Bab 2 A
Bab 2 A
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi
oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk
melebarkan atau menyempitkan lubang hidung.8
Kerangka tulang terdiri dari : 8,9
1. Sepasang os nasalis (tulang hidung)
2. Prosesus frontalis os maksila
3. Prosesus nasalis os frontalis
3
Otot-otot ala nasi terdiri dari dua kelompok yaitu:9
1. Kelompok dilator :
- M. prosesus
2. Kelompok kontriktor :
- M. nasalis
- M. depressor septi
1. Vestibulum
2. Septum nasi
4
- Vomer
- Kolumela
3. Kavum nasi
Dasar hidung
Atap hidung
Dinding lateral
5
Konka
Meatus nasi
6
Dinding medial
7
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a.
maksilaris interna, diantaranya ialah ujung a. palatine mayor dan a.
sfenoplastina yang keluar dari foramen sfenopalantina bersama
n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior
konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-
cabang a.fasialis.8
8
2.3. Persarafan hidung
9
menyebabkan sekresi hidung yang encer dan vasodilatasi jaringan
erektil. Pemotongan n. vidianus akan menghilangkan impuls
sekretomotorik/parasimpatis pada mukosa hidung, sehingga rinore
akan berkurang sedangkan sensasi hidung tidak akan terganggu.
4. Olfaktorius ( penciuman )
Nervus olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan
bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor
penghidu pada mukosa olfaktorius didaerah sepertiga atas hidung.8
10
2.4. Rinitis Vasomotor
2.4.1. Definisi
Rhinitis vasomotor adalah peradangan selaput di dalam hidung.
Rinitis Vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan
mukosa hidung yang disebabkan oleh bertambahnya aktivitas
parasimpatis.1 Rinitis vasomotor adalah gangguan pada mukosa
hidung yang ditandai dengan adanya edema yang persisten dan
hipersekresi kelenjar pada mukosa hidung apabila terpapar oleh
iritan spesifik.2
2.4.2. Etiologi
Etilogi pasti rinitis vasomotor belum diketahui dan diduga akibat
gangguan keseimbangan sistem saraf otonom yang dipicu oleh zat-
zat tertentu.1,2,5,11
2.4.3. Patofisiologi
11
parasimpatis yang disertai penurunan kerja saraf simpatis. Baik
sistem simpatis yang hipoaktif maupun sistem parasimpatis yang
hiperaktif, keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan
kapiler disertai peningkatan permeabilitas kapiler, yang akhirnya
akan menyebabkan transudasi cairan, edema dan kongesti.5,6,13,14
2.4.4. Patogenesis
12
2.4.5. Gejala klinis
2.4.6. Diagnosis
A. Anamnesis
Diagnosa umumnya ditegakkan dengan cara ekslusi, yaitu
menyingkirkan adanya rhinitis infeksi, alergi, okupasi, hormonal
dan akibat obat. Dalam anamnesis dicari factor yang
mempengaruhi tiulnya gejala.
13
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak gambaran yang khas
berupa:
Edema mukosa hidung .
Konka berwarna merah gelap atau merah tua, tetapi dapat
pula pucat. Hal ini dapat dibedakan dengan rhinitis alergi.
Permukaan konka dapat licin atau hipertrofi.
Pada rongga hidung terdapat secret mukoid, biasanya sedikit.
Akan tetapi pada golongan rinore secret yang ditemukan
adalah serosa dan dengan jumlah yang banyak.
C. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untukmenyingkirkan
kemungkinan rhinitis alergi. Kadang ditemukan juga
eosinofil pada sekrethidung, akan tetapi dalam jumlah sedikit.
Tes cukit kulit biasanya negative.
Kadar IgE spesifik tidak meningkat.
a) Rhinitis Alegi
b) Rhinitis Infeksi
2.4.8. Penatalaksanaan
14
Anti kolinergik juga efektif pada pasien dengan rinore
sebagai keluhan utamanya.
Contoh : Ipratropium bromide (nasal spray)
c. Terapi operatif dimana dilakukan bila pengobatan konservatif
gagal.
Bedah beku konka inferior ( cryosurgery )
Elektro kauter
Konkotomi parsial konka inferior
2.4.9. Komplikasi
a. Sinusitis
b. Eritema pada hidung sebelah luar
c. Pembengkakan wajah
2.4.10. Prognosis
15