Anda di halaman 1dari 17

STATUS PENDERITA

No. Catatan Medik :-


Masuk RSAM : 08-07-2010
Ruang : Kenanga

Identifikasi Pasien
Nama Lengkap : Ny. S
Umur : 24 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Suku Bangsa : Jawa
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Natar

Anamnesa
Diambil dari autoanamnesis Tanggal : 09-07-2010 Jam : 13:00 WIB

Riwayat Penyakit

Keluhan utama : Terdapat benjolan pada leher


Keluhan tambahan : Badan dan telapak tangan sering berkeringat, dada
berdebar-debar, sering merasa lapar, rasa gelisah dan tidak
tahan terhadap panas.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengaku semenjak 3 bulan yang lalu sering merasa gelisah dan berkeringat
terutama di telapak tangan dan tidak tahan terhadap panas. 2 bulan yang lalu pasien
merasa terdapat benjolan di leher yang semakin lama semakin membesar namun
tidak sakit, pasien juga merasakan jantung sering berdebar-debar. selain itu pasien
juga sering merasa lapar walaupun sudah makan dalam porsi normal. Tangan
dirasakan sering bergetar dan dirasakan mengganggu dan pasien memutuskan
untuk datang ke Rumah sakit.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada dalam keluarga pasien yang menderita penyakit seperti pasien.

Pemeriksaan Fisik

Status Present

- Keadaan umum : Tampak sakit ringan


- Kesadaran : Compos mentis
- Tekanan Darah : 120/50 mmHg
- Nadi : 104 x/menit
- Pernafasan : 35 x/menit
- Suhu : 37,1 C
- Tinggi badan : 155 cm
- Berat Badan : 45 kg
- Status gizi : Baik
- Umur menurut taksiran pemeriksa : 25 tahun

Status Generalis
KEPALA

- Bentuk : Oval, simetris


- Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

MUKA

- Mata : Palpebra oedem -/-, Konjungtiva ananemis, sklera anikterik, pupil


isokor, reflek cahaya (+/+), eksoftalmus

- Kulit : Lembab dan hangat

- Telinga : Liang lapang, MT intake, serumen (-), sekret (-).


- Hidung : Tidak ada pernapasan cuping hidung , septum tidak deviasi,
sekret (-), mukosa tidak hiperemis.

- Mulut : Bibir tidak kering, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis.

LEHER

- Inspeksi : Tampak massa, trakea berada di tengah tidak deviasi, tidak ada
pembesaran KGB
- Palpasi : Massa lunak, berbatas tidak tegas tegas, nyeri tekan (-), bergerak
saat menelan.
- Perkusi : Tidak dilakukan
- Auskultasi : Bising tiroid (+)

THORAK

Inpeksi : Bentuk dada normal, simetris kanan dan kiri


Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler seluruh lapang paru dan tidak terdapat suara nafas
tambahan

JANTUNG

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba kuat di sela iga V 1 jari LMCS
Perkusi : Batas atas : sela iga III linea parasternalis sinistra
Batas kanan : sela iga V line parasternalis dextra
Batas kiri : sela iga VI midklavikula sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I - II normal, murmur (-), gallop (-).
ABDOMEN

Inspeksi : Perut cembung simetris, caput medusa (-)


Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Tympani seluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (-), pembesaran Hepar & Spleen (-)

GENITALIA EXTERNA

Kelamin : Perempuan, tidak ada kelainan

EKSTREMITAS

Superior : Oedem (-), tremor (+), kulit lembab


Inferior : Oedem (-)

LABORATORIUM
Hb : 11.1 gr/dl
LED : 5 mm/jam
Leukosit : 7.100/ul
Diff count : 0/2/0/70/23/5
Natrium : 135 mmo/L
Kalium : 3.5 mmo/L
Kalsium : 7.0 mg/dl
Klorida : 102 mmo/L

DIAGNOSA SEMENTARA
Struma difusa toksik

DIAGNOSA BANDING
Struma nodusa toksik
Tiroiditis akut
PENATALAKSANAAN
Infus RL d50 20gtt/menit
PTU 3x100 Propanolol 2x1
Diet TKTP Neurodex 3x1

PEMERIKSAAN ANJURAN
T3 T4 TSH

Follow Up

TANGGAL 08 / 07 / 2010 09 / 07 / 2010

Keadaan umum Tampak sakit ringan

Kesadaran Compos mentis

Vital sign
- TD 120/50 mmHg 120/60 mmHg
- Suhu 37,1 0 C 36,9 0 C
- Pernafasan 35 x / menit 30 x / menit
- Nadi 104 x / menit 104 x / menit
Status generalis
- Mata
Ikterik (-) (-)
Anemis (-) (-)

Bulbus occuli Eksoftalmus Eksoftalmus

- Leher
Nyeri tekan (-) (-)
(+) (+)
Massa
(+) (+)
Bising tiroid
(+) (+)
Bergerak saat menelan
- Thoraks
(-) (-)
Nyeri tekan
Pernapasan
Simetris kanan kiri Simetris kanan kiri
Fremitus Simetris kanan kiri Simetris kanan kiri
- Abdomen
Nyeri tekan (-) (-)

Bising Usus (+) (+)

Asites (-) (-)


dbn dbn
Hepar
dbn dbn
Lien
- Ekstremitas
tremor, lembab tremor, lembab
Sup
(-) (-)
Inf

Laboratorium
- Darah :
- Hb 11,1 g/dl
- LED 5 mm/jam
- Leukosit 7100 /lp
- Natrium 135 mmol/L
- Kalium 4,8 mmol/L
- Calsium 8,7 mg/dl
- Chlorida 106 mmol/L
Penatalaksanaan
- Diet TKTP (+) (+)
- Infus RL D50 20 gtt/menit (+) (+)
- PTU 3x100 (+) (+)
- Propanolol 2x100 (+) (+)
- Neurodex 3x1 (+) (+)

RESUME
Pasien datang dengan keluhan terdapat pembesaran pada leher, sering berkeringat,
tangan bergetar, tidak tahan panas, jantung berdebar debar dan sering merasa
lapar. Sebelumnya pasien belum pernah mengalami seperti ini, anggota keluarga
belum pernah mengalami seperti ini.

Pemeriksaan fisik :

LEHER

- Inspeksi : Tampak massa, trakea berada di tengah tidak deviasi, tidak ada
pembesaran KGB
- Palpasi : Massa lunak, berbatas tidak tegas, nyeri tekan (-), bergerak saat
menelan.
- Auskultasi : Bising tiroid (+)

MUKA
- Mata : Eksoftalmus
- Kulit : Lembab

EKSTREMITAS
- Superior : Tremor (+), kulit lembab hangat

Hasil Lab :
- Hb 11.1 g/dl
- LED 5 mm/jam
- Leukosit 7.100/ul
- Natrium 135
- Kalium 4,8
- Clhorida 106
- Calsium 8,7

Prognosa
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Tirotoksikosis dan hipertiroidisme


Perlu dibedakan antara tirotoksikosis dan hipertiroidisme. Tirotoksikosis adalah
manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi.
Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid yang
hiperaktif. Apapun sebabnya manifestasi klinisnya sama, karena efek ini
menyebabkan ikatan T3 dengan reseptor T3 inti yang makin penuh. Rangsang oleh
TSH menyebabkan tiroid meningkat.

Penyebab tirotoksikosis
Penyebab paling sering tirotoksikosis adalah penyakit grave sisanya karena gondok
multinoduler toksik dan adenoma toksik. Ciri morbus grave adalah :
hipertiroidisme, optalmopati dan struma difus. Rokok ternyata faktor resiko grave
pada wanita.

Diagnosis tirotoksikosis
Gejala dan tanda umum : tidak tahan hawa panas, hiperkinesis, capek, BB turun,
tumbuh cepat, toleransi obat.
Gastrointestinal : hiperdefekasi, lapar, makan banyak, haus, muntah, disfagia,
splenomegali.
Muskular : rasa lemah
Genitourinaria : oligomenorea, amenorea, libido turun, infertil, ginekomastia
Kulit : rambut rontok, berkeringat, kulit basah
Psikis dan saraf : labil, iritabel, tremor, psikosis, hipertensi, aritmia, palpitasi
Jantung : limfositosis, anemia, leher membesar.

Struma difus toksik (Graves Disease)

Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves


terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang
merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri (Mansjoer, 2001).

Manifestasi klinis
Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan
ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter
akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid
yang berlebihan (Price dan Wilson, 1994).

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan


aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan
panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun,
sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan
kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan
infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati
ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan
konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel
mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata),
okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler (Price dan Wilson, 1994).

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi


pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-
kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat
untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita
hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid
serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF,
pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone
sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat
(Mansjoer, 2001).

Pengobatan
Prinsip pengobatan : tegantung dari etiologi tirotoksikosis, usia pasien, riwayat
alamiah penyakit, tersedia modalitas pengobatan, situasi pasien, resiko pengobatan
dsb. Dikelompokan dalam :
a. Tirostatika
Terpenting adalah kelompok tiomidazol (CBZ, carbimazol 5mg, MTZ
metimazol atau tiamazol 5,10,30 mg) dan derivat tiourasil (PTU
propiltiourasil 50,100 mg) menghambat proses organifikasi dan reaksi
imun.
Proses pemberian dosis dimulai dengan 30 mg CMZ, 30 mg MTZ atau 400
mg PTU sehari dalam dosis terbagi. Biasanya dalam 4-6 minggu tercapai
eutiroidisme. Kemudian dosis di titrasi sesuai dengan respon klinis. Lama
pengobatan 1-1,5 tahun, kemudian dihentikan untuk dilihat apakah ada
remisi.
Ada dua metoda dalam penggunaan OAT ini, pertama berdasarkan titrasi
yaitu dengan memberikan dosis besar dan kemudian sesuai dengan keadaan
klinis diturunkan sampai mencapai dosis terendah dimana pasien masih
dalam keadaan eutiroidisme.
Kedua sebagai blok-substitusi, dalam metode ini pasien diberikan dosis
besar terus menerus dan apabila mencapai keadaan hipotiroidisme, maka
ditambah hormon tiroksin hingga mencapai eutiroidisme pulih kembali.
Rasional cara kedua ini yaitu bahwa dosis tinggi dan lama memberi
kemungkinan perbaikan proses imunologik yang mendasari penyakit
graves.
Efek samping yang sering adalah rash, urtikaria, demam dan malaise,
alergi, eksantem, nyeri otot dan atralgia, yang jarang keluhan
gastrointestinal, perubahan rasa dan kecap, dan yang paling ditakuti adalah
agranulositosis. Yang terakhir ini kalau terjadi hampir selalu pada 3 bulan
pertama penggunaan obat.
b. Tiroidektomi
Prinsip umum adalah operasi baru dikerjakan setelah pasien dalam keadaan
eutiroid klinis maupun biokimiawi. Operasi dilakukan dengan tiroidektomi
subtotal dupleks, mensisakan jaringan seujung ibu jari, atau lobektomi total
termasuk ithsmus dan tiroidektomi subtotal lobus lain. Setiap pasien setelah
operasi harus dipantau apakah terjadi remisi, hipotiroidisme atau residif.
Operasi yang tidak disiapkan dengan baik dapat menyebabkan adanya
krisis tiroid dengan mortalitas yang tinggi.
c. Yodium radioaktif (RAI)
Untuk menghindari krisis tiroid sebaiknya pasien disiapkan dengan OAT
menjadi eutiroid. Dosis RAI berbeda : ada yangbertahap untuk membuat
eutiroid tanpa hipotiroidisme, ada yang langsung dengan dosis besar untuk
mencapai hipotiroidisme kemudian ditambahkan tiroksin sebagai substitusi.
Kontraindikasi adalah graviditas. Komplikasinya ringan, kadang terjadi
tiroiditis sepintas.

Pemeriksaan penunjang
a. Scanning tiroid : Presentasi uptake dan I131 yang didistribusikan tiroid.
Dari uptake dapat ditentukan fungsi tiroid, Uptake normal, 15-40% dalam 24
jam. Dikatakan Hot area jika hasil uptake > normal, hal ini jarang pada
neoplasma
Misal pada : struma adenomatosa, adenoma toksik, radang neoplasma.
dan pada Cold area : uptake < normal, sering pada neoplasma. Cold area curiga
ganas jika ditemukan moth eaten appearance, pada pria usia tua / anak-anak.
Contoh : kista, hematoma/perdarahan, radang neoplasma.
b. Ultrasonografi : untuk membedakan kelainan kistik / solid (neoplasma biasanya
solid).
c. Radiologik Foto leher, foto soft-tissue, foto thorak, bone scanning.
d. Fungsi tiroid - BMR : (0,75 x N) + (0,74 + IN) 72% - PB I mendekati kadar
hormone tiroid, normal 4-8 mg% - Serum kolesterol meningkat pada hipertiroid
(N: 150-300 mg%). - Free tiroksin index : T3/T4 - Hitung kadar FT4, TSH,
Tiroglobulin, dan Calsitonin bila perlu.
e. Potong beku
f. Needle biopsy - Large Needle Cutting Biopsy : jarum besar, sering perdarahan. -
Fine Needle Aspiration Biopsy : jarum no 22.
g. Termografi Yaitu suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit
pada suatu tempat dengan memakai dynamic telethermografi. Pemeriksaan
khusus pada curiga keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas
dengan sekitarnya > 0,9C dan dingin apabila < 0,9C. Pada penelitian Alves
dkk didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas.
h. Petanda tumor Yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar
Tg serum normal antara 1,5-3,0 mg/ml. Pada kelainan jinak rata-rata 323 ng/ml
dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

Tiroiditis
Tiroiditis berasal dari kata tiroid yaitu kelenjar tiroid sedangkan itis menandakan
adanya proses peradangan (inflamasi) dengan beragam penyebab. Bila dilihat dari
aspek waktu kejadian maka tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis akut (muncul
mendadak atau durasi penyakit singkat), tiroiditis subakut (antara akut dan kronik)
dan tiroiditis kronik (durasi penyakit lama).

Berdasarkan penyebabnya, tiroiditis dibagi menjadi tiroiditis karena infeksi,


tiroiditis autoimun, tiroiditis pasca persalinan, tiroiditis karena obat-obatan dan
tiroiditis Riedel. Berdasarkan ada atau tidaknya nyeri, dibagi menjadi tiroiditis
dengan nyeri dan tiroiditis tanpa nyeri. Tiroiditis yang paling sering ditemukan
adalah tiroiditis Hashimoto dan tiroiditis postpartum (timbul setelah melahirkan).

Tiroiditis Hashimoto adalah tiroiditis yang disebabkan oleh proses autoimun dan
berdasarkan waktu kejadian termasuk tiroiditis kronik. Tiroiditis postpartum juga
disebabkan oleh proses autoimun tapi termasuk tiroiditis subakut tanpa nyeri. Jika
jaringan tiroid yang mengalami tiroiditis diperiksa dibawah mikroskop maka akan
tampak gambaran peradangan berupa infiltrasi sel-sel limfosit.

Untuk tiroiditis Hashimoto, gambaran klinis awalnya didahului dengan gejala-


gejala hipertiroid (kadar hormone tiroid meningkat) lalu normal (eutoroid) dan
akhirnya berubah menjadi hipotiroid (kadar hormone menurun) berkepanjangan.
Untuk tiroiditis postpartum, gambaran klinisnya diawali dengan hipertiroid lalu
hipotiroid dan berakhir menjadi normal.

Sebagian besar tiroiditis disebabkan oleh autoimun tetapi ada pula tiroiditis yang
tidak diketahui penyebabnya yaitu tiroiditis Riedel. Pada tiroiditis ini kelenjar
tiroid mengalami fibrosis (pembentukan jaringan parut) sehingga teraba keras
seperti papan tapi tidak nyeri. Tiroiditis karena infeksi sudah jelas penyebabnya
karena kuman, bias bakteri, jamur atau virus. Tiroiditis karena infeksi ini biasanya
ditemukan pada pasien-pasien yang mengalami imunokompromais (system
kekebalan tubuh yang lemah) dan jarang sekali orang normal mengalami infeksi
pada kelenjar tiroid.

Kelenjar tiroid termasuk organ yang sulit terkena infeksi karena memiliki kapsul
pelindung yang sulit ditembus oleh kuman, kelenjar tiroid juga banyak
mengandung iodine dan juga dialiri oleh banyak pembuluh darah (vaskularisasi
baik) sehingga sulit ditumbuhi oleh kuman.

Gejala umum dari tiroiditis sangat bervariasi serta polanya tergantung dari jenis
tiroiditisnya. Semua jenis tiroiditis yang aktif memiliki gambaran radang, namun
ada yang mengalami nyeri dan ada yang tidak. Biasanya pasien datang dengan
keluhan pembesaran kelenjar tiroid, untuk tiroiditis Hashimoto dan postpartum
gejala awal yang timbul merupakan gejala hipertiroid yang ringan. Gejala itu
berupa jantung terasa berdebar, sulit tidur, banyak keringat dan berat badan
menurun. Sedangkan gejala local yang dirasakan pada kelenjar tiroid dan sekitar
leher adalah rasa nyeri (bagi sebagian orang), sulit menelan, leher terasa tertekan,
tegang pada leher bagian depan dan kadang terganggu jalan nafasnya.

Karena sebagian besar tiroiditis disebabkan oleh proses autoimun maka sulit
diketahui persis penyebabnya yang berakibat susah untuk mengobatinya kecuali
untuk mengobati gejalanya saja. Jadi pengobatan tiroiditis bersifat simptomatik
yaitu untuk mengatasi keluhan. Jika dating dengan rasa nyeri maka pengobatannya
adalah dengan memberikan obat anti nyeri atau anti radang.

Untuk tiroiditis Hashimoto yang akhirnya menjadi hipotiroid maka pengobatannya


adalah dengan memberikan hormone tiroid sesuai kebutuhannya. Untuk tiroiditis
postpartum biasanya pasien dapat kembali normal dalam waktu 6-8 bulan dengan
sendirinya tanpa perlu dilakukan tindakan atau pengobatan khusus. Untuk tiroiditis
Riedel karena bentuknya keras dan mempunyai efek desak ruang, susah menelan,
tidak nyaman, tegang, terganggu napasnya, maka disarankan untuk menjalani
operasi pembuangan sebagian jaringan tiroid. Selain itu ada modalitas terapi lain
yang bias dilakukan yaitu pemberian obat-obatan seperti glukokortikoid,
metotrexat, dan tamoxifen yang biasanya berhasil pada fase-fase awal.

Kasus tiroiditis paling banyak ditemukan pada usia sekitar 30-50 tahun dengan
penderita lebih banyak ditemukan pada kaum perempuan. Penyakit tiroiditis
dipastikan dengan pemeriksaan antibodi Tiroid Piroksidase (anti-TPO) yang positif
pada 90-95% kasus. Pada tiroiditis infeksi, frekuensi penderita pria dan wanita
sama.

Analisa Kasus
Berdasarkan anamnesa pada pasien ini mengalami keluhan terdapat massa pada
leher yg sudah lama dirasakan dan tidak adanya rasa nyeri. Pasien juga merasakan
tubuh sering berkeringat, jari-jari tangan sering bergetar, dada berdebar-debar,
gelisah dan tidak tahan terhadap panas.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan hasil : massa teraba lunak, batas tidak
tegas, ikut bergerak saat menelan dan terdapat bising tiroid. Pada mata terdapat
eksoftalmus. Telapak tangan lembab basah berkeringat dan tremor. Kulit disekujur
tubuh pasien teraba lembab.
Atas dasar anamnesa dan pemeriksaan fisik kami mendiagnosis pasien menderita
struma difusa toksik. Pengobatan diberikan PTU 3x100gr dan propanolol 2x1tab
sebagai terapi awal dan akan dilanjutkan dengan rawat jalan untuk mencapai
kondisi eutiroid. Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan adalah pemeriksaan
hormon T3,T4 dah TSH.

DAFTAR PUSTAKA
1. W, Aru. Sudoyo, et all. 2006. Ilmu Peyakit Dalam Ed IV Jilid I. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
2. Aziz, A. Rani, et all. 2008. Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter
Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI,
Jakarta
3. Wilson, M Lorraine. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta
4. PROTAP SMF PENYAKIT DALAM RSUD Dr. H ABDUL MOELOEK
PROPINSI LAMPUNG 2003
Case Report

Hipertiroid

Bima Ananta Buchari


110.2005.039
Fenny DSilva
110.2005.095

----------------------------------------------------------------------------------
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

Anda mungkin juga menyukai