Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

UJI KUALITATIF ASAM ASKORBAT


Rabu, 20 September 2017

Disusun Oleh :

ATHARIA REFI KHAIRANI NASUTION


260110160102
SHIFT C

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
I. Tujuan
Memastikan mutu bahan baku vitamin C secara kualitatif.

II. Prinsip
2.1 Reaksi Redoks
Vitamin C bersifat pereduksi kuat akan mereduksi methylene blue
sehingga terjadi perubahan warna (Haustein, 2014).

2.2 Kelarutan
Asam askorbat mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam etanol,
dan tidak larut dalam kloroform, eter, atau benzene (Depkes RI, 1995).

III. Mekanisme Reaksi

(Keppy, 2010).
Reaksi yang terjadi antara methylene blue dengan asam askorbat
merupakan reaksi redoks dimana asam askorbat mengalami proses
oksidasi sementara methylene blue mengalami proses reduksi. Asam
askorbat kehilangan 2 atom H yang berikatan dengan C2 dan C3 karena
gugus OH yang paling asam terletak pada C2 dan C3 sehingga saat
reaksi, proton yang dilepas terlebih dahulu adalah gugus OH pada C2 dan
C3. Pada methylene blue terdapat atom S yang merupakan atom golongan
6 namun hanya memiliki 3 elektron yang berikatan segingga terdapat 3
elektron bebas yang menyebabkan methylene blue menjadi tidak stabil.
Proton (H+) yang dilepaskan salah satunya akan berikatan dengan N
sehingga N memutuskan 1 ikatan rangkap dan membentuk C ikatan
rangkap yang akan beresonansi memberikan electron pada S sehingga S
menjadi lebih stabil. Kemudian proton yang lainnya akan berikatan pada
salah satu gugus methylene blue membentuk NH(CH3)2, tetapi atom N
pada gugus tersebut menjadi tidak stabil sehingga terbentuk
leucomethylene blue yang ditandai dengan perubahan warna.

IV. Teori Dasar


Vitamin C atau asam askorbat mempunyai berat molekul 178
dengan rumus molekul C6H8O6. Dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik
cair 190 192oC. Bersifat larut dalam air, sedikit larut dalam aseton atau
alcohol yang mempunyai berat molekul rendah. Vitamin C sukar larut
dalam chloroform, ether, dan benzene. Dengan logam membentuk garam.
Pada pH rendah vitamin C lebih stabil daripada pH tinggi. Vitamin C
mudah teroksidasi, lebih-lebih apabila terdapat katalisator Fe, Cu, enzim
askorbat aksidase, sinar, dan temperature yang tinggi. Larutan encer
vitamin C pada pH kurang dari 7,5 masih stabil apabila tidak ada
katalisator seperti di atas. Oksidasi vitamin C akan terbentuk asam
dihidroaskorbat (Sudarmadji, 1989).
Kedudukan vitamin C tidak stabil karena mudah bereaksi dengan
O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat. Vitamin C merupakan vitamin
yang paling sederhana. Sifat vitamin C adalah mudah berubah akibat
oksidasi namun stabil jika merupakan kristal (murni). mudah berubah
akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia (Safaryani, dkk., 2007).
Vitamin C adalah salah satu vitamin yang sangat dibutuhkan oleh
manusia. Vitamin C mempunyai peranan yang penting bagi tubuh.
Vitamin C mempunyai sifat sebagai antioksidan yang dapat melindungi
molekul-molekul yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Vitamin C juga
mempunyai peranan yang penting bagi tubuh manusia seperti dalam
sintesis kolagen, pembentukan carnitine, terlibat dalam metabolism
kolesterol menjadi asam empedu dan juga berperan dalam pembentukan
neurotransmitter norepinefrin. (Arifin, dkk., 2007).
Asam askorbat terbukti berkemampuan memerankan fungsi sebagai
inhibitor. Kristal asam askorbat ini memiliki sifat stabil di udara, tetapi
cepat teroksidasi dalam larutan dan dengan perlahan-lahan
berdekomposisi menjadi dehydro-ascorbic acid (DAA). Selanjutnya secara
berurutan akan berdekomposisi lagi menjadi beberapa molekul asam
dalam larutan sampai menjadi asam oksalat (oxalic acid) dengan pH di
atas 4. Pengaruh perubahan lingkungan asam askorbat tertentu tidak
berfungsi sebagai inhibitor (Tjitro, dkk., 2010).
Penentuan kadar vitamin C dilakukan dengan cara analisis. Analisis
ada 2 macam yaitu analisis kualitatif dan analisi kuantitatif. Analisis
kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia. Mengenali unsur
senyawa apa yang ada dalam suatu sampel. Produk-produk organik yang
disintesis dalam laboratorium bisa diidentifikasi dengan teknik-teknik
instrumentasi seperti spektroskopi infra merah dan resonansi magnetik
nukur. Analisis kuantitatif berkaitan dengan berapa banyak suatu zat
tertentu yang terkandung dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan
tersebut seringkali dinyatakan sebagai konsituen atau analit menyusun
sampel yang dianalsis. Jika zat yang dianalisa lebih dari 1% dari sampel,
maka analit dianggap konsituen utama. Zat itu dianggap konsituen minor
jika jumlahnya berkisar antara 0.01% hingga 1% dari sampel. Suatu zat
yang timbul hingga kurang dari 0.01% dianggap konsituen perunut (Day,
2002).
Penetapan kadar vitamin C dapat dilakukan dengan beberapa
metode, antara lain: Spektrofotometri, titrasi volumetri, dan kromatografi
cair kinerja tinggi. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi merupakan suatu
teknis analisis obat yang paling cepat berkembang. Cara ini ideal untuk
analisis beragam obat dalam sediaan dan cairan biologi, karena sederhana,
dan kepekaannya tinggi (Munson, 1991).
Monoanion asam askorbat merupakan sasaran penyerangan oksidasi
oleh molekul oksigen menghasilkan radikal anion askorbat dan H2O yang
diikuti pembentukan dehidro asam askorbat dan hydrogen peroksida.
Dehidro asam askorbat (asam L-dehidroaskorbat) merupakan bentuk
oksidasi dari asam L-askorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai
vitamin C. Namun asam L-dehidroaskorbat bersifat sangat labil dan dapat
mengalami perubahan menjadi 2.3-L-diketogulonat (DKG). DKG yang
terbentuk sudah tidak mempunyai keaktifan vitamin C lagi sehingga jika
DKG tersebut sudah terbentuk maka akan mengurangi bahkan
menghilangkan vitamin C yang ada dalam produk (Helmiyesi, dkk.,
2008).
Metilena biru (C16H18ClN3S) adalah senyawa yang terdiri dari
kristal hijau gelap atau bubuk kristal, memiliki berat molekul 319.851
g/mol, dan aroma seperti perunggu. Larut dalam air atau alkohol,
memiliki warna biru tua. Metilena biru digunakan sebagai noda
bakteriologis dan sebagai indikator. Ini menghambat Guanylate cyclase,
dan telah digunakan untuk mengobati keracunan sianida. Metilenil Biru
adalah pewarna dasar sintetis. Pewarnaan biru metilen ke komponen sel
bermuatan negatif seperti asam nukleat; Ketika diberikan di area limfatik
tumor selama operasi onkologis, metilen biru dapat menodai kelenjar
getah bening yang menguras dari tumor, sehingga membantu dalam
penandaan visual kelenjar getah bening sentinel tumor. Bila diberikan
secara intravena dalam dosis rendah, agen ini dapat mengubah
methemoglobin menjadi hemoglobin (NCBI, 2007).
Indikator asam basa adalah cara untuk mengetahui suatu larutan
bersifat asam, basa, atau netral. Umumnya adalah larutan yang akan
memberikan warna sesuai dengan kondisi pH larutan tersebut. Ada dua
macam indikator yaitu indikator alami dan indikator buatan. Contoh
indikator buatan yaitu kertas lakmus. Kertas lakmus dapat menentukan
suatu larutan bersifat asam atau basa. Lakmus merah merupakan indikator
larutan basa, sedangkan lakmus biru merupakan indikator larutan asam
(Rahayu, 2016).

V. Alat dan Bahan


5.1 Alat
a. Beaker glass
b. Kertas lakmus
c. Pelat tetes
d. Pipet tetes
e. Spatula
f. Tabung reaksi
g. Timbahangan analitik
5.2 Bahan
a. Aquadest
b. Etanol
c. Methylene blue
d. Vitamin C

VI. Metode
6.1 Uji Organoleptis
Vitamin C diamati pemerian dan dicicipin rasanya, lalu
hasilnya dibandingkan dengan literature di farmakope.

6.2 Uji dengan Indikator Methylene Blue (Farmakope Indonesia III dan
IV)
Pertama dibuat larutan methylene blue 10% dan larutan
vitamin C 2%. Larutan methylene blue dibuat dengan cara ditimbang
25 mg methylene blue kemudian dilarutkan dalam 100 ml etanol dan
diencerkan dengan aquades hingga 250 ml. larutan vitamin C 2 %
dibuat dengan cara ditimbang 0,2 gram vitamin C kemudian dilarutkan
dalam 10 ml air. Setelah itu keduanya direaksikan dengan cara diambil
2 ml larutan vitamin C ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan
4-5 tetes larutan methylene blue. Diamati perubahan warna dari biru
tua menjadi tak berwarna.

6.3 Uji Kelarutan dan pH (Farmakope Indonesia III dan IV)


Uji kelarutan dilakukan dengan 2 tabung reaksi disiapkan,
tabung 1 diisi aquadest 10 ml dan tabung 2 diisi etanol 15 ml. Ke
dalam tabung 1 ditambahkan serbuk vitamin C 1 gram dan tabung 2
ditambahkan 0,5 gram serbuk vitamin C. diamati perbedaan
kelarutannya dan dibandingkan dengan literature.
Uji pH dilakukan dengan cara vitamin C sebanyak 1 gram
dilarutkan ke dalam 10 ml air. Dicelupkan kertas lakmus ke dalam
larutan vitamin C, kemudian diamati perubahan warna kertas lakmus
yang terjadi.

VII. Hasil dan Perhitungan


7.1 Uji Organoleptis

No Prosedur Hasil

Vitamin C diamati pemerian dan


dicicipin rasanya, lalu hasilnya
1.
dibandingkan dengan literature di
Pemerian : serbuk
farmakope
putih agak
kekuningan, tidak
berbau, rasa asam

7.2 Uji dengan Indikator Methylene Blue


No Prosedur Hasil

Larutan methylene blue dibuat


dengan 25 mg methylene blue Diperoleh larutan methylene
1
dilarutkan dalam 100 ml etanol lalu blue
diencerkan dengan aquadest hingga
250 ml
Larutan vitamin C dibuat dengan
ditimbang 0,8 gram vitamin c,
2 dimasukkan ke dalam beaker glass
lalu dilarutkan dengan 40 ml
aquadest

Diperoleh larutan vitamin C


2%

3 2 ml larutan vitamin C dimasukkan


ke dalam tabung reaksi

Tidak berwarna

Warna biru tua


4-5 tetes larutan methylene blue
4 ditambahkan ke dalam tabung reaksi
berisi larutan vitamin c

Setelah beberapa saat


berubah menjadi tidak
berwarna

7.3 Uji Kelarutan dan pH


Kelarutan

No Prosedur Hasil

Tabung reaksi 1 diisi dengan 10 ml


aquadest
1
Tabung reaksi 2 diisi dengan 15 ml
etanol

Serbuk vitamin C sebanyak 1 gram


2 ditambahkan ke dalam tabung 1,
lalu dikocok

Serbuk vitamin C larut


dalam aquadest

Serbuk vitamin C sebanyak 0,5


gram ditambahkan ke dalam tabung
3 Serbuk vitamin C agak
2, lalu dikocok
sukar larut dalam etanol
pH

No Prosedur Hasil

4 gram vitamin C dilarutkan dalam


1
40 ml aquadest

Diperoleh larutan
vitamin C 10 %

Larutan vitamin C diteteskan pada


2 plat tetes lalu diuji dengan kertas
lakmus merah dan biru Lakmus biru menjadi
merah
Lakmus merah tetap
merah

7.4 Perhitungan
Vitamin C 10% dalam 40 ml
Massa Vitamin C = x 40 = 4 gram

Vitamin C 2% dalam 40 ml
Massa Vitamin C = x 40 = 0,8 gram
VIII. Pembahasan

Praktikum ini bertujuan untuk memastikan mutu bahan baku


vitamin C secara kualitatif. Analisis kualitatif adalah suatu proses
dalam mengidentifikasi keberadaan suatu senyawa kimia dalam suatu
larutan/sampel yang tidak diketahui. Analisis kualitatif disebut juga
analisa jenis yaitu suatu cara yang dilakukan untuk menentukan
macam, jenis zat atau komponen-komponen bahan yang dianalisa.
Vitamin C atau asam askorbat merupakan vitamin yang larut air dan
diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan di dalam tubuh.
Nama kimia dari vitamin C adalah asam L-askorbat, asam L-
xycloaskorbat, 3-oxo-Lglufuranolakton, asam L-3-ketotreoheksuronat
lakton (Florey, 1982). Rumus molekul C6H8O6 dengan berat molekul
176,13 (Depkes RI, 1995).
Tahap pertama yang dilakukan yaitu uji organoleptis. Uji
organoleptis atau uji sensori merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran
daya penerimaan terhadap produk. Pengujian organoleptik mempunyai
peranan penting dalam penerapan mutu. Pengujian organoleptik dapat
memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan kerusakan
lainnya dari produk. Pada praktikum ini diidentifikasi pemerian
vitamin C yaitu berbentuk serbuk warna putih agak kekuningan, tidak
berbau, dan rasa asam. Hal ini menunjukkan mutu vitamin C masih
baik dari segi organoleptis karena sesuai dengan literature Farmakope
Indonesia.
Tahap kedua yang dilakukan yaitu memastikan mutu vitamin C
dengan menggunakan reagen methylene blue. Methylene blue
merupakan suatu senyawa aromatic heterosiklik yang memiliki
kegunaan secara biologi dan kimia. Secara biologi methylene blue
digunakan sebagai antiseptik dan antidot keracunan sianidin.
Sedangkan secara kimia methylene blue sering digunakan sebagai
indikator dan reagen. Nama kimia dari methylene blue adalah 3,7 -
bis(dimetilamino) - phenazathionium klorida dan tetrametiltionin
klorida (Depkes RI, 1995). Hal pertama yang dilakukan yaitu
membuat larutan methylene blue dan larutan vitamin C 2%. larutan
methylene blue dibuat dengan cara melarutkan 25 mg methylene blue
ke dalam 100 ml etanol lalu diencerkan dengan 250 ml aquadest. Hal
ini dilakukan karena methylene blue mudah larut dalam aquadest dan
agak sukar larut dalam etanol. Pelarutan dengan dua jenis pelarut
dilakukan karena apabila hanya melarutkan methylene blue dengan
etanol saja hal itu akan berpengaruh saat direaksikan dengan larutan
vitamin C. vitamin C mudah larut dalam aquadest, dan agak sukar
larut dalam etanol. Oleh karena itu, pelarut yang digunakan untuk
melarutkan methylene blue setidaknya harus mengandung aquadest
agar dapat bereaksi dengan vitamin C. Selain itu, dari segi harga juga
berpengaruh dimana aquadest lebih murah dan mudah didapat
dibanding etanol sehingga penggunaan aquadest lebih disarankan
daripada etanol. Hasil yang diperoleh saat mereaksikan larutan vitamin
C dan larutan methylene blue yaitu terjadi perubahan warna dari biru
tua menjadi tidak berwarna setelah didiamkan beberapa saat. Hal ini
terjadi karena adanya reaksi antara methylene blue dan vitamin C
dimana Vitamin C atau asam askorbat mengalami proses oksidasi
menjadi asam dehidroaskorbat sedangkan methylene blue tereduksi
menjadi senyawa leukomethylene blue yang tidak berwarna.
Vitamin C mudah teroksidasi karena kedudukannya yang tidak
stabil dan mudah bereaksi dengan O2 di udara. Proses oksidasi tersebut
dipercepat dengan adanya panas, sinar atau enzim oksidasi, serta oleh
katalis lembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C
dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah (Prawirokusumo,
1994).
Tahap ketiga yaitu memastikan mutu vitamin C dengan uji
kelarutan. Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat
kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut
(solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut
yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Pelarut yang
digunakan yaitu aquadest dan etanol. Hal pertama yang dilakukan
yaitu menyiapkan dua tabung reaksi yang telah dibersihkan, setelah itu
tiap tabung diisi dengan pelarut yang berbeda. Tabung 1 diisi dengan
10 ml aquadest, sedangkan tabung 2 diisi dengan 15 ml etanol.
Masing-masing tabung dimasukkan serbuk vitamin C dengan jumlah
yang berbeda. Tabung 1 ditambahkan 1 gram serbuk vitamin C,
tabung 2 ditambahkan 0,5 gram serbuk vitamin C. Hasil yang
diperoleh pada tabung 1 vitamin C larut sempurna, pada tabung 2
masih ada endapan serbuk vitamin C di bagian bawah meskipun sudah
dikocok. Pengocokan dilakukan untuk mempercepat terjadinya
distribusi yang disebabkan karena tumbukan-tumbukan antar partikel
juga semakin cepat. Selain itu, hal ini juga berhubungan dengan
prinsip like dissolve like dimana vitamin C merupakan senyawa yang
bersifat polar karena adanya ikatan OH sehingga cepat larut dalam
aquadest yang sama sama bersifat polar. Berdasarkan uji kelarutan ini
dapat dipastikan mutu vitamin C sesuai dengan literatur Farmakope
Indonesia yang menyebutkan bahwa kelarutan vitamin C yaitu larut
dalam air dan agak sukar larut dalam etanol.
Tahap keempat yaitu memastikan mutu vitamin C dengan Uji
pH. Untuk mengidentifikasi suatu larutan bersifat asam, basa, atau
netral dapat digunakan indikator kertas lakmus. Hasil yang diperoleh
saat kertas lakmus dicelupkan ke dalam larutan vitamin C 10% yaitu
warna kertas lakmus biru menjadi merah dan lakmus merah tetap
berwarna merah. Perubahan warna yang dihasilkan oleh kertas lakmus
ini disebabkan karena adanya orchein (ekstrak lichenes) yang
berwarna biru di dalam kertas lakmus. Lakmus biru dibuat dengan
menambahkan ektrak lichenes yang berwarna biru ke dalam kertas
putih. Kertas akan menyerap ekstrak dan selanjutnya dikeringkan
dalam udara terbuka, sehingga dihasilkan kertas lakmus biru. Kertas
lakmus biru pada larutan yang bersifat basa akan tetap biru, karena
orchein merupakan anion, sehingga tidak akan bereaksi dengan anion
(OH-). Kertas lakmus merah dibuat dengan proses yang sama dengan
pembuatan kertas lakmus biru, tetapi ditambahkan sedikit asam sulfat
atau asam klorida agar warnanya menjadi merah. Sehingga mekanisme
reaksi orchein pada suasana asam akan kembali terjadi. Apabila ketas
lakmus merah dimasukkan ke dalam larutan yang bersifat asam,
warnanya akan tetap merah karena lakmus merah memang merupakan
orchein dalam suasana asam. Sedangkan, apabila kertas lakmus merah
ditambahkan larutan yang bersifat basa, maka orchein yang berwarna
biru akan kembali terbentuk. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan
bahwa vitamin C bersifat asam.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji organoleptis, uji dengan reagen
methylene blue, uji kelarutan, dan uji pH dapat dipastikan bahwa mutu
bahan baku vitamin C sesuai dengan literature (Farmakope Indonesia).
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Helmi, Vivi Delvita, dan Almahdy A., 2007, Pengaruh


Pemberian Vitamin C terhadap Fetus pada Mencit Diabetes. Jurnal Sains dan
Teknologi Farmasi, Vol. 12, No. 1, ISSN : 1410 0177, Andalas.

Day, R. A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta :Erlangga.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi 4. Jakarta : Depkes RI.

Florey, Klaus. 1982. Analytical Profiles of Drug Substances Vol 11.


Inc: Academic Press.

Haustein, Catherine Hinga. 2014. Oxidation-reduction Reaction.


Farmington Hills : Gale Group.

Helmiyesi, Rini Budi Hastuti, and Erma Prihastanti. "Pengaruh lama


penyimpanan terhadap kadar gula dan vitamin C pada buah jeruk siam (Citrus
nobilis var. microcarpa)." Jurnal Anatomi Fisiologi. Vol 16.2: 33-37.

Keppy, Nicole Kreuziger. 2010. Analysis of Methylene Blue Reduction


by Ascorbic Acid. USA: Thermo Fisher Scientific.

Munson, J.W. (1991). Analisis Farmasi Metode Modern. Parwa B.


Diterjemahkan Oleh Harjana. Surabaya: Airlangga University Press.

NCBI. 2007. Methylene Blue.


https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/methylene_blue#section=Top [
Diakses pada 21 September 2017].
Prawirokusumo, S. 1994. Ilmu Gizi Komparatif. Yogyakarta: BPFE.

Rahayu, Kartika Puji. 2016. Indikator Asam Basa.


https://prezi.com/zic4zwyu2iyc/indikator-asam-basa/ [diakses pada 21
September 2017].

Safaryani, Nurhayati, Sri Haryanti, dan Endah Dwi Hastuti, 2007,


Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Penurunan Kadar
Vitamin C Brokoli (Brassica oleracea L). Jurnal Anatomi dan
Fisiologi, Vol. XV, No. 2, Semarang.

Sudarmaji, Slamet. Dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan


Pertanian. Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Tjitro, soejono, Juliana Anggono, Adriana Anteng Anggorowati, dan


Gatut Phengkusaksomo, 2010. Studi Prilaku Korosi Tembaga dengan
Variasi Konsentrasi Asam Askorbat (Vitamin C) dalam Lingkungan Air
yang Mengandung Klorida dan Sulfat. Jurnal Teknik Mesin, Vol. 2,
No. 1, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai