PENDAHULUAN
Sebagai salah salah satu dari jenis rumah adat lainnya, rumah limas palembang saat
ini masih ada yang dipertahankan dan juga ada yang sudah berubah fungsi pada bagian
kolong rumah. Akibat dari peristiwa kebakaran besar di permukiman rumah limas, maka
jumlah rumah limas saat ini semakin berkurang , terutama pada rumah limas yang masih
asli,.
Oleh karena itu , perlu diadakannya penelitian dan analis tentang rumah limas itu
sendiri, dari mulai jumlah rumah yang masih bertahan keasliannya ataupun yang telah
mengalami perubahan sampai dengan aktivitas ataupun fungsi rumah itu sendiri.
I.IV. MANFAAT
Bagi penulis, penulisan ini memberi manfaat sangat besar, yakni penulis dapat
mengetahui pentingnya ilmu dalam arsitektur khususnya dalam sejarah
perkembangan arsitektur timur, tepatnya di palembang sumatera selatan.
Bagi masyarakat diharapkan dapat dijadikan referensi, pengetahuan, dan informasi
untuk memperluas wawasan bacaan, khususnya teman-teman mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PALEMBANG
1. LETAK GEOGRAFIS
Secara geografis, Palembang terletak pada 25927.99LS 1044524.24BT.
Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km dengan ketinggian rata-rata 8
meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan
Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu di
Palembang juga terdapat Sungai Musi yang dilintasi Jembatan Ampera dan berfungsi
sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah.
Kota Palembang merupakan dataran rendah yang dipengaruhi oleh air pasang
surut. Daerah yang termasuk dalam kelompok tergenang terus menerus dan
tergenang musiman meliputi luas sekitar 50% dari wilayah kota Palembang.
Perbedaan antara air pasang surut berfluktuasi sekitar 3 s/d 5m. Melihat kondisi
Palembang yang wilayahnya sangat di pengaruhi oleh pasang surut dan sungai
Musi, dapat di mengerti apabila rumah rakyat sebagian besar merupakan rumah
bertiang (panggung) yang terletak di tepi sungai, di atas daerah rawa maupun
terapung di sungai .Rumah tradisional dengan karakter seperti di atas sangat sesuai
serta adaptif dengan lingkungan disekitarnya. dan kesibukan di sungai Musi di masa
lampau.
Gambar 1: Foto udara memperlihatkan daerah Ilir dan daerah Ulu yang dibelah oleh sungai Musi
(Sumber: geogle)
Kota Palembang secara geografis terbagi menjadi dua oleh sungai Musi
menjadi daerah Seberang Ilir dan Seberang Ulu adalah suatu dataran rendah yang
daerahnya selalu digenangi air. Perbedaan kondisi fisik kedua daerah tersebut
mempunyai pengaruh besar dari segi pengembangan wi layah, daerah seberang Ulu
terlihat lebih lambat perkembangannya di bandi ngkan daerah Ilir. Palembang adalah
kota tua yang telah lama dikenal serta mempunyai sejarah panjang sejak jaman
Sriwijaya. Beberapa peninggalan penting yang terdapat diseluruh wilayah kota
adalah : rumah tradisional Palembang yang mempunyai tipikal yaitu Limas, gudang
dan rakit. Rumah tersebut masih banyak di jumpai diperkampungan masyarakat
asli Palembang.
Rumas Limas kebanyakan terletak ditepi sungai yang merupakan anak sungai
dari sungai Musi. Lokasi tersebut dipandang sangat menguntungkan karena orientasi
rumah berkaitan dengan factor sungai dan tidak berkaitan dengan posisi matahari,
karena sungai yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kebutuhan kehidupan
sehari hari pemilik rumah terhadap air bersih dan transpormasi.
Masyarakat palembang memilih hari Senin sebagai hari baik dalam memulai
pembangunan rumah. Tempat yang terbaik bagi pendirian rumah adalah lokasi yang
dekat dengan sungai.
Simbolisasi dari ungkapan ini antara lain diekspresikan dalam bentuk atap
yang sangat curam dan lima tingkatan pada lantai atau kekijing. Bagi pemilik rumah
yang masih memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka
akan membuat lantai rumahnya bertingkat-tingkat untuk menyesuaikan kasta
tersebut.
Sedangkan kijing kedua, lebih tinggi dari kijing pertama, memiliki enam
pintu dibentangi karpet hijau merupakan tempat berkumpul para Kiagus (Kgs) dan
Massagus (Mgs). Memasuki kijing ketiga yang kononnya milik golongan Raden dan
keluarganya inilah, nuansa khas Palembang bergitu kental.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut
tenggalung. Makna filosofis di balik pagar kayu itu adalah untuk menahan supaya
anak perempuan tidak keluar dari rumah. Bangunan rumah limas biasanya
memanjang ke belakang. Ada bangunan yang ukuran lebarnya 20 meter dengan
panjang mencapai 100 meter. Rumah limas yang besar melambangkan status sosial
pemilik rumah. Biasanya pemiliknya adalah keturunan keluarga Kesultanan
Palembang, pejabat pemerintahan Hindia Belanda, atau saudagar kaya.
7. PEMILIK BANGUNAN DAN POLA PEMUKIMAN
Kampung Kapitan
Pribumi
8. TATA RUANG DAN FUNGSI
Belakang
Tengah
Depan
Budaya internal:
Budaya Palembang terpengaruh oleh budaya Melayu, Jawa, Tionghoa dan
Arab. Bahasa sehari-hari yang dipakai di kota Palembang disebut baso Palembang
atau baso sari-sari. Bahasa ini mengandung unsur kata bahasa Melayu dialek o
seperti apo, cakmano, kemano,siapo dengan unsur kata bahasa Jawa seperti lawang,
wong, banyu dan lain-lain. Bahasa ini berakar pada bahasa Jawa karena raja-raja
Palembang berasal dari Kerajaan Majapahit, Kerajaan Demak, dan Kerajaan
Pajang. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Baso Pelembang Alus banyak
persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa.
Atap rumah limas rumah adat Palembang hampir mirip dengan rumah joglo
di Jawa Tengah. Pakaian pengantin Palembang model aesan gede merupakan
percampuran budaya Melayu, Cina dan Jawa. Di Palembang ada juga wayang kulit
yang mirip dengan wayang di Jawa.
Budaya eksternal:
Budaya Palembang dimulai sejak kerajaan Sriwijaya kerajaan maritim
terbesar di nusantara yang mengalami puncak kejayaan pada abad 7 Masehi saat
masa pemerintahan raja Balaputeradewa. Saat itu Palembang merupakan pusat
penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Sriwijaya juga berperan menyebarkan
bahasa Melayu ke seluruh daerah jajahannya di nusantara, Malaysia dan Thailand
selatan. Kemudian Sriwijaya mulai berkurang pengaruhnya pada abad ke-11 karena
diserang kerajaan Cola dari India lalu akhirnya meredup. Warna yang lazim
digunakan dalam rumah tradisional Limas adalah warna emas dan merah. Kedua
warna ini melambangkan zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya dan pengaruh China
di masa lampau.
Terdapat pula nilai nilai yang di terapkan pada rumah limas asli palembang,
yakni :
Nilai Religius :
Nilai religius dalam pendirian rumah limas dapat dilihat dalam pemilihan hari
senin sebagai hari untuk memulai pembangunannya.Nilai ini juga dapat dilihat dalam
ritual-ritual yang diadakan baik ketika mempersiapkan pembangunan, pelaksananaan
pembangunan ataupun ketika bangunan telah selesai dan hendak ditempati.
Pelaksanaan ritual tersebut sangat berkaitan dengan keyakinan.
Nilai budaya :
Nilai budaya dapat dilihat pada arsitekturnya yang berbentuk rumah
panggung yang terbuat dari kayu.Bentuk rumah panggung dengan bahan-bahan
kayu, nampaknya sebagai penyikapan terhadap kondisi tanahnya yang berupa rawa-
rawa sehingga selalu basah an suhu udara yang panas.Dengan kondisi tanah yang
basah dan linkungan yang panas maka desain rumah berbentuk panggung merupakan
suatu pemecahan yang tepat.
Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang yang terbuat dari jenis
kayu unglen yang berjumlah 32 buah atau kelipatannya. Rumah limas Palembang
merupakan rumah panggung yang bagian kolongnya merupakan ruang positif untuk
kegiatan sehari-hari. Ketinggian lantai panggung dapat mencapai ukuran 3 meter.
Untuk naik ke rumah limas dibuatlah dua tangga kayu dari sebelah kiri dan kanan.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut
tenggalung. Makna filosofis dibalik pagar kayu itu adalah untuk menahan supaya
anak perempuan tidak keluar rumah.
PONDASI
Pondasi disesuaikan dengan kondisi alam sekitar yang berawa,
teknisnya menyerupai pondasi cakar ayam. Karena bentuk rumah berupa
panggung maka digunakan pondasi setempat. Tiang cagak berdiri di atas
landasan papan tebal yang disebut tapak-an cagak. Tapak-an cagak yang
saling menyilang dengan balok disebut botek-an. 30-40 cm dengan system
ujung lobang bernama puting dan lobang putting.
SIMBAR
TANDUK KAMBING
Gambar Tampak Depan rumah limas yang menunjukan Simbar dan Tanduk kambing
TANGGA
Terdapat anak tangga yang berjumlah ganjil yang mempunyai makna
akan membawa keberuntungan bagi yang menempati rumahnya
Langgam Arsitektur (Ornamen)
Gaya (Langgam) Gaya dalam arsitektur lebih banyak berarti corak,
sifat, atau langgam. Corak atau langgam ini dibatasi oleh :
a. Menurut periode waktu dan negaranya
b. Menurut bentuknya
Berbicara tentang gaya atau langgam dalam arsitektur, juga tidak
dapat dipisahkan dengan aliran-aliran sejarah dan perkembangan arsitektur,
adapun aliran-aliran sejarah arsitektur tersebut antara lain aliran klasik
(Arsitektur Klasik) Neo klasik, Tradisianal (Vernacular), Elektisme,
Fungsionalisme, kubisme, futurism, brutalisme, monumental, metabilosme,
neo vernacularisme, dan modern kontemporer.
Ragam hias ornamen pada rumah tradisional Limas merupakan salah
satu bagian tersendiri dari bentuk dan corak rumah tradisional Limas. Selain
berfungsi sebagai hiasan, juga dapat berfungsi sebagai simbol status pemilik
rumah. Ragam hias umumnya memiliki pola dasar yang bersumber dari alam
flora. Ragam hias flora yang berupa sulur-sulur bunga yang menjalar
biasanya menggunakan teknik pahat tiga dimensi yang membentuk lobang
terawang. Bentuk demikian selain makin menampakkan keindahan karena
adanya efek pencahayaan yang dibiaskan juga dapat menyalurkan angin
dengan baik Ornamen corak tumbuhan, umumnya bermotifkan
bunga/kembang, daun yang memiliki arti rejeki yang tidak putus putusnya,
seperti menjalarnya bunga itu, di samping motif yang lainnya.
Ornamen corak alam, umumnya bermotifkan kaligrafi dari
kebudayaan Islam. Penempatan ragam hias ornamen tersebut pada
sambulayang/timpalaja, jendela, anjong, dan lain-lain. Penggunaan ragam
hias ornamen tersebut menandakan bahwa derajat penghuninya tinggi.
.Ruang
Ruang depan :
Beberapa soko damas Pagar tenggalong Peranginan atau beranda. (Terdapat dua
buah tangga)
Pada ruang bagian depan ini biasanya digunakan sebagai ruang tamu atau
ruangan tunggu yang disebut dengan Pamarekan, dan tingkatan lantainya dinamakan
sebagai Kekijing pertama. sedangkan untuk lantai disebut Bengkilas
Dan tepat berada di bawah atap limas yang ditopang alang sunan dan soko
sunan. Di ruang gegajah terdapat :
Ruang pengkeng
Terletak di kanan-kiri ruang gegajah.
Pintu pengkeng di tambah papan penghalang setinggi 60cm.
Ruang tertutup di kelilingi 4 dinding yang berfungsi sebagai kamar tidur keluarga
atau ruang pengantin, sehingga disebut pengkeng pengantin.
Amben tetuo
Digunakan sebagai tempat pemilik rumah menerima tamu kehormatan seperti
besan dan tempat pelamin pengantin pada saat upacara perkawinan.
Amben keluargo
Berfungsi sebagai ruang keluarga, karena dalam satu rumah dapat dihuni
beberapa keluarga inti.
Ruang pawon/service:
Terdapat ruang tansisisi (garang)
Ruang dapur yang berfungsi untuk kegiatan service. Ruang pawon ini
memiliki ketinggian lantai yang lebih rendah dari ruang gegajah.
Setelah upacara diatas selesai dimulailah menggali lubang untuk tiang rumah.
Lubang berukuran 100x100 cm. Digali sedalam 200 cm. Pada masing-masing dasar
lubang tersebut, diletakan sepotong kayu yang bermutu, baik disebut tapakan cagak
dengan tebal 15 cm lebarnya 30 cm dan panjang 80 cm. Ditengah-tengah kayu
tapakan dibuat lubang untuk memasukkan pooteeng cagak, dengan lengges,
tembilang dan kayu skop. Jika tanah perkarangan sangat lembab, alas tiang atau
tapakan cagak diganti dengan botekan cagak, yaitu balok-balok yang besar, panjang
dan tua.
Tiang rumah yang pertama kali di pancangkan adalah cagak iman, letaknya
disudut paling akhir arah kiblat atau barat dengan suatu cara khusus mengikuti tradisi
yang ada. Ukuran panjang tiang-tiang rumah limas disesuaikan dengan tinggi lantai
rumah limas yang disebut bengkilas dan untuk tiang ini di pergunakan kayu bulat
atau persegi. Jika kayu tersebut bulat, maka garis tengahnya 20-30 cm, apabila kayu
persegi dengan ukuran 20x20 cm. Sedangkan garis tengah dari pooteeng cagak sekita
8 cm yang panjangnya disesuaikan dengan tabal tapakan atau botekan cagak.
Diatas tookoop bangunannya biasanya diberi hiasan yang dibuat dari adukan
semen dan disebut simbar yang di apit oleh beberapa tadook kambeeng (tanduk
kambing) yang telah di sterilisasikan, dan konon kabarnya sebagai penangkal petir.
Untuk penghias ini dikatakan jika hiasan berjumlah dua buah, pada masing-masing
sisi simbar mengingatkan akan kejadian manusia dimuka bumi ini, yaitu adam dan
hawa, jika tiga buah mengingatkan akan kelengkapan akan kekuasaan Allah, yaitu
bulan, bintang, dan matahari, jika empat buah mengingatkan akan kemuliaan empat
orang sahabat Rasulullah, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Ali, jika lima buah
mengingatkan akan rukun islam, jika enam buah mengingatkan akan rukun iman,
jika tujuh buah mengingatkan akan kuasa Allah yang menciptakan tujuh lapis langit
dan tujuh lapis bumi, tujuh macam syurga dan tujuh macam neraka, dan jika dua
puluh lima buah pada satu sisi dari atas ke tookoop cucur atap bawah mengingatkan
akan adanya dua puluh lima orang Nabi pilihan.
Setelah rumah selesai didirikan, maka pemilik rumah dan keluarganya pindah
kerumah tersebut, pelaksanaan pindah rumah lazimnya dilakukan pada hari senin.
Akan tetapi menurut informan, sebelum rumah tersebut diisi maka akan terlebih
dahulu dialeni oleh tiga orang janda tua yang masih kerabat pemilik rumah. Telah
diadatkan pula bahwa pada pawon terlebih dahulu sebelum kedatangan tiga janda
tersebut harus disediakan beberapa perlengkapan berupa guci berisi air, pendaringan
penuh berisi beras, dan bahan-bahan untuk bumbu dapur. Maka keesokan harinya
diiringi seluruh anggota keluarga masuklah mereka kerumah baru dengan membawa
keperluan sehari-hari, berikut sebilah buluh dan seekor kucing. Setelah rumah
tersebut dihuni, pada hari kamis malam jumat diadakan syukuran sambil beratib.
Melihat bentuk, maka perhatian tertuju kepada sebutan rumah tersebut, yaitu limas
yaitu bentuk atap dari rumah tersebut berbentuk kerucut sisi dinding muka rumah
tertutup bidang atap dari ruang oleh bentang atap berbentuk Atap limas menunjukkan
keindahan dan sekaligus merupakan bentuk utama
Pada tahap pemasangan alang pada atap limas diadakan juga suatu proses
kegiatan upacara yang dinamakan ngeke alang. Menurut informan upacara ini
bertujuan agar rumah dapat membawa kemakmuran, keamanan dan kesentosaan bagi
penghuninya secara turun temurun. Pada saat pelaksanaan pembuatan/pemasangan
atap, disediakan pula pisang mas, tunggul, semangi dan kendi sebagai pelengkap dari
kegiatan upacara tersebut.
Selain bagian-bagian ruangan yang telah diuraikan diatas, maka akan ditemui
bagian-bagian lain yang merupakan ciri khas rumah limas. Bagian depan tampak
sebuah pintu yang disebut lawang kereng, yaitu jalan masuk keruang dalam. Pintu
tersebut dapat diangkat, oleh karena itu disebut pintu kipas (lawang kiyam). Apabila
dalam keadaan terbuka, maka nampaklah isi keseluruhan rumah tersebut. Untuk hari-
hari biasa artinya bukan hari raya atau sedang dilaksanakan kegiatan upacara-
upacara, pada dinding terdapat satu pintu berukuran normal disebut lawang burotan.
Demikian pula bila diperhatikan kiyam tersebut terbagi-bagi seperti jendela yang
dibagi oleh Sembilan tiang berukuran 20 meter. Kiyam tersebut cukup berat bila
diangkat keatas, karena selain digunakan sebagai pintu juga berfungsi sebagai
pelafon.
pada dinding ruang pedalon kiri dan kanan dilengkapi oleh lemari yang
disebut gerobak leket atau gerobak senyawo. Lemari tersebut pada bagian atas atau
seluruh bagian dari atas sampai bawah diberi kaca tembus pandang. Pada bagian
bawah lemari tersebut diberi ukiran dengan motif prado. Di dalamnya terletak
barang-barang porselen seperti piring, mangkok dan sebagainya.
RAGAM HIAS
Dalam pengertian ragam hias adlah sama halnya dengan pengertian tentang
kehidupan dan perkembangan seni ukirnya. Berbicara tentang ragam hias, sepintas
dapat dikatakan bertujuan untuk memperindah saja, baik dalam rumah ataupun pada
tempat-tempat lainya, namun selain daripada berfungsi sebagai nilai estetika ia juga
menampakkan identitas walaupun diolah dalam usaha penonjolan nilan-nilai
tersebut.
Bila diamati dengan cermat, ragam hias dasarnya mengandung unsur pokok,
yaitu ragam hias non-geometris berupa atau perwujudan tumbuh-tumbuhan, jenis
binatang, hewan, manusia dan sebagainya. Sedangkan yang bercorak geometris
berupa unsur-unsur ilmu ukur terdiri dari garis-garis bidang segiempat, ceplok,
tumpul, dan sebagainya. Dari kedua dasar terdapat perbedaan-perbedaan dalam
kreasinya, adapun perbedaan itu terletak pada para seniman lewat keterampilan serta
kreativitas masing-masing.
Berdasarkan sejarah ragam hias sumatera selatan sudah dikenal sejak masa
prasejarah. Dimana pada masa itu ditemukan peninggalan budaya yang mewujudkan
sudah adanya ragam hias, yaitu dengan ditemukannya bukti-bukti arkeologis pada
batuan masa neolithikum, motif-motif seni ukir atau ragam hias telah menunjukan
pada sisi monumental dan simbolis. Artinya masyarakat telah mengenal batu
berpahat yang terdapat pada bangunan dan benda-benda lainnya, misalnya pada
rumah adat, perahu berukir, kayu berukir dan bagian-bagian lainnya yang
menunjukkan lambing atau symbol sebagai penolak bala, mendatangkan
kebahagiaan dan kemakmuran perkembangan selanjutknya yaitu masa kebudayaan
dong son, keterampilan seni ukir makin banyak ragamnya, demikian pula masa
kerajaan sriwijaya seni ragam hias muncul dan berkembang pada kain tenun,
keramik dan sebagainya.
Berdasarkan teknik pengerjaannya ada dua jenis ukiran yaitu ukiran timbul
dan terawang. Hal yang menarik pada rumah limas kedua tipe ukiran tersebut kita
temukan selalu dalam posisi simetris artinya kiri dan kanan selalu sama.
Dagang/ Komersil
Home Industri
Gambar : Skema pemanfaatan ruang bawah/ kolong panggung Rumah Limas Palembang
TINJAUAN UMUM
Tinjauan Umum Kota Palembang
Lokasi penelitian ini adalah Rumah Limas Palembang yang telah mengalami
perubahan fungsi dan yang masih pada bentuk awal / bentuk asli dari bangunan
tersebut (belum mengalami perubahan Fungsi), yaitu yang berada di Seberang Ulu
dan Seberang Ilir di Kota Palembang. Tepatnya yang berada di Kecamatan Seberang
Ulu I (SU. I), Kecamatan Seberang Ulu II (SU.II), Kecamatan Ilir Barat I (IB.I),
Kecamatan Ilir Barat II (IB.II), Ilir Timur II (IT.II) dan Kecamatan Bukit Kecil (BK)
Sumber : Penulis, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota Palembang, 2008)
Kelurahan 1 Ulu
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Gambar 4.6 Peta lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 3-4 Ulu Kec. SU I
Sumber : 5
Kelurahan Survei
ululapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Gambar 4.7 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 5 Ulu Kec. SU I
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kelurahan 7 ulu
Gambar 4.8 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel 7Ulu Kec. SU I
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kel 11 ulu
Gambar 4.10 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 11 Ulu Kec. SU II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kel 12 ulu
Gambar 4.11 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 12 Ulu
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kelurahan 13 ulu
Gambar 4.12 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 13 Ulu
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kelurahan 14 ulu
Rumah Limas milik
Muhammad Hasan Rumah Limas milik Ahmad
Yunus
Gambar 4.13 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 14 Ulu
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Seberang Ulu
Kecamatan ilir
Rumah Limas milik
Ida Bayumi
Gambar 4.14 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kec. Ilir Timur II
Gambar 4.16 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kec Bukit kecil-2
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Tabel
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Bukit Kecil
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Ilir Barat I
Kelurahan 35 ilir
Gambar 4.18 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.35 Ilir Kec. IB II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
a. Kelurahan 32 ilir
Gambar 4.19 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.32 Ilir Kec. IB II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kelurahan 30 ilir
Gambar 4.20 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.30 Ilir Kec. IB II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kelurahan 27 ilir
Gambar 4.21 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.27 Ilir Kec. IB II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Ilir Barat II
B. LUBUK LINGGAU
1. GEOGRAFIS
Luas wilayah kota Lubuklinggau berdasarkan undang-undang no . 7 tahun 2001
seluas 401,50 Km atau 40.150 Ha yang meliputi 8 wilayah kecamatan dan 72
kelurahan. Kota Lubuklinggau adalah suatu kota setingkat kabupaten paling barat
wilayah provinsi sumatera selatan yang terletak pada posisi antara 102 40' 0 - 103 0'
0 bujur timur dan 3 4' 10 - 3 22' 30 lintang selatan berbatasan langsung dengan
kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu yang secara administratif mempunyai
batasbatas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan BKL Ulu Terawas Kabupaten Musi
Rawas.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Tugu Mulyo Dan Muara Beliti
Kabupaten Musi Rawas.
Sebelah selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Muara Beliti Dan Provinsi
Bengkulu.
Sebelah barat : Berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
2. SEJARAH
Tahun 1929 status Lubuklinggau adalah sebagai Ibu Kota Marga Sindang Kelingi
Ilir, dibawah Onder District Musi Ulu. Onder District Musi Ulu sendiri ibu kotanya
adalah Muara Beliti.Tahun 1933 Ibukota Onder District Musi Ulu dipindah dari Muara
Beliti ke Lubuklinggau. Tahun 1942-1945 Lubuklinggau menjadi Ibukota Kewedanan
Musi Ulu dan dilanjutkan setelah kemerdekaan. Pada waktu Clash I tahun 1947,
Lubuklinggau dijadikan Ibukota Pemerintahan Provinsi Sumatera Bagian Selatan.
Tahun 1948 Lubuklinggau menjadi Ibukota Kabupaten Musi Ulu Rawas dan tetap
sebagai Ibukota Keresidenan Palembang.
Pembangunan Kota Lubuklinggau telah berjalan dengan pesat seiring dengan segala
permasalahan yang dihadapinya dan menuntut ditetapkannya langkah-langkah yang
dapat mengantisipasi perkembangan Kota, sekaligus memecahkan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi. Untuk itu diperlukan Manajemen Strategis yang
diharapkan dapat mengelola dan mengembangkan Kota Lubuklinggau sebagai kota
transit ke arah yang lebih maju menuju Kota Metropolitan. Kota Lubuklinggau terletak
pada posisi geografis yang sangat strategis yaitu di antara provinsi Jambi, Provinsi
Bengkulu serta ibu kota provinsi Sumatera Selatan (Palembang) dan merupakan jalur
penghubung antara Pulau Jawa dengan kota-kota bagian utara Pulau Sumatera.
Motto kota lubuk linggau yaitu sebiduk semare. Sebiduk berasal dari bahasa
Sumatera Selatan yang artinya perahu. Sedangkan Semare berasal dari Bahasa
Lubuklinggau yang berarti suatu tempat pertemuan beberapa aliran sungai. Jadi,
Sebiduk Semare dapat diartikan kerjasama masyarakat Lubuklinggau dalam satu wadah
guna mencapai satu tujuan bersama, yaitu menyukseskan pembangunan kota di segala
bidang.
Kebudayaan Lubuklinggau sebenarnya merupakan perpaduan antara Melayu dan
Jawa. Hal ini bisa mudah dikenal melalui bahasa sehari-hari yang digunakan
masyarakat kota Lubukliggau. Disini, kalau melihat, bilangnya tengok, nah kalau
orang, disebutnya wong. Kemudian ada juga beberapa kata yang disingkat,
contohnya tidak menjadi dak. Untuk kata lain, umumnya sama seperti bahasa
Indonesia, hanya saja tiap kata yang berakhiran dengan huruf A diubah menjadi huruf
O, contohnya kita jadi kito, kemana jadi kemano.
3. ADAT ISTIADAT
Pada umumnya rumah adat di Indonesia adalah rumah panggung yang sebagian
besar dibangun dengan material kayu, tak terkecuali Lubuklinggau, rumah adat Bumi
Silampari ini berbentuk semi panggung, dengan tangga yang tidak terlalu tinggi yang
terdapat di kedua samping bangunan, ada ornamen bercorak duri ditiangnya dan
ornamen kayu di lipslang. Bagian atapnya menggunakan genteng dan berbentuk pelana.
C. MUSI BANYUASIN
1. GEOGRAFIS
Kabupaten Musi Banyuasin adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera
Selatan dengan ibu kota Kota Sekayu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah
14.265,96 km yang terbentang pada lokasi 1,3 - 4 LS, 103 - 105 BT. Bupati
Kabupaten Musi Banyuasin adalah H. Pahri Azhari, ST yang dilantik pada tanggal
29 Juli 2008 menggantikan Alex Noerdin. Kabupaten ini bermotto Bumi Serasan
Sekate dengan ibukota Sekayu Kota Randik ("Rapi, Aman, Damai, Indah, dan
Kenangan") dan merupakan bagian dari Kabupaten dan Kota di Sumatera Selatan.
2. SEJARAH
Musi Banyuasin
BANYUASIN
D. PAGAR ALAM
1. SEJARAH
Kota Pagar Alam sebagai salah satu kampung halaman orang basemah berdiri
sebagai daerah otonom sejak tahun 2011. Kota pagar alam juga disebut sebagai kota
perjuangan dengan merujuk pada perjalanan sejarah kota pagar alam pada masa
awal kemerdekaan republik indonesia. Secara geografis kota pagar alam terletak
pada 40 lintang selatan dan 103,150 bujur timur dengan luas 63.366 hektar. Dari
ibukota provinsi sumatera selatan, yakni kota palembang berjarak 298 km dan 60 km
dari ibukota kabupaten lahat dan kabupaten manna, provinsi bengkulu yang
posisinya di bagian barat dayanya.
Kota Pagar Alam terbagi dalam 5 (lima) kecamatan, yakni kecamatan Pagar
alam utara, Pagaralam selatan, Dempo utara, Dempo selatan, dan kecamatan Dempo
tengah. Sebagian besar wilayahnya terletak di kaki gunung dempo (3.159 m),
sehingga kota pagaralam berhawa sejuk dengan suhu rata-rata malam hari sekitar 140
C dan suhu terpanas siang hari mencapai 340 C. Selain itu derah relatif subur dan
cocok kegiatan perkebunan dan agrikultural.
Tradisi lisan yang berkembang didaerah basemah, yakni cerita yang bersumber
dari tuturan para tetua kampung atau orang tua (jeme-jeme tue), postur dan fisik para
pendatang yang tiba di tanah basemah bervariasi. Jeme nik dan jeme nuk memiliki
perawakan badan tinggi dan besar dengan kulit putih kemerahan.
3. PEMUKIMAN
Kedua, Rumah Gilapan yakni rumah yang mamiliki bentuk sama dengan
rumah tatahan, yang membedakan adalah rumah gilapan bagian-bagian dinding
luarnya tidak di ukur, tetapi cukup diketam saja tau suku.
Keempat, Rumah Padu Ampagh adalah jenis rumah yang dibuat sangat
sederhana dengan bahan dari anyaman bambu. Hal lain yang membedakan adalah
posisi kitau yang diletakan dengan posisi rebah berbeda dengan rumah padu tiking.
a. Kitau, yakni balok kayu yang dilangsungkan diletakkan diatas tiang dudok
dengan diameter 10-18 cm, kitau ada yang berbentuk bulat dan hanya sebagian
kecil kayu persegi yang bentuknya masih kasar.
b. Tailan, yakni balok yang diletakkan diatas kitau dengan posisi melintang
sepanjang sisi tailan ada yang langsung menghimpit kitau atau antar tailan
disambungkan satu sama lain dengan cara di takik.
c. Galar, adalah kayu berbentuk balok segiempat yang dipasangkan sepanjang
rumah dimana pada bagian ujungnya melengkung sebagai hiasan yang
menyerupai tanduk maupun perahu, pemasangan galar dengan cara di takik.
Galar memiliki fungsi sebagai penutup sambungan papan lantai pada bagian
luar.
Pada rumah baghi bagian selanjutnya adalah dinding, yang biasanya dibuat
dari papan yang cukup lebar dan tebal. Pada bagian tertentu terdapat sake, yakni papan
yang dipasang tegak lurus di dinding rumah, yang berfungsi sebagai penutup
sambungan antar papan. Selanjutnya untuk bagian lantai rumah baghi biasanya
menggunakan lantai yang terbuat dari papan kayu dengan ketebalan 3 cm-5 cm dengan
lebar 25-30 cm. Pada rumah baghi memiliki plafon atau penutup bagian atas rumah.
Bentuk plafon ini menyatu dengan layar atau berlayar, yakni penutup rumah berupa
dinding pada atap. Bahan utama layar adalah berupa anyaman bambu yang berbentuk
segitiga. Plafon selain sebagai penutup bagian atap rumah, juga berfungsi pula sebagai
tempat menyimpan barang-barang (gelemet) pada rumah baghi biasanya terdapat
tangga, karena rumah baghi merupakan bentuk rumah panggung. Tangga ini berfungsi
sebagai alat yang membantu pemiliknya keluar masuk rumah yakni dengan cara
menaiki dan menuruninya. Biasanya anak tangga dibuat dengan bilangan ganjil,
seperti jumlahnya 5 atau 7. Hal ini dikaitkan nilai dan filosofi orang Basemah, yang
mengenal istilah taka, tangga, tunggu dan tinggal. Taka memiliki makna bertingkat,
tangge yang berati tetap atau tidak perkembangan. Sedangkan tunggu memiliki arti
rumah ini agar betah ditempati dan tinggal berarti yang sering di tinggal penghuninya.
Bagian selanjutnya pada rumah baghi yakni pintu (lawang) dan jendela (jindile). Pintu
dan jendela dibuat dari sebuah papan yang cukup lebar dan tebal. Rata-rata ukuran
pintu baghi 63cm x 165 cm. Ukuran pintu yang lebih rendah dan dudukkan pintu yang
lebih tinggi dari lantai (palangkahan) memaksa setiap orang yang masuk
menundukkan kepala, hal ini mengandung makna orang yang mau bertamu harus
menghormati pemilik rumah. Konsep rumah baghi pada umumnya tidak memiliki
jendela yang berfungsi sebagai ventilasi sebagai tempat sirkulasi udara. Dan bagian
terakhir dari rumah baghi adalah atap, yang biasanya dulu dibuat dari bambu, tetapi
sekarang sudah diganti dengan seng. Atap rumah baghi mirip dengan minangkabau,
yakni kedua ujung atap ditinggikan sehingga tengahnya melengkung.
Dalam proses pembangunan rumah baghi ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan dalam adat orang Basemah, seperti penyelenggaraan musyawarah,
pengumpulan dan pengadaan bahan serta teknik dan cara pembuatan. Proses pertama
adalah mengadakan musyawarah terlebih dahulu diantara anggota warga yang ingin
membangun rumah baghi. Tujuannya agar dicapai kesepakatan mengenai tanah milik
keluarga (ulayat) atau pribadi yang akan dijadikan lahan untuk mendirikan rumah
baghi. Biasanya dalam musyarawarah ini dipimpin oleh tetua adat yang disebut
dengan juray tue proses selanjutnya mengumpulkan bahan untuk membangun rumah
baghi yakni kayu yang nantinya akan dibuat menjadi kitau, belandar dan lainnya.
Bahan kayu (kayu gelondongan) yang akan di cari terlebih dahulu dibicarakan kepada
juray tue. Biasanya kayu yang dipergunakan harus direndam sebelum diolah menjadi
bahan rumah baghi. Tujuan perendaman untuk mengawetkan kayu sehingga tahan
lama, kayu direndam disungai selam berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tetapi
minimal direndam selama 40 hari. Dengan direndam kadar asam yang terkandung
dalam kayu bisa dihilangkan, sehingga kayu terbebas dari serangan serangga(rayap).
Orang Basemah telah mengenal kearifan lokal dalam mengidentifikasi jenis kayu yang
baik, seperti adanya jenis kayu yang tidak boleh ditebang untuk menjadi bahan kayu
dan kayu yang baik untuk dipergunakan dalam membangun rumah baghi.
Proses berikutnya teknik dan cara pembuatan rumah baghi, tentu saja pada
tahap ini pemilik yang akan membangun rumah baghi terlebih dahulu mencari
tukang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang tata cara rumah baghi.
Tahap pertama yakni pendirian tiang-tiang yang diikuti dengan pemasangan kitau
dan belandar. Selanjutnya memasang sake penyangga, alang pajang dan alang
pendek. Proses berikutnya mamasang kuda-kuda, balok bubungan kap dan atap.
Setelah pekerjaan pemasangan atap selesai selanjutnya memasang papan untuk lantai
dan dinding. Dan prosers terakhir membuat tangga untuk keluar dan masuk kerumah
baghi.
Setelah rumah sudah jadi, maka untuk menempati rumah baru ini dilakukan
ritual sedekah nungguh ghumah yakni upacara adat masuk ke rumah baru. Sedekah
ini sebagai rasa syukur dari pemilik rumah atas selesainya perkerjaan membangun
rumah baru. Biasanya doa selamatan dilakukan pada pagi hari, pihak tuan rumah
juga memberikan bekal bagi para tukang yang telah membantu pembangunan rumah
dan kembali ke rumahnya ( tukang kabalek). Pemilik memberikan bekal seperti nasi
satu ibat ( 4-5 ) piring yang dibungkus dengan daun, lauk pauk ( ikan pepes ) dan
lemang ( beras ketan yang dimasak dalam bambu ). Dan ritual terakhir yakni sedekah
nyimak ghumah atau upacara menguji rumah, ritual ini tidak bersifat wajib dilakukan
oleh pemilik rumah.
Rumah baghi memiliki struktur yang sederhana, yakni terdiri dari ruang
utama, dapur, ganghang dan tangga. Konsep tata ruang rumah baghi hanya mmebagi
pada dua hal penting yakni rumah utama dan dapur. Ruang utama juga difungsikan
juga untuk kegiatan adat, sehingga posisi tempat duduk juga mencerminkan
kedudukan kekerabatan dengan pemilik rumah. Bagi tamu terhormat seperti para
juray tue, mereka duduk didekat pintu masuk, yakni bagi rumah yang pintu
masuknya dari depan bukan dari ganghang. Tempat duduk para tetua adat
ditinggikan lebih dari tempat duduk umum tamu sekitar 30cm ( cincai tangge ).
Posisi orang dihormati disebut dengan istilah orang pertame.
Rumah baghi juga memiliki ragam hias yang berfungsi sebagai elemen
estetika dan juga menyimbolkan hubungan manusia dengan alam. Ragam hias
menjadi salah satu elemen penting yang ditemukan pada rumah baghi, baik jenis
rumah tatahan, maupun gilapan. Pada umumnya ragam hias diukir yang ada pada
rumah baghi terdapat pada bagian dinding depan, pintu masuk utama, dinding
samping dan tiang utama. Ukiran yang biasanya ditemukan pada rumah tatahan
mengacuh pada alam seperti arah mata angin, gerak gelombang samudra, flora
(tanaman ) yang umumnya pada jenis tanaman yang ada disekitar mereka, baik jenis
bunga maupun tanaman lainnya.
Beberapa ragam hias atau motif ukiran yang ada dirumah baghi adalah
mendale kencane mandulike dan juga hiasan bunga dan tanaman, seperti ghebung (
pucuk bambu muda ), daun pakis dan lain-lain. Mendale kencane mandulike adalah
ragam hias utama yang terdapat pada rumah baghi. Hiasan biasanya mudah
ditemukan pada bagian dinding dan dibuat dengan ukiran timbul. Makna ukiran
memiliki filosofi keselarasan hubungan antara manusia dan alam. Makna lainnya
mempunyai makna sebagai simbol kehidupan sosial yang terus berkesinambungan.
Ukiran mendale kencane mandulike tidak memiliki khusus tertentu, biasanya
mengikuti dari warna kayu yang digunakan. Cara pembuatan ukiran ini dengan
memakai sebuah alat ukir sejenis pahat yang menyerupai pisau yang disebut dengan
istilah gubang.
Selain motif mandule kencane mandulike, motif yang mengambil dari hiasan
bunga dan tanaman juga banyak ditemukan pada jenis ragam hias yang pada rumah
baghi. Motif ini biasanya terdapat pada bagian dinding terutama pada kayu
penghubung antar tiang pada dinding, baik dalam posisi horizontal maupun vertikal.
Beberapa motif utama dari ukiran yang mengambil rujukan bunga dan tanaman,
yakni munce ghebung (bambu muda, rebung), kuncup teratai, mude paku (daun
pakis) serta lengkenai naik (bunga-bunga kecil).
Motif ukiran munce ghebung yakni rumpun bambu muda (rebung) yang
menggabarkan kehidupan manusia dalam kesatuan keluarga besar yang didalam
terdapat nilai keahlian, ketelitian dan kecermatan dalam menata kehidupan sosial
dalam kelompoknya maupun kelompok lainnya. Selanjutnya motif kuncup teratai
yaitu kuncup bunga teratai yang tumbuh dikolam yang menyimbolkan orang
basemah sebagai keluarga besar dari rumpun melayu.
Berikutnya motif ukiran mude paku yakni daun pakis, yang memiliki makna
kemakmuran dan pengayoman bagi anggota keluarga besar orang basemah sebagai
rumpun melayu. Dan yang terakhir motif yang terdapat pada rumah baghi adalah
lengkenai naik, yakni ukiran yang menyerupai bunga-bunga kecil yang
melambangkan perkembangan dari keluarga besar serta kesejahteraan keluarga.
Selain itu ada beberapa motif motif bunga dan tanaman yang terdapat pada rumah
baghi seperti motif bunga melur, bunga tanjong, daun sireh, bunge roda pedati,
bunge nenas belandei, daun waru, pandan suji dan bunge serikaye.
E. PRABUMULIH
1. GEOGRAFIS
Kota Prabumulih adalah salah satu Kota yang terletak di Provinsi Sumatera
Selatan, Indonesia. Secara geografis Kota ini terletak antara 3o 2009,1 303424,7
Lintang Selatan dan 104007 50,4 10401941,6 Bujur Timur, dengan luas daerah
sebesar 434,50 KM2., memiliki penduduk 160.000 jiwa dengan luas 435,10 km dan
merupakan salah satu Kota terkecil di Sumatera Selatan.
Sebagian besar keadaan tanah Kota Prabumulih berasal dari jenis tanah
Potsolik Merah Kuning dengan derajat kemiringan tanah Kota Prabumulih antara 0
40 % pada ketinggian antara 34 meter dari permukaan laut.
Kota Prabumulih termasuk daerah tropis basah dengan curah hujan 204,45
m3 dan suhu rata-rata 270Celcius.
2. BATAS WILAYAH
3. SEJARAH
Lebih kurang 700 Tahun lalu Puyang Tageri Juriat Puyang Singe Patih Keban Baru
Rambang Penegak dan Pendiri Talang Tulang Babat dan berkembang dengan juriat anak
Cucung masing-masing mendirikan talang-talang cikal bakal dari Dusun Pehabung Uleh,
Tanjung Raman, Sukaraja, Karang Raja, Muara Dua dan Dusun Gunung Kemala. Pada masa
kurang lebih 250 tahun yang lalu Dusun Pehabung Uleh masih bernama Lubuk Bernai yang
dipimpin seorang Kerio bernama Keri Budin dan Kepala Menyan adalah Puyang Dayan
Duriat Puyang Tegeri dibantu Minggun, Resek, Jamik, menemukan tempat tanah yang
meninggi (Mehabung uleh) kemudian ditetapkan oleh mereka berempat (Dayan, Resek,
Minggun, dan Jamik) untuk mendirikan kampong dengan diiringi keturunan masing-masing
menghadap tanah yang Menghabung Uleh (Meninggi / Bertambah) dengan nama Kebur
Bunggin, Anggun Dilaman, Kumpai Ulu dan Karang Lintang. Dengan kesepakatan mereka
dusun ini dengan empat kampung disebut Pehabung Uleh berpegang pada aturan adat
Simbur Cahaya.
Pehabung Uleh berubah menjadi Peraboeng ngoeleh dan pada pendudukan jepang
berubah lagi menjadi Peraboeh Moelih dengan ejaan sekarang menjadi Prabumulih termasuk
didalam wilayah Marga Rambang Kapak Tengah dengan Pusat Pemerintahannya
berkedudukan di Tanjung Rambang yang tergabung dalam wilayah Pemerintahan Onder
Afdeeling Ogan Ulu dengan status Pemerintahan Marga meliputi Marga Lubai Suku I,
Marga Lubai Suku II dan Marga Rambang Kapak Tengah yang dipimpin oleh Pasirah.
3. Masa Kemerdekaan
a. Kecamatan Prabumulih
c. Kecamatan Gelumbang.
4.ARSITEKTUR PRABUMULIH
Rumah adat kota prabumulih adalah rumah adat panggung berhimpun berbentuk
gudang terdiri dari tundan, tengah, penetak dan dapur (pawun), bertiang kayu bulat dan
tinggi setengah tiang. Dibawah rumah adat terdapat:
Pada beberapa tempat rumah adat panggung berhimpun, seperti diatas pintu, jendela,
dan dibawah lisplang (tutup kasau) terdapat ukiran-ukiran.
F. LAHAT
1. GEOGRAFIS
Kabupaten lahat mempunyai luas wilayah 725.193 Ha, terletak antara 3,5-
4,25 lintang selatan dan 103-103,70 bujur timur. Sebagian besar daerah ini (57,85%)
merupakan dataran tinggi yang berada pada kemiringan 0-40 dengan daerah tertinggi
gunung dempo sekitar 3159 M dari permukaan laut.
Timbulnya rumah limas tanpa bengkilas tidak sampai disitu saja. masyarakat
banyak yang merasa tidak mampu untuk membangun rumah dengan bentuk rumah
limas. selain pembuatan atap yang cukup rumit, juga karena biaya pembuatan rumah
dengan atap limas sangat mahal. oleh karena itu, maka timbul bangunan yang memiliki
bentuk polos, atau bentuk kotak empat persegi panjang. karena kesederhanaan bentuk
rumah dan kemudahan dalam pembangunannya, maka rumah ini disebut rumah cara
gudang, yang sekarang kerap disebut rumah gudang.
Ciri khas dari rumah panggung ini adalah atap secara umum berbentuk
perisai dengan bahan bervariasi, yaitu genteng dan seng. selain itu pada bagian paling
depan, terdapat teras, sebagai ruang transisi setelah naik tangga sebelum memasuki
rumah. letak dan bentuk teras berbeda-beda antara rumah dengan yang lainnya,
tergantung dari keinginan pemiliknya.
Ruang ini disebut ruang utama, tempat pemilik rumah biasa menerima tamu,
atau tempat diadakannya berbagai macam kegiatan atau perayaan-perayaan.
Seperti hal nya rumah limas, dinding dan pintu rumah gudang umumnya
dilengkapi dengan ukiran atau hiasan, yang mengisyaratkan bahwa masyarakat
palembang mempunyai daya seni yang cukup tinggi akan keindahan.
Ruang belakang terdiri dari sebuah kamar, dapur, dan ruang dalam. sama
halnya dengan kamar yang ada pada rumah limas, kamar ini diperuntukkan bagi kepala
keluarga sebelum keluarga tersebut mempunyai anak perempuan yang dewasa. tetapi
bila anak perempuannya telah dewasa maka kamar itu akan ditempatkan oleh anak gadis
tersebut.
Pada bagian depan rumah lebih banyak terdapat bukaan, atau jendela dengan
bentuk yang sama yang berbentuk persegi panjang. jendela ini berjarak antara delapan
puluh hingga seratus sentimeter dari lantai bagian dalam rumah.
Apabila ada arakan atau kenduri terutama pada acara kesenian, ruang ini
dimanfaatkan untuk tempat istirahat. demikian pula halnya jika ada sedekah, tempat ini
dipakai oleh para petugas pelaksana persedekahan yang terdiri dari kaum kerabat, atau
keluarga terdekat dari empunya rumah.
Ruang tengah merupakan ruang utama dari bangunan rumah gudang. ruangan
ini digunakan sebagai tempat menerima para tamu atau undangan pada upacara adat atau
persedekahan. para undangan yang dianggap terhormat atau para tamu yang lebih tua,
ditempatkan di bagian barat dari ruangan tersebut atau pada arah dinding bagian dalam.
Ruang belakang terdiri dari sebuah kamar, dapur, dan ruang dalam. sama
halnya dengan kamar yang ada pada rumah limas, kamar ini diperuntukkan bagi kepala
keluarga sebelum keluarga tersebut mempunyai anak perempuan yang dewasa. tetapi
bila anak perempuannya telah dewasa maka kamar itu akan ditempatkan oleh anak gadis
tersebut.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Nama Limas untuk Rumah Adat berasal dari kata lima dan emas, dengan
mengidentikan emas dengan lima sifatnya yaitu sebagai keagungan dan kebesaran, rukun
damai, adab yang sopan santun, aman, subur sentosa serta makmur sejahtera.
Simbolisasi dari ungkapan ini antara lain diekspresikan dalam bentuk atap yang
sangat curam dan lima tingkatan pada lantai atau kekijing. Bagi pemilik rumah yang masih
memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka akan membuat
lantai rumahnya bertingkat-tingkat untuk menyesuaikan kasta tersebut.
Kolong rumah dengan ketinggian 1.8 sampai dengan 3 meter sebagan rumah
memfungsikannya sebagai tempat tinggal keturunannya, komersil, kost kostan dan home
industri. ( Sumber : Data Survei Lapangan : 2016)
3.2. Saran
Demikian hasil makalah mengenai Rumah Limas Palembang dalam mata kuliah
Sejarah Arsitektur Timur semoga bermanfaat bagi kita semua, pada dasarnya makalah ini
dibuat sebagai tolak ukur mahasiswa mengenai Mata kuliah Sejarah Arsitektur Timur, Dan
semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi generasi selanjutnya dan dapat di
pergunakan sebagaiman mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, RMH., 1975, Rumah Adat Limas Palembang, Edisi Pertama, Palembang.
Hanafiah, Djohan., 1988, Palembang Zaman Bari Citra Palembang Tempo Doeloe,
Humas Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang, Palembang.