Anda di halaman 1dari 24

SKENARIO 2

PERTUMBUHAN BADAN TERLAMBAT DAN PERUT MEMBUNCIT

Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun dibawa orangtuanya ke dokter praktek umum dengan
keluhan pertumbuhan badan terlambat bila dibandingkan dengan teman sebayanya. Keluhan
tersebut disadari orangtuanya sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan perut
membuncit, lekas lelah, dan sesak nafas.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital dalam batas normal. TB= 98 cm, BB= 13 kg,
konjungtiva pucat, sklera ikterik, dan splenomegali schufner II
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan hasil:
Pemeriksaan Kadar Nilai normal
Hemoglobin (Hb) 9 g/dl 11,5 15,5 g/dl
Hematokrit (Ht) 35 % 34 40 %
Eritrosit 5 x 106 /l 3,9 5,3 x 106 /l
MCV 65 fl 75 87 fl
MCH 13 pg 24 30 pg
MCHC 19 % 32 36 %
Leukosit 8000 /l 5000 14.500/l
Trombosit 260.000 /l 250.000 450.000/l
Retikulosit 2% 0,5 1,5 %
Sediaan apus darah tepi Eritrosit mikrositik
hipokrom,
anisooikilositosis, sel target
(+), polikromasi,
fragmentosit (+), eritrosit
berinti (+).

1|Page
KATA SULIT
1. Splenomegali schufner II : Pembesaran limpa mengarah ke medial dan ke bawah
umbilicus akibat proliferasi limfosit
2. Anisopoikilositosis : Pada SADT ditemukan berbagai macam bentuk dan
ukuran dari eritrosit
3. Polikromasi : Banyaknya eritrosit polikrom, yaitu eritrosit berwarna
biru dan lebih besar dari pada eritrosit normal
4. Fragmentosit : Pecahan dari eritrosit
5. Sel target : Eritrosit yang mempunyai massa kemerahan pada
bagian tengahnya

PERTANYAAN
1. Mengapa pasien terdapat keluhan perut buncit?
2. Mengapa pada pasien terjadi sesak nafas?
3. Mengapa pertumbuhan badan pasien mengalami perlambatan?
4. Apa diagnosis pasien?
5. Mengapa MCV, MCH, MCHC menurun dan retikulosit meningkat?
6. Mengapa terjadi sklera ikterik?
7. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus tersebut?
8. Apakah ada gejala lain selain pada skenario?
9. Bagaimana cara penanganan pada kasus tersebut?
10. Apa saja faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit pada kasus tersebut?

2|Page
JAWABAN
1. Perut membuncit karena adanya splenomegali akibat dari destruksi eritrosit yang
meningkat. Destruksi ini disebabkan karena gangguan sintesis globin maupun
sehingga kadar O2 menurun, akibatnya terjadi penurunan Hb yang mengakibatkan
perubahan bentuk pada eritrosit menjadi sel sabit dan kehilangann elastisitasnya,
elastisitas yang menghilang ini mengakibatkan eritrosit mudah lisis saat melewati
kapiler.
2. Sesak nafas karena kadar Hb yang menurun sehingga pengikatan O2 pun menurun
menyebabkan hipoksia jaringan. Paru melakukan kompensasi dengan meningkatkan
frekuensi nafas untuk memompa O2 keseluruh tubuh
3. Pertumbuhan lambat karena eritrosit yang membawa nutrisi ke jaringan/sel berkurang
4. -Anamnesis: keluhan pertumbuhan lambat, sesak nafas, lekas lelah, perut buncit
-pemeriksaan fisik: didapatkan splenomegali dan sklera ikterik
-pemeriksaan peunjang: SADT di dapatkan sel target
5. -Kadar O2 yang rendah dideteksi oleh ginjal, ginjal aktif mensekresi hormon
eritropoetin yang menyebabkan eritropoesis meningkat dan menghasilkan retikulosit
yang kemudian jumlahnya pun meningkat dalam darah.
-gangguan sintesis globin menyebabkan terganggunya sintesis Hb yang menyebabkan
kadar MCH dan MCHC menurun
6. Sklera ikterik terjadi akibat dari banyaknya bilirubin indirect dalam plasma akibat
destruksi eritrosit yang berlebihan
7. -pemeriksaan fisik: didapatkan splenomegali dan sklera ikterik
-pemeriksaan penunjang: elektroforesis Hb, Besi serum, pengecatan sumsum tulang
8. urin berwarna lebih pekat
-ulkus di pergelangan kaki
-pemendekan ekstremitas
-thalasemia face
9. transfusi
-obat anti Fe
-splenoktomi, jika kondisi kronik
10. Faktor yang menyebabkan thalasemia hanya faktor genetik

3|Page
HIPOTESIS
Thalasemia terjadi karena gangguan sintesis globin maupun menyebabkan destruksi
eritrosit meningkat ditandai dengan gejala, salah satunya splenomegali dan sklera ikterik,
pada sediaan apus darah tepi di temukan sel target. Thalasemia dapat ditangani dengan
transfusi, obat penurun kadar Fe dan splenoktomi.

4|Page
SASARAN BELAJAR
LO 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Hemoglobin
LI 1.1. Memahami dan Menjelaskan tentang Sintesis Globin
LO 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Thalasemia
LI 2.1. Memahami dan Menjelaskan tentang Definisi Thalasemia
LI 2.2. Memahami dan Menjelaskan tentang Epidemiologi Thalasemia
LI 2.3. Memahami dan Menjelaskan tentang Etiologi Thalasemia
LI 2.4. Memahami dan Menjelaskan tentang Klasifikasi Thalasemia
LI 2.5. Memahami dan Menjelaskan tentang Patofisiologi Thalasemia
LI 2.6. Memahami dan Menjelaskan tentang Manifestasi Thalasemia
LI 2.7. Memahami dan Menjelaskan tentang Diagnosis dan Diagnsis Banding
Thalasemia
LI 2.8. Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Thalasemia
LI 2.9. Memahami dan Menjelaskan tentang Pencegahan Thalasemia
LI 2.10. Memahami dan Menjelaskan tentang Komplikasi Thalasemia
LI 2.11. Memahami dan Menjelaskan tentang Prognosis Thalasemia

5|Page
LO 1. Memahami dan Menjelaskan tentang Hemoglobin
LI 1.1. Memahami dan Menjelaskan tentang Sintesis Globin
Globin adalah rantai polipeptida yang terdiri dari
asam amino dengan urutan tertentu yang sintesisnya diatur
oleh gen globin yang terletak pada kromosom 11 dan 16.
Globin adalah suatu protein yang terdiri dari 2
pasang rantai polipeptida. Rantai polipeptida ini terdiri dari
2 pasang rantai dengan jumlah, jenis dan urutan asam
amino tertentu. Masing-masing rantai polipeptida
mengikat 1 gugus heme. Sintesis globin terjadi di
eritroblast dini atau basofilik dan berlanjut dengan tingkat
terbatas sampai di retikulosit.

Semua gen globin mempunyai tiga ekson (region yang mengkode) dan dua intron (region yang
tidak mengkode). rNA awal disalin dari intron dan ekson, dan dari salinan ini, RNA yang
berasal dari intron dibuang melalui proses yang dikenal sebagai penggabungan (splicing).
Intron selalu dimulai dengan dinukleotida G-T dan diakhiri dengan dinukleotida A-G.
mekanisme penggabungan mengenali sekuens-sekuens ini dan juga sekuens-sekuens
tetangganya yang dipertahankan. RNA dalam inti juga di tutup dengan penambahan suatu
struktur pada ujung 5 yang mengandung suatu gugus tujuh metil-guanosin. Struktur tutup
mungkin penting untuk perlekatan mRNA pada ribosom. mRNA yang baru terbentuk juga
mengalami poliadenilasi pada ujung 3. Proses ini menstabilkan mRNA. Talasemia dapat
terjadi akibat mutasi atau delesi salah satu sekuens tersebut. Sejumlah sekuens lain yang
dipertahankan penting dalam sintesis globin, dan mutasi pada tempat-tempat ini dapat juga
menyebabkan talasemia. Sekuens-sekuens ini memengaruhi transkripsi gen, memastikan
kendalanya, menentukan tempat untuk mengawali dan mengakhiri translasi dan memastikan
stabilitas mRNA yang baru disintesis. Promotor ditemukan pada posisi 5 pada gen, apakah
dekat dengan tempat inisiasi atau lebih distal. Ini adalah tempat RNA polymerase berikatan
dengan mengkatalisis transkripsi gen. penguat (enhancer) ditemukan pada posisi 5 atau 3
terhadap gen. penguat penting dalam regulasi ekspresi gen globin yang spesifik jaringan dan

6|Page
dalam regulasi sintesis berbagai rantai globin selama kehidupan janin dan pasca kelahiran.
Regio pengendali lokus (locus control region/LCR) adalah unsur regulasi genetic, yang terletak
jauh di hulu kelompok globin , yang mengendalikan aktivitas genetic masing-masing domain,
kemungkinan dengan berinteraksi secara fisik dengan region promontory dan membuka
kromatin untuk memungkinkan factor transkripsi untuk berikatan. Kelompok gen globin juga
mengandung region mirip LCR yang disebut HS-40. Factor-faktor transkripsi GATA-1, FOG
dan NF-E2, yang terutama diekspresikan pada precursor eritroid, penting dalam menentukan
ekspresi gen globin dalam sel eritroid.

LO 2. Memahami dan Menjelaskan tentang Thalasemia


LI 2.1. Memahami dan Menjelaskan tentang Definisi Thalasemia
Thalasemia adalah kelainan yang diturunkan (diwariskan) karena mutasi yang menyebabkan
penurunan sintesis rantai atau -globin. Akibat mutasi ini terjadi kekurangan Hb dan juga
perubahan pada sel darah merah karena kelebihan rantai globin yanag tidak mengalami
kelainan. Mutasi yang menyebabkan thalasemia banyak ditemukan di Mediterania, Afrika, dan
Asia.

LI 2.2. Memahami dan Menjelaskan tentang Epidemiologi Thalasemia


Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara
yang sering disebut sebagai sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali ditemui
pada tahun 1925. Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini disebabkan oleh
karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk.
1. Thalasemia
Dilihat dari distribusi geografiknya maka thalasemia banyak dijumpai di Mediterania,
Timur Tengah, India, Pakistan, Asia Tenggara, Rusia Selatan,Cina. Jarang di Afrika
kecuali Liberia dan beberapa Afrika Utara sporadik pada semua ras. Di Siprus lebih
banyak dijumpai varian + di Asia Tenggara lebih banyak 0. Jika dilukiskan di peta
dunia terlihat seperti sabuk talasemia dimana Indonesia termasuk didalamnya.
2. Thalasemia
Terbentang dari Afrika ke Mediterania, Timur Tengah, Asia Timur, danTenggara Hb
Barts sindrom dan HbH disease terbatas di populasi AsiaTenggara dan Mediterania.
Kelainan hemoglobin pada awalnya endemik di 60% dari 229 negara, berpotensi
mempengaruhi 75% kelahiran. Namun sekarang cukup umum di 71% dari negara-negara di
antara 89% kelahiran. Tabel di bawah menunjukan perkiraan prevalensi konservatif oleh WHO
regional. Setidaknya 5,2% dari populasi dunia (dan lebih dari 7% wanita hamil) membawa
varian yang signifikan. S Hemoglobin membawa 40% carir namun lebih dari 80% kelainan
dikarenakan prevalensi pembawa local sangat tinggi. Sekitar 85% dari gangguan sel sabil
(sickle-cell disorders), dan lebih dari 70% seluruh kelahiran terjadi di afrika. Selain itu,
setidaknya 20% dari populasi dunia membawa Thalassemia +.

7|Page
Diantara 1.1% pasangan suami istri mempunya resiko memiliki anak dengan kelainan
hemoglobin dan 2.7 per 1000 konsepsi terganggu. Pencegahan hanya memberikan pengaruh
yang kecil, pengaruh prevalensi kelahiran dikalkulasikan antara 2.55 per 1000. Sebagian besar
anak anak yang lahir dinegara berpenghasilan tinggi dapat bertahan dengan kelainan kronik,
sementara di Negara Negara yang berpengasilan rendah meninggal sebelum usia 5 tahun.
Kelainan hemoglobin memberikan kontribusi setara dengan 3.4% kematian padan anak usia di
bawah 5 tahun di seluruh dunia.

Indikator 1. Setiap tahun terdapat lebih dari 332.000 kelahiran atau konsepsi
terpengaruh. Antara 275.000 memiliki kelainan sickle-cell disorder, dan membutuhkan
diagnosis dini. Antara 56.000 memiliki mayor thalasemia, termaksud 30.000 yang membutujan
tranfusi regular untuk bertahan dan 55.000 meninggal saat lahir karena thalasemia mayor.
Indikator 2. Sebagian besar kelahiran, 75% terdapat pada Negara endemik kelainan
hemoglobin dan 13% terjadi karena mereka bermigrasi. Jadi pada prinsip nya, 88% dari 128
juta wanita yang melahirkan sebaiknya di screening.
Indikator 3. Lebih dari 9 juta carir hamil setiap tahun. Resiko bahwa pasangan mereka
juga karir sekitar 0.1-40% (rata rata 14%). Pada prinsipnya, semua membutuhkan informasi
dan melakukan screening pasangan.
Indikator 4. Lebih dari 948.000 pasangan baru carir, dan lebih dari 1.7 juta kehamilan
karena pasangan karir. Antara 75% memiliki resiko. Pada prinsipnya, semua membutuhkan
penilaian handal dan konseling genetic.
Indikator 5. Terdapat 1.33 juta kehamila beresiko. Pada prinsipnya, semua
membutuhkan diagnosis saat lahir.

8|Page
LI 2.3. Memahami dan Menjelaskan tentang Etiologi Thalasemia
Thalassemia adalah hemoglobinopati yang disebabkan mutasi di gen globin. Dua gen
mengkode pembentukan globin- dimana keduanya terletak di kromosom 16. Dengan
demikian, sel diploid normal punya 4 salinan globin , hanya 1 gen yang mengkode gen globin
.

Mutasi yang menyebabkannya telah diteliti. Mutasi gen globin- terjadi dalam regio promotor
dan tempat cap, dalam ekson-intron, dan di taut penyambungan yang terdapat di batas ekson-
intron. Mutasi juga ditemukan di tempat poloadenilasi dan delesi besar pernah dijumpai di
region 5 dan 3 pada gen.

Jika kedua orang tua tidak menderita


Thalassemia trait/bawaan, maka tidak
mungkin mereka menurunkan Thalassemia
trait/bawaan atau Thalassemia mayor
kepada anak-anak meraka. Semua anak-
anak mereka akan mempunyai darah yang
normal.

Apabila salah seorang dari orang tua


menderita Thalassemia trait/ bawaan,
sedangkan yang lainnya tidak maka satu
dibanding dua (50%) kemungkinannya
bahwa setiap anak-anak mereka akan
menderita Thalassemia trait/bawaan, tetapi
tidak seseorang diantara anak-anak mereka
Thalassemia mayor.

9|Page
Apabila kedua orang tua menderita
Thalassemia trait/bawaan, maka anak-anak
mereka mungkin akan menderita
thalassemia trait/bawaan atau mungkin juga
memiliki darah yang normal, atau mereka
mungkin menderita Thalassemia mayor.

LI 2.4. Memahami dan Menjelaskan tentang Klasifikasi Thalasemia


Klasifikasi Thalasemia-

Sindrom Genotipe Gambaran klinis Genetik molekuler


klinis
Thalasemia- Thalasemia- Anemia berat dengan tanda khas Terutaram mutasi
mayor homozigot cooleys facies, yaitu: titik yang
(0/ 0) menyebabkan
-Gejala mulai timbul saat bayi kelainan transkripsi,
berumur 3-6 bulan, pucat, splicing, atau
anemia, kurus, translasi mRNA dari
hepatosplenomegali, dan ikterus globin-
ringan
-Gangguan pada tulang :
thalassemia face
-Rontgen tulang tengkorak: hair
on end appearance
-Gangguan pertumbuhan
-Gejala iron overload (pigmentasi
kuliat, diabetes melitus, sirosis
hati, atau gonadal failure)

Membutuhkan transfusi yang


teratur

Thalasemia- Variabel (+/ -Hb 7 g/dL


intermediet + ) Anemia berat hingga sedang, tidak
membutuhkan transfusi
Thalasemia- Thalasemia- -Asimptomatik dengan atau tanpa
minor heterozigot anemia ringan.
(0/ , +/ ) -Terdapat sel darah merah yang
abnormal (termasuk hipokromia,

10 | P a g e
mikrositosis, basophilic stippling,
dan sel target).
-Tanda khas pada elektroforesis
hemoglobin adalah peningkatan
HbA2

Thalasemia-
Sindrom Genotipe Gambaran klinis Genetika
klinis molekuler
Silent carrier -/ (delesi Secara hematologis sehat, Terutama delesi gen
thalasemia- satu gen kadang-kadang indeks RBC (Red
globin-) Blood Cell) rendah. Tidak ada anemia
dan hypochromia pada orang ini
Trait --/ Dua loki globin memungkinkan
thalasemia- (heterozigot, erythropoiesis hampir normal,
Asia) tetapi ada anemia hypochromic
microcytic ringan dan indeks
-/- RBC rendah.
(homozigot,
kulit hitam
dan asia)
Hb H disease --/- (delesi Globin- meningkat membentuk
tiga gen tetramer 4 (Hb H) yang memiliki
globin-) afinitas tinggi sehingga
pengikatan O2 ke jaringan rendah
(hipoksia)

-SADT: eritrosit mikrositik


hipokrom, terdapat sel-sel target
dan heinz bodies (badan inklusi)
-Splenomegaly.
-Hb 7-10 gr%
-sumsum tulang hiperplasia
eritroid
-retardasi mental

Gejala mirip dengan thalasemia-


intermediet
Hydrops --/-- (delesi -Edema permagna,
fetalis empat gen -Hepatosplenomegali
globin-) -asites
-kardiomegali.
-Kadar Hb 6-8 gr/dL
SADT: Eritrosit hipokromik dan
berinti
-Hipertrofi plasenta yang dapat
membahayakan sang ibu.

11 | P a g e
LI 2.5. Memahami dan Menjelaskan tentang Patofisiologi Thalasemia
Thalasemia-

Ada dua mekanisme yang menyebabkan anemia pada thalasemia-. Berkurangnya


sintesis -globin menyebabkan berkurangnya pembentukan HbA sehingga hemoglobin dalam
sel darah merah berkurang dan sel darah merah menjadi pucat ( hipokrom ) dan ukurannya
kecil (mikositik). Yang lebih penting lagi adalah tidak seimbangnya sintesis rantai--globin
dan rantai--globin. Hal ini menyebabkan kelebihan rantai- yang tidak larut kemudian
mengendap dan menyebabkan kerusakan bagi simpai sel darah merah dan sel prekursor
eritroid, kemudian sel akan apoptosis. Fenomena ini disebut eritropoiesis yang inefektif dan
beberapa sel darah merah yang terbentuk masa hidupnya pendek karena hemolisis
ekstravaskuler. Akibat lain dari hemopoesis yang tidak efektif ialah peningkatan absorpsi
zat besi yang tidak tepat sehingga terjadi kelebihan zat besi. Absorpsi yang berlebihan ini
menyebabkan rendahnya kadar haepcidin yang juga dalam keadaan hipoksia karena anemia
dapat menurun. Haepcidin adalah regulator negatif absorpsi zat besi.

12 | P a g e
Thalasemia-

Berbeda dengan thalasemia-, thalasemia- disebabkan terutama oleh delesi satu atau lebih
gen -globin. Beratnya penyakit sejalan dengan -globin yang hilang.
Apabila hanya satu gen -globin yang hilang akan terjadi karier (pembawa sifat)
tanpa gejala
Apabila dua gen -globin yang hilang akan menjadi trait thalasemia dengan gejala
anemia ringan
Apabila tiga gen -globin yang hilang terjadi kelebihan -globin dan -globin yang
kemudian membentu tetramer 4 (Hb H) dan 4 (Hb Barts) yang masing-masing
memiliki afinitas yang tinggi sehingga kemampuan mengikat oksigen rendah
(hipoksia) selain itu Hb H dan Hb Barts relatif stabil sehingga kerusakan membran
lebh ringan dibanding rantai -globin yang bebas pada thalasemia-, sebagai
akibatnya etritropoiesis inefektif pada thalasemia- tidak separah pada thalasemia-
Apabila empat gen -globin yang hilang makan bayi akan mati dalam uterus karena
sel darah merah sama sekali tidak mensuplai oksigen.

13 | P a g e
LI 2.6. Memahami dan Menjelaskan tentang Manifestasi Thalasemia
Patofisiologi Manifestasi klinis
Defek gen gangguan sintesis globin kadar Hb menurun Tanda anemis
eritropoiesis inefektif RBC lebih rapuh-usia pendek
hemolitik eritrolisis jumlah eritrosit menurun suplai O2 ke
otak dan jaringan tubuh lain berkurang
1. Anemia hipoksia suplai O2/Na ke jaringan gangguan Tumbuh kembang
metabolisme sel pertumbuhan sel dan otak terhambat. terhambat
2. Eritropoiesis inefektif menghabiskan nutrisi tubuh
3. Eritropoiesis inefektif Sumsum kuning menjadi merah
pertumbuhan tulang panjang terhambat
4. Anemia transfusi penimbunan Fe merusak organ
endokrin
Suplai O2/Na ke jaringan gangguan metabolisme sel Intoleransi aktifitas
perubahan pembentukan ATP energi yang dihasilkan menurun
kelemahan fisik
Anemia hipoksia kompensasi tubuh dengan peningkatan Hiperpigmentasi dan
sekresi eritropoietin eritropoiesis meningkat pembentukan kerusakan integritas
RBC immatur dan mudah lisis Hb menurun sering transfusi kulit
penimbunan Fe hemosiderosis
Anemia hipoksia kompensasi tubuh dengan peningkatan Payah jantung, DM,
sekresi eritropoietin eritropoiesis meningkat hemopoiesis sesak napas
extramedula hemokromatosis fibrosis jantung, pankreas,
paru-paru
1. Anemia fibrosis hati dan limpa Hepatosplenomegali
2. Anemia darah menjadi encer tahanan oembuluh darah
menurun aliran vena meningkat beban kerja jantung
meningkat payah jantung tekanan vena meningkat
darah di limpa dan hati tidak bisa keluar akumulasi
3. Penderita thalasemia memiliki banyak sel darah abnormal
destruksi berlebihan oleh RES (limpa, hati dll.)
4. Eritropoiesis extramedular hiperaktif akumulasi sel-sel
darah berlebihan
Hepatosplenomegali distensi abdomen Perut buncit
1. Fibrosis limpa splenomegali splenektomi Rentan infeksi
2. Fibrosis jantung payah jantung penurunan imunitas
Anemia sumsum tulang hiperplasia eritropoiesis hiperaktif Facies Cooley
sumsum pada tulang pipih (terutama tulang wajah dan kranial)
berekspansi ke korteks deformitas berupa penonjolan tulang.
Eritropoiesis inefektif sumsum kuning menjadi merah Frakturekstremitas
peningkatan eritropoiesis sel pertumbuhan tulang menurun
penipisan korteks tulang panjang
1. Hepatosplenomegali menekan lambung mual dan muntah. Anoreksia, mual, BB
2. Hipoksia kerja saraf simpatis meningkat hipomortilitas kurang, gizi buruk
usus ggg. absorbsi dan digesti makanan makanan
tertumpuk di lambung lambung teregang hipotalamus
mempersepsikan kenyang anoreksia mengurangi asupan
makanan gizi buruk dan BB berkurang.

14 | P a g e
1. Thalassemia-
a. Hydrops Fetalis dengan Hb Barts
Hydrops fetalis dengan edema permagna, hepatosplenomegali, asites, serta
kardiomegali. Kadar Hb 6-8 gr/dL, eritrosit hipokromik dan berinti. Sering disertai
toksemia gravidarum, perdarahan postpartum, hipertrofi plasenta yang dapat
membahayakan sang ibu.
b. Hb H disease
Gejalanya adalah anemia hemolitik ringan-sedang, Hb 7-10 gr%, splenomegali,
sumsum tulang hiperplasia eritroid, retardasi mental dapat terjadi bila lokus yang
dekat dengan cluster gen- pada kromosom 16 bermutasi/ co-delesi dengan cluster
gen-. Krisis hemolitik juga dapat terjadi bila penderita mengalami infeksi, hamil,
atau terpapar dengan obat-obatan oksidatif.
c. Thalassemia Trait/ Minor
Anemia ringan dengan penambahan jumlah eritrosit yang mikrositik hipokrom.
d. Sindrom Silent Carrier Thalassemia
Normal, tidak ditemukan kelainan hematologis, harus dilakukan studi DNA/ gen.

2. Thalasemia-
Thalassemia dibagi menjadi tiga sindrom klinik, yakni :
Thalassemia minor (trait)/heterozigot : anemia hemolitik mikrositik
hipokrom.
Thalassemia mayor/homozigot : anemia berat yang bergantung pada transfusi
darah.
Thalassemia intermedia : gejala diantara thalassemia mayor dan minor.
a. Thalasemia mayor (Thalasemia homozigot)
Anemia berat menjadi nyata pada umur 3 6 bulan setelah lahir dan tidak dapat hidup
tanpa ditransfusi.
Pembesaran hati dan limpa terjadi karena penghancuran sel darah merah
berlebihan, haemopoesis ekstra modular, dan kelebihan beban besi.
Perubahan pada tulang karena hiperaktivitas sumsum merah berupa deformitas
dan fraktur spontan, terutama kasus yang tidak atau kurang mendapat transfusi
darah. Deformitas tulang, disamping mengakibatkan muka mongoloid, dapat
menyebabkan pertumbuhan berlebihan tulang prontal dan zigomatin serta
maksila. Pertumbuhan gigi biasanya buruk. Facies cooley adalah ciri khas
thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi
menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi
kekurangan hemoglobin.
Gejala lain yang tampak ialah : anak lemah, pucat, perkembangan fisik tidak
sesuai umur, berat badan kurang, perut membuncit. Jika pasien tidak sering
mendapat transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa dengan besi akibat
penimbunan besi dalam jaringan kulit.

15 | P a g e
b. Thalasemia intermedia
Keadaan klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan dari pada Thalasemia mayor,
anemia sedang (hemoglobin 7 10,0 g/dl). Gejala deformitas tulang, hepatomegali dan
splenomegali, eritropoesis ekstra medular dan gambaran kelebihan beban besi nampak
pada masa dewasa.
c. Thalasemia minor atau trait ( pembawa sifat)
Umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang khas, ditandai oleh anemia mikrositik,
bentuk heterozigot tetapi tanpa anemia atau anemia ringan

LI 2.7. Memahami dan Menjelaskan tentang Diagnosis dan Diagnsis Banding


Thalasemia
Diagnosis

1. Anamnesis
Ditanyakan keluhan utama dan riwayat perkembangan penyakit pasien.
Ditanyakan riwayat keluarga dan keturunan.
Ditanyakan tentang masalah kesehatan lain yang dialami.
Ditanyakan tentang test darah yang pernah diambil sebelumnya.
Ditanyakan apakah nafsu makan berkurang
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien tampak pucat, lemas dan lemah.
Pemeriksaan tanda vital heart rate
Pada palpasi biasanya ditemu kan hepatosplenomegali pada pasien
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah tepi
Hb rendah dapat mencapai 2-3 gr %
Gambaran morfologi eritrosit: mikrositik hipokromik, sel target,
anisositosis berat dengan makrovaloositosis, mikrosferosit, polikromasi,

16 | P a g e
basophilic stippling, benda Howell-jolly, poikilositosis dan sel target.
Gambaran ini lebih kurang khas.
Normoblas di daerah tepi terutama jenis asidofil (perhatikan normoblas
adalah sel darah merah yang masih berinti sehingga ikut terhitung pada
perhitungan lukosit dengan bilik hitung adalah AL lebih tinggi dari pada
sebenarnya).
Retikulosit meninggi
b. Susunan Tulang (tidak menentukan diagnosis)
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis
asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian Blue) meningkat.
c. Pemeriksaan Khusus
HbF meninggi: 20-90% Hb total (alkali denaturasi).
Elektroforesis Hb untuk menunjukkan hemoglobinopati yang lain maupun
mengukur kadar HbF.
Pemeriksaan pedigree untuk memastikan diagnosis: kedua orang tua pasien
thalassemia mayor merupakan trait (carier) dengan HbA2 meninggi (> 3,5
dari Hb total).

Diagnosis Banding

17 | P a g e
Thalasemia trait Anemia Anemi akibat Anemia
defisiensi besi penyakit sideroblastik
kronik
Derajat Ringan Ringan sampai Ringan Ringan sampai
anemia berat berat
MCV Menurun Menurun Menurun/normal Menurun/normal
MCH Menurun Menurun Menurun/normal Menurun/normal
Besi serum Normal/naik Menurun < 30 Menurun < 50 Normal/naik
g/dl g/dl
TIBC Normal/naik Meningkat > Menurun < 300 Normal/menurun
360 g/dl g/dl
Saturasitransf Meningkat > 20 Menurun < 15 Menurun atau Meningkat >
erin % % normal 10-20%
20%
Besi sumsum Positif kuat Negatif Positif Positif dengan
tulang ring sideroblast
Protoporfirin Normal Meningkat Meningkat Normal
eritrosit
Feritin serum Meningkat > 50 Menurun < 20 Normal 20-200 Meningkat > 50
g/l g/l g/l g/l
Elektroforesis Hb A2 meningkat normal normal Normal
Hb
LI 2.8. Memahami dan Menjelaskan tentang Tatalaksana Thalasemia
1. Transfusi darah
Transfusi darah regular diperlukan untuk mempertahankan hemoglobin di atas 10 g/dl
dan dilakukan apabila kadar hemoglobin penderita < 7 g/dl. Ini biasanya memerlukan
2-3 unit tiap 4-6 minggu menggunakan packed red cell (PRC) leuko depleted.

Efek samping transfusi darah adalah kelebihan zat besi dan terkena penyakit yang
ditularkan melalui darah yang ditransfusikan. Setiap 250 ml darah yang ditransfusikan
selalu membawa kira-kira 250 mg zat besi. Sedangkan kebutuhan normal manusia
akan zat besi hanya 1 2 mg per hari. Pada penderita yang sudah sering mendapatkan
transfusi kelebihan zat besi ini akan ditumpuk di jaringan-jaringan tubuh seperti hati,
jantung, paru, otak, kulit dan lain-lain. Penumpukan zat besi ini akan mengganggu
fungsi organ tubuh tersebut dan bahkan dapat menyebabkan kematian akibat
kegagalan fungsi jantung atau hati.

2. Konsumsi obat kelasi besi


Ada beberapa obat yang direkomendasikan untuk terapi kelasi besi

Terapi Rekomendasi
deferasirox Dosis awal 20 mg/kg/hari pada pasien yang cukup mengalami
transfusi

30 mg/kg/hari pada pasien dengan kadar kelebihan besi yang


tinggi

18 | P a g e
10-15 mg/kg/hari pada pasien dengan kelebihan kadar yang
rendah
DFO 20-40 mg/kg (anak-anak), 50-60 mg/kg (dewasa)
Pada pasien anak < 3 tahun direkomendasikan untuk
mengurangi dosis dan melakukan pemantauan erhhadap
pertumbuhan dan perkembangan tulang
Deferiprone 75 mg/kg/hari
Dapat direkomendasikan dengan DFO bila DFO tidak efektif

3. Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a. limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
b. hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H, influensa
tipe B, dan vaksin polisakarida pneumokokus serta dianjurkan profilaksis penisilin.
c. Transplantasi sumsum tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia
dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan
tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. . Transplantasi sel
induk adalah satu-satunya pengobatan yang dapat menyembuhkan thalassemia.
Namun, memiliki kendala karena hanya sejumlah kecil orang yang dapat
menemukan pasangan yang baik antara donor dan resipiennya serta donor harus
dalam keadaan sehat.

Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak anak
yang memiliki HLA-spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya di anjurkan
untuk melakukan transplantasi ini

LI 2.9. Memahami dan Menjelaskan tentang Pencegahan Thalasemia


Pecegahan thalassemia dilakukan dengan:
A. Penapisan pembawa sifat thalassemia dan diagnosis prenatal
B. Penapisan pembawa thalassemia beta lebih berguna jika dikerjakan dengan indeks SDM, MCV
dan MCH turun dinilai konsentrasi HbA2nya. Masalah timbul pada penapisan individu dengan
pembawa sifat thalassemia alfa bersamaan dengan thalassemia alfa
C. Di Indondesia, pencegahan Thalassemia beta mayor dikaji oleh Departemen Kesehatan melalui
program Health Technology Assesesment beberapa butir rekomendasi, sebagai hasil kajian
diusulkan dalam prevalensi thalassemia (termasuk uji saring, teknik, strategi pelaksanaan dan
aspek medikolegal, psikososial dan agama).

Pencegahan thalassemia terutama ditujukan untuk menurunkan jumlah bayi lahir dengan
thalassemia mayor. Ada 2 pendekatan target dalam pencegahan thalassemia yaitu secara
retrospektif dan prospektif. Pendekatan retrospektif dilakukan dengan cara melakukan
penelusuran terhadap anggota keluarga dengan riwayat keluarga menderita thalassemia mayor.

19 | P a g e
Sementara pendekatan prospektif dilakukan dengan melakukan skrining untuk
mengidentifikasi karier thalassemia pada populasi tertentu.Secara garis besar bentuk
pencegahan thalassemia dapat berupa edukasi tentang penyakit thalassemia pada masyarakat,
skrining (carrier testing), konseling genetika pranikah, dan diagnosis pranatal.

1. Edukasi
Edukasi masyarakat tentang penyakit thalassemia memegang peranan yang sangat
penting dalam program pencegahan.Masyarakat harus diberi pengetahuan tentang
penyakit yang bersifat genetik dan diturunkan, terutama tentang thalassemia dengan
frekuensi kariernya yang cukup tinggi di masyarakat.Pendidikan genetika harus
diajarkan di sekolah, demikian pula pengetahuan tentang gejala awal thalassemia.
Media massa harus dapat berperan lebih aktif dalam menyebarluaskan informasi
tentang thalassemia, meliputi gejala awal, cara penyakit diturunkan dan cara
pencegahannya. Program pencegahan thalassemia harus melibatkan banyak pihak
terkait. Sekitar 10% dari total anggaran program harus dialokasikan untuk penyediaan
materi edukasi dan pelatihan tenaga kesehatan.

2. Skrining Karier
Skrining massal dan konseling genetika telah berhasil di Italia, Yunani dan tempat yang
memiliki fekuensi gen thalassemia tinggi.Skrining pada populasi (skrining prospektif)
dikombinasikan dengan diagnostik pranatal telah menurunkan insidens thalassemia
secara dramatis.Skrining thalassemia ditujukan untuk menjaring individu karier
thalassemia pada suatu populasi, idealnya dilakukan sebelum memiliki anak.Skrining
ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu dan pasangan karier, dan
menginformasikan kemungkinan mendapat anak dengan thalassemia dan pilihan yang
dapat dilakukan untuk menghindarinya. Target utama skrining adalah penemuan - dan
o thalassemia, serta Hb S, C, D, E. Skrining dapat dilakukan di sekolah, klinik dokter
keluarga, klinik keluarga berencana, klinik antenatal, saat pranikah, atau pada saat bayi
baru lahir. Pada daerah dengan risiko tinggi dapat dilakukan program skrining khusus
pranikah atau sebelum memiliki anak.Pendekatan genetik klasik dalam mendeteksi
karier berdasarkan penelusuran silsilah keluarga dianggap kurang efektif dibanding
dengan skrining populasi. Bila ada individu yang teridentifikasi sebagai karier, maka
skrining pada anggota keluarga yang lain dapat dilakukan. Skrining silsilah genetik
khususnya efektif pada daerah yang sering terjadi perkawinan antar kerabat
dekat.Metode pemeriksaan thalassemia yang definitif dan akurat meliputi pemeriksaan
kualitatif HbA2, HbF, rasio sintesis rantai globin dan analisis DNA untuk mengetahui
mutasi spesifik.Namun, semua pemeriksaan ini mahal.Pasien thalassemia selalu
mengalami anemia hipokrom (MCH < 26 pg) dan mikrositik (MCV < 75 fl), karenanya
kedua kelainan ini tepat digunakan untuk pemeriksaan awal karier thalassemia.
Kemungkinan anemia mikrositik akibat defisiensi besi harus disingkirkan melalui
pemeriksaan porfirin bebas eritrosit, feritin serum atau kadar besi serum, dengan total
iron-binding capacity.

20 | P a g e
3. Konseling genetika
Informasi dan konseling genetika harus tersedia ditempat skrining karier
dilakukan.Tenaga kesehatan tidak boleh memaksa orang untuk menjalani skrining dan
harus mampu menginformasikan pada peserta skirining bila mereka teridentifikasi
karier dan implikasinya.Prinsip dasar dalam konseling adalah bahwa masing-masing
individu atau pasangan memiliki hak otonomi untuk menentukan pilihan, hak untuk
mendapat informasi akurat secara utuh, dan kerahasiaan mereka terjamin penuh. Hal
yang harus diinformasikan berhubungan dengan kelainan genetik secara detil, prosedur
obstetri yang mungkin dijalani dan kemungkinan kesalahan diagnosis pranatal.
Informasi tertulis harus tersedia, dan catatan medis untuk pilihan konseling harus
tersimpan.Pemberian informasi pada pasangan ini sangat penting karena memiliki
implikasi moral dan psikologi ketika pasangan karier dihadapkan pada pilihan setelah
dilakukan diagnosis pranatal.Pilihan yang tersedia tidak mudah, dan mungkin tiap
pasangan memiliki pilihan yang berbeda-beda.Tanggung jawab utama seorang
konselor adalah memberikan informasi yang akurat dan komprehensif yang
memungkinkan pasangan karier menentukan pilihan yang paling mungkin mereka
jalani sesuai kondisi masing-masing.

4. Diagnosis Pranatal
Diagnosis pranatal meliputi skrining karier thalassemia saat kunjungan pranatal pada
wanita hamil, yang dilanjutkan dengan skrining karier pada suaminya bila wanita hamil
tersebut teridentifikasi karier.Bila keduanya adalah karier, maka ditawarkan diagnosis
pranatal pada janin serta pengakhiran kehamilan bila ada risiko gen thalassemia
homozigot.Saat ini, program ini hanya ditujukan pada thalassemia + dan O yang
tergantung transfusi dan sindroma Hb Barts hydrops.

Diagnosis pranatal dapat dilakukan antara usia 8-18 minggu kehamilan.Metode yang
digunakan adalah identifkasi gen abnormal pada analisis DNA janin. Pengambilan
sampel janin dilakukan melalui amniosentesis atau biopsi vili korialis (VCS/ villi
chorealis sampling).

Biopsi vili korialis lebih disukai, karena bila dilakukan oleh tenaga ahli, pengambilan
sampel dapat dilakukan pada usia kehamilan yang lebih dini, yaitu pada usia gestasi 9
minggu. Namun WHO menganjurkan biopsi vili korialis pada usia gestasi 10- 12
minggu, karena pada usia kurang dari 10 minggu ditemukan risiko malformasi janin.
Seluruh prosedur pengambilan sampel janin harus dilakukan oleh ahli fetomaternal
dengan panduan USG kualitas tinggi.Risiko terjadinya abortus pada biopsi villi korialis
sekitar 1-2% bila dilakukan oleh tenaga ahli. Sedangkan tindakan amniosentesis, yaitu
mengambil cairan amnion, umumnya efektif dilakukan pada usia kehamilan > 14
minggu. Hal ini dikarenakan untuk menjaring sel-sel janin yang baru lepas dalam
jumlah cukup ke dalam cairan amnion. Teknik ini relatif lebih mudah, namun
mempunyai kelemahan pada usia kehamilan yang lebih besar.

21 | P a g e
Teknik lain yang juga sudah dikembangkan adalah isolasi darah janin (fetal nucleated
red blood cell) sebagai sumber DNA janin dari darah perifer ibu. DNA janin dianalisis
dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Untuk mutasi thalassemia, analisis
dilakukan dengan Southern blot analysis, pemetaan gen (gene mapping), dan restriction
fragmen length polymorphism (RFLP) analysis.Seiring dengan munculnya trauma
akibat terminasi kehamilan pada ibu hamil dengan janin yang dicurigai mengidap
thalassemia mayor, saat ini sedang dikembangkan diagnosis pranatal untuk thalassemia
sebelum terjadinya implantasi janin dengan polar body analysis.

Metode pengakhiran kehamilan yang digunakan tergantung dari usia gestasi. Pada
umumnya dibedakan menjadi 2 metode: operatif dan medisinalis. Dengan standar
prosedur yang sesuai, kedua metode ini, baik operatif maupun medisinalis, mempunyai
efektivitas yang baik dalam pengakhiran kehamilan. Namun demikian beberapa praktisi
kebidanan seringkali mendasarkan pilihan metode pada usia kehamilan. Pada usia
gestasi kurang dari 13 minggu, metode standar pengakhiran kehamilan adalah
suction method . Setelah 14 minggu, aborsi dilakukan dengan induksi
prostaglandin.15 Metode aborsi lainnya yang bisa dilakukan adalah kombinasi antara
medisinalis dan cara operatif.

Dalam rangka pencegahan penyakit thalassemia, ada beberapa masalah pokok yang harus
disampaikan kepada masyarakat, ialah:
bahwa pembawa sifat thalassemia itu tidak merupakan masalah baginya;
bentuk thalassemia mayor mempunyai dampak mediko-sosial yang besar,
penanganannya sangat mahal dan sering diakhiri kematian;
kelahiran bayi thalassemia dapat dihindarkan.

Karena penyakit ini menurun, maka kemungkinan penderitanya akan terus bertambah dari
tahun ke tahunnya. Oleh karena itu, pemeriksaan kesehatan sebelum menikah sangat penting
dilakukan untuk mencegah bertambahnya penderita thalassemia ini. Sebaiknya semua orang
Indonesia dalam masa usia subur diperiksa kemungkinan membawa sifat thalassemia.
Pemeriksaaan akan sangat dianjurkan bila terdapat riwayat :
ada saudara sedarah yang menderita thalassemia,
kadar hemoglobin relatif rendah antara 10-12 g/dl walaupun sudah minum obat
penambah darah seperti zat besi,
ukuran sel darah merah lebih kecil dari normal walaupun keadaan Hb normal.

LI 2.10. Memahami dan Menjelaskan tentang Komplikasi Thalasemia


1. Jantung dan Penyakit Hati
Transfusi darah secara teratur merupakan perawatan standar untuk
thalassemia.Akibatnya, zat besi dapat tertimbun dalam darah.Hal ini dapat merusak
organ dan jaringan, terutama jantung dan hati.Penyakit jantung yang disebabkan oleh
kelebihan zat besi adalah penyebab utama kematian pada orang yang memiliki

22 | P a g e
thalassemia.Penyakit jantung termasuk juga gagal jantung, aritmia (detak jantung tidak
teratur), dan serangan jantung.
2. Infeksi
Di antara orang yang memiliki thalassemia, infeksi adalah penyebab utama penyakit
dan penyebab paling umum kedua kematian.Orang yang telah dibuang limpa mereka
berada pada risiko infeksi lebih tinggi, karena mereka tidak lagi memiliki organ untuk
melawan infeksi ini.
3. Osteoporosis
Banyak orang yang memiliki thalassemia memiliki masalah tulang, termasuk
osteoporosis.Ini adalah suatu kondisi di mana tulang menjadi lemah dan rapuh dan
mudah patah.

LI 2.11. Memahami dan Menjelaskan tentang Prognosis Thalasemia


Tanpa terapi penderita akan meninggal pada dekade pertama kehidupan, pada umur, 2-6
tahun, dan selama hidupnya mengalami kondisi kesehatan buruk. Dengan tranfusi saja
penderita dapat mencapai dekade ke dua, sekitar 17 tahun, tetapi akan meninggal karena
hemosiderosis, sedangkan dengan tranfusi dan iron chelating agent penderita dapat mencapai
usia dewasa meskipun kematangan fungsi reproduksi tetap terlambat. (Sunarto, 2000)
Pasien yang tidak memperoleh transfusi darah adekuat, akan sangat buruk. Tanpa transfusi
sama sekali mereka akan meninggal pada usia 2 tahun, bila dipertahankan pada Hb rendah
selama masih kecil. Mereka bisa meninggal dengan infeksi berulang-ulang bila berhasil
mencapai pubertas mereka akan mengalami komplikasi akibat penimbunan besi, sama
dengan pasien yang cukup mendapat transfusi tapi kurang mendapat terapi khelasi.

23 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Setiati S, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Interna Publishing:
Jakarta
Kumar V, dkk. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9. Elsevier Saunders: Singapore
Hoffbrand, dkk. 2011. Kapita Selekta Hematologi Edisi 6. EGC: Jakarta
Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.

Permono, Bambang. 2010. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak.Cetakan Ketiga. Jakarta:


Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Waterbury,L. (1998). Buku saku hematologi. Jakarta : EGC.

24 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai