Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fazar Dwi Gustiar

NPM : 230210160073

Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Salinitas juga dapat
mengacu pada kandungan garam dalam tanah. Kandungan garam pada sebagian
besar danau, sungai, dan saluran air alami sangat kecil sehingga air di tempat ini dikategorikan
sebagai air tawar. Kandungan garam sebenarnya pada air ini, secara definisi, kurang dari 0,05%.
Jika lebih dari itu, air dikategorikan sebagai air payau atau menjadi saline bila konsentrasinya 3
sampai 5%. Lebih dari 5%, ia disebut brine.

Pada gambar diatas kita bisa menganalisis tingkat salinitas di samudera pasifik, pada umumnya
salinitas di permukaan samudera pasifik berkisar diantara angka 34-35 psu
(commons.wikimedia.org).
Dan berdasarkan gambar praktikum analisis kadar salinitas lebih di kerucutkan pada satu
plot yang di download dari website www.nodc.noaa.gov/OC5/WOD/datageo.html. Pada
permukaannya kadar salinitas berada di angka 34,5 psu. Namun pada kedalaman 100 meter
terjadi peningkatan mencapai 35,5 psu. Dan pada kedalaman 500 meter kebawah menurun
kembali menjadi 35 psu. Menurut data-data salinitas, salinitas pada kedalaman 150 meter
mengalami peningkatan dibanding pada kedalaman lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya
pertemuan material-material dari permukaan laut dengan dari dasar laut. Namun pada kedalaman
250 meter pola salinitas memasuki lapisan halocline, yaitu lapisan dimana salinitas berubah
cepat sesuai dengan bertambahnya kedalaman, yang mana halocline adalah sebuah zona vertikal
di dalam laut dimana kadar garam berubah dengan cepat sejalan dengan perubahan kedalaman.
Perubahan kadar garam ini akan mempengaruhi kepadatan air. Jika dijabarkan dengan grafik
akan bergerak fluktuatif, akan naik secara drastis sampai kedalaman 200 meter dan lalu stabil
setelah kedalaman 200 meter kebawah.

(source: commons.wikimedia.org)

Dan juga faktor kenaikan dan penurunan yang signifikan tersebut dikarenakan adanya
dampak kejadian El Nino yang ada di musim hujan daerah sekitar Indonesia. Sejak tahun
2002/2003, belum ada kejadian El Nino yang berkategori kuat lagi, namun akhir tahun 2009, El
Nino mulai meningkat hingga pertengahan 2010. El Nino memiliki dampak kemarau panjang
pada daerah sekitar Indonesia, seperti yang terjadi pada tahun 1998, Indonesia mengalami
kemarau panjang yang sangat berpengaruh pada bidang pertanian. Badan Metereologi dan
Geofisika (BMG) di Jakarta memastikan bahwa dampak kejadian El Nino tahun 2010 ini tidak
akan memberikan dampak yang sangat besar, seperti pada tahun 1998, dikarena temperatur
permukaan di sekitar Indonesia juga memanas. Pada saat El Nio terjadi penurunan volume massa
air yang bergerak dari Samudra Pasifik ke Samudra Hindia. Kekosongan massa air di wilayah perairan
Indonesia tersebut kemudian mendorong munculnya upwelling yakni naiknya massa air laut dalam
dengan ciri temperatur rendah, salinitas tinggi dan kaya akan nutrien, sehingga meningkatkan jumlah
klorofil di perairan Indonesia yang dapat meningkatkan kesuburan perairan (Hadi, 2006).
DAFTAR PUSTAKA

Suntoyo, Muhammad Zikra, Firra Hasita. Analisa Variasi Temperatur dan Salinitas Air Laut di
Perairan Samudra Pasifik Akibat Pengaruh El Nino dan La Nina. Surabaya. Di ambil dari:
http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/4809/1378
(25 September 2017)

Hadi, S. 2006. Diktat kuliah: oseanografi fisis. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

M. Safitri, S.Y. Cahyarini , dan M.R. Putri. 2012. INDONESIAN THROUGHFLOW TRANSPORT VARIATIONS
AND OCEANOGRAPHICS PARAMETER IN TIMOR SEAS AS AN INDICATION OF ENSO EVENTS. Bogor. Di
ambil dari: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalikt/article/view/7800/6117
(25 September 2017)

http://www.commons.wikimedia.org

Anda mungkin juga menyukai