PENDAHULUAN
dan hanya dapat dipecahkan dengan melihat kehidupan ini sebagai suatu
jaringan yang kompleks, suatu jaring-jaring yang saling terkait dan
melibatkan berbagai unsur dalam kehidupan.
Menurut Capra (1982) bahwa permasalahan yang perlu dipahami
yaitu dengan merubah prespektif kita selama ini, jika dilihat dari
pengertian struktur sosial statis hingga persepsi pola-pola perubahan
dinamis maka krisis ini muncul sebagai suatu aspek transformasi budaya.
Transformasi budaya merupakan langkah-langkah yang paling esensial
dalam perkembangan peradaban, Toynbee menganggap bahwa peradaban
itu terjadi dari adanya pola interaksi yang disebut dengan tantangan dan
tanggapan. Sekarang ini kita telah dihadapkan pada pandangan Toynbee,
transformasi budaya sebesar ini tidak akan dapat dicegah dan diharapkan
akan berjalan menuju fase yang bumi dan kehidupannya inginkan. Nilai
dan sikap manusia merupakan faktor yang mendasar dalam proses ini,
dalam konsep Tao disebutkan bahwa aliran dan perubahan akan terjadi
terus menerus dan dilandasi oleh irama dasar alam semesta sehinga secara
instrisik bersifat dinamis. Irama dasar alam inilah yang hilang dalam nilai-
nilai aktivitas hidup manusia, kearifan alam telah berpindah tangan secara
ironis ke kearifan manusia. Untuk itu, semua yang menjadi hak alam harus
dikembalikan dan penghargaan serta penghormatan terhadap alam
merupakan suatu kewajiban moral bagi manusia. Dan jelaslah bahwa krisis
global saat ini merupakan persoalan moral manusia terhadap alam, dan ini
hanya dapat diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang secara
fundamental.
3
Satu hal yang menarik akan keterkaitan agama dan etika manusia
selama ini dalam memandang dan memperlakukan alam, yakni munculnya
masalah dalam lingkungan global akibat perilaku manusia sehingga
dihadapkan pada kehancuran terhadap segala bentuk-bentuk kehidupan di
alam dan kehidupan manusia itu sendiri . Saat ini, seakan-akan manusia
telah kehilangan landasan yang mempengaruhi segala gerak dan
perilakunya sebagai mahkluk ciptaan Tuhan yang pasti akan terikat dalam
aturan dan norma-norma yang dianut menurut agama dan kepercayaannya.
Aturan dan norma-norma ini mengandung makna etika dan moral dalam
memperlakukan alam dan lingkungan sebagai ciptaan Tuhan, dan hal
tersebut lahir tidak hanya dari wahyu seperti dalam agama-agama samawi
tetapi diyakini lahir dari pemikiran yang intuitif dan instrinsik manusia yang
melihat dirinya bagian dari cosmos dan satu didalamnya, sehingga
terdapat tanggung jawab untuk memelihara alam dan lingkungan
sekitarnya.
Pernyataan Sergei Tsvetko dalam The Journal of Suistanable
Agriculture, Spring 1990, bahwa I think that ecology is first of all a
spritual movement Ecology to me is the contemporary religion. It is
only on basis of ecology that spritual integration of the whole global
community is possible. Pernyataan ini membuka mata kita kembali,
bahwa apa yang menjadi landasan gerak kita untuk dapat bertahan hidup
bersama alam telah terabaikan, bahkan beberapa kepercayaan tradisional
yang lahir dari proses alam telah hilang dimakan oleh kemajuan zaman.
Kita tak dapat memungkiri bahwa ekologi merupakan dasar bagi
pergerakan spritual, sejarah telah mencatatkan bahwa tradisi masyarakat
yang berkembang hingga saat ini merupakan bentuk manifestasi dari proses
mekanisme alam. Kita telah lupa proses mekanisme itu telah membawa
spesies manusia dan spesies lainnya dapat bertahan hidup sampai sekarang,
betapa alam tersebut secara arif dapat memenuhi kebutuhan ras manusia
selama ribuan tahun. Kearifan alam inilah yang dijadikan ritual bagi
4
Perubahan Sikap
fisik semakin langka, kita jelas harus lebih banyak menginvestasikan dalam
bentuk manusia, dengan kata lain keseimbangan ekologis memerlukan
lapangan kerja penuh.
Ekonom masa kini, telah menghindari isu nilai yang tak terungkap
itu sehingga para ahli ekonomi mundur kemasalah-masalah yang lebih
mudah tetapi kurang relevan dan menutupi pertentangan-pertentangan
nilai dengan menggunakan bahasa teknis yang panjang-lebar. Nilai-nilai
yang muncul didalam ekonomi kita dewasa ini hanyalah nilai-nilai yang
dapat dikuatifikasikan dengan diberi bobot moneter, dan membatasi
dengan tidak memasukkan perbedaan-perbedaan kualitatif yang sangat
menentukan bagi dimensi-dimensi ekologis, sosial dan psikologi dari
aktivitas ekonomi.
Salah satu konsekuensi yang paling penting dari perubahan nilai pada
akhir abad pertengahan adalah munculnya Kapitalisme. Perkembangan
mentalis ini terkait erat dengan konsep panggilan dan agama, yang muncul
bersama Marthin Luther dan Reformasi, bersama-sama dengan pengertian
kewajiban moral untuk memenuhi tugas seseorang dalam ikhtiar duniawi.
Konsep panggilan duniawi ini mengungkapkan perilaku religius kedalam
dunia sekuler. Aktivitas duniawi dan imbalan material yang berasal dari
perilaku rajin sebagai suatu tanda takdir Ilahi. Dengan demikian
muncullah Etos Kerja Protestan yang terkenal dimana kerja keras yang
mengingkari diri sendiri dan keberhasilan duniawi disamakan dengan
kebajikan. Menurut Max Weber nilai-nilai dan alasan religius memberi
dorongan dan energi emosional dan penting bagi kemunculan dan
perkembangan KAPITALISME.
Para ekonom konvensional cenderung memisahkan ekonomi dari
struktur ekologis yang melingkupinya, dan cenderung menggambarkannya
dalam pengertian model-model teoritis yang sederhana dan tidak realistik,
secara terang-terangan mereka tidak menerima sistem nilai yang menjadi
dasar model mereka dan secara diam-diam menerima perangkat nilai-nilai
yang benar-benar tidak seimbang yang mendominasi kebudayaan kita dan
terwujud dalam lembaga-lembaga sosial kita. Nilai-nilai ini telah
membawa kepada penekanan yang berlebihan pada teknologi keras, boros
dan eksploitasi SDA, yang semuanya digerakkan oleh obsesi yang tiada henti
dengan Pertumbuhan.
16
DAFTAR PUSTAKA
Engel, J.R. and J.G. Engel, 1990. Ethics Of Environment and Development :
Global Challenge, International Response. Sehaven Press, London