Anda di halaman 1dari 26

Makalah Obgyn

Anemia dan Kelainan hematologi

ANEMIA DALAM KEHAMILAN

PRINSIP DASAR
Yang dimaksud anemia adalah keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb)
kurang dibanding normal. Baik di negara maju maupun di Negara berkembang,
seseorang disebut menderita anemia bila kadar Hemoglobin (Hb) kurang dari 10 gr
% yang disebut sebagai anemia berat atau bila kurang dari 6 gr% disebut sebagai
anemia gravis.
Wanita tidak hamil memiliki nilai normal Hb 12-15 gr % dan Ht 35-54 %.
Angka- angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil yang mendapat pengawasan
selama hamil. Anemia sering dijumpai dalam kehamilan. Anemia pada kehamilan
terutama disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat-zat makanan
bertambah serta terjadi pula perubahan-perubahan dalam darah dan sumsum tulang.
Anemia dalam kehamilan merupakan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
10 g%.
Menurut penyelidikan Hoo Swie Tjiong :
1. Frekuensi anemia dalam kehamilan : 18,5 %
2. Pseudoanemia/ anemia fisiologik : 57,9 %
3. Wanita hamil dengan Hb >12 g% : 23,6 % dengan Hb rata-rata
Trimester I : 12,3 g%
Trimester II : 11,3 g%
Trimester III : 10,8 g%
Nilai batas kadar hemoglobin ketiganya dan kadar hemoglobin ibu tidak hamil
berbeda. Hal ini terjadi karena adanya pengenceran darah pada ibu hamil yang
menjadi semakin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga frekuensi
anemia dalam kehamilan meningkat pula.
Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang disebut hidremia atau
hipervolemia. Namun, bertambahnya sel-sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah Hemodilusi.
Pertambahan tersebut berbanding sebagai berikut : plasma 30 %, sel darah 18 %,
dan hemoglobin 19%.

Halaman 1
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Pengenceran darah ini merupakan penyesuaian diri secara fisiologi dalam


kehamilan dan bermanfaat bagi wanita karena :
1. Dengan pengenceran darah, beban jantung menjadi ringan. Dimana pada masa
hamil jantung harus bekerja lebih berat sebagai akibat hidremia sehingga
cardiac output meningkat. Kerja jantung akan menjadi lebih ringan jika
viskositas darah rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan
darah tidak naik.
2. Pada perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang akan
menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan apabila darah itu tetap kental.
Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan umur 10
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu.
Kadar Hb, jumlah eritrosit, dan nilai hemotokrit, akan turun pada kehamilan 8
minggu sampai 7 hari post partum, setelah itu ketiganya meningkat dan pada 40 hari
postpartum akan mencapai angka-angka yang sama dengan angka-angka diluar
kehamilan.

13 Hemoglobin ( g%)
12
11
10
5.0 Eritrosit (juta/mm3)
4.5
4.0
3.5
45 Hematokrit (%)
40
35
30
Normal 2 3 4 5 6 7 8 9 1-7 hari minggu
post partum

Frekuensi anemia kehamilan cukup tinggi, berkisar antara10 % dan 20 %.


Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan faktor
predisposisi dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi di
negara-negara yang sedang berkembang lebih tinggi dibandingkan pada negara yang
sudah maju.
Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang berkaitan dengan anemia
dalam kehamilan. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi
besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.

Halaman 2
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Kebutuhan ibu selama kehamilan ialah 800 mg besi, diantaranya 300 mg untuk janin
plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu. Oleh karena itu ibu hamil
membutuhkan tambahan sekitar 2-3 mg besi/ hari.

PENILAIAN KLINIK
Gejala dan tanda
Keluhan lemah, pucat, mudah pingsan dengan tekanan darah masih dalam
batas normal, kemungkinan merupakan anemia defisiensi.

Diagnosis
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui kadar Hb, baik dengan cara sahli
maupun spektrofotometri (jarang di kota kecil) dan pemeriksaan darah tepi.

Pengaruh anemia
Anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas serta
mortalitas ibu dan anak. Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik
bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa
selanjutnya.
Pelbagai penyulit dapat timbul akibat anemia pada ibu, seperti :
1. Abortus
2. Partus permatus
3. Partus lama karena inertia uteri (ibu lemah)
4. Perdarahan postpartum karena atonia uteri
5. Syok
6. Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum
7. Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g% dapat menyebabkan
dekompensasi kordis.

Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalinan
sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan.
Hasil konsepsi (janin, plasenta dan darah) membutuhkan zat besi dalam
jumlah besar untuk pembentukan SDM dan pertumbuhannya sebanyak 1/10 dari
seluruh besi dalam tubuh. Selama masih mempunyai cukup persediaan besi Hb tidak

Halaman 3
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

akan turun namun bila persediaan ini habis Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan ke
5-6 masa kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi
anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi adalah :
1. Kematian mudigah (keguguran)
2. Kematian perinatal
3. Prematuritas
4. Dapat terjadi cacat bawaan
5. Cadangan besi kurang

PEMBAGIAN ANEMIA
Berdasarkan penyelidikan di Jakarta, anemia dalam kehamilan dapat dibagi sebagai
berikut :
a) Anemia Defisiensi Besi 62,3 %
b) Anemia Megaloblastik 29,0 %
c) Anemia Hipoplastik 8,0 %
d) Anemia Hemolitik (Sickle cell) 0,7 %

PENANGANAN ANEMIA DALAM KEHAMILAN MENURUT TINGKAT


PELAYANAN
Polindes
Membuat diagnosis : klinik dan rujukan pemeriksaan laboratorium
Memberikan terapi oral : besi 60 mg/hari
Penyuluhan gizi ibu hamil dan menyusui
Puskesmas
Membuat diagnosis dan terapi
Menentukan penyakit kronik (TBC, Malaria) dan penanganannya
Rumah Sakit
Membuat diagnosis dan terapi
Diagnosis Thalassemia dengan elektrofoeresis Hb, bila ibu ternyata peembawa
sifat, perlu tes pada suami untuk menentukan resiko pada bayi.
ANEMIA DEFISIENSI BESI

Batasan

Halaman 4
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Merupakan anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai.


Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi dengan
makanan, adanya gangguan absorpsi, gangguan penggunaan, atau karena terlampau
banyaknya besi yang keluar dari badan, misalnya pada perdarahan.
Keperluan akan besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester
terakhir. Keperluan akan zat besi setiap hari berbeda-beda. Di Indonesia keperluan
besi untuk wanita tidak hamil sebanyak 12 mg, wanita hamil 17 mg dan wanita
menyusui sebanyak 17 mg.

Diagnosis
Ditandai ciri-ciri yang khas akibat defisiensi besi, yakni mikrositosia dan
hipokromasia. Namun pada anemia yang ringan ciri-ciri tersebut tak tampak, bahkan
banyak yang bersifat normositer dan normokrom, hal itu disebabkan karena
defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folik (Anemia dimorfis).
Sifat lain yang khas defisiensi besi ialah :
a) Kadar besi serum rendah
b) Daya ikat besi serum tinggi
c) Protoporfirin eritrosit tinggi
d) Tidak ditemukan hemosiderin ( stainable iron ) dalam sumsum tulang.

Untuk membedakan defisiensi besi dapat dilakukan pengobatan percobaan (therapia


ex juvantibus) dengan zat besi. Dimana kadar Hb dan besi serum akan naik
sementara daya ikat besi serum dan protoporfirin eritrosit akan turun jika diberikan
pengobatan jumlah retikulosit.

Terapi
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan
garam besi sebanyak 600 1000 mg sehari, seperti sulfas-ferrosus atau glukonas
ferosus. Dimana Hb dapat dinaikkan sampai 10 g% atau lebih asal masih ada cukup
waktu sampai janin lahir.
Peranan vitamin C dalam pengobatan dengan besi masih diragukan, mungkin karena
vitamin C mampu merubah ion ferri menjadi ferro yang lebih mudah diserap oleh
selaput usus.

Halaman 5
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Terapi parenteral dalam bentuk ferri baru dipergunakan apabila ibu hamil
tidak tahan akan obat besi per os, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran
pencernaan, atau apabila kehamilan sudah tua. Secara IM dapat disuntikan dekstran
(Imferon) atau sorbitol besi (Jectofer). Secara IV dapat diberikan ferrum oksidum
sakkaratum (Ferrigen, Ferrivenin, Proferrin, Vitis), sodium diferrat (Ferronascin),
dan dekstran besi (Imferon).
Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang,
walaupun Hb nya kurang dari 6 g%, asalkan tidak terjadi perdarahan.

Pencegahan
Di daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya, setiap
wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, sebanyak 1 tablet sehari.
Anjurkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang
mengandung banyak mineral serta vitamin.

Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu
dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau
komplikasi lain.
Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat menyebabkan
abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama, perdarahan
postpartum dan infeksi.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi tidak
menunjukkan Hb yang rendah, namun cadangan besinya yang kurang, hal ini baru
tampak beberapa bulan kemudian sebagai anemia infantum.

ANEMIA MEGALOBLASTIK

Batasan

Halaman 6
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Anemia megaloblastik adalah anemia yang ditandai oleh adanya eritoblas


yang besar yang terjadi akibat gangguan maturasi inti sel tersebut. Sel tersebut
dinamakan megaloblast.

Etiologi
Penyebab anemia megaloblastik adalah :
1. Defisiensi asam folat
2. Defisiensi vitamin B12
3. Gangguan metabolisme asam folat dan vitamin B12
4. Gangguan sintesis DNA akibat :
a) Defisiensi enzim kongenital
b) Didapat setelah pemberian obat atau sitostatik tertentu

Anemia megaloblastik dalam kehamilan sering disebabkan karena defisiensi asam


folat, jarang sekali karena defisiensi vitamin B12. Biasanya karena malnutrisi dan
infeksi yang kronik.

Diagnosis
Jika ditemukan megaloblas atau promegaloblas dalam darah atau sumsum
tulang. Sifat khas sebagai anemia makrositer dan hiperkrom tidak selalu dijumpai,
kecuali jika anemianya sudah berat atau akan tampak normokrom normositer jika
diikuti defisiensi besi.
Diagnosis pasti dapat dibuat dengan percobaan penyerapan dan percobaan
pengeluaran asam folik. Pengobatan percobaan dengan asam folik dapat pula
menyokong diagnosis dimana jumlah retikulosit dan kadar Hb akan meningkat.

Terapi
Dalam pengobatan anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya
bersama-sama dengan asam folik diberikan pula besi. Tablet asam folik diberikan
dalam dosis 1530 mg sehari. Jika perlu, asam folik diberikan dengan suntikan
dalam dosis yang sama.

Halaman 7
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12, maka


penderita harus diobati dengan vitamin B12 dengan dosis 100 1000 mikrogram
sehari, baik per os maupun parenteral.
Karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat, maka
tranfusi darah kadang diperlukan apabila cukup waktu karena kehamilan dekat
aterm, atau apabila pelbagai obat penambah darah tidak berhasil lagi .

Pencegahan
Pada umumnya asam folik tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah-
daerah dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan
dengan besi saja tidak berhasil, maka besi harus ditambah dengan asam folik.

Prognosis
Pada umumnya mempunyai prognosis yang cukup baik. Pengobatan dengan
asam folik hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan
selamat dengan atau tanpa pengobatan, maka anemianya akan sembuh dan tidak
akan timbul lagi. Hal ini karena dengan lahirnya anak keperluan akan asam folik
menjadi jauh berkurang.
Namun pada anemia megaloblastik dalam kehamilan yang berat, dan tidak
diobati akan mempunyai prognosis kurang baik. Angka kematian bagi ibu mendekati
50 % dan bagi anak 90 %.

ANEMIA HIPOPLASTIK

Batasan
Dikenal juga sebagai anemia aplastik, dan masih ada nama-nama lain seperti
anemia refrakter, hipositemia progresif, anemia aregeneratif, aleukia hemoragika,
panmieloftisis dan anemia paralitik toksik. Merupakan anemia yang disebabkan
karena sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.

Etiologi

Halaman 8
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan hingga kini belum diketahui


dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar Roentgen, racun atau obat.
Anemia hipoplastik dapat juga dianggap hanya sebagai komplikasi kehamilan.

Diagnosis
Merupakan anemia pada wanita hamil yang disebabkan karena sumsum
tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Darah tepi menunjukkan
gambaran normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam
folik atau vitamin B12.
Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia yang nyata. Perbandingan
mielosit dengan eritrosit diluar kehamilan biasanya 5 : 1, dan pada masa kehamilan
3 : 1 atau 2 : 1 berubah menjadi 10 : 1 atau 20 : 1.

Terapi
Karena obat-obat penambah darah tidak memberi hasil, maka satu-satunya
cara untuk memperbaiki keadaan penderita adalah transfusi darah, yang perlu
diulang hingga beberapa kali. Wanita anemia hipoplastik karena kehamilan, jika
berhasil dengan selamat mencapai masa nifas, akan sembuh dengan sendirinya.
Namun dalam kehamilan-kehamilan berikutnya biasanya wanita tersebut akan
menderita anemia hipoplastik lagi.

Pencegahan
Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya anemia
hemoplastik karena kehamilan, namun dapat dicegah dengan memperhatikan efek
samping obat-obat yang diminum selama masa kehamilan, khususnya obat-obat
yang mempunyai efek hemotoksik.

Prognosis
Anemia hipoplastik berat yang tidak diobati memiliki prognosis yang buruk,
baik bagi ibu maupun anak.

Halaman 9
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

ANEMIA HEMOLITIK

Batasan
Anemia yang dikarenakan penghancuran sel darah merah berlangsung lebih
cepat daripada pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil
apabila ia hamil, maka anemianya biasanya akan menjadi lebih berat. Sebaliknya
mungkin pula bahwa kehamilan dapat menyebabkan krisis hemolitik pada wanita
yang sebelumnya tidak menderita anemia.

Etiologi
Secara umum anemia hemolitik dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yakni :
1. Golongan yang disebabkan oleh factor intrakorpuskuler
Seperti pada: Sferositosis, Eliptositosis, Anemia hemolitik herediter, dan
Thallasemia
2. Golongan yang disebabkan oleh factor ekstrakorpuskuler
Seperti pada: Infeksi ( malaria, sepsis), Keracunan arsenikum timah,
Sulfonamid, dan Racun ular.

Diagnosis
Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah,
kelelahan, kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ
vital. Gejala-gejala lainnya ialah proses hemolitik, seperti anemia, hemoglobinemia,
hemoglobinuria, hiperbilirubinemia, hiperurobilinuria dan sterkobilin yang lebih
banyak dalam feses. Disamping itu terdapat pula tanda regenerasi darah seperti
retikulosis dan normoblastemia, serta hiperplasia erithropoesis dalam sumsum
tulang. Pada hemolisis yang berlangsung lama dijumpai pembesaran limpa.
Sumsum tulang menunjukkan gambaran normoblastik dengan hiperplasia
yang nyata, terutama sistem eritropoetik. Perbandingan mieloit : eritroit yang
biasanya 3: 1 atau 2 : 1 dalam kehamilan berubah menjadi 1 :1 atau 1 : 2.

Terapi
Pengobatan anemia hemolitik dalam kehamilan tergantung pada jenis dan
beratnya. Obat-obat penambah darah tidak memberi hasil. Tranfusi darah yang

Halaman 10
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

terkadang diulang beberapa kali, diperlukan pada anemia berat untuk meringankan
penderitaan ibu dan untuk mengurangi bahaya hipoksia janin.

ANEMIA ANEMIA LAIN


Pada wanita hamil yang menderita anemia, misalnya berbagai jenis anemia
hemolitik herediter atau yang diperoleh seperti anemia karena malaria, cacing
tambang, penyakit ginjal menahun, penyakit hati, tuberkolosis, sifilis, tumor ganas,
dsb.
Anemia yang diderita wanita tersebut dapat menjadi lebih berat dan mempunyai
pengaruh tidak baik terhadap ibu dalam masa kehamilan, persalinan, nifas, serta bagi
anak dalam kandungan.
Prognosis bagi ibu dan anak tergantung pada berat dan sebab anemianya,
serta berhasil tidaknya pengobatan.

KELAINAN HEMATOLOGI LAINNYA

LEUKEMIA
Pada wanita hamil, jarang dijumpai Leukemia mielositik dan limfositik baik
mendadak maupun yang menahun. Penyakit ini tidak dipengaruhi oleh kehamilan
maka, usaha untuk memperbaiki prognosis ibu dan abortus profokatus pun tidak ada
gunanya. Namun frekuensi partus prematurus dan perdarahan post partum menjadi
lebih tinggi.
Ibu yang menderita leukemia tidak selalu diderita oleh janinnya. Sebaliknya
bayi yang menderita leukemia tidak selalu dilahirkan dari ibu yang mempunyai
penyakit leukemia. Hingga kini tidak ada terapi yang efektif bagi leukemia.
Tergantung dari jenis penyakitnya, pengobatan terdiri atas :
1. Radiasi
Sangat membahayakan janin dalam kandungan, karena akan menimbulkan
kelainan teratogenik atau kematian janin dalam kandungan. Bila akan
diberkan terapi radiasi dan kemoterapi, sebaikanya lakukan dulu hasil
konsepsi dikeluarkan (abortus terapeutik).
2. Tranfusi darah

Halaman 11
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

3. Anti metabolit
4. Kortikosteroid.
Radiasi dan obat-obat kemoterapeutik yang mempunyai pengaruh
teratogenik sebaiknya tidak diberikan dalam trimester pertama, kecuali apabila
dalam keadaan memaksa. Dalam trimester kedua dan ketiga dapat diberikan obat-
obat, seperti vinkristine, moster nitrogen 6 merkaptopurine, triethylene
melamine, methotrexate, dan prednison. Hasil pengobatan tidak selalu berhasil.
Penderita leukemia menahun sebaiknya tidak menjadi hamil karena
prognosis penyakit leukemia itu sendiri buruk, bukan karena penyakitnya akan
menjadi lebih berat jika penderita hamil atau kehamilannya akan terganggu karena
penderita mengidap leukemia.

PENYAKIT HODGKIN
Batasan
Penyakit Hodkin (Hodkin desease) adalah keganasan sistem limforetikular
dan jaringan pendukungnya yang sering menyerang kelenjar getah bening.
Penyakit Hodgkin merupakan suatu jenis limfoma yang dekat dengan leukemia dan
limfosarkoma.
Ciri-ciri histopatologis pada penyakit Hodkin yang dianggap khas ialah akan
selalu ditemukannya sel-sel datia Reed-Steinberg atau variannya yang disebut sel
Hodkin dalam kelenjar getah bening.

Patologi
Secara patologis penyakit Hodkin terbagi dalam 3 bentuk yakni :
1. Granuloma
2. Paragranuloma
3. Sarcoma
Namun sekarang klasifikasi patologis penyakit Hodkin menjadi 4 yakni :
1. Tipe Lymphocyte Predominant
2. Tipe Mixed Cellularity
3. Tipe Lymphocyte depleted
4. Tipe Nodular Sclerosis

Halaman 12
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Gejala klinis
Gejala utama adalah pembesaran kelenjar.
Yang paling sering dan mudah terdeteksi adalah pembesaran kelenjar didaerah leher,
sedangkan pembesaran kelenjar di dalam dan/ atau abdomen lebih susah dideteksi.
Kesuburan seseorang tidak dipengaruhi jika seseorang tersebut menderita
penyakit Hodkin, maka tidak jarang seorang penderita penyakit Hodkin pun dapat
hamil.
Penyakit Hodkin tidak akan mempengaruhi jalannya kehamilan dan persalinan, dan
tidak pula beralih pada janin, walaupun kemungkinan ini tidak dapat diabaikan.
Sebaliknya adanya kehamilan pun tidak akan mempengaruhi keadaan penyakit
Hodkin tersebut, sehingga tindakan abortus provokatus tidak perlu dilakukan.
Pengobatan dengan obat-obat seperti digunakan pada leukemia, asal dengan
dosis rendah, tidak akan menyebabkan kelainan pada janin, sehingga dapat pula
diberikan dalam trimester pertama, karena dosis tinggi dapat mengandung bahaya,
maka sebaiknya baru diberikan setelah triwulan pertama. Apabila dilakukan
penyinaran pada limfoma, janin harus dilindungi sebaik-baiknya.
Wanita dengan penyakit Hodgkin yang aktif tidak boleh hamil. Namun jika
penderita ini sangat menginginkan anak, sebaiknya menunggu sedikitnya 2 tahun
setelah penyakit tersebut tenang.

HEMOSTASIS KELAINAN PEMBEKUAN DARAH


I. Hemostasis
Hemostasis ialah proses terhentinya aliran darah dari pembuluh-pembuluh
darah yang merupakan usaha tubuh agar tidak kehilangan darah terlalu banyak bila
terjadi luka pada pembuluh darah dan darah tetap cair serta dapat mengalir dengan
lancar.
Proses hemostasis dimulai jika terjadi trauma, pembedahan atau penyakit yang
merusak lapisan endotel pembuluh darah dan darah terpajan pada jaringan ikat
subendotel.
Dalam proses hemostasis 3 faktor memegang peranan, yaitu :
1. Faktor Ekstravaskuler, seperti kulit, jaringan dibawah kulit, dan jaringan otot
2. Faktor Vaskuler, yakni dinding pembuluh darah

Halaman 13
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

3. Faktor Intravaskuler yang terdapat di dalam pembuluh darah yang dapat


menyebabkan pembekuan, seperti trombosit dan factor-faktor pembekuan darah
lainnya.
Tidak lama setelah pembuluh darah kecil-kecil seperti arteriol, venule dan kapiler
terbuka, pembuluh darah itu dengan sendirinya akan menyempit. Trombosit-
trombosit melekat serta berkumpul diujung-ujung terbuka kemudian rusak dan
membentuk gumpalan-gumpalan trombosit. Biasanya hemostatis primer sudah
cukup untuk menghentikan aliran darah.
Akan tetapi, perlukaan yang lebih besar yang disertai terbukanya pembuluh-
pembuluh darah yang lebih besar pula, masih diperlukan pembentukan fibrin di
ujung-ujung pembuluh darah untuk mencapai dan menjamin hemostasis (sekunder).
Dengan berkontraksinya otot-otot disekitar luka dan merapatnya jaringan di bawah
kulit, maka ujung-ujung pembuluh darah terjepit dari luar.
Pada setiap persalinan, terjadi perdarahan dinding uterus pada tempat
plasenta yang sudah lepas. Pembuluh-pembuluh darah di dalam dinding uterus
yang menghubungkan uterus dengan plasenta lepas dan terbuka, maka dengan
berkontraksinya uterus ujung-ujung pembuluh darah yang terbuka itu terjepit dari
luar dan terbentuknya gumpalan-gumpalan trombosit dan fibrin.
Sebab tersering perdarahan postpartum ialah atonia uteri yang disusul
oleh luka jalan-lahir dan tertinggalnya sebagian plasenta. Gangguan pembekuan
darah dapat menyebabkan perdarahan postpartum biasanya akibat defisiensi factor
pembekuan dan/ atau penghacuran fibrin yang berlebihan.

II. Pembekuan Darah


Darah membeku melalui 3 tingkat :
1. Pembentukan Tromboplastin
2. Pembentukan Trombin
3. Pembentukan Fibrin
Faktor-faktor yang berperan dalam proses pembekuan yang terdapat di
pembuluh darah terdiri atas protein. Hingga kini dikenal 12 faktor yaitu :
Faktor I : Fibrinogen
Faktor II : Protrombin
Faktor III : Tromboplastin jaringan

Halaman 14
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Faktor IV : Ion kalsium


Faktor V : Proakselerin (stabile factor)
Faktor VI : ?
Faktor VII : Prokonvertin
Faktor VIII : Faktor antihemofilik A (globulin anti-hemofilik)
Faktor IX : Faktor antihemofilik B (Christmast factor)
Faktor X : Faktor Stuart-Power
Faktor XI : Antecedent tromboplastin plasma
Faktor XII : Faktor Hageman
Faktor XIII : Faktor menstabilkan fibrin
Berbagai factor tersebut di dalam darah ditemukan dalam bentuk non aktif.
Apabila terjadi, misalnya darah keluar dari pembuluh terjadi pembekuan
intravaskuler factor-faktor itu menjadi aktif.
Proses pembekuan diawali oleh kerusakan trombosit akibat persentuhan
dengan permukaan yang tidak licin dan oleh keluarnya tromboplastin jaringan
(faktor III). Selanjutnya selain ion kalsium, factor pembekuan lainnya
memungkinkan proses pembekuan dengan hasil terakhir terbentuknya fibrin yang
dibawah pengaruh factor menstabilkan fibrin akan menjadi tetap padat.

III. Fibrinolisis
Alamiah pembekuan selalu disertai penghancuran fibrin (fibrinolisis) sebagai
pencegahan supaya pembekuan tidak berlebihan. Biasanya pembekuan lebih kuat
dari pada fibrinolisis.
Dalam keadaan patologik fibrinolisis dapat lebih aktif dan terjadi penghancuran
fibrin yang telah dibentuk secara berlebihan. Fibrin dipecah menjadi keping-keping
yang sifatnya tidak mencair dan tidak dapat membentuk fibrin lagi dengan trombin.
Fibrinolisis dapat terjadi bila factor XIII kurang.
Namun bila proses fibrinolisis kurang aktif maka darah akan lebih mudah membeku,
dan terjadilah contohnya trombosis.
Penghancuran fibrin disebabkan oleh suatu enzim proteolitik yakni plasmin
yang dalam bentuk non aktif terdapat dalam darah sebagai plasminogen.
Kadar plasminogen meningkat dalam kehamilan namun aktivitas menghancurkan
fibrin justru menjadi lambat. Keping-keping fibrin akibat fibrinolisis ditemukan

Halaman 15
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

dalam kosentrasi tinggi pada pembekuan intravakuler yang merata (DIC) yang
menghambat terjadinya reaksi trombin-fibrinogen.

IV. Kelainan Pembekuan Darah


Kelainan pembekuan darah baik idiopatis maupun yang diperoleh, dapat
menjadi penyulit yang berbahaya bagi kehamilan dan persalinan seperti defisiensi
Factor Pembekuan, Pembawa Factor Hemofilik A, Trombopatia, Penyakit Von
Willebrand, Leukemia, Trombopenia dan Purpura Trombositopenik.
Dari kesemuanya yang terpenting dalam bidang obstetri dan ginekologi ialah
Purpura Trombositopenik dan Hipofibrinogenemia.

IV. 1. Purpura Trombosotopenik


Purpura Trombosotopenik merupakan penyulit yang jarang dijumpai dalam
kehamilan. Penyakit ini dapat bersifat idiopatis atau sekunder. Dikatakan bersifat
sekunder jika disebabkan oleh keracunan obat-obatan atau racun-racun lainnya dan
dapat pula menyertai anemia aplastik, anemia hemolitik yang diperoleh, eklampsia,
hipofibinogenemia karena solusio plasentae, infeksi, alergi dan radiasi.
Diagnosis dibuat bila terdapat purpura pada kulit, percobaan tourniquet
positif, dan trombosit kurang dari 100.000 per milimeter kubik, ada perpanjangan
masa perdarahan, retraksi beku dan konsumsi protrombin serta meningkatnya
jumlah megakariosit dalam sumsum tulang.
Aglutinin plasma dapat melewati plasenta sehingga janinpun dapat menderita
trombositopenia yang bersifat sementara yang bisa berlangsung hingga 2 bulan
setelah kelahiran.
Seorang wanita hamil dengan purpura trombositopeni idiopatis harus diawasi
sebaik-baiknya. Prednison dan prednisolon perlu diberikan pada keadaan yang berat
walaupun dianggap berbahaya bagi janin dalam kehamilan muda.

IV. 2. Hipofibrinogenemia
Merupakan kelainan pembekuan darah yang disebabkan karena defisiensi
fibrinogen. Keadaan ini sering kita jumpai dalam kehamilan dan persalinan.
Hipofibrinogenemia atau fibrinogenemia ialah turunnya kadar fibrinogen dalam

Halaman 16
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

darah sampai melampaui batas tertentu, yakni 100 mg % lazim disebut ambang
bahaya (critical level).
Dapat dijumpai pada :
A. Solusio plasentae
B. Kematian hasil konsepsi yang tertahan lama dalam uterus
C. Embolismus air ketuban
D. Sepsis
E. Eklampsia
Dalam kehamilan kadar berbagai factor pembekuan meningkat, termasuk kadar
fibrionogen. Kadar fibrinogen normal pria dan wanita rata-rata 300 mg%. Dan pada
wanita hamil meningkat menjadi 450 mg%.

IV. 2. i. Solusio Plasenta


Merupakan komplikasi obstetric yang paling disertai gangguan pembekuan
dengan frekuensi 10-30%. Yang memegang peranan dalam hal ini ialah
hipofibrinogenemia dan fibrinolisis.
Tidak semua solusio plasenta mengakibatkan perdarahan yang tidak
terkendalikan. Kelainan darahnya hanya bersifat sepintas dimana ketika anak dan
plasenta lahir, keadaan darah menjadi normal kembali.
Tiga hipotesis dikemukakan untuk menerangkan kelainan tersebut:
a. Defibrinasi karena perdarahan banyak
Dapat terjadi perdarahan banyak, sampai 1000-2000 ml. Darah berkumpul
dan membeku diantara dinding uterus dan plasenta disebut hematoma
retroplasenter. Untuk pembekuannya dibutuhkan banyak faktor pembekuan
sehingga kadar fibrinogen turun < 100 mg%. Hipofibrinogenemia karena
perdarahan banyak dapat dijumpai pula pada perdarahan postpartum, kehamilan
ektopik terganggu, abortus inkompletus.
b. Pembekuan intra vaskuler
Plasenta yang sudah lepas dan endometrium yang mengalami kerusakan
jaringan sehingga keluar banyak tromboplastin jaringan (f III). Ini menyebabkan
reaksi pembekuan berlangsung dengan penggunaan banyak factor pembekuan
terutama fibrinogen (I), proakselarin (V), factor anti hemofilik A (VIII) dan
trombosit walaupun darah tidak keluar dari pembuluhnya hal ini mengakibatkan

Halaman 17
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

defibrinogenisasi atau defibrinasi. Mikroembolus yang terbentuk ditimbun


diberbagai tempat seperti hati, limpa, ginjal dan usus.
c. Fibrinolisis
Sistem fibrinolitik agak lebih aktif pada setiap persalinan karena kadar
plasminogen meningkat pada kehamilan. Normalnya penghancuran mikro-
embolus memang diperlukan demi terbukanya peredaran dalam pembuluh darah
kecil. Namun pada solutio plasenta sistem fibrinolitik menjadi sangat aktif
karena dikeluarkannya plasminogen jaringan yang masuk ke dalam peredaran
dan berubah mjd plasmin.
Fibrin yang terbentuk dihancurkan lagi dimana tidak dapat membentuk fibrin
baru lagi sehingga fungsi trombosit menjadi terganggu maka perubahan
fibrinogen menjadi fibrin pun terhambat pula.

Terapi
Apabila solusio plasenta disertai gangguan pembekuan, maka selain
penanggulangan klinik (pemberantasan syok dan anemi) diperlukan pula pengobatan
yang ditujukan kepada gangguan pembekuan darah sebelum anak lain. Fibrinogen
diberikan melalui infus sebanyak 4-6 gr.
Bila tidak ada fibrinogen, sebaiknya berikan transfusi darah segar sebanyak 1-2 liter,
kira-kira mengandung 2-5 gr fibrinogen.
Heparin sebagai obat mencegah pembekuan intra vaskuler, harus hati-hati
pemberiannya karena dapat menyebabkan darah tidak membeku.
Fibrinolisis yang berlebihan dapat diobati dengan transamin, asam epsilon
aminokaproik atau trasilol secara intra vena.

Prognosis
Prognosis solutio plasenta pada ibu tergantung pada :
1. Luasnya bagian plasenta yang lepas
2. Banyaknya perdarahan
3. Beratnya gangguan pembekuan darah
4. Disertai atau tidaknya hipertensi
5. Selang waktu antara terjadinya solusio dengan dimulainya pengobatan.

Halaman 18
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

Dengan terapi sempurna prognosis mjd baik bagi ibu tetapi bagi anak jauh lebih
buruk

IV. 2. ii. Missed Abortion dan Missed Labor


Janin yang mati dalam kandungan biasanya lahir dalam 2 minggu jika tidak
dapat menyebabkan hipofibrinogenemia. Berbeda dengan solusio plasenta, pada
Missed Abortion dan Missed Labor kematian janin gangguan pembekuan darah
berlangsung sangat lambat.
Biasanya setelah janin mati 5 minggu atau lebih barulah dapat terjadi
hipofibrinogenemia.
Desidua atau plasenta dan janin lambat laun mengalami kerusakan dan
menghasilkan zat yang mempunyai khasiat tromboplastik yang masuk ke dalam
peredaran darah ibu. Sebagai akibatnya berlangsung pembekuan di dalam peredaran
darah, sehingga terjadi defibrinasi.
Gejala klinisnya timbul purpura atau perdarahan di bawah kulit.

Terapi
Jika kadar fibrinogen turun hingga 120 mg% atau tampak purpura /
perdarahan bawah kulitmaka laku pengobatan segera diikuti usaha untuk mengakhiri
kehamilan untuk mencegah perdarahan postpartum yang berbahaya bagi ibu.
Pada kehamilan pengobatan dilakukan dengan pemberian heparin IV atau per
infus untuk mencegah atau mengurangi pembekuan intravascular. Lalu berikan pula
fibrinogen 4 gram.

IV. 2. iii. Embolismus Air Ketuban


Sangat jarang terjadi namun merupakan komplikasi obstertik yang sangat
gawat. Biasanya penderita meninggal dalam beberapa menit. Gejala-gejala khas
seperti kedinginan, menggigil, tidak tenang, perasaan tertekan di belakang sternum,
mendadak sesak nafas, takikardia, sianosis, syok berat, yang disebabkan oleh
tersumbatnya pembuluh-pembuluh darah mikrosirkulasi.
Air ketuban murni tidak memiliki khasiat tromboplastik tetapi benda-benda
yang terdapat di dalamnya seperti verniks kaseosa, rambut lanugo, sel-sel janin dan

Halaman 19
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

mekonium yang masuk dalam sirkulasi ibu bekerja sebagai tromboplastin dan
menyebabkan pembekuan intravaskuler.

Terapi
Pada stadium akut pengobatan terdiri : mengatasi hipoksia dengan banyak
zat asam dan mengatasi penyumbatan pembuluh-pembuluh darah. Pemberian
heparin dilakukan untuk mencegah pembekuan intravasculer.
Setelah stadium akut diatas dapat teratasi barulah mengatasi hipofibrinogenemia dan
fibrinolisis.

IV. 2. iv. Sepsis


Pembekuan intravaskuler sebagai komplikasi sepsis disebabkan oleh
endotoksin, terutama yang berasal dari kuman-kuman gram negatif, seperti
Escherichia Coli, Proteus vulgaris, Pseudomonas Aeruginosa, Aerobacter
aerogenes.
Proses pembekuan dimulai di endotel pembuluh darah dengan penggumpalan
trombosit. Lalu terjadi pembekuan intravaskuler yang luas (DIC : disseminated
intravascular coagulation atau generalized saraneli-Schwartzman-reaction, dengan
akibat defibrinasi. Dapat juga terjadi shock yang berat dengan nekrosis sampai
ginjal, kerusakan anak ginjal dan edema paru.

IV. 2. v. Eklampsia Pre-eklampsia


Perubahan-perubahan patologis pada eklampsia dan pre-eklampsia sangat
luas dan beraneka ragam karena dapat terjadi pada pelbagai alat tubuh, seperti
pembuluh darah, hati, ginjal, anak ginjal, otak, dan plasenta. Satu ciri khas yang
selalu ditemukan pada eklampsia pre-eklampsia, yaitu penyempitan umum
pembuluh-pembuluh darah kecil (arteriolae). Dimana perubahan-perubahan pada
alat-alat tubuh kecil berat jika sebelum kehamilan sudah terdapat kelainan pada
pembuluh darah seperti hipertensi menahun dan diabetes.
Akibat dari terjadinya vasospasmus umum ialah eklamsia dan hipoksia
jaringan yang mengakibatkan kematian jaringan terutama pada plasenta, perdarahan
dan berbagai kelainan lainnya seperti rusaknya dinding pembuluh darah karena vasa
vasorum yang menyempit.

Halaman 20
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

ISO-IMUNISASI
Batasan
Istilah imunisasi yaitu apabila seseorang dimasuki suatu antigen, maka ia
membuat benda-benda penangkis imun (imunne Ab) yang khas terhadap antigen
tersebut.
Istilah iso-imunisasi ialah pembuatan benda-benda penangkis oleh seseorang
terhadap antigen yang berasal dari orang lain. Bila benda-benda penangkis itu
bertemu dengan antigen tadi maka eritrosit jadi mengandung antigen akan
diserangnya, sehingga terjadi aglutinasi dan hemolisis eritrosit yang mengandung
antigen itu.
Penyakit hemolitik janin dan orok yang disebabkan karena Iso-imunisasi
sejak lama sudah dikenal dengan nama Eritroblastosis Fetalis. Karena hemolisis
yang menjadi dasar maka lebih baik mengganti dengan nama Morbus Hemolitikus
Neonatorum (Haemolitic disease of the newborn).
Gejala hiperbilirubinemia dan ikterus merupakan gejala terpenting dan
menentukan dalam prognosis.
Morbus Hemolitikus Neonatorum (Haemolitic disease of the newborn)
disebabkan oleh :
Antagonismus rhesus
Antagonismus ABO
Hb patologik
Defisiensi enzim G6PD
Ada pula yang idiopatik

Sejarah
Tahun 1900 Landsteiner membagi golongan darah manusia menjadi 4
golongan, yaitu A, B, AB, dan O (Sistem ABO).
Tahun 1937 Landsteiner bersama rekannya Wiener menemukan antigen rhesus
dalam darah manusia sehingga manusia dibagi dalam 2 golongan lain yaitu rhesus
positif dan negatif.
Penyakit Eritroblastosis Fetalis dibagi dalam 3 bentuk menurut derajat
beratnya yaitu : (1) Anemia gravis, (2) Ikterus gravis (3)Hidrops fetalis

Halaman 21
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

FAKTOR-FAKTOR GOLONGAN DARAH


Faktor rhesus
Golongan darah Rh positif merupakan mayoritas, hanya sebagian kecil yang
Rh negatif. Penyebaran Rh negatif tidak merata dan di Indonesia hasmpir semua
orang Rh positif. Oleh sebab itu Eritroblastosis Fetalis karena inkompatibilitas Rh
sangat jarang dijumpai di Indonesia.

Faktor ABO
Penyebaran golongan ABO juga tak merata. Di Indonesia penyebarannya
adalah sebagai berikut : golongan darah A 25%, golongan darah B 27%, golongan
darah AB 7% dan golongan darah O 41%.
Antagonismus ABO jarang menyebabkan Morbus Hemolitikus karena
benda-benda penangkis merupakan benda-benda penangkis alamiah yang
mempunyai molekul besar dan tidak dapat melewati plasenta untuk masuk ke dalam
peredaran darah janin dan merusak eritrositnya.

Faktor golongan darah lain


Selain factor Rh dan ABO masih terdapat antigen sel darah lain walaupun
sangat jarang, hal ini dapat menimbulkan kesulitan dalam pemberian transfusi darah
dan dalam proses reproduksi. Antigen darah yang sangat jarang itu seperti factor M,
N, S, P, Du, Kidd, Cellano, Duffy, Lewis, Luther dan jenis Bombay.

Imunisasi dalam kehamilan dan setelah kehamilan


Peredaran darah ibu dan janin terpisah dalam sel-sel darah ibu dan janin
tidak tercampur. Eritrosit ibu tidak dapat masuk ke dalam peredaran darah janin,
akan tetapi darah janin dapat masuk sedikit ke dalam peredaran darah ibu sebanyak
0,1-3,0 ml.
Apabila ibu seorang Rh negatif dan janin seorang Rh positif dan tidak
terdapat inkontabilitas ABO, maka eritrosit janin yang masuk ke dalam darah ibu
tidak dirusak oleh iso-aglutinin ibu dan dapat mensensibilisasi ibu untuk membuat
benda-benda penangkis.
Apabila terjadi partus dan plasenta lepas, maka pembuluh-pembuluh darah yang
menghubungkan dinding uterus dengan plasenta putus sehingga eritrosit-eritrosit

Halaman 22
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

bayi dapat masuk ke dalam peredaran darah ibu dalam jumlah yang lebih besar
tranfusi feto-martenal. Hal ini membuat ibu membentuk banyak benda
penangkis dan oleh karenanya pada persalinan-persalinan berikutnya ibu akan lebih
banyak lagi membuat dan memiliki benda penangkis.
Benda-benda penangkis imun (IgG, 7S) yang ada dalam darah ibu akan
melewati plasenta masuk kedalam peredaran darah janin dan meliputi eritrosit-
eritrosit janin, dimana jika sel-sel darah telah diliputi benda-benda penangkis
Coated cell akan menjadi rusak/ hemolisis di limpa, Hb lepas dan pecah mjd
beberapa keping yang salah satunya ialah bilirubin yang apabila tertimbun dalam
jaringan tubuh akan menjadi toksik bagi janin.

ERITROBLASTOSIS FETALIS
Kemungkinan terjadinya imunisasi Rh diperkirakan 1-2% dari semua
kehamilan. Bila seorang wanita Rh negatif hamil dan melahirkan anak dari suami
yang Rh positif, tidak selalu terjadi imunisasi. Imunisasi terjadi karena faktor tubuh
wanita yang tidak bisa membuat benda-benda penangkis dan terdapatnya
inkompatibilitas ABO antara ibu dan janin.
Biasanya anak pertama akan lahir sehat karena ibu belum atau belum banyak
memiliki benda-banda penangkis terhadap Ag Rh. Kemungkinan 10% anak-anak
berikutnya akan menderita Eritroblastosis fetalis.
Menurut ringan beratnya hemolisis dan penderitaan janin penyakit
eritroblastosis fetalis dikenal dalam 3 bentuk :
1. Anemia gravis neonatorum
2. Ikterus gravis neonatorum
3. Hidrops fetalis.
Apabila sudah ada sensibilisasi, maka hemolisis dalam tubuh janin sudah dapat
terjadi dalam 12 minggu.

Patologi
Kelainan patologis tergantung pada beratnya hemolisis dan penderitaan mempunyai
dasar patologis sebagai berikut :
1. Hemolisis
2. Anemia berat dan ikterus

Halaman 23
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

3. Hidrops karena hipoproteinemia


4. Kerusakan dan pembesaran hati karena degenerasi, nekrosis, dan sirosis
5. Pembesaran limpa karena hiperaktivitas dalam pengrusakan erotrosit.
6. Dekompensasi kordis karena anemia berat
7. Syok karena gagalnya alat peredaran darah
8. Plasenta besar dan pucat (adematus) hingga 1-2 kg
9. Hemopoisis ekstrameduler dan hati, limpa dan plasenta
10. Kelainan neurologis dikemudian hari akibat degenerasi urat saraf .
Sedangkan kelainan hematologi berupa :
1. Hb tali pusat < 14 g%
( normal 16,6 g% dengan variasi 13,6-19,6 g%)
2. Eritroblastemia hingga 10.000-100.000 per mm kubik
(normal 200-2000 per mm kubik dalam 2 hari pertama)
3. Jumlah Retikulosit meningkat hingga 15%
(normal untuk neonatus 2,5-6,5 %)
4. Bilirubin tak langsung dalam darah tali pusat lebih dari 3 mg%
(normal < 3 mg %, pada hari ke 3 < 6 mg %, dan pada hari berikutnya tidak >
18-20 mg %)

Diagnosis
Baik pada antepartum maupun postpartum.
Diagnosis antepartum
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa : ada riwayat kuning pada bayi/ lahir mati
2. Ibu Rh negatif
3. Ayah Rh positif
4. Tes coombs tak langsung pada ibu positif dengan titer tinggi
5. Foto rontgen : adanya tanda halo dan sikap buda dapat dilihat pada hidrops
foetalis
6. Amniosentesis menghasilkan air ketuban yang banyak mengandung bilirubin
Diagnosis postpartum
Diagnosis Eritroblastosis fetalis baik yang ringan maupun yang berat dapat lebih
mudah dibuat setelah anak lahir.Diagnosis dibuat berdasarkan pemeriksaan

Halaman 24
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

imunologis, klinis dan hematology :


1. Imunologis :
a) Ibu Rh negatif
b) Anak Rh positif
c) Tes Coombs tak lansung pada ibu positif dengan titer tinggi
d) Tes Coombs langsung dan tak langsung pada anak positif
2. Klinis :
a) Pucat, kuning atau hidrops
b) Hepato-splenomegali
c) Kurang aktif, malas minum
d) Dekompensasi kordis atau syok
e) Plasenta besar dan pucat
3. Hematology :
a) Hb rendah
b) Hiperbilirubinemia
c) Eritroblastemia
d) Retikulositosis

Pencegahan
Pencegahan terdiri dari pencegahan imunisasi yang hanya dilakukan pada
wanita Rh negatif yang belum disensibilasi dan melahirkan anak Rh positif
(umumnya anak pertama), yang golongan darah ABO-nya sama dengan ibunya.
Transfusi fetomaternal terjadi setlah anak dan plasenta lahir. Dengan suntikan benda
penangkis anti-D, maka eritrosit Rh positif dalam tubuh ibu yang berasal dari anak
dirusak sebelum system retikulo-endotel dirangsang untuk membuat benda
penangkis Rh. Usaha pencegahan ini sangat diperlukan bila terdapat
inkompatibilitas ABO antara ibu anak untuk melindungi anak-anak berikutnya.
Anak yang Rh negatif tidak menyebabkan imunisasi pada ibu dan karena itu
suntikan anti D Ig tidak diperlukan

Halaman 25
Kelompok 11
Makalah Obgyn
Anemia dan Kelainan hematologi

ERITROBLASTOSIS FETALIS OLEH INKOMPATIBILITAS ABO


Di Indonesia lebih sering disebabkan oleh inkompatibilitas ABO daripada
inkompatibilitas Rh. Kebanyakan Eritroblastosis fetalis terjadi pada ibu dengan
golongan darah O sedang bayinya ada yang A, B hampir sama dengan ayahnya.
Biasanya eritroblastosis ABO diderita oleh anak pertama sekitar 40% dan anak-anak
berikutnya makin lama akan makin baik keadaannya.

Diagnosis
Diagnosis pada anak pertama baru mungkin setelah anak lahir dengan gejala-
gejala eritroblastosis. Pada kehamilan berikutnya kita sudah lebih waspada dan
dapat dilakukan uji Coombs tidak langsung pada ibu.
Imunisasi dapat terjadi dalam kombinasi golongan darahibu dan anak sebagai
berikut :
IBU ANAK
O A (paling sering)
O B (di Indonesia hampir sama dg A)
A B
A AB
B A
B AB

Paling sering terjadi eritroblastosis fetalis ABO apabila ibu golongan darah O dan
anak golongan A.

Pengobatan
Karena diagnosis antepartum sangat sulit, maka transfusi intra uterine tidak
diberikan. Transfusi tukar darah baik mengenai indikasi maupun tekniknya sama
dengan pada eritroblastosis fetalis Rh.

Pencegahan
Hingga kini tidak diketahui cara pencegahan karena tidak diketahuinya
mengapa benda penangkis alamiah, agglutinin dan dapat berubah menjadi benda
penangkis imun.

Halaman 26
Kelompok 11

Anda mungkin juga menyukai