Anda di halaman 1dari 5

KOLESTEROL DAN STEROL AUTOKSIDASI TERKAIT

Chiara Zerbinati, Luigi Iuliano

ABSTRAK
Kolesteril merupakan molekul unik lipid yang membantu membentuk membran,
hormon, vitamin D dan sintesis asam empedu. Metabolisme kolesterol menggunakan
beberapa enzim yang berperan pada nulkeus sterol atau keor isooktil. Penelitian terbaru telah
berfokus pada oksiterol, turunan kolestreol, yang dihasilkan dengan penambahan oksigen
pada punggung kolesterol. Okstiterol dapati di produksi secara enzmatik atau autoksidasi.
Autoksidasi kolesterol melalui mekanisme tipe I atau tipe II. Autoksidasi tipe I diawali
dengan spesies radikal bebas yang dihasilkan melalui superoksida atau hydrogen peroksida
serta system radikal hidroksil. Autoksidasi tipe II terjadi secara stoikiometri oleh spesies
oksigen non radikal yang sangat reaktif seperti oksigen singlet, HOCl dan ozon. Kerentanan
kolesterol terhadap spesies yang sangat reaktif menjadi pusat perhatian untuk penelitian
mekanistik dan untuk potensial aktivitas biologis oksiterol serta kegunaan oksiterol sebagai
penanda biologis untuk penelitian non invasif tekanan oksidatif secara in vivo.

Pendahuluan
Kolesterol merupakan building blok utama membrane plasma, terihitung 50% dari
lipid pada keadaan molar dasar dan penting untuk menjaga ketegaran dan pengaturan
membran. Kolesterol memiliki perananpenting dalam sintesis hormon steroid, asam empedu
dan vitamin D. Efek biologis tambahan kolesterol dihubungkan dengan produk oksigenasi
yang disebut oksisterol. Oksisterol diproduksi secara enzimatik maupun non enzimatik.
Oksisterol yang terbentuk secara enzimatik yaitu metabolisme sterol dan intermediet
hormone steroid, asam empedu dan bentuk aktif vitamin D. Oksidasi non enzimatik
melibatkan penyerangan radikal bebas pada punggung kolesterool yang mempunyai pusat
sensitivitas, khusunya pada cincin A dan B. Proses atoksidasi lebih banyak digunakan
disbanding oksidasi non enzimatik, karena melibatkan spesies non radikal yang sangat
reaktif. Autoksidasi kolesterol telah dipelajari oleh beberapa model system diantaranya
melalui reaksi oleh spesies radikal (autoksidasi tpe I, gbr 1) yang mana paling banyak
dipelajari yaitu superoksida/hydrogen peroksida/ system radikal hidroksil, oksida nitrit dan
dengan spesies oksigen reaktif non radikal (autoksidasi tipe II, gbr 2) seperti oksigen singlet,
HOCl, dan ozon. Perbedaan utama autoksidasi tipe I dan tipe II terdapat pada mekanisme dan
pembentukan produk, tipe I melalu reaksi rantai sedangkan tipe II secara stoikiometri.
Penelitian ini mempelajari tentang hasil autoksidasi kolesterol seperti 7- dan 8-
dehidrokolesterol, karena mempunyai kerentanan terhadap oksigen yang lebih tinggi dari
kolesterol dan aplikasinya dalam ganguan sintesis kolesterol.

1. Autoksidasi Tipe I
Radika bebas berperan sebagai inisiator melalui abstraksi hydrogen, pembetukan
radikal karbon yang berada ditengah di ikuti dengan pengikatan oksigen. Intermediet radikal
bebas lipid (LO), diantaranya radikal peroksil (LOO) dan radikal alkoksil (LO), dapat
meluaskan proses mekanisme reaksi rantai yang hampir sama terjadi pada poli asam lemak
tak jenuh. Daerah yang paling disukai ooleh oksidasi kolesterol dengan spesies yang sangat
reaksti yaitu di C7 karena ikatan C-H yang realtif lemah. Energi disosiasi ikatan ini adalah
88kcal/mol, yang dibandingkan dengan energi disosiasi asam lemak yaitu jenuh,
monotakjenuh dan poli tak jenuh berturut - turut 95, 85, dan 75kcal/mol. Akibatnya dalam
sistem lingkungan biologis, dimana terdapat kolesterol dan asam lemak, oksidasi poli asam
lemak tak jenuh menguntungkan secara termodinamik. Pada keadaan ini, Produk yang
diaharkan yaitu isoprostan seperti isomer prostaglandin yang diproduksi darri mekanisme
radikal bebas. Akan tetapi, variable lain harus menjadi pertimbangan dimana secara potensial
dapat mendukung oksidasi kolesterol secara biologis dalam system in vivo. Konsentrasi
kolesterol 3 kali lebih tinggi disbanding fosfolipd dalam partikel LDL dan kecepatan
pembentukan kolesterol hidroperoksida terhadap fosfolipid hidroperoksida lebih cepat 3.4
kali dalam LDL daripada dalam larutan homogeny. Sebagai tambahan,sirkulasi 7-
hidroksikolesterol dilaporkan 200 kali lebih tinggi disbanding isoprostan iPF2-III yang
berasal dari peroksidasi asam arakidonat.
Banyak oksisterol dapat terbentuk melalui autokoksidasi tipe I, namun masalah
analitis membatasi jumlah spesies yang dapat digunakan sebagai penanda tekanan oksidatif
pada matriks biologis untuk studi in vivo.
Spesies yang benar-benar berkinerja baik pada GC / MS adalah 4-, 6- dan 7-
hidroksikolesterol, 7-ketokolesterol, 5, 6- dan 5, 6-epoksida, triol, dan 6 -oksokolestan-
3, 6-diol. Keberadaan 4a- dan epimer 7- hidroksikolesterol dan 7-ketokolesterol adalah
bukti awal adanya C4 dan C7-kolesterol hidroperoksida. Zielinski membuktikan adanya
kolesterol-C4-, kolesterol-C5- dan kolesterol-C6-hidroperoksida dengan mengoksidasi
kolesterol dengan senyawa azo lipida terlarut 2,2'-azobis (4-metoksi-2,4-dimetilvaleronitril)
dalam klorobenzena. Oleh karena itu, abstraksi hidrogen dapat menghasilkan autoksidasi
kolesterol cincin A dan B yang memberikan delapan produk hidroperoksida, baik pada
bidang - atau , dan yang berpusat pada C4, C5, C6 atau C7 (Gambar 1).
Kolesterol hidroperoksida dapat dikenai 1 e-reduksi dengan pembentukan intermediet
radikal alkoksil dan peroksil yang terlibat dalam reaksi berantai dan amplifikasi kerusakan
oksidatif.
Kolesterol hidroperoksida sangat resisten terhadap penguraian 2 e- oleh peroksidase
glutathione se-dependen. Kolesterol hidroperoksida dapat dinetralkan ke diol stabil hanya
dengan phospholipid hydroperoxide glutathione peroxidase (PHGPx). Namun, reduksi
kolesterol-hidroperoksida oleh PHGPx enam kali lebih lambat daripada reduksi
hidroperoksida fosfolipid. Akibatnya, kolesterol hidroperoksida diperkirakan memiliki umur
paruh yang panjang dan sangat berbahaya dalam sistem biologis. Kolesterol hidroperoksida,
telah terbukti bereaksi dengan sitokrom C, menghasilkan radikal yang berpusat pada karbon
pada lipida dan protein akibatnya menghasilkan spesies dengan berat molekul tinggi, yaitu
dimer, trimer dan tetramer.Rreaksi antara sitokrom C dengan kolesterol hidroperoksida, yang
102 sampai 103 lebih cepat dibandingkan dengan hidrogen peroksida, mungkin memiliki
hubungan yang besar dalam kerusakan mitokondria.
Dalam beberapa tahun terakhir, minat penelitian terhadap oksidasi kolesterol telah
terfokuskan pada kerentanan yang tinggi terhadap oksidasi prekursor kolesterol, yang
memilika hasil yang lebih banyakpoli asam lemak tak jenuh. 7-dehidrokolesterol telah
terbukti memiliki konstanta kecepatan propagasi tertinggi terhadap oksidasi rantai radikal
bebas, yaitu kp 2200 M-1 s-1. Kecepatan reaksi ini 10 kali lebih cepat dari pada asam
arakidonat (kp200 M-1 s-1) dan lebih dari 200 kali lebih tinggi dari pada kolesterol itu
sendiri (kp10 M-1 s-1). 7- dehidrokolesterol, yang dihasilkan selama sintesis kolesterol dan
merupakan awal pembentukan awal vitamin D, terakumulasi dalam jaringan pasien sindrom
Smith-Lemli-Opitz karena kekurangan 7- dehidrokolesterol reduktase. Di antara banyaknya
oksisterols yang terbentuk pada autoksidasi 7-dehidrocholesterol, 3, 5-dihydroxycholest-7-
ene-6-one telah diidentifikasi pada fibroblas dari pasien dengan sindrom ini. Senyawa ini
adalah penanda biologis untuk menyelidiki mekanisme patofisiologis yang berhubungan
dengan sindrom Smith-Lemli-Opitz.
2. Autoksidasi Tipe II
Autoxidation tipe II (Gambar 2) bergantung pada spesies non-radikal, seperti oksigen
singlet dan ozon, dan stoikiometri jenis autoksidasi ini tidak memiliki fase propagasi reaksi
berantai. Namun, perlu diperhatikan bahwa produk yang dibentuk oleh proses ini dapat
dibentuk sebagai produk sampingan autoksidasi tipe I. Keterlibatan ozon dalam proses ini
telah meningkatkan minat penelitian pada potensial mekanisme patofisiologis dalam
penyakit paru yang berhubungan dengan polusi udara. Oksigen singlet dapat dibentuk dari
reaksi hidrogen peroksida dan asam hipoklorida, keduanya dihasilkan selama reaksi inflamasi
dengan adanya myeloperoxidase, dan oleh mekanisme Russell - terjadi selama penguraian
hidroperoksida lipida. Ikatan rangkap pada cincin B kolesterol adalah daerah sensitif molekul
yang menjelaskan sebagian besar oksidasi kolesterol. Hydroperoxides pada C5, C6, C7, dan
5,6-epoksida - isomer dan - terbentuk sebagai produk utama. Produk tambahan yang
terbentuk oleh ozon adalah beberapa sekosterol yang telah menjadi subyek penyelidikan
intensif dalam beberapa tahun terakhir.
3-Hydroxy-5-oxo-5,6-secocholestan-6-al (sec-A) merupakan produk ozonolisis
kolesterol utama yang tidak stabil dalam kondisi air , seperti medium kultur yang
mengandung serum, dan mudah dikonversi ke produk aldolisasi 3-hidroksi-5-hidroksi-B-
norcholestane- 6-carboxaldehyde (sec-B). Sebagian sec-A dan sec-B selanjutnya diubah
menjadi bentuk teroksidasinya yaitu asam 3-hidroksi-5-okso-secokolestan-6-oic dan asam
3-hidroksi-5-hidroksi-B-norcholestane-6-oic secara in vitro dan in vivo. Baru-baru ini,
Miyoshi dkk, melaporkan produk ozonolisis dari ester asam lemak kolesteril utama yang
diangkut dalam LDL manusia termasuk palmitoyl-sec-A dan palmitoyl-sec-B yang berasal
dari kolesteril palmitat; dan 9-oxononanoyl-sec-A dan 9-oxononanoyl-sec-B berasal dari
kolesteryl oleate dan cholesteryl linoleate. Senyawa ozonolisis turunan kolesterol ini
memiliki banyak aktivitas biologis, termasuk denaturasi protein dan sitotoksisitas yang kuat
dalam sel yang berbeda (untuk tinjauan lihat [10]).
kadar yang tinggi dari sec-A dan sec-B telah terdeteksi pada lesi aterosklerosis
manusia dan sampel otak pasien yang meninggal karena penyakit Alzheimer atau demensia
Lewy. Wentworth dkk, melakukan penelitian tentang secosterol, mengusulkan sec-A dan sec-
B sebagai penanda diagnostik produksi ozon endogen berdasarkan mekanisme baru (Gambar
3). Dengan demikian, pembentukan ozon in vivo berdasarkan keikutsertaan generasi
superoksida dengan neutrofil aktif, penghilangan superoksida menjadi hidrogen peroksida,
pembentukan HOCl oleh myeloperoxidase (MPO), produksi oksigen singlet oleh reaksi
HOCl dan hidrogen peroksida, dan kemudian pembentukan ozon dari oksigen singlet melalui
oksidasi air yang dikatalisis oleh antibodi. Yamashita dkk, telah melaporkan mekanisme
serupa untuk memproduksi spesies reaktif seperti ozon. Para penulis ini menunjukkan bahwa
asam amino tertentu (triptofan, histidin, sistein dan metionin) secara in vitro menunjukkan
aktivitas katalitik untuk konversi oksigen singlet ke oksidan seperti ozon.
Namun, mekanisme pembentukan formasi secosterol yang bergantung pada ozon
secara in vivo diperdebatkan karena ada kemungkinan mekanisme alternatif pembentukan
sec-A dan sec-B. Uemi dkk, mengusulkan sebuah mekanisme berdasarkan pembelahan Hock
dari 5-kolesterol-hidroperoksida atau suatu trigliserida 1,2-dioksetana yang dibentuk oleh
reaksi kolesterol dengan oksigen singlet. Tomono dkk, menunjukkan bahwa sec-A dan sec-B
dapat dihasilkan oleh reaksi kolesterol dengan oksigen singlet yang diproduksi oleh 1-
methylnaphthalene-4-endoperoxide pada buffer fosfat dan oleh sistem MPO-H2O2-Cl.
Secara bersamaan, data ini menunjuk pada mekanisme tambahan pembentukan sec-A dan
sec-B yang melibatkan oksigen ozon atau singlet. Sec-A dan sec-B telah terbukti terbentuk
pada tikus sebagai respons terhadap injeksi lipopolisakarida dengan sangat disarankan pada
produksi in vivo. Pembentukan secosterol inflamatoridependen ini tidak terjadi pada tikus
yang kekurangan MPO, bahkan jika tikus tanpa MPO tidak kehilangan secosterol pada
tingkat peredaran darah dasar.
Secara keseluruhan temuan ini menunjukkan terjadinya reaksi yang dimediasi ozon
secara in vivo bahkan jika tidak ada bukti konklusif untuk produksi ozon in vivo.

Penutup
Autoksidasi kolesterol ditemukan hampir seabad yang lalu tapi hanya dalam dekade
terakhir, relevansi oxysterols dalam biologi dan kedokteran telah dikenali pada tingkat
patofisiologis. Studi mekanis memberikan bukti yang tidak pasti bahwa oxysterol yang
berpusat pada cincin - termasuk 7-hydroxycholesterol, 7-ketocholesterol dan 5,6-epoxides -
dan secosterol diproduksi di bawah tekanan oksidatif. Senyawa ini telah ditunjukkan secara
in vivo pada beberapa matriks dan beberapa penyakit model namun hanya terbatas pada
laboratorium khusus. Kemajuan teknologi dalam spektrometri massa diharapkan
memudahkan penggunaan senyawa autoksidasi kolesterol sebagai penanda tekanan oksidatif
pada tingkat klinis.

Anda mungkin juga menyukai