Oleh:
NURLIZA
NIM:7115019
NURLIZA
NIM : 7115019
HALAMAN PERSETUJUAN
Melalui proses responsi dan pemantauan pembimbing dalam sekian waktu maka dinyatakan :
Nama : NURLIZA
NIM : 7115019
Program Studi : D-III Keperawatan FIK Unipdu Jombang
Judul KTI : Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami Penyakit Efusi
Pleura dengan Ketidakefektifan pola nafas di Paviliun Cempaka RSUD Jombng.
Telah disetujui untuk diujikan dihadapan dewan penguji karya tulis ilmiah.
Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Syukur pada sang pencipta Allah Azza Wa Jalla, tidak ada tuhan selain-Nya, Rabb
semesta alam, yang selalu memberi hal-hal yang dibutuhkan oleh hamba-Nya, maha pemberi
kekuasaan dan maha kehendak sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini
tepat waktu. Tak terlupa kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW, yang selalu dinanti
syafaatnya oleh semua umat, kupersembahkan karya tulis ini teruntuk :
1) Ayah dan Ibu, yang selalu memberikanku semangat dan dukungan serta kasih sayang
yang tiada henti dan memberiku pendidikan hingga sekarang. Ayah yang selalu
mengantarku menuju tempat pendidikan ini, ibu selalu mengingatkan aku untuk tidak
lupa beribadah.
2) Dosen pembimbingku KURNIAWATI, S.Kep., Ns., M.Kep dan Nurul Koirun Nisa,
S.Kep., Ns. yang dengan kesabarannya meluangkan waktu dan pikiran untuk
membimbingku dalam penyusunan karya tulis ini, serta semua dosen Prodi DIII
Keperawatan FIK UNIPDU Jombang, semoga pahala mengalir untuk ilmu yang telah
kalian tanamkan.
3) Buat teman- teman seperjuangan D-III Keperawatan angkatan 2015, masa-masa
perjuangan kita tiga tahun, suka duka, cinta dan amarah, semua telah kita lalui dan
tetap kompak. Semoga kita selalu kompak, dan ilmu yang kita dapatkan disini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Semoga semua pihak yang telah memberikan baik yang
telah disebutkan maupun yang tidak, mendapatkan balasan yang berlipat dari ALLAH
SWT, Amin.
KATA PENGANTAR
1.2.7 Observasi
Metode pengumpulan data dengan cara pengamatan secara logis terhadap klien
serta ikut dalam melakukan asuhan keperawatan.
BAB I :
Pendahuluan yang berisi latyar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II :
Konsep dasar yang menjelaskan tentang konsep dasar penyakit yang meliputi
pengertian, anatomi dan fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, komplikasi,
penatalaksanaan, pengkajian fopkus, phatways keperawatan, diagnose keperawatan serta
focus intervensi dan rasional
BAB III :
Tinjauan kasus yang menjelaskan tentang pengelolaan kasus yang meliputi tahapan
pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
BAB IV :
Pembahasan yang membahas masalah yang muncul dalam Bab II atau tinjauan kasus
yang dianalisa sesuai dengan konsep teori yang di kemukakan pada Bab II serta pembahasan
juga menyangkut masalah keperawatan yang ada tetapi tidak diangkat oleh peserta ujian dan
factor yang mendukung dan menghambat dalam pemecahan masalah tersebut.
BAB V :
Penutup merupakan bagian akhir dari laporan yang berisi kesimpulan dan saran
tentang isi laporan.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi
Effusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga
pleura.(price & Wilson, 2006).
Di dalam rongga pleural normal terdapat cairan serosa dengan jumlah rata-rata 0,1
ml/kgBB/hari (yang dalam keadaan homeostasis terdapat 5-15 ml cairan dalam rongga
pleura), dan hanya cukup berfungsi sebagai pelumas dalam pergerakan pleural parietal
dan pleural visceral. Kestabilan jumlah cairan pleura ini diatur melalui mekanisme
keseimbangan antara transudasi dari kapiler-kapiler pleura dan rearbsorbsi oleh Effusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairandalam pleura berupa
transudate atau eksudat yang di akibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi
dan abrsorbsi di kapiler dan pleura viselaris.
Effusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernafasan.
Effusi pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala
atau komplikasi dari suatu penyakit.(Taqiyyah, Jauhar, 2013).
Effusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga
pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya. vena viseral
dan parietal, serta saluran getah bening. Jika terjadi penimbunan cairan dalam rongga
pleura maka keadaan ini disebut sebagai effusi pleural. Seperti halnya pada
pneumotoraks, timbunan cairan pada rongga pleural juga akan menyebabkan desakkan
(penekanan) pada paru-paru. Pada kasus yang lebih berat akan menyebabkan atelectasis,
penekanan pada pembuluh vena besar, dan menurunnya aliran pembuluh darah balik
jantung. Effusi pleural dapat mengakibatkan gangguan paru trestriktif. (Arif Muttaqin,
2008).
2.1.3 Etiologi
Effusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu
dari lima mekanisme berikut, (Morton, 2012).
1. Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2. Peningkatan permeabilitas kapiler
3. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
4. Peningkatan tekanan negative intrapleura
5. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
1. Rivalta -/+ +
4. Rasuo Protein
Pleura dengan <0,5 >0,5
Protein serum <200 IU >200 IU
EFFUSI PLEURA
Akumulasi
Cairan yang proses peradangan fungsi
Berlebihan di pada rongga pleura
rongga pleura pleura (torakosintesis)
Gangguan
penurunan rasa
nyaman
ekspansi paru pengeluaran hipersekresi
/nyeri endogen mukus
sesak nafas dan pirogen aspirasi cairan
Pleura melalui
Pe febris jarum
Ketidak
mennurun secret tertahan
efektifan
pola nafas suplai O2 Demam di saluran nafas
Resiko
Gangguan
Infeksi
pertukaran
Ronchi (+)
gas
Hipertermi
Bersihan
jalan nafas
tidak efektif
Kelemahan
Gangguan
Metabolisme tubuh nutrisi
kurang dari
meningkat
kebutuhan
Intoleransi tubuh
Aktifitas
nafas tidak
efektif
2.1.5 Tanda dan Gejala
1. Dada sakit karena adaya inflamasi pleura di dalam area; tidak selalu ada.
2. Kesulitan bernafas (dyspnea) karena berkyrangnya pembesaran dada diarea.
3. Turunnya suara pernafasan pada auskultasi diarea kareana adnya cairan yang
berlebih.
4. Tumpul saat diketuk diarea terkena karena adnya cairan.
5. Demam karena infeksi pda impyema.
6. Denyut jantung dan respirasi berubah; tekanan darah turun karena kehilangan
darah pada hemothorax.
7. Saturasi oksige rendah pada oksimetri denyut.(Mary DiGiolio, 2014).
2.1.7 Komplikasi
1. Tuberculosis
2. Infeksi
3. Pneumonia
4. Sindrom meig
5. Kegagalan jantung
6. Empyema torasis
7. Piothoraks
2. Mesotel
Jika dijumpai mesotel dalam jumlah banyak di cairan pleura, kecurigaan pada
tuberkuloss paru dapat disingkirkan.
3. Eritrosit
Bila eritrosit di dalam cairan pleura meningkat antara 5.000-10.000/mm,
cairan tampak hemoragis. Keadaan ini sering dijumpai pada keganasan
pankreatitis atau pneumonia. Bila eritrosit lebih dari 100.000/mm menunjukkan
infark paru, trauma dada dan keganasan.
4. Eosinophil
Tidak menunjukkkan kelainan yang spesifik. Jika ada peningkatan eosinofil
kemungkinan karena infeksi tuberculosis sangat kecil. Eosinophil yang
meningkat didapatkan pada emboli paru, poliarteritis nodusaparasit dan jamur.
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Torakosintesis
Aspirasi cairan pleura sebagai sarana untuk diagnostic maupun terapeutik.
Pelaksanaan sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Aspirasi di lakukan pada bagian
bawah paru di sela iga IX garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran sebaiknya tidak melebihi 1.000-1.500cc pada setiap
kali aspirasi jika jumlah cairan effusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutnya baru dapat di lakukan 1 jam kemudian.
2. Biopsi Pleura
Pemeriksaan histologi satu beberapa contoh jaringan pleura dapat
menunjukkan 50-70% diagnosis kasus-kasus pleuritis tuberkulosa dan tumor pleura.
Bila ternyata hasil biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsy
ulangan komplikasi biopsy adalah pneumothoraks, hemotoraks, penyebaran infesksi
atau tumor pada dinding dada.
6. Tirah baring
Bertujuan untuk menurunkan kebutuhan oksigen karena peningkatan
kebutuhan oksigen sehingga dipsnea akan semakin meningkat pula.
Pengobatan pada effusi pleura prinsipnya adalah mengobati penyakit
penyebab effusi pleura dan effusi itu sendiri. Pada effusi dapat diabsorbsi ke dalam
kapiler setelah penyebab effusi sudah diatasi sedangkan pada effusi eksudat dimana
terjadi proses peradangan maka dapat dilakukan pengeluaran dengan drainase atau
dengan aspirasi jarum (thorakosintesis) sebelum berakibat mengalami fibrosis
menjadi fibrothoraks. Sehingga prognosus dari effusi pleura ini sangat tergantung dari
berat ringannya penyakit yang mendasari.
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai
permasalahan yang ada (Alimatul Aziz, 2009).
1. Data Subyektif
1) Biodata
1. Nama
2. Umur : Pada efusi pleura dapat terjadi pada semua umur
3. Jenis Kelamin : Efusi pleura terjadi pada semua jenis kelamin, tetapi
lebih banyak terjadi pada laki-laki
4. Status Ekonomi : Satitasi kesehatan yang kurang di tunjang dengan
padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita
TB Paru yang lain.
5. Kebiasaan (gaya hidup) : Mempunyai kebiasaan hidup yang tidak sehat
seperti merokok, bersal dari keluarga perokok,dll.
6. Pekerjaan : Lingkungan pekerjaan penuh dengan kebiasaan merokok,
adanya asap rokok, polusi, dsb.
2) Keluhan Utama
Merupakan factor utama yang mendorong pasien untuk mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien efusi
pleura keluhan utama yang di rasakan adalah batuk, dan susah nafas
(sesak), rasa berat pada dada, nyeri pleurittik akibat iritasi pleura yang
bersiufat tajam dan terlokalisir terutama pada saat batuk dan bernafas serta
batuk non produktif. Biasanya gejala efusi pleura yang paling sering
dikeluhkan adalah dipsnea.(Arif Muttaqin, 2008)
7) Data sepiritual
Kelemahan, dipsnea karena aktivitas sehingga klien mengalami
intensitas terhadap ibadah. (Arif Muttaqin, 2008)
2. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan
defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena biasanya pada pasien
efusi pleura keadaan umum pasien lemah, pasien akan lebih banyak
bedrest, sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltic
otot-otot tractus degestivus. Biasanya pada pasien efusi pleura terjadi
penurunan pemasukkan makanan, bahkan sampai terjadi nafsu makan
menurun. (Arif Muttaqin, 2008)
2. Data objektif
1) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : pasien sesak, adanya pernapasan cupping hidung,
adanya retraksi intercostal.
2. Tingkat kesadaran : composmentis
3. TTV
RR : Lebih dari 24x/menit
N : Takikardia
S : Jika terdapat infeksi bias terjadi kenaikan suhu tubuh
atau hipertermia
TD : Bisa terjadi hipertensi
4. Mata
konjungtiva anemis
5. Hidung
sesak nafas dan adanya pernapasan cuping hidung (dipsnea)
6. Mulut dan bibir
Membrane mukosa sianosis (karena penurunan suplai oksigen ke
dalam paru)
7. Vena leher
Adanya distensi/bendungan.
8. Kulitt
Sianosis secara umum (hipoksia)
9. Jari dan kuku
Clubbing finger (karena hipoksemia). (Arif Muttaqin, 2008)
3) Pemeriksaan abdomen
Ditemukan adanya nyeri tekan pada abdomen
4) Pemeriksaan penunjang
1. X-Ray thorak
Pemeriksaan sinar X dada terdiri dari radiografi thorak, yang
memungkinkan perawat dan dokter mengobservasi lapang paru untuk
mendeteksi adnya cairan dalam paru.
2. Torasintesis
Mengambil cairan effusi dan untuk melihat cairannya serta dakah
bakteri dalam cairan tersebut.
3. Biopsi pleura
Jika penyebab effusi pleura adalah Ca untuk menunjukkan adanya
keganasan
4. GDA
Variable tergantung dari derajat fingsi paru yang dipengaruhi
gangguan mekanik pernafasan. Dan kemampuan mengkompensasi
PaCO2 kadang-kadang dalam meningkat PaO2 mungkin normal atau
menurun, saturasi O2 biasanya menurun.
5. Bronkoskopi
Pemeriksaan visual pada pohon trakeobronkeal melalui bronkoskopi
serat optic yang fleksibel, dan sempit untk memperoleh sample biopsi
dan cairan atau sample seputum dan untuk mengangkat plek lender
atau benda asing yang menghambat jalan nafas. (Arif Muttaqin, 2008)
2.2.3 Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke tingkat yang
diinginkan dalam hasil yang diharapkan.
Perencanaan dari diagnosis-diagnosis keperawatan diatas adalah sebagai
berikut:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
Batasan Karakteristik:
bradipnea, dipsnea, fase ekspirasi memanjang, ortopnea, penggunaan otot
bantu pernafasan, penggunaan posisi tiga titik, peningkatan diameter
anterior-posterior, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan tekanan
inspirasi, pernapasan bibir, pernapasan cuping hidung, perubahan ekskursi
dada, pola napas abnormal (misal irama, frekuensi, kedalaman),
takipnea.(SDKI Edisi 1).
NOC:
Status Pernafasan:
frekuensi pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspirasi, suara
auskultasi nafas, kepatenan jalan nafas, penggunaan otot bantu nafas,
retraksi dinding dada, pernafasan bibir dengan mulut mengerucut, sianosis,
dispnea saat istirahat, dipsnea dengan aktivitas ringan, perasaan kurang
istirahat, mengantuk, suara nafas tambahan, pernafasan cuping hidung,
batuk.
Status Pernafasan:
Ventilasi:frekuensi pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspirasi,
hasil rontgen dada, tes faal paru, penggunaan otot bantu nafas, suara nafas
tambahan, retraksi dinding dada, akumulasi sputum, gangguan suara saat
auskultasi (NOC Edisi 5).
NIC:
Manajemen jalan nafas:
lakukan fisioterapi dada, buang secret dengan memotivasi pasien untuk
melakukan batuk atau menyedot lendir, motivasi pasien untuk berafas
pelan, dalam berputar dan batuk, instruksikan bagaimana agar bisa
melakukan batuk efektif, auskultasi suara nafas, catat area yang
ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan, kelola
pemberian bronkodilator, posisikan untuk meringankan sesak, monitor
status pernafasan dan oksigenasi. Monitor Pernafasan:monitor kecepatan,
irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas, catat pergerakan dada, catat
ketidaksimetrisa, penggunaan otot-otot bantu nafas, dan retraksi pada otot
supraclaviculans dan interkosta, monitor suara nafas tambahan seperti
ngorok atau mengi, monitor pola nafas, palpasi kesimetrisan ekspansi paru,
kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas
ronki di paru, auskultasi suara nafas setelah tindakan, berikan bantuan
terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer) (NIC Edisi 5).
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal
Batasan Karakteristik:
batuk yang tidak efektif, dispnea, gelisah, kesulitan verbalisasi, mata
terbuka lebar, ortopnea, penurunan bunyi napas, perubahan frekuensi
napas, perubahan pola napas, sianosis, sputum dalam jumlah yang
berlebihan, suara napas tambahan, tidak ada batuk.(SDKI Edisi 1)
NOC:
Kepatenan Jalan Nafas:
frekuensi pernafasan, irama pernafasan, kedalaman inspirasi, kemampuan
untuk mengeluarkan sekret, ansietas, suara nafas tambahan, pernafasan
cuping hidung, mendesah, dispnea saat istirahat, dispnea dengan aktivitas
ringan, penggunaan otot bantu nafas, batuk, akumulasi sputum (NOC Edisi
5).
NIC:
Manajemen Jalan Nafas:
buka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust, posisikan pasien
untuk memaksimalkan ventilasi, lakukan fisioterapi dada, buang sekret
dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedot lendir,
motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam berputar dan batuk,
instruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif, auskultasi suara
nafas catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya suara
tambahan, kelola pemberian bronkodilator, kelola nebulizer ultrasonik,
posisikan untuk meringankan sesak nafas, monitor status pernafasan dan
oksigenasi. Monitor Pernafasan:monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas, catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,
penggunaan otot-otot batu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan
interkosta, monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi,
monitor pola nafas, palpasi kesimetrisan ekspansi paru, perkusi torak
anterior dan posterior dari apeks ke basis paru kanan dan kiri, kaji perlunya
penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara nafas ronki di paru,
monitor nilai fungsi paru terutama kapasitas vital paru, volume inspirasi
maksimal, volume ekspirasi maksimal selama 1 detik (FEV1), dan FEV1
/FVC sesuai dengan data yang tersedia, monitor peningkatan kelelahan,
kecemasan dan kekurangan udara pada pasien, catat perubahan pada
saturasi O2, volume tidal akir CO2, dan perubahan nilai analisa gas darah,
monitor kemampuan batuk efektif pasien, monitor sekresi pernafasan
pasien, monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk sesak nafas tersebut, monitor hasil foto
thorak, berikan bantuan terapi nafas (misalnya nebulizer) (NIC Edisi 5).
2.2.4 implementasi
Implementasi adalah realisis rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan
atau pencegahan penyakit. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat
dilaksanakan dengan baik jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan
perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan
yang paling sesuai dengan kebutuhan klien. Dan memprioritaskan semua
tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi
(Azizi Alimun, 2009).
Berikut implementasi pada perencanaan diatas:
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.
Implementasi:
Manajemen jalan nafas:
1. melakukan fisioterapi dada.
2. membuang secret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau
menyedot lendir.
3. memotivasi pasien untuk berafas pelan, dalam berputar dan batuk.
4. menginstruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif.
5. auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada
dan adanya suara tambahan.
6. melakukan pemberian bronkodilator.
7. memposisikan untuk meringankan sesak.
8. memonitor status pernafasan dan oksigenasi.
Monitor Pernafasan:
1. memonitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas.
2. mencatat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot
bantu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculans dan interkosta.
3. memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi.
4. memonitor pola nafas, palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
5. mengkaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara
nafas ronki di paru.
6. auskultasi suara nafas setelah tindakan.
7. memberikan bantuan terapi nafas jika diperlukan (misalnya nebulizer).
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukus yang
kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema tracheal/faringeal.
Implementasi:
Manajemen Jalan Nafas:
1. membuka jalan nafas dengan teknik chin lift atau jaw thrust.
memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
2. melakukan fisioterapi dada.
3. membuang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk
atau menyedot lendir.
4. memotivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam berputar dan batuk.
6)menginstruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif.
7)mengauskultasi suara nafas catat area yang ventilasinya menurun atau
tidak ada dan adanya suara tambahan.
5. melakukan pemberian bronkodilator.
6. melakukan nebulizer ultrasonik.
7. 10)memposisikan untuk meringankan sesak nafas.
8. memonitor status pernafasan dan oksigenasi.
Monitor Pernafasan:
1. memonitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas.
2. mencatat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot
batu nafas, dan retraksi pada otot supraclaviculas dan interkosta.
3. memonitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi.
4. memonitor pola nafas, palpasi kesimetrisan ekspansi paru.
5. perkusi torak anterior dan posterior dari apeks ke basis paru kanan dan
kiri.
6. mengkaji perlunya penyedotan pada jalan nafas dengan auskultasi suara
nafas ronki di paru.
7. memonitor nilai fungsi paru terutama kapasitas vital paru, volume
inspirasi maksimal, volume ekspirasi maksimal selama 1 detik (FEV1),
dan FEV1 /FVC sesuai dengan data yang tersedia.
8. memonitor peningkatan kelelahan, kecemasan dan kekurangan udara
pada pasien.
9. mencatat perubahan pada saturasi O2, volume tidal akir CO2, dan
perubahan nilai analisa gas darah.
10. memonitor kemampuan batuk efektif pasien.
11. memonitor sekresi pernafasan pasien.
12. memonitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang
meningkatkan atau memperburuk sesak nafas tersebut.
13. memonitor hasil foto thorak.
14. memberikan bantuan terapi nafas (misalnya nebulizer).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir proses keperawatan dengan cara
menilai sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak.
Dalam mengevaluasi, perawat harus memiliki pengetahuan dan kemampuan
untuk memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan
menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai, serta kemampuan
dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil. Tahap
evaluasi ini terdiri atas dua kegiatan yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil.
Evaluasi proses dilakukan selama proses perawatan berlangsung atau menilai
respons pasien, sedangkan evaluasi hasil dilakukan atas target tujuan yang
diharapkan (Aziz Alimun, 2009).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.3 Partisipan
Responden dalam penelitian ini adalah dua orang klien dan keluarga dengan
Penyakit Paru Obstruksi Kronis di paviliun Cempaka RSUD Jombang.