Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI

SEMESTER GENAP 2015 2016

DETEKSI BAKTERI PATOGEN PADA KULIT

Hari / Jam Praktikum : KAMIS, 13.00-16.00

Tanggal Praktikum : 26 Mei 2016

Kelompok : 1 (satu)

Asisten : 1. MOCHAMMAD INDRA P.

2. RAISSA DWI

Anggota Kelompok

Ayu Apriliani 260110140078 Pembahasan

Putri Raraswati 260110140079 Tujuan, prinsip, alat dan bahan,


prosedur dan editor

Ummi Habibah 260110140080 Pembahasan

Ayyu Widyazmara 260110140081 Teori Dasar

LABORATORIUM FARMAKOTERAPI SISTEM SARAF


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2016
I. Tujuan
1.1 Untuk mengetahui teknik isolasi bakteri pada kulit.
1.2 Untuk mengetahui keberadaan bakteri patogen pada kulit.

II. Prinsip
2.1 Kulit
Kulit adalah organ terbesar tubuh. Beratnya kurang lebih 4,5 kg dan
menutupi area seluas 18 kaki persegi (1,67 m2). Adapun fungsi kulit adalah
untuk perlindugan, pengatur suhu tubuh dan eksrkresi (Sloane, 1995).

2.2 Bakteri patogen


Bakteri Patogen adalah materi atau organisme yang dapat menyebabkan
penyakit pada inang misalnya bakteri. Bakteri dapat merusak sistem
pertahanan inang dimulai dari permukaan kulit, saluran pencernaan, saluran
respirasi, saluran urogenitalia. Sedangkan Patogenesis sendiri adalah
mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi
merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi
dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit (Pleczar, 1986).
Bakteri yang sering ditemukan pada kulit adalah Staphylococcus aureus
dan Cyanobacteri pada jaringan epitel (Irianto, 2006).

2.3 Teknik Isolasi


Isolasi adalah salah satu cara untuk memisahkan atau memindahkan
mikroba tertentu dari lingkungan, sehingga diperoleh kultur murni atau
biakkan murni. Kultur murni merupakan kultur yang sel-sel mikrobanya
berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal. Beberapa cara yang
dilakukan untuk mengisolasi mikrooraganisme yaitu goresan (streak plate),
taburan/tuang (pour plate), sebar (spread plate), pengenceran (dilution
plate) serta micromanipulator (Pleczar, 1986).
2.4 Teknik aseptis
Proses tanpa kontaminasi untuk menjamin preparasi bebas dari mikroba
kontaminan, teknik aseptis digunakan sepanjang percobaan berlangsung,
baik alat, bahan, lingkungan sekitar maupun praktikan (Anton, 2008).

III. Teori Dasar


Bakteri merupakan salah satu makhluk hidup yang jumlahnya banyak
disekitar kita. Bakteri pun berada di mana-mana. Di tempat yang paling dekat
dengan kita pun juga terdapat bakteri contohnya saja tas, buku, pakaian, dan
banyak hal lainnya. Maka dari itu bakteri merupakan penyebab penyakit yang
cukup sering terjadi. Karena banyaknya manusia yang mengabaikan penyakit
tersebut karena terkadang gejala awal yang diberikan ada gelaja awal yang
biasa saja. Maka dari itu alangkah baiknya jika kita masyarakat dapat
mengetahui bagaimana cara bakteri itu menginfeksi dan gejala-gejala apa
yang akan dberikannya (Lay dan Sugoyo, 1992).
Banyaknya manusia yang mulai tidak begitu peduli dengan gejala awal
terjangkitnya bakteri salah satunya adalah pada saluran pencernaan. Saluran
pencernaan adalah saluran yang sangat berperan dalam tubuh. Jika saluran
pencernaan terganggu akan cukup mengganggu aktivitas tubuh saat itu. Tapi
banyak masyarakat yang tidak peduli dengan penyakit yang ditimbulkan.
Misalnya saja penyakit yang dapat ditimbulkan oleh bakteri ada diare, gejala
awalnya ada kondisi perut yang tidak enak gejala awalnya cukup biasa tetapi
jika terlalu didiamkan akan membuat kondisi itu menjadi akut dan fatal.
Maka dari itu, bakteri merupakan penyebab penyakit yang cukup banyak pada
saat ini (Wheller dan Volk, 1990).
Pada dasarnya dari seluruh mikroorganisme yang ada di alam, hanya
sebagian kecil saja yang merupakan patogen. Patogen adalah organism atau
mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada organism lain.
Kemampuan pathogen untuk menyebabkan penyakit disebut dengan
patogenisitas. Dan patogenesis disini adalah mekanisme infeksi dan
mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi adalah invasi inang oleh mikroba
yang memperbanyak dan berasosiasi dengan jaringan inang. Infeksi berbeda
dengan penyakit. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya mikroorganisme
adalah organisme hidup yang berukuran mikroskopis sehingga tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua
tempat yang memungkinkan terjadinya kehidupan, disegala lingkungan hidup
manusia. Mereka ada di dalam tanah, di lingkungan akuatik, dan atmosfer (
udara ) serta makanan, dan karena beberapa hal mikroorganisme tersebut
dapat masuk secara alami ke dalam tubuh manusia, tinggal menetap dalam
tubuh manusia atau hanya bertempat tinggal sementara. Mikroorganisme ini
dapat menguntungkan inangnya tetapi dalam kondisi tertentu dapat juga
menimbulkan penyakit (Lay dan Sugoyo, 1992).
Bakteri Patogen adalah materi atau organisme yang dapat menyebabkan
penyakit pada inang misalnya bakteri. Bakteri dapat merusak sistem
pertahanan inang dimulai dari permukaan kulit, saluran pencernaan, saluran
respirasi, saluran urogenitalia. Sedangkan Patogenesis sendiri adalah
mekanisme infeksi dan mekanisme perkembangan penyakit. Infeksi
merupakan invasi inang oleh mikroba yang memperbanyak dan berasosiasi
dengan jaringan inang. Infeksi berbeda dengan penyakit (Wheller dan Volk,
1990).
Kapasitas bakteri menyebabkan penyakit tergantung pada patogenitasnya.
Dengan kriteria ini, bakteri dikelompokan menjadi 3, yaitu agen penyebab
penyakit, patogen oportunistik, nonpatogen. Agen penyebab penyakit adalah
bakteri patogen yang menyebabkan suatu penyakit (Salmonella spp.). Patogen
oportunistik adalah bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika
mekanisme pertahanan inang diperlemah (contoh E. coli menginfeksi saluran
urin ketika sistem pertahanan inang dikompromikan (diperlemah). Bakteri
nonpatogen adalah bakteri yang tidak pernah menjadi patogen. Namun
bakteri nonpatogen dapat menjadi patogen karena kemampuan adaptasi
terhadap efek mematikan terapi modern seperti kemoterapi, imunoterapi, dan
mekanisme resistensi. Bakteri tanah Serratia marcescens yang semula
nonpatogen, berubah menjadi patogen yang menyebabkan pneumonia, infeksi
saluran urin, dan bakteremia pada inang terkompromi (Wheller dan Volk,
1990).
Bakteri Non Patogen merupakan bakteri yang terdapat di dalam tubuh
inang tetapi tidak menimbulkan gangguan yang berarti. Contoh : Fasiola
gigantea itu patogen terhadap sapi tetapi bersifat non-patogen terhadap
kambing dan domba (Wheller dan Volk, 1990).
Dalam kulit terdapat beberapa bakteri, diantaranya adalah:
1. Streptococcus pyogenes
Jenis bakteri ini biasanya menjajah daerah kulit dan tenggorokan tubuh.
Bakteri ini menghasilkan racun yang merusak sel-sel tubuh (Kimball,
1983).
2. Propionibacterium acnes
Bakteri ini berkembang biak di permukaan yang berminyak di kulit dan
folikel rambut. Bakteri ini berkontribusi pada jerawat dan mereka
berkembang biak karena produksi minyak yang berlebih serta pori-pori
tersumbat (Kimball, 1983).
3. Corynebacterium
Bakteri diphteriae menghasilkan racun yang menyebabkan penyakit difteri.
Difteri adalah infeksi yang biasanya mempengaruhi tenggorokan dan
selaput lendir hidung, biasanya ditandai dengan luka pada kulit yang
kemudian berkembang sebagai bakteri yang menjajah kulit (Kimball,
1983).
4. Staphylococcus epidermidis
Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri yang membentuk biofilm
tebal (zat berlendir yang melindungi bakteri dari antibiotic, bahan kimia,
dan zat atau kondisi lain yang berbahaya) penghalang yang dapat
menempel pada permukaan polimer (Kimball, 1983).
5. Staphylococcus aureus
Bakteri ini adalah jenis umum dari bakteri kulit yang dapat ditemukan di
daerah kulit, seperti rongga hidung dan saluran pernapasan.
Staphylococcus aureus biasanya menular melalui kontak fisik dan akan
menembus kulit yang luka sehingga menyebabkan infeksi (Kimball, 1983).

Dan ada beberapa contoh sediaan topical untuk mengatasi bakteri


pathogen pada tubuh manusia, diantaranya adalah
1. Eritromisin
Eritromisin berikatan dengan ribosom 50S bakteri dan menghalangi
translokasi molekul peptidil-tRNA dari akseptor ke pihak donor,
bersamaan dengan pembentukan rantai polipepetida dan menghambat
sintesis protein. Eritromisin juga memiliki efek anti-inflamasi yang
membuatnya memiliki kegunaan khusus dalam pengobatan akne (Bonner,
2008).
2. Klindamisin
Klindamisin adalah antibiotika linkosamid semisintetik yang diturunkann
dari linkomisin. Mekanisme kerja antibiotika ini serupa dengan
eritromisin, dengan mengikat ribosom 50S dan menekan sintesis protein
bakteri. Efek samping berupa kolitis pseudomembran jarang dilaporkan
pada pemakaian klindamisin secara topical (Bonner, 2008).
3. Asam Azelaik
Asam Azelaik adalah suatu asam dikarboksilik yang ditemukan pada
makanan (sereal whole-grain dan hasil hewan). Mekanisme kerja obat ini
adalah menormalisasi proses keratinisasi (menurunkan ketebalan stratum
korneum, menurunkan jumlah dan ukuran granul keratohialin, dan
menurunkan jumlah filagrin (Bonner, 2008).
4. Mupirosin
Mupirosin, yang dahulu dikenal sebagai asam pseudomonik A adalah
antibiotika yang diturunkan dari Pseudomonas fluorescens. Obat ini secara
reversibel mengikat sintetase isoleusil-tRNA dan menghambat sintesis
protein bakteri. Aktifitas mupirosin terbatas terhadap bakteri gram positif,
khususnya staphylococcus dan streptococcus (Bonner, 2008).
5. Basitrasin
Basitrasin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial pada
kulit seperti impetigo, furunkolosis, dan pioderma. Obat ini juga sering
dikombinasikan dengan polimiksin B dan neomisin sebagai salep
antibiotika tripel yang dipakai beberapa kali sehari untuk pengobatan
dermatitis atopi, numularis, atau stasis yang disertai dengan infeksi
sekunder (Bonner, 2008).

IV. Alat dan Bahan


4.1 Alat
1. Cawan petri
2. Cottonbud steril
3. Erlenmeyer
4. Korek api
5. Pembakar spiritus

4.2 Bahan
1. NaCl fisisologis
2. Media agar darah

4.3 Gambar Alat

Cawan petri Cottonbud steril


Erlenmeyer Korek api

Pembakar spiritus

V. Prosedur
Disiapkan cottonbud steril kemudian dilakukan swap pada bagian telapak
kaki dan dicelupkan pada labu erlenmeyer yang berisi Na Fisiologis 0,85 %.
Selanjutnya homogenkan dengan cara diaduk dengan cottonbud steril
tersebut. Setelah homogeny diambil suspensi bakteri kulit tadi dengan
menggunakan cottonbud steril tadi dan menggoreskannya pada media agar
darah dengan metode gores zig zag kemudian diinkubasi selama 18-24 jam.

VI. Data Pengamatan

No Perlakuan Hasil

1 Disiapkan alat bahan yang akan Tersedia alat bahan yang akan
digunakan dalam percobaan kali digunakan
ini
2 Dinyalakan lampu spirtus karena Lampu spirtus siap digunakan
dalam percobaan ini haruus
dilakukan dengan aseptis
3 Cotton bud steril dioleskan pada Diperoleh hasil dari sweep
bagian telapak kaki (deteksi bakteri
bakteri pathogen kulit)
4 Dimasukan kedalam Erlenmeyer Diperoleh larutan bakteri
NaCl Fisiologi
5 Digoreskan secara zigzag Diperoleh hasil dari goresan
kedalam media agar darah secara zigzag
6 Diinkubasi pada inkubator Diperoleh hasil dari goresan
selama 24 jam bakteri
7 Dilihat hasil inkubasi Terjadi hemolisis

Hasil Inkubasi

UJI KONTROL
Terjadi Hemolisis Pada Media Agar Darah Uji

VII. Pembahasan
Pada praktikum ini bertujuan untuk mengetahui teknik isolasi bakteri
pada kulit dan mengetahui keberadaan bakteri patogen pada kulit. Isolasi
bakteri pada kulit adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat pada kulit
dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Prinsip dari isolasi
mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lainnya yang
berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan
dengan menumbuhkannya dalam media padat sel-sel mikroba akan
membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya. Isolasi bakteri atau
biakan yang terdiri dari satu jenis mikroorganisme (bakteri) dikenal sebagai
biakan murni atau biakan aksenik. Biakan yang berisi lebih dari satu macam
mikroorganisme (bakteri) dikenal sebagai biakan campuran, jika hanya terdiri
dari dua jenis mikroorganisme, yang dengan sengaja dipelihara satu sama lain
dalam asosiasi, dikenal sebagai biakan dua-jenis.
Metode yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah metode gores
atau streak plate menggunakan kapas yang terdapat sampel bakteri dan
menggoreskannya ke permukaan media pertumbuhan dengan pola tertentu
dengan harapan pada ujung goresan. Media pertumbuhan yang digunakan
adalah agar darah . Agar darah digunakan sebagai media pertumbuhan
bertujuan untuk isolasi dan pertumbuhan mikroorganisme,terutama yang
phatogen dan menetapkan bentuk hemolisa dari bakteri-bakteri tersebut.
Prinsip kerja media kultur ini kaya nutrient yang menyediakan kondisi
pertumbuhan yang optimal untuk semua mikroorganisme yang relefan Ph 6,8
menstabilkan sel darah merah dan menyokong bentuk zona hemolisa yang
jelas. Darah kambing yang di defibrinasi yang segar adalah yang paling cocok
untuk menentukan bentuk hemolisis. Hemolisis (atau haemolysis dalam
bahasa Inggris) adalah kerusakan sel darah merah. Dalam dunia mikrobiologi
hemolisis digunakan untuk mengklasifikasikan mikroorganisme tertentu,
dengan cara mengamati kemampuan koloni bakteri untuk menginduksi
hemolisis bila ditanam pada agar darah (blod agar).. Sebuah zat yang
menyebabkan hemolisis adalah hemolisin.
Prosedur pertama adalah menentukan lokasi yang akan diperiksa. Lokais
yang diperiksa adalah telapak kaki. Melakukan swab pada bagian tersebut
menggunakan kapas steril yang terdapat dada ujung lidik. Dimasukkkan
kapas tadi ke dalam tabung yang berisi Na Fisiologis. Kemudian
dihomogenkan dan digoreskan pada media agar darah dengan metode gores
zig zag lalu menginkubasi selama 18-24 jam. pada suhu 37C supaya
bakteri dapat tumbuh secara optimal. Pengaturan suhu dijaga agar tetap pada
suhu 37C karena pada suhu tersebut merupakan suhu optimum bakteri
untuk tumbuh . Pada saat inkubasi, cawan petri tidak boleh dibalik karena
ditakutkan sampel bakteri yang ada di dalamnya bisa tumpah sehingga tidak
terdifusi sempurna pada daerah sekitarnya.
Hasil yang didapat setelah dilakukan inkubasi selama 1 hari didapat
pertumbuhan bakteri yang banyak. Kaki termasuk salah satu bagian paling
bau pada tubuh manusia sehingga dapat membuat bagian kaki mengalami bau
karena memang ada sekitar 1 triliun bakteri yang bersarang di kaki dan
ditambahkan dengan keringat yang keluar berlebihan saat orang
menggunakan alas kaki. Pada kaki yang berkeringat dapat menyebabkan
bakteri tumbuh dengan cepat karena lingkungan yang lembab merupakan
tempat yang optimal untuk pertumbuhan bakteri. Dari hasil pengamatan
didapat bakteri yang dapat menghemolisis agar darah sebagai media. Hal ini
dapat diamati dari zona bening yang yang muncul disekitar koloni bakteri.
Bakteri yang dapat menghemolisis agar darah disebut beta hemolisis yang
merupakan lisis lengkap sel darah merah dan hemoglobin. Darah secara
lengkap digunakan oleh mikroba. Media yang ada koloninya menjadi tidak
berwarna Bakteri hemolitik beta menghasilkan zona bening di sekitar koloni
hemolisis mereka. Mereka menghasilkan extotoxin yang radial berdifusi
keluar dari koloni (atau koloni) menyebabkan kerusakan lengkap dari sel
darah merah dalam denaturasi menengah dan lengkap hemoglobin dalam sel
untuk produk berwarna. Ini menyebabkan zona bening hemolisis untuk
membentuk sekitar koloni-koloni berkembang. Tidak ada puing-puing selular
akan ditemukan di sekitar cells. eksotoksin hemolyzed disebut hemolisin beta
yang menyebabkan hemolisis beta terjadi dicawan agar darah. Selain
ditemukan bakteri hemolysis beta, didapatkan juga bakteri hemolysis lain
yaitu alfa dan gamma. Ini dapat pula dilihat dari kemampuannya dalam
menghemolisis dengan cara kemampuan membeningkan daerah agar darah
pertumbuhan. Keberadaan bakteri-bateri tersebut bisa disebabkan karena
kelembaban pada kaki sehingga banyak bakteri yang tumbuh di sekitar daerah
kaki dan juga kaki merupakan pijakan yang sering bersentuhan dengan tanah
dan alas kaki lainnya yang dapat menyebabkan banyak masalah yang timbul
pada bagian kaki.

VIII. Kesimpulan
1. Untuk mengetahui bakteri pada kulit dapat dilakukan dengan teknik isolasi
dengan media pertumbuhan cawan agar darah metode gores. Ini digunakan
untuk mengetahui jenis bakteri hemolysis pada kulit.
2. Untuk mengetahui keberadaan bakteri pathogen yang terdapat pada kulit
(bagian telapak kaki) dapat diamati dengan cara melihat daerah bening
atau zona bening yang muncul disekitar goresan pertumbuhan bakteri pada
cawan agar darah. Hemolysis alfa jika terdapat zona berwarna hijau,
hemolysis beta jika terdapat zona bening disekitar bakteri, dan hemolysis
gamma dapat diketahui dengan tidak adanya zona bening yang artinya
bakteri tersebut tidak menyebabkan lisis pada darah di manusia. Tipe yang
dapat berbahaya pada darah manusia adalah tipe beta hemolysis.
DAFTAR PUSTAKA

Anton, W. 2008. Mikrobiologi Umum. Malang : Universitas Brawijaya.

Bonner M, Benson P, James W. 2008. Topical Antibiotics. Fitzpatricks


Dermatology in general medicine, 7th ed. New York: McGraw-Hill.
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme Jilid 2.
Bandung : CV. Yrama Widya.
Kimball, W John.1983. Biologi. Bogor: Pernerbit Erlangga.

Lay, Bibiana. W, dan Hastowo Sugoyo 1992. Mikrobiologi. Jakarta : CV


Rajawali.
Pelczar, J M dan Chan E C S. 2008. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI-
Press.

Sloane, ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC.

Wheller dan Volk. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta : P.T.
Gelora Aksara Pratama.

Anda mungkin juga menyukai