Anda di halaman 1dari 29

FAKULTAS KEDOKTERAN Makassar, 3 November 2017

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MODUL 2
BERCAK PUTIH

Disusun Oleh : Kelompok 2


Arsyad fadli 11020150005
A.Muh.Yasser Mukti 11020150022
Zihan Ayu Pratiwi 11020150036
Risna Sri Wahyuni.M 11020150053
Amaliah Hakim 11020150070
St. Umrah Hardianti 11020150093
Nur Azizah Fitriana 11020150108
Fathannia Rizky Diennillah 11020150131
Ikhmawanda Mufid 11020150132
Sharifa Mutiara 11020150139
Tutor : dr. Hermiaty N., M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2017
Skenario 1 :

Seorang perempuan 19 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan timbul bercak putih di
pipi kanan yang terasa gatal sejak 5 bulan lalu. Makin lama bercak putih ini makin bertambah
banyak dan menyebar hampir ke seluruh pipi. Bercak terasa gatal terutama pada saat waktu
siang dan berkeringat. . Tidak ada keluhan nyeri, tidak ada riwayat pengobatan .

Kata kunci

Perempuan 19 tahun
keluhan timbul bercak putih di pipi kanan terasa gatal sejak 5 bulan lalu
bercak putih ini makin bertambah banyak dan menyebar hampir ke seluruh pipi
Bercak terasa gatal terutama pada saat waktu siang dan berkeringat.
Tidak ada keluhan nyeri,
Tidak ada riwayat pengobatan

Pertanyaan :

1. Jelaskan penyebab timbulnya bercak putih di pipi kanan!


2. Jelaskan patomekanisme dan gejala pada scenario!
3. Mengapa bercak putih terasa gatal pada siang hari saat berkeringat dan
mengapa bercak putih menyebar ke seluruh pipi?
4. Tuliskan penyakit-penyakit dengan manifestasi bercak putih!
5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis yang sesuai dengan skenario
6. Jelaskan diferensial diagnosis.
7. Bagaimana penatalaksanaan awal yang sesuai dengan scenario?
1. Jelaskan penyebab timbulnya bercak putih di pipi kanan!
Infeksi karena jamur
Infeksi jamur kulit cukup banyak ditemukan di Indonesia,yang
merupakan Negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila
hygiene juga kurang sempurna. Di Jakarta golongan penyakit ini
sepanjang masa selalu menempati urutan kedua setelah dermatitis. Di
daerah lain, seperti Padang, Bandung, Semarang, Surabaya dan
Manado keadaannya kurang lebih sama, yakni menempati urutan ke-
2 sampai ke-4 terbanyak dibandingkan golongan penyakit yang
lainnya.
Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada
kulit,kuku,rambut dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada
umumnya golongan penyakit ini dibagi atas infeksi superfisial,infeksi
kutan dan infeksi subkutan. Infeksi superfisial yang paling sering
ditemukan adalah pitiriasis versikolor,yang biasanya disebabkan oleh
Malassezia furfur. Yang termasuk dengan infeksi kutan adalah
dermatofitosis dan kandidosis kutis. Infeksi subkutan yang kadang-
kadang ditemukan adalah sporotrikosis,fikomikosis
subkutan,aktinomikosis dan kromomikosis.
Infeksi karena bakteri
Infeksi bakteri primer pada kulit sering sekali disebabkan oleh
stafilokok koagulase-positif dan streptokok beta hemolitik.
Staphylococccus aureus,suatu bakteri koagulase-positif,merupakan
kokus patogen paling utama pada kulit. Kokus ini adalah gram-
positif,berbentuk bola dan bergerombol dalam bundle-bundel
kecil.kokus ini mudah tumbuh di media biakan. Dalam media
padat,dalam 24 jam akan tumbuh koloni-koloni berkilat,berwarna
kekuningan dan besar. Streptokok adalah bakteri gram psotif juga.
Bakteri ini biasanya merupakan penyebab Pityriasis Alba. Selain itu
terdapat juga bakteri Mycobacterium leprae yang merupakan basil
gram positif yang bersifat tahan asam. Bakteri ini menyebabkan
timbulnya penyakit kusta.
Pasca inflamasi
Hipopigmentasi pasca inflamasi adalah hipopigmentasi yang
terjadi setelah atau berhubungan dengan dermatosis yang disertai
inflamasi. Keadaan ini biasanya terjadi pada dermatitis
atopik,dermatitis eksematosa,dan psoriasis. Selain itu dapat juga
terjadi pada parapsoriasis,pitiriasis likenoides kronik,lupus
eritematosus diskoid dan liken planus.
Autoimun
Terdapat berbagai bukti biologis yang menunjukkan adanya
peranan autoimun pada vitiligo. Secara epidemiologi, vitiligo
dikaitkan dengan beberapa penyakit autoimun baik pada pasien
sendiri maupun pada keluarganya,yang menunjukkan adanya
kemungkinan kelainan autoimun yang diturunkan. Awalnya system
imunitas humoral dikaitkan dengan patogenesis vitiligo dengan
ditemukaannya antibody antimelanosit yang menargetkan berbagai
antigen melanosit seperti tirosinase,tyrosinase-related protein 1, dan
dopachrome tautomerase yang dapat menyebabkan kerusakan
melanosit secara in vitro dan in vivo.

Referensi:

- Ortonne JP,Bahadoran P,dkk.Hypomelanosis and Hypermelanosis


Dalam:Freedberg IM,Eisen AZ,Wolff K,dkk,editor. Fiitzpatricks
Dermatology in General Medicine. Sixth edition.Mc Graw Hill.New
York.2003:836-862
- Soepardiman L.Kelainan pigmen.Dalam: Djuanda A,Hamzah M,Aisah
S,editor.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Edisi
keempat.FKUI.Jakarta.2005:289-300
- Erepo.unud.ac.id
- Harahap,Marwali,dkk.2000.Ilmu Penyakit Kulit.Jakarta:Hipokrates
2. Jelaskan patomekanisme dan gejala pada scenario!
Patomekanisme bercak putih pada kulit bergantung pada kuman patogen yang
terkena yaitu bakteri atau jamur.

Densitas
melanosit
normal
Bateri berkurang atau
(streptococus sp ) penurunan Hipopigmentasi
jumlah dan
ukuran dari
melanosome

Respon SIS (sistem


Patomekanisme Gatal :

Ditransmisikan ke saraf-saraf yang bersilangan pada


kontralateral traktus spinothalamikus

Berjalan naik ke thalamus

Cortex

Pruritus (Gatal)

Pruritogen (inflamasi, tekanan, suhu)

Neuropeptida (Substansi P) di free


polymodal nociceptor nerves (PMN)

Histamin dikeluarkan oleh sel mast atau


endogen kimiawi lain

Sinaps serabut saraf C sensitif histamin


aktif

Referensi :
- Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi 7. 2015. Jakarta. FKUI
- http://digilib.unimus.ac.id
- P. C. A. Kam, K. H. Tan. 1996. Pruritus-itching for acause and relief. Vol. 51. Hlm.
1133-1138
3. Mengapa bercak putih terasa gatal pada siang hari saat berkeringat dan
mengapa bercak putih menyebar ke seluruh pipi?

Flora normal (jamur) ditubuh akan berubah menjadi patogen


karena adanya faktor predisposisi, baik eksogen maupun endogen. Faktor
eksogen meliputi panas dan kelembaban. Hal ini merupakan penyebab
sehingga pitiriasis versikolor banyak dijumpai di daerah tropis dan pada
musim panas di daerah sub tropis. Faktor eksogen lain adalah penutupan
kulit oleh pakaian atau kosmetik dimana mengakibatkan peningkatan
konsentrasi CO2, mikroflora dan pH.
Faktor endogen berupa malnutrisi, dermatitis seboroik, sindrom
cushing, terapi imunosupresan, hiperhidrosis dan riwayat keluarga yang
positif. Disamping itu diabetes melitus, pemakaian steroid jangka panjang,
kehamilan dan penyakit-penyakit berat memudahkan timbulnya pitiriasis
versikolor.
Patogenesis dari makula hipopigmentasi oleh terhambatnya sinar
matahari yang masuk ke dalam lapisan kulit yang akan mengganggu proses
pembentukan melanin, adanya toksin yang langsung menghambat
pembentukan melanin, dan adanya asam azeleat yang dihasilkan oleh
Pityrosporum dari asam lemak dalam sebum yang merupakan inhibitor
kompetitif dari tirosinase. Apabila jamur patogen ini tidak diatasi segera
maka penjalarannya akan semakin meluas.
Referensi : Donna Partogi : Pityriasis Versikolor Dan Diagnosis Bandingnya
(Ruam-ruam bercak putih pada kulit), 2008 USU e-Repository 2008

4. Tuliskan penyakit-penyakit dengan manifestasi bercak putih!


Morbus Hansen
Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian
atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan
saraf pusat.
Gejala:
1. Kelainan (lesi) kulit yang mati rasa. Kelainan kulit/lesi dapat
berbentuk bercak putih (hipopigmentasi) atau kemerahan (eritema)
yang mati rasa (anestesi).
2. Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan saraf
tepi (neuritis perifer) kronis. Gangguan fungsi saraf ini bisa berupa:
a) Gangguan fungsi sensoris: mati rasa
b) Gangguan fungsi motoris: kelemahan (paresis) atau
kelumpuhan (paralisis) otot.
c) Gangguan fungsi otonom: kulit kering dan retak-retak.

3. Adanya basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (slit
skin smear.
Gejala umum:
1. Panas dari derajat yang rendah sampai dengan menggigil
2. Anoreksia
3. Nausea, kadang-kadang disertai vomitus
4. Nyeri kepala
5. Kadang-kadang disertai Neuritis dan Orchitis

Pitiriasis vesikolor
Pitiriasis Versikolor yang disebabkan oleh Malassezia furfur / Pityrosporum
orbiculare (P.orbiculare) / P. ovale. Pitiriasis versikolor merupakan
penyakit infeksi jamur superfisial kronis pada kulit yang ditandai dengan
makula hipopigmentasi dan skuama.
Gejala: Lesi pitiriasis versikolor terutama dijumpai di bagian atas dada dan
meluas ke lengan atas, leher, tengkuk, perut atau tungkai atas/bawah.
Dilaporkan adanya kasus-kasus yang khusus dimana lesi hanya dijumpai
pada bagian tubuh yang tertutup atau mendapatkan tekanan pakaian ,
misalnya pada bagian yang tertutup pakaian dalam. Dapat pula dijumpai lesi
pada lipatan aksila, inguinal atau pada kulit muka dan kepala
Vitiligo
Vitiligo adalah kehilangan pigmen yang didapatkan dan ditegakkan dengan
pemeriksaan histologi dimana didapati tidak adanya melanosit epidermal
Gejala: Pasien dengan vitiligo akan menunjukkan satu sampai beberapa
makula amelanotik yang berwarna seperti kapur atau putih susu. Lesi
vitiligo biasanya dapat ditentukan batasnya dengan baik, tetapi garis tepinya
dapat dijumpai scalloped. Makula vitiligo dapat dievaluasi dengan
pemeriksaan lampu wood. Perbesaran lesi secara sentrifugal pada kadar
yang tidak dapat diprediksi dan dapat timbul di semua sisi tubuh, termasuk
mukosa membran. Walaupun demikian, lesi inisial lebih sering timbul pada
tangan, lengan bawah, kaki , dan wajah. Ketika vitiligo timbul pada wajah,
vitiligo sering melibatkan penyebaran di daerah perioral dan periokular
Pityriasis alba
Lesi berupa bercak hipopigmentasi dan dijumpai adanya skuama. Lesi
biasanya terdapat pada pipi, lengan dan paha bagian atas. Biasanya terdapat
pada penderita dermatitis atopik.
Tuberous sclerosis
Berupa makula hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya
terlihat sejak lahir atau masa bayi, dengan lokasi didaerah punggung dan
ekstremitas.
Piebaldism
Merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara dominan autosomal.
yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak dijumpainya
melanosit pada kulit dan rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan tubuh
bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna putih, kemudian
bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke dahi. Perkembangan lesi
depigmentasi biasanya stabil. Riwayat keluarga selalu dijumpai pada
penyakit ini
Nevusdepigmentosus
Merupakan bercak hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur,
tidak mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Pada
pemeriksaan histologi dijumpai melanosit dan melanin tetapi dengan jumlah
sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan pada kulit yang normal.
Hipopigmentasi post inflamasi
Berbagai proses inflamasi pada penyakit kulit dapat pula menyebabkan
hipopigmentasi misalnya lupus eritematosus diskoid, dermatitis atopik,
psoriasis, parapsoriasis gutata kronis, dan lain-lain. Predileksi dan bentuk
kelainan hipopigmentasi yang terjadi sesuai dengan lesi primernya.
Chemical leukoderma
Chemical leukoderma adalah hipomelanosis yang didapat akibat paparan
berulang bahan kimia tertentu terutama derivat phenol dan sulfhydril. Telah
dilaporkan terjadinya leukoderma pada pekerja yang terpajan monobenzil
eter hidrokuinon (MBEH) yang digunakan sebagai antioksidan

Referensi:
Repository.usu.ac.id

5. Jelaskan langkah-langkah diagnosis yang sesuai dengan skenario


Anamnesis umum
Menanyakan data pribadi pasien: nama, umur, alamat, dan pekerjaan.
Menanyakan apa yang menyebabkan pasien datang ke dokter (keluhan
utama).
Anamnesis terpimpin
Menanyakan kapan kelainan kulit tersebut mulai muncul. Menggali
lebih dalam tentang onset, durasi kelainan tersebut, apakah hilang
timbul atau menetap, bagaimana gambaran lesi awalnya, dimana lokasi
awalnya, bagaimana perkembangan lesinya serta distribusi lesi
selanjutnya.
Menanyakan apakah disertai rasa panas pada lesi atau tidak, adakah
demam atau tidak.
Menanyakan apakah disertai gatal atau tidak.
Menanyakan apakah kelainan kulit ini ada hubungannya dengan
pekerjaan sebelum
Menanyakan apakah ada keluhan lain yang dirasakan oleh pasien. Jika
ada tanyakanlah:
kapan mulai terjadi hal tersebut, apakah terjadi mendadak atau
tidak.
apakah muncul bersamaan atau sesudahnya.
Menanyakan apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama pada
masa lalu.
Menanyakan riwayat penyakit yang sama dalam lingkup keluarga atau
lingkungan sekitar tempat tinggal.
Menanyakan adanya riwayat kontak dengan penderita penyakit dengan
gejala yang sama, riwayat kontak dengan serangga ataupun tanaman.
Menanyakan riwayat pengobatan yang pernah diterima dari dokter dan
obat yang dibeli sendiri oleh pasien tanpa resep dokter

PEMERIKSAAN KULIT
1) Pemeriksaan penderita seharusnya ditempat yang terang. Dan seharusnya
selalu memeriksa pasien mulai dari kepala hingga kaki. Inspeksi dan palpasi
lesi atau kelainan kulit yang ada (menggunakan kaca pembesar). Hal-hal
pokok dalam pemeriksaan dermatologis yang baik
adalah:
a. Lokasi dan /atau distribusi dari kelainan yang ada : Hal ini bisa
sangat membantu : sebagai contoh, dermatitis seboroik
mempunyai tempat predileksi pada wajah, kepala, leher, dada,
telinga, dan suprapubis; pada anak,eksema cenderung terjadi di
daerah fleksor; akne terutama pada wajah dan tubuh bagian atas;
karsinoma sel basal biasanya lebih sering muncul di kepala dan leher
b. Karakterisitik lesi individual: Tipe: Karakteristik lesi :makula,
papula, nodul, plak, vesikel, bulla, pustula, ulkus, urtikaria (untuk
mencari gambar gambar effloresensi lainnya, cobalah cari di buku
buku rujukan) Karakteristik permukaan lesi : Skuama , Krusta,
Hiperkeratosis, Eskoriasi, Maserasi dan Likenifikasi
Ukuran, bentuk , garis tepi dan batas-batasnya. Ukuran sebaiknya
diukur dengan tepat, daripada hanya membandingkan dengan
kacang polong, jeruk atau koin. Lesi bisa mempunyai berbagai
macam bentuk, misalnya bulat, oval, anular, liniear atau tidak
beraturan; tepi-tepi yang lurus atau bersudut mungkin disebabkan
oleh faktor-faktor eksternal.
Warna, selalu ada manfaatnya untuk membuat catatan tentang
warna:merah, ungu, cokelat, hitam pekat dan sebagainya
Gambaran Permukaan. Telusuri apakah permukaan lesi halus
atau kasar, dan untuk membedakan krusta( serum yang
mengering) dengan skuama (hiperkeratosis); beberapa
penelusuran pada skuama dapat membantu, misalnya terdapat
warna keperakan padapsoriasis.
Teksturdangkal?dalam? Gunakan ujung jari Anda pada
permukaan kulit; perkirakan kedalaman dan letaknya apakah di
dalam atau di bawah kulit;angkat sisik atau krusta untuk melihat
apa yang ada dibawahnya; usahakan untuk membuat lesi
memucat dengan tekanan.

2) Pemeriksaan lokasi-lokasi sekunder: Carilahkelainan-kelainan di tempat


lain yang dapat membantu diagnosis. Contoh yang baik antara lain :
Kuku ada psoriasis
Jari-jemari dan pergelangan tangan pada skabies
Daerah sela-sela jari kaki pada infeksi jamur
Mulut pada liken planus

3) Tehnik-tehnik pemeriksaan khusus: Diperlukan tehnik tehnik khusus


dalam melakukan pemeriksaan kulit seperti kerokan kulit dengan
KaliumHidroksida untuk memeriksa adanya hifa dan spora untuk
pemeriksaan jamur pada kulit.
Pemeriksaaan penunjang

1. Pemeriksaan dengan Lampu Wood, yaitu sinar dengan panjang gelombang 320-
400 nm (365 nm) (berwarna ungu).
Pemeriksaan ini untuk mengetahui fluoresensi dari berbagai kuman patogen,
seperti pada infeksi: Microsporum sp. (kuning orange), P. ovale (kuning
kehijauan), eritrasma: C. minutissimun (kuning kemerahan). Pemeriksaan ini
juga untuk mengetahui kedalaman pigmentasi pada melasma, apabila pada
penyinaran dengan lampu Woods batas pigmentasi terlihat lebih jelas daripada
pemeriksaan langsung, memperlihatkan pigmentasi epidermal, dan sebaliknya
pada pigmentasi dermal, hasil pemeriksaan lampu Wood akan tampak
mengabur.

2. Pemeriksaan darah, urin, atau feces rutin, kimia darah (fungsi hati, fungsi ginjal,
glukosa darah), serologi (infeksi herpes simpleks, sifilis, HIV), biologi
molekuler (PCR (polymerazed chain reaction) DNA tuberkulosis kulit).

3. Biopsi kulit untuk mengetahui jenis atau proses patologi penyakit

6. Jelaskan diferensial diagnosis.


A. PITYRIASIS VERSICOLOR

Pitiriasis versikolor adalah infeksi jamur superfisial kronik ringan


yang disebabkan oleh jamur malassezia dengan ciri klinis discrete atau
Confluent. Memiliki ciri-ciri bersisik, tidak berwarna atau tidak
berpigmen dan tanpa peradangan. Pitiriasis versikolor paling dominan
mengenai badan bagian atas, tetapi sering juga ditemukan di ketiak, sela
paha, tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala.
EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor merupakan infeksi jamur superfisial yang paling
sering ditemukan. Prevalensi pitiriasis versikolor di Amerika Serikat
diperkirakan 2-8% dari semua penduduk. Prevalensi pitiriasis versikolor
lebih tinggi di daerah tropis yang bersuhu panas dan kelembapan relatif. Di
dunia prevalensi angka pitiriasis versikolor mencapai 50% di daerah yang
panas dan lembab dan 1,1% di daerah yang dingin. Penyakit ini sering
ditemukan pada usia 13-24 tahun. Di Indonesia penyakit ini sering disebut
panu dan angka kejadian di Indonesia belum diketahui tetapi di Asia dan
Australia pernah dilakukan secara umum percobaan pada tahun 2008
didapatkan angka yang cukup tinggi karena didukungnya iklim di daerah
Asia.
ETIOLOGI
Flora normal pada kulit ada beberapa termasuk jamur lopopilik. Bisa
berupa jamur polimorpik single spesies seperti Pityrosporum ovale atau
Pityrosporum oblicular, namun sekarang diakui bahwa nama genus tersebut
tidak valid, dan jamur ini sudah di klasifikasikan ulang dalam genus
malassezia sebagai spesies tunggal, Malassezia furfur. Namun, analisa
genetik mendemonstrasikan bahwa sekarang jauh lebih komplek. Saat ini
setidaknya sudah 12 spesies terpisah dari jamur lofilik yang dapat
dijelaskan, dan hanya 8 yang dapat menginfeksi kulit manusia. Spesies yang
tergantug pada lemak adalah M. sympodialis, M. globosa, M. restricta, M.
slooffiae, M. fufur, M. obtusa, dan yang terbaru ditemukan M. dermatis, M.
japonica, M. yamotoensis, M. nana, M. carpae, dan M. equina. Ada satu
lipofilik yang tidak sepenuhnya bergantung pada lemak yaitu M.
pachydermatis ini sering ditemukan pada kulit hewan. Yang sebelumnya
kita kenal sebagai M. fufur sebenarnya terdiri dari beberapa spesies.
Beberapa penelitian pada kulit normal dan kulit yang terdapat lesi
khususnya kulit yang dicurigai malassezia beberapa percobaan ada yang
menggunakan mikroskopis dan kultur, karena teknik sampling yang
berbeda-beda maka sangat sedikit sekali yang bisa dibandingkan. Beberapa
peneliti menemukan bahwa M. globosa adalah spesies yang paling sering
ditemukan pada pitiriasis versikolor, tetapi para peneliti lain
menemukan bahwa M. furfur dan M. sympodialis dalah spesies
predominan dan M. sympodialis sering ditemukan pada kulit normal.
Dari pemeriksaan mikroskopis sisik jamur pitiriasis versikolor
hampir selalu berdinding tebal, bentuk bulat dan tunas dari dasarnya
berbentuk sempit sesuai gambaran M. globosa dan mycelium bersepta dan
tersusun atas filamen- filamen tipis. Di daerah tropis mycelium muncul
bersama jamur berbentuk oval yang bertunas dari dasarnya secara morfologi
mirip dengan M. furfur atau M. obtusa. Pada awalanya sangat tidak mungkin
untuk menggambarkan fase mycelial dari spesies malassezia di dalam
makhluk hidup. Tetapi pada tahun 1977 tiga kelompok peneliti sukses
menunjukkan jamur dan bentuk mycelial dengan beberapa media. Kasus
terkait M. furfur terjadi karena flora yang ada di host tapi juga dapat
dikarenakan transmisi dari orang lain.
Pitiriasis versikolor dalam beberapa kasus terjadi karena tidak
seimbangnya atara host dan flora jamur tersebut. Ada beberapa faktor yang
berkontribusi menganggu keseimbangan tersebut. Diketahui beberapa
spesies malassezia berubah menjadi mycelial dan memeliki tingkat yang
lebih besar. Beberapa keluarga dengan riwayat positif terkena pitiriasis
versikolor lebih sering terkena penyakit tersebut, hal ini belum diketahui
karena genetik atau disebabkan faktor resiko paparan yang semakin besar
dari M. furfur.
Faktor predesposisi yang mempengaruhi perkembangan pitiriasis
versikolor bervariasi, yang perlu diperhatikan adalah faktor lingkungan dan
faktor host tersebut. Pada lingkungan beriklim hangat ditemukan hifa yang
berhubugan dengan jamur malassezia pada kulit normal. Jenis kelamin
adalah faktor yang
GEJALA KLINIS
Kelainan pitiriasis versikolor sering ditemukan di bagian atas dada
dan meluas ke lengan atas, leher, punggung, dan tungkai atas atau bawah.
Penderita pada umumnya. Keluhan yang dirasakan penderita umumnya
gatal ringan saat berkeringat. Makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi,
berbentuk teratur sampai tidak teratur, berbatas tegas maupun difus.
Beberapa bentuk yang tersering yaitu:
Berupa bercak-bercak yang melebar dengan skuama halus
diatasnya dengan tepi tidak meninggi, ini merupakan jenis
makuler.
Berupa bercak seperti tetesan air yang sering timbul disekitar
folikel rambut, ini merupakan jenis folikuler.

Pitiriasis versikolor pada umumya tidak memberikan keluhan pada penderita


atau sering disebut asimtomatis. Penderita lebih sering merasakan gatal-gatal
ringan tetapi biasanya penderita berobat karena alasan kosmetik yang
disebabkan oleh bercak hipopigmentasi. Hipopigmentasi pada lesi tersebut
terjadi karena asam dekarboksilat yang diproduksi oleh malassezia yang
bersifat sebagai inhibitor kompetitif terhadap enzim tirosinase dan
mempunyai efek sitotoksik terhadap melanosit, sedangkan pada lesi
hiperpigmentasi belum bisa dijelaskan.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, pemeriksaan
mikroskopis, dan pemeriksaan menggunakan lampu wood. Gambaran khas
berupa bercak hipopigmenasi sampai hiperpigmentasi dengan penyebaran
yang luas beserta batas tegas.
1) Pemeriksaan dengan lampu wood

Pemeriksaan ini dilakukan dikamar atau ruangan yang gelap sehigga


metode ini klinisi harus mempersiapkan ruangan yang sesuai beserta lampu
wood yang akan digunakan untuk mendiagnosis pasien.
Hasil dari pemeriksaan ini kulit yang terkena pitiriasis versikolor
akan berfluoresensi menjadi kuning keemasan. Fluoresensi ini dapat
menunjukkan batas lesi yang terlihat jelas, sehingga kita bisa mengetahui
luas lesi, selain itu dapat juga dipakai untuk evaluasi pegobatan yang
sebelumnya.

2) Pemeriksaan sediaan langsung degan mikroskop cahaya

Preparat sediaan dibuat dari kerokan skuama pada lesi yang


diletakkan pada objek glass yang ditetesi dengan larutan KOH 20% sebanyak
1-2 tetes, kemudian ditutup dengan gelas penutup dan didiamkan selama 15-
20 menit agar epitel kulit melarut. Setelah sediaan siap, kemudian
dilaksanakan pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya dengan
pembesaran 10x10, dilanjutkan pembesaran 10x40. Pemeriksaan
menggunakan KOH 10-20% ditemukan hifa pendek tebal 2-5 dan
bersepta, dikelilingi spora berukuran 1-2 gambaran ini khas sphageti and
meatball atau banana and grapes.
PENATALAKSANAAN

Pengobatan infeksi jamur pitiriasis versikolor ada dua jenis, bisa


dilakukan secara topikal dan sistemis. Lesi yang minimal biasanya
menggunakan tipe pengobatan jenis topikal.
Pengobatan jenis topikal yaitu:
1. Ketokonazol shampoo
2. Selenium sulfat
3. Larutan natrium tiosulfit
4. Imdzole krim
5. Bedak kocok sulfur presipitatum

Pengobatan jenis sistemik yaitu:

1. Ketokonazole
Dosis: 200Mg setiap hari selama sepuluh haridan sebagai dosis
tunggal 400Mg
2. Intracoazole
Dosis: 200Mg setiap hari selama tujuh hari
3. Fluconazole
Dosis: 200Mg setiap hari selam tujuh hari
B. PITYRIASIS ALBA
Penyakit kulit yang asimptomatik dengan ciri khas berupa lesi kulit
yang hipopigmentasi, penebalan, dan skuama dengan batas yang kurang
tegas. Kondisi seperti ini biasanya terletak pada daerah wajah, lengan atas
bagian lateral, dan paha. Jika terkena pada anak-anak biasanya lesinya
menghilang setelah dewasa. Pitiriasis alba umumnya ditemukan pada anak-
anak dan dewasa muda dan sering didapatkan pada wajah, leher, dan bahu.
Lesi menjadi jelas pada saat setelah musim panas dimana hanya pada bagian
lesi, kulit tidak menjadi gelap. Ukuran lesinya bervariasi namun biasanya
rata-rata berdiameter 2 4cm.

Pitiriasis alba pertama kali ditemukan oleh Gilbert tahun 1860 dan
digolongkan sebagai penyakit bersisik pada saat ini pitiriasis alba
digolongkan sebagai bentuk inflamasi dermatosis dan mempunyai beberapa
nama yang berbeda dengan melihat aspek klinis pada lesi. Nama-nama yang
sering digunakan adalah seperti pityriasis alba faciei dan pityriasis alba
simplex.

Meskipun pitiriasis alba bukan kasus serius, tapi penting dalam


aspek kosmetik karena sering mengenai pada wajah terutama pada mulut,
dagu, pipi, serta dahi.

EPIDEMIOLOGI

Di Amerika Serikat, pitiriasis alba umumnya terjadi sampai 5


% pada anak-anak, tetapi epidemiologi yang pasti belum dapat dijelaskan.
Pitiriasis alba umumnya terjadi pada anak-anak yang berusia 3-16 tahun.
Sembilan puluh persen kasus terjadi pada anak yang berusia lebih muda
dari 12 tahun. Sering juga terjadi pada orang dewasa.

Pitiriasis alba dapat terjadi pada semua ras, tetapi memiliki


prevalensi yang tinggi pada orang-orang yang memiliki kulit yang
berwarna. Wanita dan pria sama banyak.
ETIOLOGI

Sampai saat ini belum ditemukan adanya etiologi yang definitif


walaupun beberapa usaha telah dilakukan untuk menemukan adanya
mikroorganisme pada lesi kulit. Namun dikatakan juga biasanya pitiriasis
alba seringkali didapat pada kulit yang sangat kering yang dipicu oleh
lingkungan yang dingin.

Pitriasis alba juga telah diketahui sebagai suatu manifestasi dari


dermatitis atopik. Penelitian terakhir mengenai etiologi pitriasis alba yang
dilakukan pada tahun 1992, dimana Abdallah menyimpulkan
Staphylococcus aureus merupakan elemen penting dalam menimbulkan
manifestasi klinis penyakit ini. Dia menemukan bakteri ini ada pada 34%
dalam plak pitriasis alba dan 64% pada rongga hidung pasien yang sama
dan pada kelompok kontrol presentasinya secara berurutan 4% dan 10%.
Faktor lingkungan sepertinya sangat berpengaruh walaupun mungkin bukan
berupa agen etiologis langsung, paling tidak dapat memperburuk atau
memperbaiki lesi.

PATOGENESIS
Dalam penelitian pada 9 pasien dengan pitiriasis alba yang luas,
ditemukan densitas dari melanosit yang normal berkurang pada daerah lesi
tanpa adanya aktivitas sitoplasmik. Melanosom cenderung lebih sedikit dan
lebih kecil namun pola distribusi dalam keratinosit normal. Hipopigmentasi
utamanya diakibatkan oleh berkurangnya jumlah melanosit aktif dan
penurunan jumlah dan ukuran dari melanosomes pada daerah lesi kulit.
Transfer melanosom di keratinosit secara umum tidak terganggu. Gambaran
histologis kurang spesifik. Hiperkeratosis dan parakeratosis tidak selalu ada
dan sepertinya tidak berperan penting dalam patogenesis dari
hipomelanosis. Beragam derajat jumlah edema dan sekret lemak
intrasitoplasmik dapat terlihat.
GAMBARAN KLINIS

Pitiriasis alba umumnya bersifat asimtomatis tetapi bisa juga


didapatkan rasa terbakar dan gatal.1,3,7 Secara klinis, pitiriasis alba ditandai
oleh makula berbentuk bulat atau oval kadang irregular yang pada awalnya
berwarna merah muda atau coklat muda ditutupi dengan skuama halus, yang
kemudian menjadi hipopigmentasi.6,13

Gambar 1. Makula hipopigmentasi pada daerah pipi.

Lesi biasanya multipel dengan diameter bervariasi antara 0,5-2 cm


dan dapat tersebar secara simetris.6,10 Lesi pada umumnya didapatkan pada
daerah wajah ( sekitar 50-60 % kasus ) terutama pada daerah dahi, sekitar
mata dan mulut. Tetapi dapat juga ditemukan pada daerah yang lain seperti
pada leher, bahu, ekstremitas atas serta pada ekstremitas bawah.

Secara klinis, pitiriasis alba bisa dibagi menjadi dua, yaitu :

A. Bentuk lokal.
Bentuk yang sering ditemukan dan sering pada anak. Umumnya lesi
didapatkan pada daerah wajah. Bentuk ini memberikan respon yang baik
dengan pengobatan.
B. Bentuk umum.
Jarang ditemukan dan sering pada usia remaja

Secara klinis bisa dibagi menjadi 2 varian, yaitu :

Idiopatik : ditandai oleh lesi nonsquamous yang simetris berbatas tegas dan
berwarna putih di mana cenderung untuk merusak permukaan kulit pada
daerah tungkai dan lengan secara ekstensif. Varian ini memberikan respon
yang jelek dengan pengobatan.
Dengan riwayat dermatitis atopik : varian ini juga dikenali sebagai extensive
pityriasis alba yang ditandai dengan rasa gatal pada daerah lesi dan sering
didapatkan pada daerah antecubital, popliteal dan bisa mengenai seluruh
badan. Varian ini memberikan respon yang baik dengan pengobatan
kortikosteroid.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan adalah :


Pemeriksaan potassium hidroksida (KOH)
Pemeriksaan ini dapat menyingkirkan pitiriasis versikolor, tinea fasialis
atau tinea korporis
Pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit
Pemeriksaan histopatologis dari biopsi kulit tidak banyak membantu karena
tidak patognomonik untuk menegakkan diagnosis. Pada pemeriksaan
histopatologis didapatkan : adanya akantosis ringan, spongiosis dengan
hiperkeratosis dan parakeratosis setempat, pigmentasi melanin yang
irreguler pada lapisan basal kulit. Kadang ditemukan pula kelenjar sebum
yang atrofi.
Pemeriksaan mikroskop electro. Terlihat penurunan jumlah serta
berkurangnya ukuran melanosom.

DIAGNOSIS

Diagnosis pitiriasis alba dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang. Biasanya terjadi pada anak-
anak yang berusia 3-16 tahun.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan lesi berbentuk bulat, oval atau


plakat tidak teratur. Warna merah muda atau sesuai dengan warna kulit
dengan skuama halus. Setelah eritema menghilang, lesi yang dijumpai
hanya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya multipel 4
sampai 20 dengan diameter antara - 2 cm. Dengan distribusi lesi pada
wajah yaitu paling banyak di sekitar mulut, dagu dan pipi.

Pemeriksaan penunjang juga dibutuhkan dalam menegakkan


diagnosis pitiriasis alba, seperti pemeriksaan potassium hidroksida (KOH),
pemeriksaan histopatologi dari biopsi kulit, pemeriksaan lampu wood,dan
mikroskop elektron. Pada pemeriksaan potassium hidroksida (KOH) tidak
didapatkan hifa dan spora yang merupakan indikasi dari penyakit akibat
jamur. Pada pemeriksaan histopatologis hanya dijumpai adanya akantosis
ringan, spongiosis dengan hiperkeratosis sedang dan parakeratosis
setempat. Pada pemeriksaan mikroskop elektron terlihat penurunan jumlah
serta berkurangnya ukuran melanosom.

PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan yaitu mengeliminasi inflamasi dan infeksi,


mengembalikan barier stratum korneum dengan menggunakan emolient dan
penggunaan bahan antipruritus untuk mengurangi kerusakan pada kulit dan
mengontrol faktor faktor eksaserbasi.

Dengan penggunaan hidrokortison dan krim emolien dapat mengurangi


eritema, skuama dan gatal.

Antibiotik juga dapat diberikan untuk mengatasi infeksi oleh


staphylococcus aureus seperti cephalexin, cefadroxil, dan dicloxacillin.

PROGNOSIS
Pitiriasis alba memiliki prognosis yang baik. Depigmentasi yang terjadi tidak
permanen dan biasanya sembuh spontan dalam beberapa bulan sampai beberapa
tahun. Durasi gejala berbeda pada setiap individu. Pengobatan dapat
mempersingkat durasi lesi sampai beberapa minggu.

Refrensi :

Dr, Prof,dr, Adhi Djuanda. Mochtar, dr Hamzah. Dr, Prof, Dr, Siti, Aisah.
2010. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia Jakarta. 333-334
M., Judith, Wilkinson. R., Nancy, Ahern. 2007. Diagnosis keperawatan.
Buku kedokteraan

B. PENYAKIT KUSTA (MORBUS HANSEN, LEPRA)


Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae (M. leprae ) yang pertama menyerang saraf tepi,
selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran napas bagian
atas, sistem retikuloendotelial, mata, otot, tulang dan testis kecuali susunan
saraf pusat. Pada kebanyakan orang yang terinfeksi dapat asimtomatik,
namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai
kecenderungan untuk menjadi cacat, khususnya pada tangan dan kaki

EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini epidemiologi penyakit kusta belum sepenuhnya
diketahui secara pasti. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia terutama di
daerah tropis dan subtropis. Dapat menyerang semua umur, frekwensi
tertinggi pada kelompok umur antara 30-50 tahun dan lebih sering mengenai
laki-laki daripada wanita.
Menurut WHO (2002), diantara 122 negara yang endemik pada
tahun 1985 dijumpai 107 negara telah mencapai target eliminasi kusta
dibawah 1 per 10.000 penduduk pada tahun 2000. Pada tahun 2006
WHO mencatat masih ada 15 negara yang melaporkan 1000 atau lebih
penderita baru selama tahun 2006. Lima belas negara ini mempunyai
kontribusi 94% dari seluruh penderita baru didunia. Indonesia menempati
urutan prevalensi ketiga setelah India, dan Brazil.
Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir pada seluruh propinsi
dengan pola penyebaran yang tidak merata. Meskipun pada pertengahan
tahun 2000 Indonesia secara nasional sudah mencapai eliminasi kusta
namun pada tahun tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 terjadi
peningkatan penderita kusta baru. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta
baru di Indonesia sebanyak 17.921 orang. Propinsi terbanyak melaporkan
penderita kusta baru adalah Maluku, Papua, Sulawesi Utara dan Sulawesi
Selatan dengan prevalensi lebih besar dari 20 per 100.000 penduduk. Pada
tahun 2010, tercatat 17.012 kasus baru kusta di Indonesia dengan angka
prevalensi 7,22 per 100.000 penduduk sedangkan pada tahun 2011, tercatat
19.371 kasus baru kusta di Indonesia dengan angka prevalensi 8,03 per
100.000 penduduk.

ETIOLOGI
Kuman penyebab penyakit kusta adalah M.leprae yang ditemukan
oleh GH Armauer Hansen, seorang sarjana dari Norwegia pada tahun 1873.
Kuman ini bersifat tahan asam, berbentuk batang dengan ukuran 1-8 mikron
dan lebar 0,2 - 0,5 mikron, biasanya berkelompok dan ada yang tersebar
satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak
dapat dikultur dalam media buatan. Kuman ini juga dapat menyebabkan
infeksi sistemik pada binatang armadilo.

DIAGNOSIS
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama
atau tanda kardinal, yaitu:
a) Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.
Kelainan kulit/lesi yang dapat berbentuk bercak keputihan
(hypopigmentasi) atau kemerahan (erithematous) yang mati rasa
(anaesthesia)
b) Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.Gangguan
fungsi saraf tepi ini biasanya akibat dari peradangan kronis pada saraf tepi
(neuritis perifer). Adapun gangguan gangguan fungsi saraf tepi berupa:
Gangguan fungsi sensoris: mati rasa.
Gangguan fungsi motoris: kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan
(paralise).
Gangguan fungsi otonom: kulit kering.
Ditemukannya M.leprae pada pemeriksaan bakteriologis.

Pemeriksaan Serologi
Tes serologi merupakan tes diagnostik penunjang yang paling
banyak dilakukan saat ini. Selain untuk penunjang diagnostik klinis
penyakit kusta, tes serologi juga dipergunakan untuk diagnosis infeksi M.
lepraesebelum timbul manifestasi klinis. Uji laboratorium ini
diperlukanuntuk menentukan adanya antibodi spesifik terhadap M. lepraedi
dalam darah. Dengan diagnosis yang tepat, apalagi jika dilakukan sebelum
timbul manifestasi klinis lepra diharapkan dapat mencegah penularan
penyakit sedini mungkin Pemeriksaan serologis kusta yang kini banyak
dilakukan cukup banyak manfaatnya, khususnya dalam segi
seroepidemiologi kusta di daerah endemik. Selain itu pemeriksaan ini dapat
membantu diagnosis kusta pada keadaan yang meragukan karena tanda-
tanda klinis dan bakteriologis tidak jelas. Karena yang diperiksa adalah
antibodi spesifik terhadap basil kusta maka bila ditemukan antibodi dalam
titer yang cukup tinggi pada seseorang maka patutlah dicurigai orang
tersebut telah terinfeksi oleh M.leprae .

Pada kusta subklinis seseorang tampak sehat tanpa adanya penyakit


kusta namun di dalam darahnya ditemukan antibodi spesifik terhadap basil
kusta dalam kadar yang cukup tinggi

Beberapa jenis pemeriksaan serologi kusta yang banyak digunakan,


antara lain:
I. Uji FLA
ABS (Fluorescent leprosy Antibodi-Absorption test)
Uji ini menggunakan antigen bakteri M. Leprae secara utuh
yang telah dilabel dengan zat fluoresensi. Hasil uji ini memberikan
sensitivitas yang tinggi namun spesivisitasnya agak kurang karena
adanya reaksi silang dengan antigen dari mikrobakteri lain.
II. Radio Immunoassay (RIA)
Uji ini menggunakan antigen dari M. leprae yang dibiakkan
dalam tubuh Armadillo yang diberi label radio aktif.
III. Uji MLPA (Mycobacterium leprae particle agglutination)
Uji ini berdasarkan reaksi aglutinasi antara antigen sintetik PGL-1
dengan antibodi dalam serum. Uji MLPAmerupakan uji yang praktis
untuk dilakukan di lapangan, terutama untuk keperluan skrining
kasus seropositif.
IV. Antibodi monoklonal (Mab) epitop MLO4 dari protein 35-kDa
M.lepraemenggunakan M. lepraesonicate (MLS) yang spesifik dan
sensitif untuk serodiagnosis kusta. Protein 35-kDa M. lepraeadalah
suatu target spesifik dan yang utama dari respon imun seluler
terhadap M. leprae, merangsang proliferasi sel T dan sekresi
interferon gamma pada pasien kusta dan kontak.

REPOSITORY.USU.AC.ID

7. Bagaimana penatalaksanaan awal yang sesuai dengan skenario?


Karena dari skenario yang kami dapatkan, kami mencurigai adanya
infeksi jamur maka penatalaksanaan awal yang dapat di lakukan adalah
mencuci pakaian, kain sprei, handuk dengan air panas untuk menghindari
infeksi berulang. Kebanyakan pengobatan akan menghilangkan bukti
infeksi aktif (skuama) dalam waktu beberapa hari, tetapi untuk menjamin
pengobatan yang tuntas pengobatan ketat ini harus dilanjutkan beberapa
minggu.
Perubahan pigmen lebih lambat hilangnya. Daerah hipopigmentasi
belum akan tampak normal sampai daerah itu menjadi coklat kembali.
Sesudah terkena sinar matahari lebih lama daerah-daerah yang
hipopigmentasi akan coklat kembali. Meskipun terapi nampak sudah cukup,
bila kambuh atau kena infeksi lagi merupakan hal biasa, tetapi selalu ada
respon terhadap pengobatan kembali.
Obat-obat anti jamur yang dapat menolong misalnya salep whitfield,
salep salisil sulfur (salep 2/4), salisil spiritus, tiosulfatnatrikus (25%). Obat-
obat baru seperti selenium sulfida 2% dalam shampo, derivatimidasol
seperti ketokonasol, isokonasol, toksilat dalam bentuk krim atau larutan
dengan konsentrasi 1-2% sangat berkhasiat baik.

Referensi : mikosis superfisial, library.usu.ac.id

Anda mungkin juga menyukai