Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERHADAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA

ROKOK DI PUSKESMAS KABUPATEN JENEPONTO

The Communication Relations with The Implementation of Non-Smoking Area at Health


Centers of Jeneponto District

Nurlifiah, Ridwan Amiruddin, Jumriani Ansar


Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin
(nurlifiah@yahoo.com, ridwan.amiruddin@gmail.com, nhu_nae@yahoo.co.id,085299998354)

ABSTRAK
Tingginya paparan asap rokok mencapai 63,9% sehingga WHO merekomendasikan lingkungan
bebas asap rokok 100% satu-satunya cara efektif untuk mengurangi paparan asap rokok. Undang-Undang
Kesehatan telah menetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan komunikasi terhadap implementasi kebijakan KTR pada pegawai puskesmas di
Kabupaten Jeneponto. Jenis penelitian ini adalah observasional dengan rancangan cross sectional study.
Populasi adalah Pegawai Puskesmas yang tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 380
orang. Sampel penelitian adalah sebagian pegawai puskesmas yang memenuhi kriteria inklusi. Penarikan
sampel menggunakan proportional random sampling dengan besar sampel 221 orang.Analisis data yang
dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square. Hasil penelitian diperoleh variabel yang
berhubungan dengan implementasi kebijakan KTR adalah transmisi informasi (p=0,000) dan kejelasan
informasi (p=0,047), sedangkan variabel konsistensi informasi (p=0,438) tidak memiliki hubungan.
Kesimpulan dari penelitian bahwa penerimaan informasi dan kejelasan informasi yang baik memiliki
hubungan terhadap keberhasilan implementasi kebijakan KTR dan konsistensi informasi tidak memiliki
hubungan terhadap keberhasilan implementasi kebijakan KTR pada Pegawai Puskesmas di Kabupaten
Jeneponto Tahun 2016.
Kata Kunci : Kawasan Tanpa Rokok, Implementasi Kebijakan, Komunikasi

ABSTRACT
High exposure to cigarette smoke reaches 63.9% so that WHO recommends 100% smoke-free
environment. It is the effective way to reduce exposure to cigarette smoke. Health Act has set a non-
smoking area policy. The purpose of this research is to determine the communication relations with the
implementation of non-smoking area on health center's staff at Jeneponto district. The research's type is
observational with cross sectional study. The populations of the research were 380 health center's staff
who recorded as a civil servant. The research samples are mostly health center's staff who met the
inclusion criteria.The sampling was done by using random sampling proportional with a sample size of
221 people. Univariate and bivariate with chi square test were used as the data analysis.The results of the
research showed that variables which related to implementation of non-smoking area policy are
information transmission (p=0.000) and information clarity (p=0.047), while variable of information
consistency (p=0.438) did not have a relations with the implementation. From the research, it can be
concluded that a good information transmission and information clarity have relation with successful
implementation of non-smoking area policy and information consistency has no relation with successful
implementation of non-smoking area policy on health center's staff at Jeneponto in 2016.
Keywords :Non-smoking area, Implementation of policy, Communication
PENDAHULUAN

Epidemik tembakau merupakan masalah global yang sedang dihadapi hampir semua
negara di dunia ini. Salah satu bentuk tembakau yang paling banyak dikonsumsi adalah rokok.
Sampai saat ini rokok masih menjadi masalah yang perlu secara terus menerus diupayakan
penanggulangannya, karena menyangkut berbagai aspek permasalahan dalam kehidupan, yaitu
aspek ekonomi, sosial, politik, utamanya aspek kesehatan.1
Pada tahun 2012, diperkirakan prevalensi perokok di dunia pada laki-laki 36,1% dan
perempuan 6,8% usia 15 tahun.2 Hampir 6 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat
konsumsi rokok dan paparan asap rokok yaitu 12% dari semua kematian laki-laki dan 6% dari
semua kematian perempuan di dunia dan menyumbang 10% dari semua kematian.3 Sementara
itu, lebih dari 6 ribu kematian disebabkan oleh dampak paparan asap rokok.4
Berdasarkan laporan WHO terakhir mengenai konsumsi rokok dunia, angka prevalensi
merokok di Indonesia merupakan salah satu di antara yang tertinggi di dunia, dengan 71,8% pada
laki-laki dan 4% perempuan usia 15 tahun yang diklasifikasikan sebagai perokok.2 Sementara,
proporsi perokok di Sulawesi Selatan umur 10 tahun berdasarkan kebiasaan merokok yaitu
perokok setiap hari sebesar 22,8%, perokok kadang-kadang sebesar 4,2%, mantan perokok
sebesar 4,6% dan bukan perokok sebesar 68,5%. Rata-rata jumlah batang rokok yang dikonsumsi
orang di Sulawesi Selatan perhari adalah 14,6 batang rokok.5
Bahaya konsumsi rokok bukan hanya dirasakan oleh perokok itu sendiri akan tetapi asap
rokok yang dihasilkan dapat pula berdampak pada orang lain di sekitarnya6. Di Indonesia
sebanyak 51% orang terpapar asap rokok di tempat kerja, 78,4% orang terpapar asap rokok di
rumah, 63,4% orang terpapar asap rokok di gedung pemerintahan, 17,9% orang terpapar asap
rokok di fasilitas pelayanan kesehatan, 85,4% orang terpapar asap rokok di restoran dan 70%
orang terpapar asap rokok di transportasi publik.7
Melihat dampak yang ditimbulkan dari konsumsi rokok baik untuk perokok aktif maupun
perokok pasif, sehingga perlu adanya pengendalian dampak konsumsi rokok di Indonesia. WHO
merekomendasikan bahwa lingkungan bebas asap rokok 100% adalah satu-satunya cara efektif
untuk mengurangi paparan asap rokok orang lain.8 Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan pasal 115 menetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Pemerintah daerah wajib menerapkan Kawasan Tanpa Rokok di wilayahnya. Kawasan tesebut
diantaranya, fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain,
tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang
ditetapkan.9
Menanggapi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pemerintah
Daerah Kabupaten Jeneponto menetapkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2013 tentang
Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok.10 Pengimplementasian peraturan ini
belum berjalan efektif, dapat dilihat bahwa dari ditetapkan pada tahun 2013, namun sosialisasi
terkait peraturan ini baru berjalan pada tahun 2015. Sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
baru dilaksanakan di tingkat pelayanan kesehatan dan belum mencakup kawasan secara
keseluruhan.
Salah satu Kawasan Tanpa Rokok adalah fasilitas pelayanan kesehatan dan dalam
penelitian ini fasilitas kesehatan yang dipilih adalah puskesmas. Puskesmas di Kabupaten
Jeneponto telah mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun proses
implementasi ini pastinya mengalami banyak kendala. Menurut George C Edward III, faktor
yang paling pertama mempengaruhi proses implementasi adalah komunikasi.11 Komunikasi
dalam hal ini yaitu transmisi informasi, kejelasan informasi dan konsistensi informasi terkait
kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan
komunikasi terhadap implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada pegawai
puskesmas di Kabupaten Jeneponto.

BAHAN DAN METODE


Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional dengan rancangan cross sectional
study. Penelitian ini dilaksanakan di seluruh Puskesmas Kabupaten Jeneponto yang berjumlah 18
Puskesmas padabulan Maret - Mei 2016. Populasi penelitian adalah Pegawai Puskesmas yang
tercatat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 380 orang. Sampel penelitian ini adalah
sebagian pegawai puskesmas yang memenuhi kriteria inklusi. Penarikan sampel menggunakan
proportional random sampling dengan besar sampel 221 orang ditambah dengan 7 informan.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, pedoman wawancara dan lembar
checklist. Analisis data yang dilakukan adalah univariat dan bivariat dengan uji chi square.
Penyajian data dalam bentuk tabel dan disertai narasi.
HASIL
Responden paling banyak berasal dari puskesmas Bangkala sebanyak 21 orang (9,5%).
Responden perempuan lebih banyak yaitu 162 orang (73,3%). Kelompok umur responden lebih
banyak pada usia 30-39 tahun yaitu 101 orang (45,7%). Pendidikan responden paling banyak
S1/S2/S3 sebanyak 112 orang (50,7 %). Sedangkan jabatan responden paling banyak perawat
sebanyak 70 orang (31,7%).
Penilaian variabel implementasi kebijakan KTR sebanyak 45,7% responden memberikan
penilaian Sangat Baik terkait pelakasanaan kebijakan KTR, sebanyak 46,6% responden
memberikan penilaian Baik terkait pengaturan tugas dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
KTR, sebanyak 38,5% responden memberikan penilaian Cukup Baik terkait media promosi
larangan merokok/ Kawasan Tanpa Rokok, sebanyak 23,5% memberikan penilaian Kurang Baik
juga terkait media promosi larangan merokok/ Kawasan Tanpa Rokok, dan sebanyak 7,2%
memberikan penilaian Tidak Baik terkait pemberian sanksi/denda kepada yang melanggar aturan
KTR. Penilaian keberhasilan implementasi menunjukkan bahwa 53,4% responden menyatakan
keberhasilan implementasi kebijakan KTR.
Variabel transmisi informasi menunjukkan bahwa sebanyak 94,1% responden pernah
mendapatkan informasi tentang kebijakan KTR. Sebanyak 53,8% responden tidak mengetahui isi
Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto No. 5 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan
Terbatas Merokok.Sementara itu, sebanyak 71,0% responden telah memiliki penerimaan
informasi (transmisi informasi) KTR yang baik.
Variabel kejelasan infomasi menunjukkan bahwa sebanyak 95,9% responden memahami
pengertian KTR. Sebanyak 96,8% memahami tujuan KTR yaitu menurunkan angka kesakitan dan/
atau angka kematian yang timbul oleh asap rokok dengan cara merubah perilaku masyarakat agar hidup
sehat. Sebanyak 98,2% memahami bahwa KTR dapat memberikan udara yang sehat dan bersih bebas
dari asap rokok. Sementara itu, sebanyak 69,7%responden telah memiliki kejelasan informasi KTR
yang baik.
Variabel konsistensi informasi menunjukkan bahwa sebanyak 86,4% responden
menyatakan tidak pernah dilakukan perubahan sanksi terhadap pelanggaran KTR dan sebanyak
23,1% responden menyatakan pernah dilakukan perubahan tugas dan tanggung jawab terhadap
pelaksanaan KTR. Sementara itu, sebanyak 78,3% responden menyatakan konsistensi informasi
KTR yang baik.
Variabel transmisi informasi menunjukkan dari 157 responden yang memiliki penerimaan
informasi yang baik sebanyak 98 responden (62,4%) menyatakan keberhasilan implementasi
KTR dan sebanyak 59 responden (37,6%) menyatakan kurang berhasil dengan nilai p=0,00.
Variabel kejelasan informasi menunjukkan dari 154 responden yang memiliki kejelasan
informasi yang baik sebanyak 89 responden (57,8%) menyatakan keberhasilan implementasi
KTR dan sebanyak 65 responden (42,2%) menyatakan kurang berhasil dengan nilai p=0,047,
sementara variabel konsistensi informasi menunjukkan bahwa dari 173 responden yang memiliki
konsistensi informasi yang baik sebanyak 90 responden (52,0%) menyatakan keberhasilan
implementasi KTR dan sebanyak 83 responden (48,0%) menyatakan kurang berhasil dengan nilai
p=0,438.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan informasi terkait Kawasan Tanpa Rokok sudah diterima
dengan baik oleh pegawai puskesmas, sebanyak 71,0% responden memiliki penerimaan
informasi dalam kategori baik. Penerimaan informasi yang baik ini diperoleh karena adanya
transmisi informasi yang baik terkait KTR disetiap puskesmas. Transmisi informasi yang baik
dapat dilihat dari jawaban responden yang menyatakan sebanyak 94,1% responden pernah
mendapatkan informasi tentang KTR di puskesmas tempat mereka bekerja. Selain itu, transmisi
informasi yang baik juga dapat dilihat dari segi penyampaian informasi dengan menggunakan
media seperti spanduk, banner dan poster. Sebanyak 90,0% responden menyatakan memperoleh
informasi terkait KTR melalui media tersebut.
Secara umum, penerimaan informasi terkait KTR memang sudah cukup baik. Namun,
masih ada hal-hal lain yang masih kurang seperti kurangnya pengetahuan responden terkait
Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto No.5 tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan
Terbatas Merokok, dari hasil penelitian hanya 46,2% yang menyatakan mengetahui isi Perda
tersebut. Kurangnya pengetahuan responden terhadap Perda tersebut dikarenakan sosialisasi
terkait Perda KTR baru dilakukan setelah 2 tahun disahkan, artinya pada tahun 2015 perda
tersebut baru disosialisasikan, dan sosialisai Perda ini baru berfokus pada pelayanan kesehatan
dan belum mencakup kawasan secara keseluruhan.
Kurangnya pengetahuan responden terkait Perda yang disebabkan kurangnya sosialisasi
yang dilakukan dapat dibuktikan dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa hanya 69,7%
responden yang menyatakan pernah dilakukan sosialisasi KTR ditempat mereka bekerja dan
sebanyak 49,3% responden menyatakan ikut dalam sosisalisasi tersebut. Selain itu, berdasarkan
wawancara yang dilakukan pada ibu MR diperoleh informasi bahwa masih kurangnya minat
pegawai puskesmas untuk mengikuti kegiatan sosialisasi KTR. Seperti penelitian yang dilakukan
oleh Mumang (2015) terkait implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan menyatakan bahwa masih kurangnya partisipasi pegawai
dalam kegiatan sosialisasi KTR masih ada 49,4% responden yang tidak mengikuti kegiatan
sosialisasi tersebut.12 Selain itu penelitian oleh Kurniawan (2015) terkait efektivitas Perda Nomor
1 Tahun 2011 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Kota Sragen menunjukkan bahwa kurangnya
masyarakat yang mengetahui Perda dikarenakan sosialisasi yang dilakukan oleh pihak dinas
kesehatan belum menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat13. Jadi, peran sosialisasi sangatlah
penting untuk meningkatkan pengetahuan terkait Perda KTR.
Informasi KTR juga masih kurang pada penyaluran informasi terkait adanya sanksi
terhadap pelanggaran KTR. Masih ada sebanyak 44,3% responden yang belum mengetahui
adanya sanksi tersebut. Padahal aturan sanksi sudah dituliskan secara jelas dalam Perda
Kabupaten Jeneponto No.5 tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Terbatas Merokok,
bahwa pelanggaran pada KTR dikenakan sanksi adminstratif yang berupa teguran, peringatan
tertulis, penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin dan/atau denda paling banyak Rp
10.000.000 (sepuluh juta rupiah). Kurangnya pengetahuan akan sanksi terhadap pelanggaran
KTR dikarenakan belum diberlakukannya sanksi secara tegas disetiap puskesmas. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Azkha (2013) pada studi efektivitas penerapan kebijakan
Perda tentang KTR di Sumatera Barat menunjukkan adanya penegakan sanksi yang tegas bagi
perokok terutama bagi pegawai yang merokok dikantor atau di sekolah.14
Kejelasan informasi menghendaki agar kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang
ditrasmisikan kepada pelaksana, target grup dan pihak lain yang berkepentingan secara jelas.
Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 69,7% responden memiliki kejelasan informasi yang
baik. Kejelasan informasi ini diukur dengan melihat sejauh mana pemahaman responden terkait
kebijakan KTR. Sebanyak 95,9% responden memahami pengertian KTR, 96,8% memahami
tujuan KTR untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat asap rokok dan
98,2% memahami manfaat KTR dapat memberikan udara yang sehat dan bersih. Seperti hasil
wawancara yang dilakukan pada Bapak AF mengatakan bahwa pemahaman pegawai puskesmas
terkait kebijakan KTR sudah bagus, namun realisasi KTR yang kurang berjalan dengan baik. Hal
senada juga disampaikan oleh ibu SS yang juga mengatakan bahwa pegawai sudah mengerti dan
memahami, namun pelanggaran kadang masih ada disebabkan tidak adanya sanksi yang tegas.
Kejelasan informasi yang masih kurang dapat dilihat pada pemahaman terkait Kawasan
Terbatas Merokok. Kawasan Terbatas Merokok telah diatur dalam Perda Kabupaten Jeneponto
No.5 tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Terbatas Merokok, yangmana terdapat 3
kawasan tersebut adalah tempat umum, tempat kerja dan angkutan umum. Lebih dari 75,0%
responden tidak bisa membedakan Kawasan Terbatas Merokok. Hal ini dikarenakan kurangnya
kejelasan informasi antara Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok
(KTM). Banyak responden yang menganggap bahwa KTR dan KTM itu sama, sehingga
pemahaman terkait KTM pada responden masih kurang.
Kurangnya pemahaman responden terkait adanya sanksi bagi setiap pelanggaran KTR,
seperti yang dijelaskan pada transmisi informasi, sebanyak 74,0% responden tidak mengetahui
dan memahami adanya sanksi pada pelanggaran KTR. Hal ini dikarenakan belum maksimalnya
penerapan sanksi disetiap puskesmas. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hartanto
(2015) terkait studi eksploratif tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) di RSUD. DR. Soewandhie
Surabaya menunjukkan bahwa permasalahan yang terjadi dalam implementasi Perda adalah
kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat yang ada dalam kawasan RSUD. DR.
Soewandhie tentang adanya Perda yang mengatur tentang KTM dan KTR, sehingga banyak
sekali pelanggaran yang terjadi di kawasan RSUD. DR. Soewandhie. Hal Itu bisa diakibatkan
karena kurangnya tegasnya petugas yang memantau dalam menegakkan sanksi.15
Konsistensi informasi menghendaki agar informasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang
disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan,
kelompok sasaran maupun pihak terkait. Dalam penelitian ini konsistensi informasi diukur
dengan melihat sejauh mana kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di setiap puskesmas tidak
mengalami perubahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 78,3% responden menyatakan adanya
konsistensi informasi yang baik terkait aturan KTR. Hasil persentase tersebut, dapat diketahui
bahwa konsistensi aturan KTR disetiap puskesmas di Kabupaten Jeneponto sudah cukup baik.
Konsistensi ini dinilai baik karena tidak terjadi perubahan aturan dalam pelaksanaan KTR. Hal
ini dapat dilihat bahwa lebih dari 80,0% responden mengatakan tidak pernah dilakukan
perubahan terhadap aturan KTR baik dari segi isi aturan, tujuan, sasaran dan sanksi. Selain itu,
berdasarkan hasil wawancara terkait konsistensi aturan KTR, semua informan menegaskan
bahwa tidak pernah dilakukan perubahan, KTR dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku. Seperti
yang dijelaskan oleh bapak AF, bahwa aturan KTR dari segi sasaran tidak pernah mengalami
perubahan, siapapun yang merokok di area puskesmas jelas dilarang baik itu pasien, pengunjung
maupun pegawai puskesmas.

KESIMPULAN DAN SARAN


Penelitian ini menyimpulkan bahwa ada hubungan penerimaan informasi (transmisi
informasi) (p=0,000) dan kejelasan informasi (p=0,047) terhadap keberhasilan implementasi
kebijakan KTR dan tidak ada hubungan konsistensi informasi (p=0,438) terhadap keberhasilan
implementasi kebijakan KTR pada pegawai puskesmas di Kabupaten Jeneponto. Saran kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto untuk lebih memaksimalkan sosialisai terkait kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok baik kepada implementor maupun kelompok sasaran di semua kawasan
yang telah ditetapkan. Untuk puskesmas, agar memperbanyak tanda larangan merokok dan tanda
Kawasan Tanpa Rokok serta memberikan sanksi yang tegas kepada siapapun yang melanggar
kebijakan KTR.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kemenkes RI. Pedoman Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok. Jakarta: 2011.
2. World Health Organization. World Health Statistics 2015. Jeneva: 2015.
3. World Health Organization. Global Health Risks: Mortality and burden of disease attributable
to selected major risks. Bulletin of the World Health Organization. Jeneva: 2009.
4. Oberg, M., et all. Worldwide burden of disease from exposure to second-hand smoke: A
retrospective analysis of data from 192 countries. The Lancet. 2011; 377(9760): 139146.
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013.Jakarta: 2013.
6. Widiarto, Ari. Pengujian Cigarette Smoke Filter berbasis Thermophoresis, Karbon Aktif, dan
Filter Udara Konvensional [skripsi]. Depok: Universitas Indonesia; 2008.
7. World Health Organization. Global Adult Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. WHO
Regional Office for South-East Asia. New Delhi: 2012.
8. Tobacco Control Support Centre (TCSC). Kawasan Tanpa Rokok dan Implementasinya,
policy paper Seri 4. Jakarta: 2012.
9. Kemenkes RI. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: 2009.
10. Dinas Kesehatan Kabupaten Jeneponto. Peraturan Daerah Kabupaten Jeneponto Nomor 5
Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Kawasan Terbatas Merokok. Jeneponto:
2013.
11. Winarno, B. Kebijakan Publik Teori, Proses dan Sudi Kasus. Yogyakarta: CAPS; 2012.
12. Mumang, A. A. Studi Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kantor
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan [skripsi]. Makassar: Universitas Hasanuddin;
2015.
13. Kurniawan, Agung. Efektivitas Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kawasan
Tanpa Rokok di Kabupaten Sragen [skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Surakarta;
2015.
14. Azkha, N. Studi Efektivitas Penerapan Kebijakan Perda Kota Tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) Dalam Upaya Menurunkan Perokok Aktif di Sumatera Barat Tahun 2013. Kebijakan
Kesehatan Indonesia. 2013; 02(04):171-179.
15. Hartanto, Deny. Implementasi Kebijakan Perda No.5 Tahun 2008 Kota Surabaya: Studi
Eksploratif tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) dan Kawasan Terbatas Merokok (KTM) di RSUD. Dr. Soewandhie Surabaya
[skripsi]. Surabaya: Universitas Airlangga; 2015.
LAMPIRAN

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden


di Puskesmas Kabupaten Jeneponto Tahun 2016
Karakteristik Responden n %
Jenis Kelamin
Laki-Laki 59 26.7
Perempuan 162 73.3
Kelompok Umur
<30 tahun 68 30.8
30-39 tahun 101 45.7
40-49 tahun 39 17.6
>49 tahun 13 5.9
Pendidikan Terakhir
SMA/Sederajat 7 3.2
D2/D3 102 46.1
S1/S2/S3 112 50.7
Jabatan
Kepala Puskesmas 3 1.4
Dokter 5 2.3
Dokter Gigi 2 0.9
Perawat 70 31.7
Perawat Gigi 14 6.3
Bidan 33 14.9
Nutrisionis 13 5.9
Sanitarian 10 4.5
Apoteker 9 4.1
Adminkes 10 4.5
Kepala Tata Usaha 8 3.6
Staf Umum 39 17.6
Pelaksana Kesling 1 0.5
Petugas Laboratorium 2 0.9
Epidemiologi 1 0.5
Fisioterapi 1 0.5
Sumber: Data Primer 2016
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Variabel Independen di Puskesmas
Kabupaten Jeneponto
Variabel Independen n %
Implementasi Kebijakan KTR
Berhasil 118 53.4
Kurang Berhasil 103 46.6
Transmisi Informasi KTR
Baik 157 71.0
Kurang Baik 64 29.0
Kejelasan Informasi KTR
Baik 154 69.7
Kurang Baik 67 30.3
Konsistensi Informasi KTR
Baik 173 78.3
Kurang Baik 48 21.7
Sumber: Data Primer 2016

Tabel 3. Hubungan Variabel Independen terhadap Implementasi Kebijakan


Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada Pegawai Puskesmas di Kabupaten
Jeneponto
Implementasi Kebijakan
KTR
Total Hasil Uji
Variabel Independen Kurang
Berhasil Statistik
Berhasil
n % n % n %
Transmisi Informasi
Baik 98 62.4 59 37.6 157 100.0
p=0,000
Kurang Baik 20 31.2 44 68.8 64 100.0

Kejelasan Informasi
Baik 89 57.8 65 42.2 154 100.0
p= 0,047
Kurang Baik 29 43.3 38 56.7 67 100.0

Konsistensi Informasi
Baik 90 52.0 83 48.0 173 100.0
p=0,438
Kurang Baik 28 58.3 20 41.7 48 100.0
Sumber: Data Primer 2016

Anda mungkin juga menyukai