BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
1
SATUAN ACARA PENYULUHAN RETARDASI MENTAL
A. Latar belakang
Retardasi mental (RM) adalah suatu gangguan heterogen yang terdiri dari
fungsi intelektual yang dibawah rata rata dan gangguan dalam ketrampilan adaptif
yang ditemukan sebelum orang berusia 18 tahun. Gangguan dipengaruhi oleh faktor
genetik, lingkungan dan psikososial. Selama dekade terakhir, semakin dikenali faktor
biologis , termasuk kelainan kromosom kecil, sindrom genetika dan intoksikasi timbal
subklinis dan berbagai pemaparan toksin pranatal pada orang dengan retardasi mental
ringan (sampai 85 persen dari populasi retardasi mental).1
Prevalensi retardasi mental pada suatu waktu diperkirakan adalah kira kira 1
persen dari populasi. Insidensi retardasi mental sulit dihitung karena kesulitan
mengenali onsetnya. Pada banyak kasus, retardasi mungkin laten selama waktu yang
panjang sebelum keterbatasan seseorang diketahui atau karena adaptasi baik.1
Prevalensi untuk RM ringan 0,37 0,59% sedangkan untuk RM sedang, berat dan
sangat berat adalah 0,3 0,4%.2 Insidensi tertinggi adalah pada anak usia sekolah,
dengan puncak usia 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental 1,5 kali lebih sering pada
laki laki dibandingkan dengan wanita. Pada lanjut usia, prevalensi lebih sedikit
karena mereka dengan retardasi mental yang berat atau sangat berat memiliki angka
mortalitas yang tinggi yang disebabkan dari penyulit gangguan fisik yang menyertai.1
2
hidupnya.3 Sehingga retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan
bagi keluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan
pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.
B. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan, peserta mampu memahami tentang retardasi
mental secara umum.
D. Materi (terlampir)
1. Definisi Retardasi Mental
2. Indikator Retardasi Mental
3. Sebab retardasi mental
4. Tingkatan retardasi mental
5. Penanganan retardasi mental
3
b. Memberikan informasi b. Mendengarkan dan
mengenai pengertian, faktor memperhatikan informasi
penyebab, gejala klinis dan tentang retardasi mental.
penatalaksanaan pada c. Mengajukan pertanyaan
retardasi mental. d. Mendengarkan dan
c. Memberi kesempatan pada memperhatikan
peserta untuk bertanya
d. Menjawab pertanyaan
3. Tahap Penutupan
a. Menyimpulkan materi a. Bersama penyuluh
informasi mengenai retardasi menyimpulkan materi
10 menit
mental. b. Menjawab salam
b. Menutup penyuluhan dan
memberikan salam
4
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah retardasi mental terkait dengan semua pihak terutama keluarga atau
orang tuanya. Keluarga merupakan tempat tumbuh kembang seorang individu, maka
keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh kualitas dari individu yang
terbentuk dari norma yang dianut dalam keluarga sebagai patokan perilaku setiap hari.
Lingkungan keluarga secara tidak langsung berpengaruh dalam mendidik seorang
anak karena pada saat lahir dan untuk masa berikutnya yang cukup panjang anak
memerlukan bantuan dari keluarga dan orang lain untuk melangsungkan hidupnya.
Keluarga yang mempunyai anak cacat akan memberikan perlindungan yang
berlebihan pada anaknya sehingga anak mendapatkan kesempatan yang terbatas untuk
mendapatkan pengalaman yang sesuai dengan tingkat perkembangannya (Muttaqin,
2008).
Tanggapan negatif masyarakat tentang anak retardasi mental menimbulkan
berbagai macam reaksi orang tua yang memiliki anak retardasi mental, seperti: orang
tua mengucilkan anak atau tidak mengakui sebagai anak yang retardasi mental. Anak
yang retardasi mental disembunyikan dari masyarakat karena orang tua merasa malu
mempunyai anak keterbelakangan mental. Di sisi lain, ada pula orang tua yang
memberikan perhatian lebih pada anak retardasi mental (Suryani, 2005).
Jika orang tua mendapati bahwa anak mereka mengalami gangguan retardasi
mental, maka kondisi ini merupakan suatu tantangan yang harus diatasi atau
menjadikan kecemasan yang berlebihan sehingga mereka melakukan overproteksi
terhadap anak tersebut. Akibatnya anak tersebut justru tidak dapat berkembang secara
optimal, karena terus menerus bergantung pada orang tua (Sanders, 2007).
Hasil penelitian Hurul (2011) menyatakan bahwa anak dengan retardasi
mental yang memiliki keterbatasan intelektual dan perilaku adaptif, orang tua juga
harus mengajarkan anak mereka tersebut agar dapat meneruskan kelangsungan
hidupnya dan mandiri. Peran orang tua dalam pengasuhan anak sangatlah penting dan
membutuhkan dukungan penuh agar anak itu sendiri dapat hidup mandiri. Hubungan
anak yang retardasi mental dengan orang tuanya sangat penting dibandingkan dengan
5
hubungan anak yang inteligensinya normal dengan orang tuanya. Kepribadiannya,
termasuk kestabilan atau ketidakstabilan emosinya, sampai pada batas tertentu
mencerminkan kepribadian dan kestabilan emosinya, sampai pada batas tertentu
mencerminkan kepribadian dan kestabilan atau ketidakstabilan emosional orang
tuanya.
Setiap orang tua mengharapkan putera-puteri mereka tumbuh menjadi anak
cerdas dan ketika orang tua memperoleh kenyataan bahwa anak memiliki
keterbatasan, banyak orang tua yang mengalami kecemasan akan masa depan anak-
anaknya (Sanders, 2006).
6
BAB II
PEMBAHASAN
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu
keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak
lahir atau sejak masa anak-anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang
secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi
mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna
mental. Keadaan tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah
rata-rata dan disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau
berprilaku adaptif.3
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III)
adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang
terutama ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga
berpengaruh pada semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik,
dan sosial.4
Menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 Retardasi
mental yaitu Kelemahan atau ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak
(sebelum 18 tahun) ditandai dengan fase kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau
kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan
berbahasa; keterampilan merawat diri, ADL; keterampilan sosial; penggunaan sarana
masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks, dan lain-
lain.
Retardasi mental merupakan suatu gangguan Aksis II dimana dalam DSM-IV-TR
untuk gejala anak retardasi mental terbagi dalam tiga kelompok yaitu :2
1. Kriteria pertama, seseorang harus memiliki intelektual yang secara signifikan
berada di tingkatan sub average (dibawah rata-rata), yang ditetapkan berdasarkan
satu tes IQ atau lebih.
2. Kriteria Kedua, adanya defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang muncul
beragam setidaknya dua bidang yakni, komunikasi, merawat diri sendiri, mengurus
rumah, keterampilan sosial, interpersonal, pemanfaatan sumber daya di
7
masyarakat, keterampilan akademis, pekerjaan, kesehatan, dan keselamatan. Tes
yang paling dikenal adalah Adaptive Behavior Scale, atau ABS untuk mnegukur
prilaku adaptif. Contoh dari item dalam Vineland Adaptive Behavior Scales, yaitu:
- Umur 2 tahun mampu mengucapkan setidaknya 50 kata yang dikenali. Selain
itu dapat membuka sweater, atau kemeja kancing depan tanpa dibantu.
- Umur 5 tahun mampu untuk menceritakan cerita populer, dongeng, lelucon
panjang, atau jalan cerita program TV serta mengikat tali sepatu yang menjadi
suatu simpul, tanpa bantuan.
- Umur 8 tahun mampu untuk menyimpan rahasia lebih dari 1 hari dan sudah
bisa memesan makan sendiri di restoran.
- Umur 11 tahun mampu untuk mengunakan telepon untuk semua jenis
panggilan, tanpa bantuan, menonton TV atau mendengarkan radio untuk
informasi tertentu. Umur 16 tahun mampu untuk menjaga kesehatan sendiri,
merespon isyarat tidak langsung dalam suatu pembicaraan.
3. Kriteria Ketiga, anak dengan retardasi mental ciri intelektual dan kemampuan
adaptif itu harus muncul sebelum mencapai 18 tahun.2
Gejala anak retardasi mental menurut (Brown, dkk 1991 dalam Sekar, 2007)
menyatakan :
- Lamban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan dalam mempelajari
pengetahuan abstrak atau yang berkaitan, dan selalu cepat lupa apa yang dia pelajari
tanpa latihan yang terus menerus.
- Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
- Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retardasi mental berat.
- Cacat fisik dan perkembangan gerak. Kebanyakan anak dengan retardasi mental berat
mempunyai ketebatasan dalam gerak fisik, ada yang tidak dapat berjalan, tidak dapat
berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang
sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
- Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian dari anak retardasi mental
berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri, seperti : berpakaian, makan, dan mengurus
kebersihan diri. Mereka selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari
kemampuan dasar.
8
- Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan dapat bermain
bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang mempunyai retardasi mental berat tidak
melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak retardasi mental
dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
- Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retardasi mental berat
bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka seperti ritual, misalnya :
memutar-mutar jari di depan wajahnya dan melakukan hal-hal yang membahayakan diri
sendiri, misalnya: menggigit diri sendiri, membentur-beturkan kepala, dan lain-lain.
3.2.Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat badan
lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual yang
bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya. Bayi yang menderita pendarahan intrakranial
atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan kognitif. Derajat
gangguan perkembangan saraf biasanya berhubungan dengan beratnya perdarahan
intrakranial.1
9
memastikan gambaran kemajuan perkembangan anak secara lengkap sebelum terjadinya
gangguan, tetapi efek merugikan pada perkembangan atau keterampilan anak tampak setelah
gangguan. Beberapa penyebab yang didapat pada masa anak-anak antara lain :1
Infeksi.
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis dan
meningitis.
Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan kecacatan
mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi, lebih banyak
cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga, seperti terjatuh dari
tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.
Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi. Satu penyebab cedera
otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris tenggelam.
Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan kecerdasan dan
keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan asal, pembedahan,
dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak
10
Kasus yang berhubungan dengan aspek psikososial disebut sebagai retardasi budaya-keluarga
(cultural-familial retardation). Pengaruh cultural yang mungkin memberikan kontribusi
terhadap gangguan ini termasuk penganiayaan, penelantaran, dan deprivasi sosial.3
a) Down syndrome
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan kromosom
pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta anomali fisik yang beragam.1
Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko memiliki anak dengan sindroma
Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran. Retardasi mental adalah ciri yang menumpang
pada sindrom Down. Sebagian besar pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai
berat., hanya sebagian kecil yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relative
mudah pada anak yang lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling
penting pada neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang
berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang menonjol.
Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal pada telapak
tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam.1
b) Sindrom Fragile X
Sindrom fragile X merupakan bentuk retardasi mental yang diwariskan dan
disebabkan oleh mutasi gen pada kromosom X.1 Diyakini terjadi pada kira-kira 1 tiap 1000
kelahiran laki-laki dan 2000 kelahiran perempuan. Derajat retardasi mental terentang dari
ringan sampai berat. Ciri perilakunya adalah tingginya angka gangguan defisit
atensi/hiperaktivitas, ganguan belajar, dan gangguan perkembangan pervasive seperti
gangguan akuisitik. Defisit dalam fungsi bahasa adalah pembicaraan yang cepat dan
perseveratif dengan kelainan dalam mengkombinasikan kata-kata membentuk frasa dan
kalimat.1
11
c) Sindrom tangisan kucing (cat-cry [cri-du-chat] syndrome)
Anak-anak dengan sindrom tangisa kucing kehilangan bagian dari kromosom 5.
Mereka mengalami retardasi mental berat dan menunjukkan banyak stigmata yang seringkali
disertai dengan penyimpangan kromosom, seperti mikrosefali, telinga yang letaknya rendah,
fisura palpebra oblik, hipertelorisme, dan mikrognatia. Tangisan seperti kucing yang khas
(disebabkan oleh kelainan laring) yang memberikan nama sindrom secara bertahap berubah
dan menghilang dengan bertambahnya usia.1
12
4. PATOFISIOLOGI
Awal pembentukan susunan saraf pusat atau otak dimulai setelah kehamilan 8
minggu. Pertumbuhan dan perkembangan otak dimulai dengan pembentukan lempeng saraf
(neural plate) pada masa embrio, yakni sekitar hari ke-16. Kemudian menggulung
membentuk tabung saraf (neural tube) pada hari ke-22.Pada minggu ke-5 mulailah terlihat
cikal bakal otak besar di ujung tabung saraf. Selajutnya terbentuklah batang otak, serebelum
(otak kecil), dan bagian-bagian lainnya. Perkembangan otak sangat kompleks dan
memerlukan beberapa seri proses perkembangan, yang terjadi atas penambahan (poliferasi)
sel, perpindahan (migrasi sel), perubahan (diferensiasi) sel, pembentukan jalinan saraf satu
dengan yang lainnya (sinaps), dan pembentukan selubung saraf (mielinasi).5
Pada akhir bulan ke-6, lempeng korteks ini sudah memiliki komponen sel neuron
yang lengkap dan sudah tampak adanya diferensiasi menjadi 6 lapis seperti orang dewasa. Di
tempat yang semestinya, sel saraf mengalami proses diferensiasi (perubahan bentuk,
komposisi, dan fungsi). Sel saraf berubah menjadi sel neuron dengan cabang-cabangnya dan
terbentuk pula sel penunjang (sel Glia). Fungsi sel inilah yang mengatur kehidupan kita
sehari-hari. 5
Setelah lahir hanya terjadi pematangan fungsi sel saraf, tetapi selubung saraf atau
myelin yang disebut mielinisasi masih berkembang. Tetapi, setelah lahir terjadi penambahan
volume dan berat otak, bayi tampak lebih pintar. Hal ini karena adanya pertumbuhan serabut
saraf, adanya peningkatan jumlah sel glia yang luar biasa dan proses mieliniasi akibat proses
stimulasi yang didapat saat lahir.5
13
Proses perkembangan otak ini memegang peranan penting dalam perkembangan
mental anak, hanya saja keterbatasan pengetahuan tentang neuropatologi terhadap hal yang
menyebabkan kemunduran intelektual, sebagaimana telah dibuktikan dengan adanya 10-20%
otak manusia dengan retardasi mental berat, tetapi terlihat normal secara kesuluruhan.
Sebagian besar otak manusia menunjukkan perubahan yang ringan dan non-spesifik yang
tidak mempunyai hubungan yang kuat dengan derajat kemunduran intelektual.
5. DIAGNOSIS
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan karakteristik
yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan khusus
yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini akan
berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan
(discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin
memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin
mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial
sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesulitan dalam menentukan
kriteria diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan.
Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang meningkatkan
berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari
hari. Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh besar
pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya. Oleh karena itu kategori
diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu
hendaya atau ketrampilan khusus. Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan
seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas
budaya.2
1. Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara
individual. Dapat dihitung dengan :
14
IQ = MA/CA x 100%
2. Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu
untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan
budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumah-
tangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas,
mengarahkan diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu
senggang, kesehatan dan keamanan
a. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan
perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran. Terdapat riwayat
keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter. Juga
15
dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi
intelektual pasien.1
b. Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap
pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien,
termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan
mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari
riwayat penyakit. Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersama-
sama. Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang, dan
mereka mungkin mengalami kecemasan sebelum menjumpai pewawancara.
Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu penjelasan
yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan
bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang
sesuai dengan usia dan pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis adanya
distraktibilitas dan distorsi dalam persepsi dan daya ingat harus diperiksa. Pemakaian
bahasa, tes realitas, dan kemampuan menggali dan pengalaman penting untuk dicatat.
Sifat dan maturitas pertahanan pasien (menundukkan diri sendiri menggunakan
penghindaran, represi, penyangkalan, introyeksi, da isolasi) harus diamati. Potensi
sublimasi, toleransi frustasi, dan pengendalian impuls (terutama terhadap dorongan
motorik, agresif, dan seksual) harus dinilai. Juga penting adalah citra diri dan peranannya
dalam perkembangan keyakinan diri, dan juga penilaian keuletan, ketetapan hati,
keingintahuan, dan kemauan menggali hal yang tidak diketahui.
Pada umumnya pemeriksaan psikiatrik pasien yang teretardasi harus mengungkapkan
bagaimana pasien mengalami stadium perkembangan. Dalam hal kegagalan atau regresi,
juga dapat mengembangkan sifat kepribadian yang memungkinkan perencanaan logis
dari penatalaksanaan dan pendekatan pengobatan. 1
c. Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan
pada orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh,
konfigurasi dan ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti
16
mikrosefali, hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki
beberapa stigmata retardasi mental yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial
tersebut adalah hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol,
lipatan epikantus, opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya
aneh, lidah yang menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur
sebagai bagian dari pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum
dengan lengkung yang tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh
dan ekstremitasnya adalah bidang lain yang digali. 1
d. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh
sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali
lebih tinggi dibandingkan orang normal. Gangguan sensorik dapat berupa gangguan
pendengaran dan gangguan visual. Gangguan pendengaran terentang dari ketulian
kortikal sampai deficit pendengaran yang ringan. Gangguan visual dapat terentang dari
kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot
(spastisitas atau hipotonia), refleks (hiperefleksia), dan gerakan involunter
(koreoatetosis). Derajat kecacatan lebih kecil ditemukan dalam kelambanan dan
koordinasi yang buruk.1
e. Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah
pemeriksaan urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik. Penentuan kariotipe
dalam laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang amnion
secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam
diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis
dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah teknik
skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia
kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau
hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat
17
dilakukan dalam trimester pertama. Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5
persen. 1
f. Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah
bagian standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental. Pemeriksaan psikologis
dilakukan untuk menilai kemampuan perceptual, motorik, linguistik, dan kognititf.
Informasi tentang factor motivasional, emosional, dan interpersonal juga penting. 1
18
F71 Retardasi Mental Sedang
IQ biasanya berada dalam rentang 35 49. Umumnya ada profil kesenjangan dari
kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan
visuo-spasial daripada tugas tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang
lainnya sangat canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan
sederhana.
Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan
sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan
dasar mereka.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi
mental sedang. Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya
terdapat pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis
dan tipe penatalaksanaan yang dibutuhkan. Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga
lazim ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu
berjalan tanpa bantuan.
Kadang kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan
bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari
informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta
harus diberi kode diagnosis tersendiri.
19
F73 Retardasi Mental Sangat Berat
IQ biasanya dibawah 20. Pemahaman dan penggunaan bahasa terbatas, hanya
mengerti perintah dasar dan mengajukan permohonan sederhana.
Keterampilan visuo-spasial yang paling dasar dan sederhana tentang memilih dan
mencocokkan mungkin dapat dicapainya dan dengan pengawasan dan petunjuk yang
tepat, penderita mungkin dapat sedikit ikut melakukan tugas praktis dan rumah tangga.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasi pada sebagian besar kasus. Biasanya ada
disabilitas neurologik dan fisik lain yang berat yang mempengaruhi mobilitas, seperti
epilepsi dan hendaya daya lihat dan daya dengar. Sering ada gangguan perkembangan
pervasif dalam bentuk sangat berat khususnya autisme yang tidak khas (atypical autism)
terutam pada penderita yang dapat bergerak.
b. Pendekatan Behavioral
Pendekatan ini mendasarkan pada prosedur operant conditioning. Misalnya, Program
penanganan residential, yang menetapkan aturan dengan jelas terhadap anak-anak. Mereka
akan diberikan reward untuk perilaku yang tepat dan hukuman untuk perilaku yang tidak
tepat.
c. Pendekatan Kognitif-Behavioral
Penanganan anak dengan gangguan tingkah laku dilakukan dengan Terapi Kognitif
Behavioral, yaitu melatih anak dengan gangguan tingkah laku untuk berpikir bahwa konflik
sosial adalah masalah yang dapat diselesaikan dan bukan merupakan tantangan terhadap
kejantanan mereka, yang harus dibuktikan dengan kekerasan. Anak-anak ini dilatih
menggunakan keterampilan calming self talk, yaitu teknik untuk berpikir & berbicara kepada
diri sendiri, tujuannya adalah menghambat perilaku impulsif, mengendalikan kemarahan, dan
mencoba solusi yang tidak mengandung kekerasan dalam menghadapi konflik sosial.
20
Urie Bronfenbrenner. Pendekatan ini meyakini bahwa anak berada dalam berbagai sistem
sosial (keluarga, sekolah, hukum, komunitas, dll). Ia menekankan bahwa anak-anak/remaja
yang melanggar peraturan itu mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem sosial yang
berinteraksi dengan mereka. Teknik yang digunakan adalah berusaha mengubah hubungan
anak dengan berbagai sistem, untuk menghentikan perilaku dan interaksi yang mengganggu.
21
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
1. Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa
secara individual.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Retardasi Mental. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Salmiah S: Retardasi Mental. Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran
Gigi Univeritas Sumatera Utara, Medan, 2010
4. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003
5. OCallaghan M. Developmental Disability. In: Roberton DM, South M, editor.
Practical Pediatrics. 6th ed. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2006. p. 108-
14.
23