad Dalmanhuri Hamimah

Gambar 4.16 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kec Bukit kecil-2

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Tabel

Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Bukit Kecil

Keluraha No Pemilik Rumah Umur Tahun


n Rumah Berubah
22 ilir 1 Nyayu Nirmala Lebih dari 1990
100 tahun
2 Kgs. Abdul Roni Lebih dari 1999
Ujang 200 tahun
3 Nyimas Aminah Lebih dari 1990
100 tahun
4 Kgs. H. Nawar Lebih dari 1990
200 tahun
5 Kgs. Abdul Lebih dari 1980
Malik 250 tahun
6 Muhammad Lebih dari 1991
Dalmanhuri 150 tahun
7 Raden Tin Lebih dari 1978
150 tahun
8 Hamimah Lebih dari 1990
150 tahun
9 R.A. Arifin Ali Lebih dari 1975
200 tahun
19 ilir 10 Ahmad Yusran Lebih dari 1980
100 tahun
26 ilir 11 Kgs. K. Zen Lebih dari 1887
Syukri 100 tahun
12 Cek Hamid Lebih dari 1985
150 tahun
Sumber : Survei lapangan, 2016

Kecamatan Ilir Barat I

Rumah Limas milik


Muhammad Idris
Gambar 4.17 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kec Ilir Barat I

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Ilir Barat I

No Pemilik Rumah Umur Tahun


Rumah berubah
1. H. Muhammad Idris 19 thn 1991
Sumber : Survei lapangan, 2016

Kecamatan Ilir Barat II

Kelurahan 35 ilir

Rumah Limas milik Rumah Limas milik Rumah Limas milik


Kgs. Alwi Saleh H. Ujang Ali Kgs. Mustakin
Rumah Limas milik Rumah Limas milik Rumah Limas milik
H. Syazili Mustofa Heri Soleh Kgs. Roni Ujang

Gambar 4.18 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.35 Ilir Kec. IB II

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
a. Kelurahan 32 ilir

Rumah Limas milik Rumah Limas milik


Dr. H. A Rahman Tjik Kgs. Mansyur
Rumah Limas milik Rumah Limas milik
Zainal Songket Kgs. Ismail Roni

Gambar 4.19 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.32 Ilir Kec. IB II

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Kelurahan 30 ilir

Rumah Limas milik


Kgs. Kamaluddin
Rumah Limas milik
Rumah Limas milik Nyimas Zuhcroh
Nyayu Rogayah

Gambar 4.20 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.30 Ilir Kec. IB II

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)

Kelurahan 27 ilir

Rumah Limas milik


H. Hasyim Ning

Gambar 4.21 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.27 Ilir Kec. IB II

Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Ilir Barat II

Kelurahan No Pemilik Rumah Umur Tahun


Rumah Berubah
35 Ilir 1 Heri Soleh 85 tahun 1990
2 Kgs Roni Ujang Lebih dari 1995
100 tahun
3 H. Ujang Ali Lebih dari 1997
150 tahun
4 Kgs. Mustakin Lebih dari 1992
100 tahun
5 Kgs. Alwi Saleh Lebih dari 2000
200 tahun
6 H. Syazili Mustofa Lebih dari 1995
200 tahun
32 Ilir 7 Dr. H. A. Rahman Lebih dari 1990
Tjik 100 tahun
8 Kgs. Mansyur Lebih dari 1991
150 tahun
9 Zainal Songket 85 tahun 1990
10 Kgs. Ismail Roni Lebih dari 1993
150 tahun
30 Ilir 11 Nyimas Zuhcroh Lebih dari 1992
200 tahun
12 Nyayu Rogayah Lebih dari 2000
150 tahun
13 Kgs. Kamaludin Lebih dari 1995
100 tahun
27 Ilir 14 H. Hasyim Ning Lebih dari 1998
200 tahun
Sumber : Survei lapangan, 2016
Jadi dapat disimpulkan bahwa, total Rumah Limas Palembang yang telah mengalami
perubahan fungsi di enam kecamatan di Kota Palembang berjumlah 59 rumah. Seperti yang
terlihat pada tabel di bawah ini:

Jumlah Rumah limas yang mengalami perubahan fungsi

N NAMA KECAMATAN JUMLAH


O RUMAH
1 Seberang Ulu 31 Rumah
3 Ilir Timur II 1 Rumah
4 Bukit Kecil 12 Rumah
5 Ilir Barat I 1 Rumah
6 Ilir Barat II 14 Rumah
Total 59 Rumah
Sumber : Survei lapangan, 2016

B. LUBUK LINGGAU
1. GEOGRAFIS
Luas wilayah kota Lubuklinggau berdasarkan undang-undang no . 7 tahun 2001
seluas 401,50 Km atau 40.150 Ha yang meliputi 8 wilayah kecamatan dan 72
kelurahan. Kota Lubuklinggau adalah suatu kota setingkat kabupaten paling barat
wilayah provinsi sumatera selatan yang terletak pada posisi antara 102 40' 0 - 103 0'
0 bujur timur dan 3 4' 10 - 3 22' 30 lintang selatan berbatasan langsung dengan
kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu yang secara administratif mempunyai
batasbatas sebagai berikut :

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan BKL Ulu Terawas Kabupaten Musi
Rawas.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Tugu Mulyo Dan Muara Beliti
Kabupaten Musi Rawas.
Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Muara Beliti Dan Provinsi
Bengkulu.
Sebelah barat : Berbatasan dengan Provinsi Bengkulu

2. SEJARAH
Tahun 1929 status Lubuklinggau adalah sebagai Ibu Kota Marga Sindang Kelingi
Ilir, dibawah Onder District Musi Ulu. Onder District Musi Ulu sendiri ibu kotanya
adalah Muara Beliti.Tahun 1933 Ibukota Onder District Musi Ulu dipindah dari Muara
Beliti ke Lubuklinggau. Tahun 1942-1945 Lubuklinggau menjadi Ibukota Kewedanan
Musi Ulu dan dilanjutkan setelah kemerdekaan. Pada waktu Clash I tahun 1947,
Lubuklinggau dijadikan Ibukota Pemerintahan Provinsi Sumatera Bagian Selatan.
Tahun 1948 Lubuklinggau menjadi Ibukota Kabupaten Musi Ulu Rawas dan tetap
sebagai Ibukota Keresidenan Palembang.
Pembangunan Kota Lubuklinggau telah berjalan dengan pesat seiring dengan segala
permasalahan yang dihadapinya dan menuntut ditetapkannya langkah-langkah yang
dapat mengantisipasi perkembangan Kota, sekaligus memecahkan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi. Untuk itu diperlukan Manajemen Strategis yang
diharapkan dapat mengelola dan mengembangkan Kota Lubuklinggau sebagai kota
transit ke arah yang lebih maju menuju Kota Metropolitan. Kota Lubuklinggau terletak
pada posisi geografis yang sangat strategis yaitu di antara provinsi Jambi, Provinsi
Bengkulu serta ibu kota provinsi Sumatera Selatan (Palembang) dan merupakan jalur
penghubung antara Pulau Jawa dengan kota-kota bagian utara Pulau Sumatera.
Motto kota lubuk linggau yaitu sebiduk semare. Sebiduk berasal dari bahasa
Sumatera Selatan yang artinya perahu. Sedangkan Semare berasal dari Bahasa
Lubuklinggau yang berarti suatu tempat pertemuan beberapa aliran sungai. Jadi,
Sebiduk Semare dapat diartikan kerjasama masyarakat Lubuklinggau dalam satu wadah
guna mencapai satu tujuan bersama, yaitu menyukseskan pembangunan kota di segala
bidang.
Kebudayaan Lubuklinggau sebenarnya merupakan perpaduan antara Melayu dan
Jawa. Hal ini bisa mudah dikenal melalui bahasa sehari-hari yang digunakan
masyarakat kota Lubukliggau. Disini, kalau melihat, bilangnya tengok, nah kalau
orang, disebutnya wong. Kemudian ada juga beberapa kata yang disingkat,
contohnya tidak menjadi dak. Untuk kata lain, umumnya sama seperti bahasa
Indonesia, hanya saja tiap kata yang berakhiran dengan huruf A diubah menjadi huruf
O, contohnya kita jadi kito, kemana jadi kemano.

3. ADAT ISTIADAT

Kalau ada upacara pernikahan, biasanya ada pengiring yang mengantarkan


mempelai prianya. Tari Ngantat Dendan ini adalah tari kreasi khusus sebagai iring-
iringan pengantin pria dalam pernikahan adat Lubuklinggau. Cirinya yang paling
terlihat adalah jaras, rantang besar yang diikat dengan selendang dan diikatkan
dikepala penari. Dalam budayanya, jaras digunakan sebagai wadah untuk
menampung barang-barang yang diminta pihak mempelai wanita sebagai mahar
pernikahan.

Lubuklinggau juga memiliki pakaian adat, Loh, Badong, Selendang Rebang,


Kain Tajung, Kain Lasem, Baju Kurung, Tengkulak, sampai songket pun ada.

Mandi Kasai adalah ritual memandikan pengantin yang dilaksanakan usai


acara persedekahan atau duduk pengantin, tepatnya sore hari. Pakaian pengantin laki-
lakinya adalah teluk belango, kain songket atau tanjung asli yang diikat hingga ke
dada, kopiah atau ikat kepala (deda), keris, sandal, dan papaj atau selendang kecil.
Sedangkan pengantin wanita mengenakan kain lasem, kebaya, dan selendang rebang.

4. ARSITEKTUR LUBUK LINGGAU

Pada umumnya rumah adat di Indonesia adalah rumah panggung yang sebagian
besar dibangun dengan material kayu, tak terkecuali Lubuklinggau, rumah adat Bumi
Silampari ini berbentuk semi panggung, dengan tangga yang tidak terlalu tinggi yang
terdapat di kedua samping bangunan, ada ornamen bercorak duri ditiangnya dan
ornamen kayu di lipslang. Bagian atapnya menggunakan genteng dan berbentuk pelana.
C. MUSI BANYUASIN
1. GEOGRAFIS
Kabupaten Musi Banyuasin adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera
Selatan dengan ibu kota Kota Sekayu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah
14.265,96 km yang terbentang pada lokasi 1,3 - 4 LS, 103 - 105 BT. Bupati
Kabupaten Musi Banyuasin adalah H. Pahri Azhari, ST yang dilantik pada tanggal
29 Juli 2008 menggantikan Alex Noerdin. Kabupaten ini bermotto Bumi Serasan
Sekate dengan ibukota Sekayu Kota Randik ("Rapi, Aman, Damai, Indah, dan
Kenangan") dan merupakan bagian dari Kabupaten dan Kota di Sumatera Selatan.

2. SEJARAH

Musi Banyuasin adalah kelompok masyarakat asli yang bermukim di


beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Kabupaten seluas 25.664 kilometer persegi ini terdiri atas 20 Kecamatan.

Penduduk kabupaten ini pada tahun 1990 diperkirakan berjumlah 883.719


jiwa. Dari jumlah tersebut orang Musi Banyuasin diperkirakan yang terbanyak
jumlahnya. Secara keseluruhan penduduk yang tinggal di kabupaten ini sering
disebut orang Musi, karena tempat tinggal mereka di sekitar aliran sungai Musi.
Tetapi penduduk di wilayah tertentu sering menamakan dirinya dengan sebutan
khusus, misalnya yang tinggal di Kecamatan Sekayu sering menyebut diri mereka
orang Musi Sekayu.

Orang Musi Banyuasin menggunakan bahasa Musi sebagai sarana


komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa Musi termasuk rumpun bahasa
Melayu yang mempunyai ciri-ciri menggunakan bunyi huruf e pada akhir kata,
misalnya 'kemana menjadi kemane'. Selain dipakai oleh orang Musi di kabupaten ini,
bahasa Musi juga digunakan oleh orang Musi yang berdiam di kabupaten Musi
Rawas. Menurut penelitian, wilayah asal bahasa Musi adalah di Kabupaten
Banyuasin, terutama di Kecamatan Sekayu, Babat, Toman, Banyu Lincir, Sunhai
Lilin, dan Banyuasin Tiga.

Tempat tinggal orang Musi Banyuasin sebagian besar merupakan dataran


rendah yang diselingi rawa-rawa. Di sebelah barat merupakan dataran tinggi
berhutan lebat yang termasuk bagian Pegunungan Bukit Barisan. Perkampungan
orang Musi Banyuasin pada umumnya berada di daerah aliran sungai yang banyak
terdapat di daerah tersebut. Sungai terbesar di daerah tersebut adalah Sungai Musi
yang memiliki beberapa anak Sungai. Pada masa lalu sungai merupakan jalur
transportasi penting di daerah ini. Hingga kini beberapa sungai masih dapat dilayari
oleh perahu-perahu motor.

Mata pencaharian pokoknya adalah bertani di sawah dan ladang.


Diperkirakan sekitar 95.330 hektar tanah di Kabupaten Musi Banyuasin merupakan
lahan persawahan dan perladangan. Hasil pertaniannya adalah padi dan berbagai
buah-buahan, seperti duku, rambutan, manggis, jambu mete, dan durian.

Di beberapa daerah penduduk juga bekerja sebagai buruh di perkebunan


kelapa sawit dan karet atau di perusahaan tambang minyak bumi. Pekerjaan lainnya
adalah menangkap ikan di sungai. Di kecamatan Banyuasin II terdapat perusahaan
pembuat kerupuk udan dan ikan. Hasil hutan dari daerah ini meliputi berbagai jenis
kayu, seperti kayu unglen, tembesa, petangan, medang, dan meranti.
Dari bentuk keluarga-keluarga batih yang terdapat di dalam masyarakat,
orang Musi boleh dikatakan cenderung menjalan prinsip keturunan patrilineal.
Dalam tata cara perkawinannya pun dikenal upacara yang disebut 'melerai
pengantin', yaitu 'mengarak pengantin' dari rumah mempelai wanita ke rumah
mempelai pria. Tetapi kini tidak sedikit keluarga yang mengakui garis keturunan dari
kedua belah pihak. Adat menetap sesudah menikahnya pun kini kebanyakan
disesuaikan dengan keinginan masing-masing atau sesuai perjanjian sebelum
menikah. Seorang ayah bertindak sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab
atas kelangsungan hidup keluarganya. Ia bertugas mengatur dan memimpin
musyawarah dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Kaum perempuan
bertugas mengatur rumah tangga, misalnya menjaga anak, memasak makanan untuk
keluarga dsb.

Sekarang orang Musi Banyuasin dikenal sebagai pemeluk agama Islam.


Walaupun demikian, pengaruh kepercayaan tradisional masih terlihat dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka masih percaya terhadap berbagai takhayul, tempat-
tempat keramat, dan benda-benda berkekuatan gaib. Sehubungan dengan keyakinan
tersebut, orang Musi Banyuasin menjalankan berbagai upacara dan pantangan. Setiap
kegiatan bercocok tanam selalui didahului dan diakhiri dengan upacara. Selain itu,
dalam bertanam juga dikenal berbagai pantangan yang sebagian besar masih
dijalankan oleh masyarakat.
3. ARSITEKTUR

Musi Banyuasin

BANYUASIN
D. PAGAR ALAM

1. SEJARAH
Kota Pagar Alam sebagai salah satu kampung halaman orang basemah berdiri
sebagai daerah otonom sejak tahun 2011. Kota pagar alam juga disebut sebagai kota
perjuangan dengan merujuk pada perjalanan sejarah kota pagar alam pada masa
awal kemerdekaan republik indonesia. Secara geografis kota pagar alam terletak
pada 40 lintang selatan dan 103,150 bujur timur dengan luas 63.366 hektar. Dari
ibukota provinsi sumatera selatan, yakni kota palembang berjarak 298 km dan 60 km
dari ibukota kabupaten lahat dan kabupaten manna, provinsi bengkulu yang
posisinya di bagian barat dayanya.

Kota Pagar Alam terbagi dalam 5 (lima) kecamatan, yakni kecamatan Pagar
alam utara, Pagaralam selatan, Dempo utara, Dempo selatan, dan kecamatan Dempo
tengah. Sebagian besar wilayahnya terletak di kaki gunung dempo (3.159 m),
sehingga kota pagaralam berhawa sejuk dengan suhu rata-rata malam hari sekitar 140
C dan suhu terpanas siang hari mencapai 340 C. Selain itu derah relatif subur dan
cocok kegiatan perkebunan dan agrikultural.

Kota Pagaralam dialiri oleh beberapa sungai, seperti sungai lematang,


selangis besar, selasih ghenik, air kundur, betung, air perikan dan sungai endikat
yang menjadi pembatas alam dengan wilayah kecamatan kota agung, kabupaten
lahat.
2. KEPERCAYAAAN

Tradisi lisan yang berkembang di masyarakat basemah menceritakan tentang


kedatangan kelompok suku-suku yang tiba di daerah basemah secara bergelombang.
pertama, sumber tradisi lisan yang berasal dari keterangan ahad, juraytuwe puyang
kedung gunung samat di Rempasay, yang menyebutkan bahwa sebelum kedatangan
Atung Bungsu, telah tiba secara bergelombang beberapa kelompok suku bangsa,
seperti jeme kam-kam, jeme Nik atau jeme nuk, jeme ducung, jeme aking, dan jeme
rebakau, lalu jeme sebakas, jeme rejang dan jeme berige.

Tradisi lisan yang berkembang didaerah basemah, yakni cerita yang bersumber
dari tuturan para tetua kampung atau orang tua (jeme-jeme tue), postur dan fisik para
pendatang yang tiba di tanah basemah bervariasi. Jeme nik dan jeme nuk memiliki
perawakan badan tinggi dan besar dengan kulit putih kemerahan.

3. PEMUKIMAN

Pada masa lampau, kebanyakan dusun-dusun di basemah dilengkapi


bangunan kubu-kubu (kute) untuk keperluan keamanan serta tembok pertahanan
alami berupa jurang-jurang yang mengelilingi daerah basemah. Rumah-rumah di
dusun-dusun mereka memiliki ukuran yang besar, luas, dan dibangun dengan baik,
selanjutnya terdapat pula balai tempat persidangan yang dibangun secara baik untuk
keperluan sidang atau musyawarah masyarakatnya.

4. ARSITEKTUR RUMAH BAGHI


Salah satu identitas kultural yang dimiliki orang basemah adalah arsitektur
rumah Baghi. Di kota pagaralam kosentrasi rumah baghi ditemukan di daerah pelang
keniday. Rumah tradisional oprang basemah (rumah Baghi) memiliki arsitektur yang
unik, karena menggunakan pasak dan ragam hias yang tersebar hampir seluruh
bagian rumah. Orang basemah di dusun pelang keniday mengelompokan rumah
baghi dalam 4 (empat) tipe yakni : 1) Rumah tatahan, 2) Rumah Gilapan, 3) Rumah
Padu Tiking, 4) Rumah Padu Ampagh.

Pertama, Rumah Tatahan adalah rumah Tradisional Basemah dimana semua


bagian-bagian tertentu diluar rumah di beri ukiran. Oleh karena itu membuat ukiran
dengan cara menata dengan jenis-jenis pahat maka rumah ini disebut rumah tatahan.
Rumah ini berbentuk bujursangkar atau persegi panjang dimana ukuran panjang dan
lebar tidak terlalu besar, rumah ini didirikan diatas tiang yang tingginya lebih kurang
1,5 m; yang biasanya dibuat dari jenis kayu kelat yang memiliki ketahanan dan awet.

Kedua, Rumah Gilapan yakni rumah yang mamiliki bentuk sama dengan
rumah tatahan, yang membedakan adalah rumah gilapan bagian-bagian dinding
luarnya tidak di ukur, tetapi cukup diketam saja tau suku.

Ketiga, Rumah padu tiking adalah rumah tradisional di Basemah, yang


memiliki bentuk sama dengan kedua rumah sebelumnya, yang membedakan adalah
bangunan rumah ini terutama pada bagian-bagian tertentu dibuat dari kayu dan
bambu. Perbedaan lainya adalah posisi atau penggunaan kayu kitau. Kitau adalah
kayu yang dipakai sebagai penyangga lantai rumah yang diletakkan diatas tiang luar
dan tiang tengah rumah.

Keempat, Rumah Padu Ampagh adalah jenis rumah yang dibuat sangat
sederhana dengan bahan dari anyaman bambu. Hal lain yang membedakan adalah
posisi kitau yang diletakan dengan posisi rebah berbeda dengan rumah padu tiking.

Dalam arsitektur rumah bagih biasanya memiliki ukuran 6 m x 6 m, 7m x 7m


atau 8m x 8m dengan dapurnya lebih kecil yang disesuaikan dengan lebar rumahnya.
Secara umum rumah baghi memiliki dua bagian utama, yakni rumah dan dapur, yang
diantara keduanya dihubungkan dengan sebuah gang (gaghang.) sehingga arsitektur
rumah baghi yang utuh dari luar terlihat bagian rumah, tangga, gagang pintu dan
dapur. Bagian-bagian penting dalam sususnan rumah bagi terdiri dari beberapa
bagian seperti pondasi, kolom, balok (paduan), dinding, lantai, plafon, tangga, pintu
dan jendela serta atap. Bagian pondasi adalah bagian tiang penyangga rumah (tiang
dudok) yang posisinya diletakan atas sandi sebagai tumpuan yang memisahkan tiang
penyangga dengan tangga (aking). Pada rumah baghi yang ada menggunakan dua
atau tiga batu sandi. Fungsi batu sandi selain tempat dudukan tiang utama juga
berfungsi agar kayu terjaga dari kelembaban dan proses pelapukan. Bagian kedua
kolom yakni bagian yang berada pada bagian sudut rumah dan berada diatas tiang
utama yang disebut dengan istilah penjughu. Selanjutnya yakni balok (paduan),
bentuknya merupakan kayu yang berbentuk persegi empat yang panjangnya
disesuaikan dengan ukuran rumah, ada tiga kategori balok paduan, yakni sebagai
berikut:

a. Kitau, yakni balok kayu yang dilangsungkan diletakkan diatas tiang dudok
dengan diameter 10-18 cm, kitau ada yang berbentuk bulat dan hanya sebagian
kecil kayu persegi yang bentuknya masih kasar.
b. Tailan, yakni balok yang diletakkan diatas kitau dengan posisi melintang
sepanjang sisi tailan ada yang langsung menghimpit kitau atau antar tailan
disambungkan satu sama lain dengan cara di takik.
c. Galar, adalah kayu berbentuk balok segiempat yang dipasangkan sepanjang
rumah dimana pada bagian ujungnya melengkung sebagai hiasan yang
menyerupai tanduk maupun perahu, pemasangan galar dengan cara di takik.
Galar memiliki fungsi sebagai penutup sambungan papan lantai pada bagian
luar.

Pada rumah baghi bagian selanjutnya adalah dinding, yang biasanya dibuat
dari papan yang cukup lebar dan tebal. Pada bagian tertentu terdapat sake, yakni papan
yang dipasang tegak lurus di dinding rumah, yang berfungsi sebagai penutup
sambungan antar papan. Selanjutnya untuk bagian lantai rumah baghi biasanya
menggunakan lantai yang terbuat dari papan kayu dengan ketebalan 3 cm-5 cm dengan
lebar 25-30 cm. Pada rumah baghi memiliki plafon atau penutup bagian atas rumah.
Bentuk plafon ini menyatu dengan layar atau berlayar, yakni penutup rumah berupa
dinding pada atap. Bahan utama layar adalah berupa anyaman bambu yang berbentuk
segitiga. Plafon selain sebagai penutup bagian atap rumah, juga berfungsi pula sebagai
tempat menyimpan barang-barang (gelemet) pada rumah baghi biasanya terdapat
tangga, karena rumah baghi merupakan bentuk rumah panggung. Tangga ini berfungsi
sebagai alat yang membantu pemiliknya keluar masuk rumah yakni dengan cara
menaiki dan menuruninya. Biasanya anak tangga dibuat dengan bilangan ganjil,
seperti jumlahnya 5 atau 7. Hal ini dikaitkan nilai dan filosofi orang Basemah, yang
mengenal istilah taka, tangga, tunggu dan tinggal. Taka memiliki makna bertingkat,
tangge yang berati tetap atau tidak perkembangan. Sedangkan tunggu memiliki arti
rumah ini agar betah ditempati dan tinggal berarti yang sering di tinggal penghuninya.
Bagian selanjutnya pada rumah baghi yakni pintu (lawang) dan jendela (jindile). Pintu
dan jendela dibuat dari sebuah papan yang cukup lebar dan tebal. Rata-rata ukuran
pintu baghi 63cm x 165 cm. Ukuran pintu yang lebih rendah dan dudukkan pintu yang
lebih tinggi dari lantai (palangkahan) memaksa setiap orang yang masuk
menundukkan kepala, hal ini mengandung makna orang yang mau bertamu harus
menghormati pemilik rumah. Konsep rumah baghi pada umumnya tidak memiliki
jendela yang berfungsi sebagai ventilasi sebagai tempat sirkulasi udara. Dan bagian
terakhir dari rumah baghi adalah atap, yang biasanya dulu dibuat dari bambu, tetapi
sekarang sudah diganti dengan seng. Atap rumah baghi mirip dengan minangkabau,
yakni kedua ujung atap ditinggikan sehingga tengahnya melengkung.

Dalam proses pembangunan rumah baghi ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan dalam adat orang Basemah, seperti penyelenggaraan musyawarah,
pengumpulan dan pengadaan bahan serta teknik dan cara pembuatan. Proses pertama
adalah mengadakan musyawarah terlebih dahulu diantara anggota warga yang ingin
membangun rumah baghi. Tujuannya agar dicapai kesepakatan mengenai tanah milik
keluarga (ulayat) atau pribadi yang akan dijadikan lahan untuk mendirikan rumah
baghi. Biasanya dalam musyarawarah ini dipimpin oleh tetua adat yang disebut
dengan juray tue proses selanjutnya mengumpulkan bahan untuk membangun rumah
baghi yakni kayu yang nantinya akan dibuat menjadi kitau, belandar dan lainnya.
Bahan kayu (kayu gelondongan) yang akan di cari terlebih dahulu dibicarakan kepada
juray tue. Biasanya kayu yang dipergunakan harus direndam sebelum diolah menjadi
bahan rumah baghi. Tujuan perendaman untuk mengawetkan kayu sehingga tahan
lama, kayu direndam disungai selam berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tetapi
minimal direndam selama 40 hari. Dengan direndam kadar asam yang terkandung
dalam kayu bisa dihilangkan, sehingga kayu terbebas dari serangan serangga(rayap).
Orang Basemah telah mengenal kearifan lokal dalam mengidentifikasi jenis kayu yang
baik, seperti adanya jenis kayu yang tidak boleh ditebang untuk menjadi bahan kayu
dan kayu yang baik untuk dipergunakan dalam membangun rumah baghi.

Proses berikutnya teknik dan cara pembuatan rumah baghi, tentu saja pada
tahap ini pemilik yang akan membangun rumah baghi terlebih dahulu mencari
tukang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang tata cara rumah baghi.
Tahap pertama yakni pendirian tiang-tiang yang diikuti dengan pemasangan kitau
dan belandar. Selanjutnya memasang sake penyangga, alang pajang dan alang
pendek. Proses berikutnya mamasang kuda-kuda, balok bubungan kap dan atap.
Setelah pekerjaan pemasangan atap selesai selanjutnya memasang papan untuk lantai
dan dinding. Dan prosers terakhir membuat tangga untuk keluar dan masuk kerumah
baghi.

Dalam proses pembangunan rumah baghi orang basemah mengenal ritual


adat atau upacara adat pendirian rumah baghi, seperti sedekah negah ka tiang.
Sedekah nuggah mubungan, sedekah nunggu ghumah dan sedekah nyimak ghumah.
Ritual adat memancang tiang atau sedekah negah ka tiang yakni doa selamatan agar
pemasangan tiang pancang untuk rumah baghi berjalan lancar, biasanya dilaksanakan
pada pagi hari. Selanjutnya setelah kerangka rumah berdiri, maka dilakukan ritual
menaikan bubungan ( sedekah nunggah mubungan ) yang dimulai dari pagi hari
sampai sore. tujuannya agar para tukang yang bekerja diberikan keselamatan dan
kelancaran. Bahan yang diperlukan dalam ritual adat ini, antara lain bendera merah
putih yang dipasang dipuncak bubungan, air kelapa hijau, linggur ( sejenis buah labu
) yang tidak boleh di makan, satu tandan pisang mas, tebung satu batang dan daun
sedingin. Secara filosofi bahan-bahan tersebut menyiratkan kearifan lokal orang
Basemah tentang harmonisasi mereka dengan alam atau relasi antara makrokosmos
dan mikrokosmos.

Setelah rumah sudah jadi, maka untuk menempati rumah baru ini dilakukan
ritual sedekah nungguh ghumah yakni upacara adat masuk ke rumah baru. Sedekah
ini sebagai rasa syukur dari pemilik rumah atas selesainya perkerjaan membangun
rumah baru. Biasanya doa selamatan dilakukan pada pagi hari, pihak tuan rumah
juga memberikan bekal bagi para tukang yang telah membantu pembangunan rumah
dan kembali ke rumahnya ( tukang kabalek). Pemilik memberikan bekal seperti nasi
satu ibat ( 4-5 ) piring yang dibungkus dengan daun, lauk pauk ( ikan pepes ) dan
lemang ( beras ketan yang dimasak dalam bambu ). Dan ritual terakhir yakni sedekah
nyimak ghumah atau upacara menguji rumah, ritual ini tidak bersifat wajib dilakukan
oleh pemilik rumah.

Rumah baghi memiliki struktur yang sederhana, yakni terdiri dari ruang
utama, dapur, ganghang dan tangga. Konsep tata ruang rumah baghi hanya mmebagi
pada dua hal penting yakni rumah utama dan dapur. Ruang utama juga difungsikan
juga untuk kegiatan adat, sehingga posisi tempat duduk juga mencerminkan
kedudukan kekerabatan dengan pemilik rumah. Bagi tamu terhormat seperti para
juray tue, mereka duduk didekat pintu masuk, yakni bagi rumah yang pintu
masuknya dari depan bukan dari ganghang. Tempat duduk para tetua adat
ditinggikan lebih dari tempat duduk umum tamu sekitar 30cm ( cincai tangge ).
Posisi orang dihormati disebut dengan istilah orang pertame.

Rumah baghi juga memiliki ragam hias yang berfungsi sebagai elemen
estetika dan juga menyimbolkan hubungan manusia dengan alam. Ragam hias
menjadi salah satu elemen penting yang ditemukan pada rumah baghi, baik jenis
rumah tatahan, maupun gilapan. Pada umumnya ragam hias diukir yang ada pada
rumah baghi terdapat pada bagian dinding depan, pintu masuk utama, dinding
samping dan tiang utama. Ukiran yang biasanya ditemukan pada rumah tatahan
mengacuh pada alam seperti arah mata angin, gerak gelombang samudra, flora
(tanaman ) yang umumnya pada jenis tanaman yang ada disekitar mereka, baik jenis
bunga maupun tanaman lainnya.
Beberapa ragam hias atau motif ukiran yang ada dirumah baghi adalah
mendale kencane mandulike dan juga hiasan bunga dan tanaman, seperti ghebung (
pucuk bambu muda ), daun pakis dan lain-lain. Mendale kencane mandulike adalah
ragam hias utama yang terdapat pada rumah baghi. Hiasan biasanya mudah
ditemukan pada bagian dinding dan dibuat dengan ukiran timbul. Makna ukiran
memiliki filosofi keselarasan hubungan antara manusia dan alam. Makna lainnya
mempunyai makna sebagai simbol kehidupan sosial yang terus berkesinambungan.
Ukiran mendale kencane mandulike tidak memiliki khusus tertentu, biasanya
mengikuti dari warna kayu yang digunakan. Cara pembuatan ukiran ini dengan
memakai sebuah alat ukir sejenis pahat yang menyerupai pisau yang disebut dengan
istilah gubang.

Selain motif mandule kencane mandulike, motif yang mengambil dari hiasan
bunga dan tanaman juga banyak ditemukan pada jenis ragam hias yang pada rumah
baghi. Motif ini biasanya terdapat pada bagian dinding terutama pada kayu
penghubung antar tiang pada dinding, baik dalam posisi horizontal maupun vertikal.
Beberapa motif utama dari ukiran yang mengambil rujukan bunga dan tanaman,
yakni munce ghebung (bambu muda, rebung), kuncup teratai, mude paku (daun
pakis) serta lengkenai naik (bunga-bunga kecil).

Motif ukiran munce ghebung yakni rumpun bambu muda (rebung) yang
menggabarkan kehidupan manusia dalam kesatuan keluarga besar yang didalam
terdapat nilai keahlian, ketelitian dan kecermatan dalam menata kehidupan sosial
dalam kelompoknya maupun kelompok lainnya. Selanjutnya motif kuncup teratai
yaitu kuncup bunga teratai yang tumbuh dikolam yang menyimbolkan orang
basemah sebagai keluarga besar dari rumpun melayu.

Berikutnya motif ukiran mude paku yakni daun pakis, yang memiliki makna
kemakmuran dan pengayoman bagi anggota keluarga besar orang basemah sebagai
rumpun melayu. Dan yang terakhir motif yang terdapat pada rumah baghi adalah
lengkenai naik, yakni ukiran yang menyerupai bunga-bunga kecil yang
melambangkan perkembangan dari keluarga besar serta kesejahteraan keluarga.
Selain itu ada beberapa motif motif bunga dan tanaman yang terdapat pada rumah
baghi seperti motif bunga melur, bunga tanjong, daun sireh, bunge roda pedati,
bunge nenas belandei, daun waru, pandan suji dan bunge serikaye.
E. PRABUMULIH
1. GEOGRAFIS

Kota Prabumulih adalah salah satu Kota yang terletak di Provinsi Sumatera
Selatan, Indonesia. Secara geografis Kota ini terletak antara 3o 2009,1 303424,7
Lintang Selatan dan 104007 50,4 10401941,6 Bujur Timur, dengan luas daerah
sebesar 434,50 KM2., memiliki penduduk 160.000 jiwa dengan luas 435,10 km dan
merupakan salah satu Kota terkecil di Sumatera Selatan.

Sebagian besar keadaan tanah Kota Prabumulih berasal dari jenis tanah
Potsolik Merah Kuning dengan derajat kemiringan tanah Kota Prabumulih antara 0
40 % pada ketinggian antara 34 meter dari permukaan laut.

Kota Prabumulih termasuk daerah tropis basah dengan curah hujan 204,45
m3 dan suhu rata-rata 270Celcius.

2. BATAS WILAYAH

Utara : Kecamatan Lembak dan Kecamatan Tanah Abang, Kabupaten Penukal


Abab Lematang Ilir

Selatan : Kecamatan Rambang Lubai, Kabupaten Muara Enim

Barat : Kecamatan Rambang Dangku, Kabupaten Muara Enim

Timur : Kecamatan Lembak dan Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim

3. SEJARAH

1. Masa sebelum Pemerintahan Belanda

Lebih kurang 700 Tahun lalu Puyang Tageri Juriat Puyang Singe Patih Keban Baru
Rambang Penegak dan Pendiri Talang Tulang Babat dan berkembang dengan juriat anak
Cucung masing-masing mendirikan talang-talang cikal bakal dari Dusun Pehabung Uleh,
Tanjung Raman, Sukaraja, Karang Raja, Muara Dua dan Dusun Gunung Kemala. Pada masa
kurang lebih 250 tahun yang lalu Dusun Pehabung Uleh masih bernama Lubuk Bernai yang
dipimpin seorang Kerio bernama Keri Budin dan Kepala Menyan adalah Puyang Dayan
Duriat Puyang Tegeri dibantu Minggun, Resek, Jamik, menemukan tempat tanah yang
meninggi (Mehabung uleh) kemudian ditetapkan oleh mereka berempat (Dayan, Resek,
Minggun, dan Jamik) untuk mendirikan kampong dengan diiringi keturunan masing-masing
menghadap tanah yang Menghabung Uleh (Meninggi / Bertambah) dengan nama Kebur
Bunggin, Anggun Dilaman, Kumpai Ulu dan Karang Lintang. Dengan kesepakatan mereka
dusun ini dengan empat kampung disebut Pehabung Uleh berpegang pada aturan adat
Simbur Cahaya.

2. Masa Pemerintahan Belanda

Pehabung Uleh berubah menjadi Peraboeng ngoeleh dan pada pendudukan jepang
berubah lagi menjadi Peraboeh Moelih dengan ejaan sekarang menjadi Prabumulih termasuk
didalam wilayah Marga Rambang Kapak Tengah dengan Pusat Pemerintahannya
berkedudukan di Tanjung Rambang yang tergabung dalam wilayah Pemerintahan Onder
Afdeeling Ogan Ulu dengan status Pemerintahan Marga meliputi Marga Lubai Suku I,
Marga Lubai Suku II dan Marga Rambang Kapak Tengah yang dipimpin oleh Pasirah.

3. Masa Kemerdekaan

Dengan menyerahkan Jepang kepada Tentara Sekutu maka Wilayah Administratif


GUN berubah menjadi Kewadanaan, pada ini lahir Barisan Pelopor Republik Indonesia
(BPRI) pada masa ini terjadi perubahan pada Pemerintahan Marga dengan pemberhentian
kepala Marga secara Massal, dan mengangkat Kepala Marga Baru sebagai hasil pemilihan
langsung oleh rakyat pada tahun 1946 sedangkan kabupaten Muara Enim dibagi menjadi
Kawedanan Lematang Ilir dan Kewedanaan Lematang Ogan Tengah, untuk Prabumulih
termasuk Kewedanaan Lematang Ogan Tengah dengan Wilayah meliputi :

a. Kecamatan Prabumulih

b. Kecamatan Tanah Abang

c. Kecamatan Gelumbang.

Dengan dihapusnya undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 status Pemerintahan


setingkat dibawah Kabupaten adalah wilayah kecamatan yang dipimpin oleh Camat,
sedangkan Pemerintahan yang terendah adalah Marga yang dipimpin oleh Pasirah.

Dengan dihapusnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok


pemerintahan daerah, pasal 88 yang menyatakan pengaturan tentang Pemerintahan Desa
ditetapkan dengan undang-undang, tindak lanjut dari pasal tersebut dikeluarkan undang-
undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa sehingga dengan diundangkan dan
mulai berlakunya undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 maka Undang-undang Nomor 18
Tahun 1965 dinyatakan tidak berlaku lagi, sehingga Pemerintah Marga dihapus dan
Pemerintah yang terendah langsung dibawah Camat yaitu Pemerintah desa / kelurahan yang
dipimpin oleh Kepala Desa/Lurah. Sedangkan Kewedanaan Prabumulih menjadi Kecamatan
Prabumulih. Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah sesuai dengan prinsip Demokrasi dan
Undang-undang Dasar 1945, maka Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-
undang Nomor 22 Tahun 1999 Tanggal 7 Mei 1999.

4.ARSITEKTUR PRABUMULIH

Rumah adat kota prabumulih adalah rumah adat panggung berhimpun berbentuk
gudang terdiri dari tundan, tengah, penetak dan dapur (pawun), bertiang kayu bulat dan
tinggi setengah tiang. Dibawah rumah adat terdapat:

a. Belubur atau bilik padi


b. Kisaran padi
c. Lesung dan antan
d. Selangan puntong
e. Berbagai macam alat pertanian
f. Berbagai macam alat perikanan

Pada beberapa tempat rumah adat panggung berhimpun, seperti diatas pintu, jendela,
dan dibawah lisplang (tutup kasau) terdapat ukiran-ukiran.
F. LAHAT
1. GEOGRAFIS

Kabupaten lahat mempunyai luas wilayah 725.193 Ha, terletak antara 3,5-
4,25 lintang selatan dan 103-103,70 bujur timur. Sebagian besar daerah ini (57,85%)
merupakan dataran tinggi yang berada pada kemiringan 0-40 dengan daerah tertinggi
gunung dempo sekitar 3159 M dari permukaan laut.

2. RUMAH TRADISIONAL PASEMAH


Pasemah merupakan suku yang mendiami sebagian besar wilayah kabupaten
lahat. Menurut cerita rakyat yang berkiembang diwilayah ini, suku ini merupakan suku
pendatang yang mendesak suku yang bermukim sebelumnya, yaitu suku rejang yang
sekarang bermukim di provinsi bengkulu. Sedangkan asal nenek moyang pasemah,
menurut cerita yang ditulis dengan tulisan tangan dan bertarih 18 November 1898
bernama atong bungsu, seorang pangeran dari kerajaan majapahit.
Suku ini memiliki ragam kebudayaan yang khas, mulai dari sistem
kekerabatan, kelembagaan adat, bahasa, kesenian dan rumah tradisional. Bahasa yang
digunakan suku ini adalah bahasa melayu.
Penjelmaan dari budaya ini, juga tersimpul dalam rumah tradisional pasemah
yang disebut ghumah tatahan untuk yang berukir dan ghumah gilapan untuk yang tidak
berukir. Rumah ini masih dapat ditemukan dibebarapa desa, seperti di desa pelang
kenidai kecamatan dempo selatan, desan kotaraya lembak kecamatan jarai, dan
beberapa desa sepanjang jalan antara kota pagaralam dan bumi agung. Rumah-rumah
tradisional ini masih berdiri kokoh diantara desakan rumah-rumah yang lebih modern
atau ghumah padu jerambah yang telah mendominasi pemukiman, walaupun usianya
sudah ratusan tahun.
Bangunan tradisional ini dibuat dari bahan kayu, dindingnya dari papan yang
tebal dan lebar, sedangkan tiangnya berupa balok kayu yang berdiameter 50-75 CM,
dengan tinggi 2,5 M atau 3 M. Bahan-bahan ini dirangkai dengan menggunakan pasak
dari kayu tidak dengan paku seperti rumah-rumah modern.
Struktur bangunan dan ukiran yang terdapat pada dinding luar rumah
mempunyai fungsi dan makna simbolik. Struktur rumah berbentuk empat persegi yang
membujur ke arah barat dan timur, hal ini berhubungan dengan sistem kepercayaan
masyarakat. Arah ini sama dengan arah kiblat dalam melakukan shalat, dimana hampir
seluruh masyarakatnya beragama Islam.
Rumah ini hanya mempunyai satu jendela dan satu pintu tanpa pentilasi. Hal
ini untuk melindungi mereka dari udara dingin pada malam hari. Sedangkan siang hari
umumnya mereka tidak berada dirumah, tetapi dikebun atau disawah sehingga
kurangnya cahaya dalam rumah karna hanya ada satu jendela tidak menjadi persoalan
bagi mereka.
Struktur dalam rumah tidak mempunyai kamar, hal ini mencerminkan tidak
adanya milik pribadi terhadap benda-benda yang ada, semuanya dimiliki secara
bersama-sama. Tempat tidur mereka hanya beralaskan tikar atau Kasur, terdiri dari dua
kelompok laki-laki dan perempuan, kecuali yang sudah menikah. Biasanya untuk orang
tua atau anak yang sudah menikah mereka membuat sekat sendiri berupa tabir dari kain.
Kebersamaan dalam keluarga dan kerabat sangat mereka jaga, mereka harus
mengembangkan sikap saling percaya, tolong menolong, dan saling menghormati agar
kehidupan dalam rumah tradisional ini dapat berlangsung dengan tentram.
Selain mengembangkan nilai-nilai kebersamaan, mereka juga
mengembangkan sikap hormat terhadap mereka yang lebih tua atau pemimpin. Hal ini
tercermin dalam pembagian tempat duduk, ketika berlangsung acara pertemuan dalam
rumah tradisional tersebut. Tempat duduk dibagi menjadi tiga, pertama bagian depan,
tempat duduk kelompok jurai tue, atau orang-orang yang mempunyai otoritas untuk
menjadi pemimpin keluarga dalam suatu system kekerabatan. Kedua, bagian tengah
tempat duduk kelompok jurai mude atau mereka yang menjadi asuhan jurai tue. Ketiga,
bagian belakang tempat duduk kelompok ambek anak atau laki-laki yang masuk dalam
system kekerabatan istri dikarenakan system perkawinan.
Ukiran yang mempunyai makna simbolik pada rumah tradisional ini adalah
Bebulan. Ukiran ini berbentuk lingkaran berdiameter sekitara 50 cm yang terletak
ditengah dinding rumah. Bentuk ini melambangkan bulan sebagai symbol kehidupan
yang tentram.
G. RUMAH GUDANG
1. SEJARAH

Masyarakatnya, terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar sungai musi.


keanekaragaman khasanah kebudayaan sriwijaya, masih tampak jelas dari berbagai
macam bentuk bangunan yang berada di kawasan permukiman masyarakat perairan
sungai musi. bentuk rumah pemukiman pada kawasan ini pada umumnya merupakan
rumah panggung yang didirikan diatas tonggak kayu, atau biasa disebut juga dengan
rumah gudang. hal ini dapat dimaklumi, karena awal mula berdirinya rumah gudang
itu sendiri muncul setelah era kolonial. berbeda dengan keberadaan rumah rakit, rumah
limas palembang, atau rumah panggung etnis cina, yang keberadaanya jauh sebelum
masa itu.

Rumah gudang lebih diminati oleh masyarakat perairan sungai musi ,


dibandingkan bentuk-bentuk permukiman lainnya, karena lebih efisien dari segi
perawatan, dan tidak ada ketentuan khusus mengenai bentuk rumah.
Walaupun rumah gudang dan rumah limas sama-sama merupakan rumah
panggung yang didirikan diatas tonggak kayu, akan tetapi lantai rumah gudang tidak
bertingkat atau berkijing, seperti hal nya rumah limas.

Bentuk rumah gudang pada dasarnya lebih dipengaruhi oleh keinginan


pemiliknya, demikian pula halnya dengan kebutuhan ruang dan tata letak bangunnya.
pada umumnya rumah gudang pada pemukiman masyarakat perairan sungai musi,
memakai bahan bangunan dari kayu, dan berdiri diatas tiang-tiang pancang kayu. hal
ini untuk mengantisipasi pasang surut air sungai, agar tidak masuk ke dalam rumah.
karena itulah bentuk rumah gudang dapat lebih mudah kita jumpai pada pemukiman
masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai.

Menurut sejarahnya, rumah tradisional palembang yang pertama adalah


rumah rakit. hal ini dikarenakan pada zaman dahulu palembang merupakan daerah
yang banyak digenangi air, atau daerah rawa. palembang memiliki sungai-sungai dan
memiliki induk sungai yang disebut sungai musi. sungai tersebut dimanfaatkan sebagai
jalur transportasi antar sesama penduduk.

Diantara masyarakat palembang yang tinggal di rumah rakit, ada yang


menjadi penguasa, atau orang yang dihormati. penguasa tersebut membangun rumah di
daerah daratan dan di tepi sungai. bentuk rumah yang dibangun oleh penguasa tersebut
adalah berbentuk atap limas dan lantai rumah memiliki perbedaan ketinggian lantai,
atau kekijing. perbedaan ketinggian lantai bangunan ini timbul karena adanya konsep
makro-mikro kosmos, yang mengartikan tentang penguasaan atau adanya perbedaan
derajat atau kedudukan dalam masyarakat. pada bagian lantai yang tinggi adalah yang
mereka hormati.

Dengan berkembangnya pembangunan di palembang dan kemudian menjadi


kota perdagangan, maka timbul suatu paham atau aliran baru yang menentang konsep
makro-mikro kosmos. ditentangnya paham tersebut dikarenakan masyarakat tidak
setuju akan adanya perbedaan kekuasaan dalam masyarakat, sehingga masyarakat
dapat tinggal di daerah tepian sungai dan daerah barat. pertentangan ini bukan hanya
dalam hal tempat tinggal saja, melainkan juga dalam hal arsitektur rumah limas.
dengan adanya konsep makro-mikro kosmos pada rumah limas, diubah dengan
membuat satu konsep yang baru, yaitu konsep ke-tuhanan yang maha esa. konsep ini
ditandai dengan pembangunan rumah limas yang tidak memiliki bengkilas. konsep ini
sudah memakai prinsip, bahwa di mata tuhan, manusia memiliki kedudukan yang
sama.

Timbulnya rumah limas tanpa bengkilas tidak sampai disitu saja. masyarakat
banyak yang merasa tidak mampu untuk membangun rumah dengan bentuk rumah
limas. selain pembuatan atap yang cukup rumit, juga karena biaya pembuatan rumah
dengan atap limas sangat mahal. oleh karena itu, maka timbul bangunan yang memiliki
bentuk polos, atau bentuk kotak empat persegi panjang. karena kesederhanaan bentuk
rumah dan kemudahan dalam pembangunannya, maka rumah ini disebut rumah cara
gudang, yang sekarang kerap disebut rumah gudang.

2. ARSITEKTUR RUMAH GUDANG

Ciri khas dari rumah panggung ini adalah atap secara umum berbentuk
perisai dengan bahan bervariasi, yaitu genteng dan seng. selain itu pada bagian paling
depan, terdapat teras, sebagai ruang transisi setelah naik tangga sebelum memasuki
rumah. letak dan bentuk teras berbeda-beda antara rumah dengan yang lainnya,
tergantung dari keinginan pemiliknya.

Ruang ini disebut ruang utama, tempat pemilik rumah biasa menerima tamu,
atau tempat diadakannya berbagai macam kegiatan atau perayaan-perayaan.
Seperti hal nya rumah limas, dinding dan pintu rumah gudang umumnya
dilengkapi dengan ukiran atau hiasan, yang mengisyaratkan bahwa masyarakat
palembang mempunyai daya seni yang cukup tinggi akan keindahan.

Ruang belakang terdiri dari sebuah kamar, dapur, dan ruang dalam. sama
halnya dengan kamar yang ada pada rumah limas, kamar ini diperuntukkan bagi kepala
keluarga sebelum keluarga tersebut mempunyai anak perempuan yang dewasa. tetapi
bila anak perempuannya telah dewasa maka kamar itu akan ditempatkan oleh anak gadis
tersebut.

Rumah gudang sudah banyak yang tidak berorientasi ke arah sungai.


perubahan tersebut terjadi akibat adanya jalan darat , yang mana sebelumnya jalan
tersebut banyak dibangun oleh bangsa belanda. akibat adanya jalan darat tersebut, maka
banyak rumah gudang yang mengorientasikan bangunannya kearah jalan.

Rumah gudang limas merupakan sebuah rumah,yang pembagian ruangannya


sama seperti rumah limas, akan tetapi tidak mempunyai bengkilas, seperti hal nya rumah
limas.

Berkat adanya pembangunan jalan darat, maka masyarakat yang sebelumnya


memanfaatkan sungai sebagai jalur transportasi dan tempat untuk beraktifitas, kini telah
berpikir kearah yang lebih modern, yaitu memanfaatkan mobil, motor atau sarana di
darat untuk dimanfaatkan menjadi alat transportasinya.

Rumah gudang ini memiliki denah berbentuk persegi panjang. memanjang


dari depan ke belakang. denah dari rumah gudang ini memiliki tiga susunan ruang.
susunan tersebut terdiri dari ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang.

Pada bagian depan rumah lebih banyak terdapat bukaan, atau jendela dengan
bentuk yang sama yang berbentuk persegi panjang. jendela ini berjarak antara delapan
puluh hingga seratus sentimeter dari lantai bagian dalam rumah.

Apabila ada arakan atau kenduri terutama pada acara kesenian, ruang ini
dimanfaatkan untuk tempat istirahat. demikian pula halnya jika ada sedekah, tempat ini
dipakai oleh para petugas pelaksana persedekahan yang terdiri dari kaum kerabat, atau
keluarga terdekat dari empunya rumah.
Ruang tengah merupakan ruang utama dari bangunan rumah gudang. ruangan
ini digunakan sebagai tempat menerima para tamu atau undangan pada upacara adat atau
persedekahan. para undangan yang dianggap terhormat atau para tamu yang lebih tua,
ditempatkan di bagian barat dari ruangan tersebut atau pada arah dinding bagian dalam.

Ruang belakang terdiri dari sebuah kamar, dapur, dan ruang dalam. sama
halnya dengan kamar yang ada pada rumah limas, kamar ini diperuntukkan bagi kepala
keluarga sebelum keluarga tersebut mempunyai anak perempuan yang dewasa. tetapi
bila anak perempuannya telah dewasa maka kamar itu akan ditempatkan oleh anak gadis
tersebut.

Bagian bawah daripada rumah gudang, sekarang dimanfaatkan oleh


keturunan pemilik terdahulu, dengan cara penambahan ruangan, ataupun dijadikan
tempat ternak.

Pemikiran sebagian masyarakat yang semakin berkembang membuat


pendirian rumah gudang ini tidak lagi mengikuti tradisi bangunan tradisional palembang.
pendirian rumah tradisional kearah sungai, yang menjadi sebuah kebiasaan, lama
kelamaan menjadi mitos yang timbul di masyarakat palembang. sebagian masyarakat
tetap menjalankan aturan aturan tradisi hanya karena untuk menghormati tradisi tersebut.
demikian halnya dalam orientasi rumah gudang di palembang. pengorientasian bangunan
kearah sungai dibuat hanya untuk mengikuti orientasi bangunan rumah tinggalnya ke
arah sungai, dan ada juga yang beranggapan bahwa air adalah sumber kehidupan. seiring
dengan perkembangan zaman, pemikiran tradisional tersebut saat ini tidak lagi terlalu
dihiraukan masyarakat. sehingga sekarang terlihat banyak masyarakat palembang yang
mengorientasikan bangunan ke arah jalan darat.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Nama Limas untuk Rumah Adat berasal dari kata lima dan emas, dengan
mengidentikan emas dengan lima sifatnya yaitu sebagai keagungan dan kebesaran, rukun
damai, adab yang sopan santun, aman, subur sentosa serta makmur sejahtera.

Simbolisasi dari ungkapan ini antara lain diekspresikan dalam bentuk atap yang
sangat curam dan lima tingkatan pada lantai atau kekijing. Bagi pemilik rumah yang masih
memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka akan membuat
lantai rumahnya bertingkat-tingkat untuk menyesuaikan kasta tersebut.

Adapun karakteristik rumah limas palembang


1. Berbentuk panggung yang berfungsi untuk melindungi penghuni dari gangguan
alam, binatang buas & kelembaban
2. Atap rumah berbentuk Limas dengan bahan atap genteng yang dihiasi dengan simbar
& tanduk
3. Bahan dominan terbuat dari kayu , dengan lokasi rumah dekat dengan sungai
4. Dilengkapi ornamen-ornamen ukir pada dindingnya
5. Mempunyai perbedaan ketinggian pada lantai, yang menggambarkan perbedaan
status sosial masyarakatnya.
6. Berorientasi menghadap ke sungai Musi Palembang

Berdasarkan data survei lapangan 2016, mendapati bahwa 56 rumah limas


telah mengalami perubahan fungsi pada bagin kolong rumah, yang diantaranya telah
menjadi Hunian, Komersil, Home Industri, Kost Kostan dan sebagainya.
Ketinggian Rumah limas sendiri terbagi menjadi beberapa ukuran mulai dari
ketinggian 1.5, 1.8, 2, 3 meter sampai dengan ketinggian 4 meter pada bagian kolong
rumah yang telah mengalami perubahan fungsi.
(Sumber : Survei Lapangan 2016)
Kolong rumah dengan ketinggian 1.5 meter sebagian rumah mengfungsikannya
sebagai dapur, gudang, dan tempat menyimpan kayu bakar. Dengan aktivitas orang yang
agak sedikit menunduk.

Kolong rumah dengan ketinggian 1.8 sampai dengan 3 meter sebagan rumah
memfungsikannya sebagai tempat tinggal keturunannya, komersil, kost kostan dan home
industri. ( Sumber : Data Survei Lapangan : 2016)

3.2. Saran

Demikian hasil makalah mengenai Rumah Limas Palembang dalam mata kuliah
Sejarah Arsitektur Timur semoga bermanfaat bagi kita semua, pada dasarnya makalah ini
dibuat sebagai tolak ukur mahasiswa mengenai Mata kuliah Sejarah Arsitektur Timur, Dan
semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi generasi selanjutnya dan dapat di
pergunakan sebagaiman mestinya.
DAFTAR PUSTAKA

Data Survei Lapangan 2016

Data Suvei Lapangn 2010

Akib, RMH., 1975, Rumah Adat Limas Palembang, Edisi Pertama, Palembang.

Hanafiah, Djohan., 1988, Palembang Zaman Bari Citra Palembang Tempo Doeloe,
Humas Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang, Palembang.

Rian, 2011. Makalah Apresiasi Budaya. Tinjauan Rumah Limas


Palembang.Palembang

Siswanto,Ari., 1997, Rumah Limas Palembang, Lembaga Penelitian Universitas


Sriwijaya, Palembang.

--------1991, Palembang, penyusun Jalaludin, Penerbit Pemerintah Kotamadya Daerah


Tingkat II Palembang, Palembang.

--------1994, Gelar Kebangsawanan Kaitannya Dengan Rumah Limas Palembang,


Departemen Pendidikandan kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Bagian Proyek
Pembinaan Permuseuman Sumatera Selatan, Palembang.

http://wiedhanda.blogspot.com/2010/11/arsitektur-tradisional-rumah-limas.html . (Di Akses


Pada 6 Juni 2016)

http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1004/rumah-limas-sumatera-selatan. (Di Akses


Pada 6 Juni 2016

http://isthaoctaviyanti-arsi08.blogspot.com/2010/02/arsitektur-palembang.html, (Di Akses


Pada 6 Juni 2016

http://www.slideshare.net/wawashahab/keunikan-rumah-limas-yang-terlupakan. (Di Akses


Pada 6 Juni 2016

http://palembangbatangharisembilan.blogspot.com/. (Di Akses Pada 6 Juni 2016)

Anda mungkin juga menyukai